5. Rush

Fanfiction Series 10231




"Every inch of your body, drive me crazy. Like a special drug for me."


Tangan itu milik Lee Jeno!

Iya, orang yang sedang menahan tubuhnya ketika ini tidak lain tidak bukan adalah cowok sinting yang ingin menangkap nya tadi.

"Kak J-jeno.." Gya menelan liur yang tiba tiba saja terasa kesat.

Cowok itu masih menahan tubuhnya yang berada benar benar di hujung tangga. Dilihat lihat, Jeno kelihatan menahan marah.

Dengan posisi dekat seperti ini, Gya bisa melihat dengan jelas pahatan wajah sempurna di depannya. Sepasang mata legam yang sering menghadiahkan pandangan tajam padanya.

Turun ke hidung mancung dengan nose bridge tinggi, dan berlalu ke sepasang bibir plump yang selalu menempel di bibirnya. Sempurna! Sesiapa sahaja yang melihat Lee Jeno pasti akan berasa sempurna.

"Udah puas nelanjangin wajah gue?"

"Hah?"

"Gue ganteng gue tau."Jeno menyeretkan bibirnya. "Mau gue cium di sini?"

Terus Gya tersedar. Pandangan nya dilarikan. Wajahnya bersemu merah kerana ketahuan mengagumi wajah Jeno dengan kedua matanya.

"Lepas dulu!" Gya mencuba meleraikan lengan Lee Jeno pada pinggangnya. Tapi tidak diendahkan. Cowok itu malah menariknya ke tepi.

"Berkali kali gue bilang, lo.."

"Bersyukur banget gue lo udah di sini!" Belum sempat cowok itu menghabiskan ayatnya, Renjun berdiri di belakang mereka.

Nafasnya masih terengah kerana kejar kejaran ke sini.

"Sini lo! Berani-beraninya boongin gue!" Renjun kembali ngegas. Memandang ke arah Gya yang berada di belakang Lee Jeno.

Lega hatinya melihat cewek itu diselamatkan Jeno setelah tadinya hampir hampir tergolek ke bawah tangga. Jika itu berlaku, bisa bisanya dia akan dibunuh Jeno.

Bakal ribet banget urusan.

"Hihi." Gya tersenyum masam dan mengangkat dua jarinya. Peace!

Renjun mendengus lagi, kemudian memandang Jeno, "ya udah, gue pulang dulu. Malam ini jangan lupa, janji kita sama anak anak. Mereka nungguin lo."

Jeno mengangguk sebagai jawapan setelah Renjun pergi. Meninggalkan dirinya dan Gya berdua di tepi tangga.

Nah, sekarang sepertinya saat tersulit dalam hidup Gya. Berduaan dengan Lee Jeno. Ini lebih seram daripada berdua dengan Renjun yang akan sentiasa julid padanya.

"Lo kemana jam istirahat tadi?"

"Err, aku.." Gya tergagap, mencari alasan. Tidak mungkin kan dia jujur ke Jeno yang dia ketemu Jihoon di taman.

"Ke mana?!"

"Ke stor sukan!" Ah, alasan tidak logik tapi ya gimana lagi. Udah terlanjur bicara.

Kalau dirinya mengubah jawapan, akan kelihatan bohong banget kan.

Jeno mengerutkan dahi, tidak percaya dengan jawapan barusan. Ngapain cewek ini ke stor sukan? Nggak ada kerjaan banget.

"Iya, benar kak. Aku di stor sukan. Tadi tuh, Pak Minho minta aku bantuin ngemas stor sukan. Benar kok. Nggak boong." Lancar pembohongan itu meluncur keluar dari bibirnya.

Jeno mendecih, tidak percaya? Pasti dong.

Dia punya mata mata di sekolah ini. Bukan dari teman temannya saja. Dan Jeno tahu tadi istirahat Gya bersama Jihoon. Di taman.

Serta merta, pandangannya berubah drastis.

"Ahh kak sakit!!" Gya terpekik perlahan apabila Jeno bertindak menarik lengannya kasar. Mengheretnya ke arah parkiran.

Tanpa mempedulikan Gya yang kesakitan, Jeno melangkah laju. Langsung tidak bertimbang rasa dengan Gya yang terkial kial membuntuti langkahnya yang panjang dan besar.

Laju saja kedua mereka berlalu melintasi deretan anak anak Serim High yang lain.

Sehinggalah sampai ke mobil Bentley Jeno, cowok itu menyuruh Gya masuk sementara dirinya sendiri sudah membuka pintu dan masuk ke jok pemandu.

Gya mematung di depan pintu.

Masih ragu sama ada mau ikut masuk ke dalam ataupun...lari aja kali ya? Lagian Jeno udah ada di dalam mobil. Jika lari, pasti cowok itu tidak akan menangkapnya.

Pinn! Pinn!

Bunyi hon memekakkan telinga. Cermin kaca mobil dibuka.

"Lo mau gue seret ke mobil?" Jeno bersuara dari dalam mobil. Memandangi Gya yang masih tidak berganjak.

"Kalau gue yang nyeret lo, tau kan kelanjutannya apa?"

Gya tersentak. Apatah lagi melihat smirk tajam yang terukir di sepasang bibirnya. Trademark yang selalu ditampilkan Jeno kalau sedang...

"Urghh!!" Dasar mesum gila, sinting, setengah!

Sumpahan itu hanya mampu terlontar di dalam hati saja. Mana mungkin dia berani. Bisa bisa Jeno akan benar benar melakukan apa yang sering difikirkannya saat melihat Gya.

Tangannya membuka pintu mobil Jeno sebelum menghempaskan tubuh di kerusi jok penumpang. Dengan kasar juga pintu itu ditutup kembali.

Membuat Jeno di sebelah mendengus kasar.

"Mobil gue mahal, jauh lebih mahal dari hasil gue jual lo! Jangan kasar-kasar." Marah cowok itu. Menghidupkan enjin dan menurunkan suhu penghawa dingin.

Terserah, katanya holkay, masa segitu aja udah ngamok.

Lagi lagi, Gya mengutuk cowok itu dalam hati. Ingin rasanya menjambak rambut sendiri.

Jam di tangan dikerling. 3:45 p.m.

Oh, Gyo pasti udah sampai di rumah. Pantas Gya mengambil ponsel lalu mendail nombor Tante Sorn. Dia harus menitip Gyo dulu. Takut abangnya itu cedera jika dibiarkan sendirian di rumah.

"Aaa, Kak Jeno ngapain?!"

Baru saja meletakkan panggilan, ponsel cewek itu terpelanting dari tangan dan dengan jayanya terjatuh tepat benar benar di bawah tempat duduk.

Mana tidaknya, Jeno yang tadinya tenang berada di tempat nya sudah mencondongkan tubuh ke arahnya. Wajah cowok itu dekat dengan Gya bersama senyuman biasanya.

"Gue udah sedia."

"Hah? Sedia?" Bertanya aneh, Gya berundur ke belakang.

Jeno mengangguk, matanya terarah pada bibir Jung Gya. Menatap rekat seakan akan tidak lepas.

Tersedar dengan arah pandangan Jeno, Gya mengetap bibir. Kedua tangannya disilang ke dada. Sedar tak sedar, dia berundur ke belakang.

"Kenapa? Lo takut?" Tangannya naik, menangkup pipi kanan cewek itu dengan tangannya yang berurat. Ibu jarinya mengusap perlahan pipi mulus itu.

Gya terperangah. Mau mengiyakan, bakal membuat Jeno semakin menjadi jadi. Tapi jika menjawab tidak, ah seperti menempah maut sendiri. Kondisinya selalu seperti ini!

Jeno tidak memberinya pilihan. Hujungnya pasti Gya yang akan merasa serba salah.

"Kak..jangan dekat-dekat.." Nafasnya tercekat. Terlebih lagi apabila ibu jari Jeno beralih tempat ke sepasang bibirnya. Mengusap perlahan.

"Kenapa? Hmm.." Jeno berbisik penuh sensual.

Gya menggeleng. Air matanya sudah hampir jatuh ke pipi kerana posisi Jeno yang sangat dekat begini. Gya merasa seperti perempuan jalang begini.

Biarpun Jeno belum pernah melewati batas, tetap saja.. Gya merasa tidak benar.

"Lo tau, kenapa gue kayak gini?" Jeno sudah benar benar menghimpit Gya ke pintu mobil. Membuat Gya benar benar takut.

Dapat didengar, deru nafas panas Jeno yang menampar lembut lehernya. Jari Jeno yang tadinya mengusap lembut bibirnya kini beralih masuk ke dalam mulutnya.

"Mmmm..." Gya merapatkan bibir. Enggan membiarkan jari cowok itu masuk.

"Shhh! Don't do that. Just accept it." Cowok itu memaksa. Menekan sedikit jarinya untuk masuk ke dalam.

Tidak henti henti jarinya mendesak masuk dan akhirnya berjaya. Jeno tersenyum puas. Melihat bulir air mata yang mengalir di pipi mulus itu, satu hiburan baginya.

Dengan jarinya yang masih berada di dalam mulut Gya, Jeno kembali serius. Kali ini, tiada lagi kelembutan dari riak wajahnya. Dia kembali dengan tatapan mata tajamnya.

"Ini hukuman buat lo, kerana udah berani berhubungan dengan cowok lain." Eramnya tertahan, mengecup perlahan telinga Gya.

"Ingat Gya, lo cuman milik gue. Nggak ada cowok lain yang bisa nyentuh lo seenaknya kek gini!" Jeda.

"Bahkan kalau gue milih buat nyentuh lo, gue layak! Karna lo milik gue."

Gya menutup mata. Luruh jantungnya mendengar itu. Sebegitu rendahkah dirinya di mata Lee Jeno? Cowok itu benar benar melayaninya tidak ubah seperti kucing kurap.

Dibelai jika ingin, dan dicampakkan jika dibenci.

Bahkan niatnya untuk melawan saja dikuburkan dalam dalam. Dia tidak mahu jika Jeno bertindak seperti yang dikatakannya. Gya masih ingin mempertahankan mahkotanya.

Bukan untuk disentuh Jeno sewenang-wenangnya.

Beberapa saat, Jeno puas melihat Gya yang ketakutan sebelum melepaskan jarinya yang sedari tadi dikemam Gya.

"Open your eyes." Arah Jeno dengan suara rendahnya.

"Don't make me beg Gya. Open your eyes!"

Sekali lagi, Jeno mendesak, menyuruh cewek itu untuk patuh.

Perlahan, Gya membuka mata. Menatap Jeno yang masih berada dekat dengannya. Dia tidak berani bergerak seinci pun.

Jeno kembali seperti asalnya. Tidak lagi menunjukkan sesi 'devil' yang ditakuti Gya. Ini jauh lebih baik. Perlahan, Gya bisa bernafas lega. Setidaknya, biarpun Jeno masih lagi kasar dan dingin, 'sisi' itu sudah terkubur kembali.

"Don't cry."

Gya mengangguk. Menahan tangisannya daripada keluar lagi. Iya, dia tahu, sejak pertama kali melangkah dalam hidup cowok itu, ia sudah tak punya jalan keluar lagi.

Dirinya, milik Lee Jeno.

Setiap manusia mempunyai pilihan untuk memilih. Tapi tidak dirinya, dia tidak dibenarkan memilih. Hanya patuh, akan segala pilihan yang ditentukan orang lain.

Selalu begitu, dari dulu, kini dan mungkin, sampai kapan pun.

Srettttt...

Bukkk

"Aaa Kak Jeno!! Kok rem nya mendadak sih?! Bisa nggak- mmmm."

Belum habis kata katanya, bibirnya sudah disumpal dengan sesuatu yang sama tapi berbeda pemilik. Membawanya masuk ke dalam ciuman panas cowok itu.

Jeno memejamkan mata. Tangannya dengan kuat menahan tangan Gya yang berada di dadanya, sambil bibirnya masih tetap melekat erat pada bibir cewek itu.

Sebenarnya, Jeno sendiri tidak mengerti dengan perubahan emosinya hari ini. Sejak kehadiran anak baru bernama Park Jihoon, Gya sering kali didapati berhubungan dengan cowok itu. Membuatnya benar benar marah.

Apalagi, dilihat Jung Gya seakan akan menerima baik kehadiran Jihoon. Berbeda bila bersamanya, cewek itu seakan mahu tak mahu saja.

Padahal, dia sudah benar benar berbaik hati melayani cewek itu. (Yelah tu)

Mendapat penolakan dari Gya membuat Jeno semakin nekad. Tangan besarnya menarik kepala Gya, memiringkan wajah agar ciuman itu semakin dalam.

Dia sudah tidak peduli jika ada yang memergoki mereka di pinggir jalan begini.

______________________________________________

"Eunggg..."

Jung Gya menggeliat perlahan apabila tiada lagi pergerakan mobil Jeno. Tangan kanannya mengucek mata perlahan.

Mengumpulkan segala kesadarannya yang hilang.

"Huh? Loh, ini di mana?!!"

Tiba tiba, ia terpekik kuat setelah melihat keadaan sekeliling nya yang gelap. Menoleh ke luar kaca mobil, mereka seperti berada di kawasan hutan. Gelap. Tiada lagi bayang bangunan tinggi di Seoul.

Cewek itu menoleh ke sebelah. Di dapatinya, Jeno yang sedang memejamkan mata. Dan, satu tangan cewek itu berada di dalam genggaman besar Jeno. Kelima jarinya memenuhi tangan kecil Gya.

"Kak J-jeno..."

Gya menggoyang perlahan tangan nya, berharap Jeno akan bangun.

Diulang beberapa kali sambil memanggil lembut nama cowok itu. Jujur, ia sedikit takut berada di kawasan tidak dikenalinya ini.

Suasana gelap, hanya ada hutan dan pohon pohon tinggi yang tidak lagi membenarkan cahaya mentari menembusi helaiannya. Jam dikerling, dan di situ menunjukkan, 8:30 malam.

Hah? Malam?? Ya ampun, Jeno bawa gue ke mana sih, fikir Gya gelabah.

Ini tidak bisa dibiarkan. Mereka tidak seharusnya berada di sini. Apatah lagi dirinya. Gyo pasti mencari.

"Lo udah bangun?"

"Huh?" Gya mengusap dada. Kaget dengan suara serak Jeno yang tiba tiba menyapa pendengarannya.

Tapi cowok itu malah terkikih perlahan. Satu pemandangan langka di mata Jung Gya melihat si dingin Jeno tertawa.

"Kagetan banget sih lo?"

Gulp! "Kak J-jeno..."

"Kenapa sayang?" Erghh, Gya merinding. Ini tidak biasa.

Wah, apa yang terjadi dengan cowok di depannya ini. Apa tadi dia ada terhantuk di mana mana? Kerana setahu Gya, setelah dengan tidak sopannya 'menjamah' bibirnya, Jeno masih normal.

Entah apa saja yang berlaku saat Gya tidur tadi. Apa mereka dilanggar mobil sehingga membuat Jeno amnesia? Atau ada perompak yang memukul kepala Jeno sehingga otaknya tertukar dari kiri ke kanan?

Atau, ini mimpinya?

Bunyi cengkerik yang menggema dari luar menyedarkan Gya. Dengan tangannya yang masih berada di dalam genggaman Jeno dan kedudukan cowok itu yang bersandar santai pada jok, apa mungkin...

Jtakkk!!

"Keluar! Hey, setan, keluar dari badan Kak Jeno!"

Selamba, cewek itu melepaskan genggaman tangan Jeno padanya dan menangkup kedua pipi cowok itu setelah dengan selambanya menjitak dahi Jeno kuat.

"Arkhh- sakit Gya.." Ringis Jeno perlahan menggosok dahinya.

"Sabar kak, jangan khawatir! Aku bakal keluarin setan yang udah rasuk kakak." Masih tidak berputus asa, kedua tangan Gya kini menekan kedua pipi Jeno.

Parah! Jeno harus diselamatkan. Biarpun Gya benci dengan kekasaran Jeno, tapi ia tidak sanggup andai cowok itu dirasuk jembalang! Bahaya banget.

Bahaya buat jembalang itu sebenarnya. Jeno bahkan lebih nyeremin dari hantu itu sendiri.

Badan dicondongkan sedikit ke hadapan sambil berlutut pada tempat jok penumpang.

Tangan kanannya sudah naik untuk menabok belakang punggung Lee Jeno agar setannya keluar.

"Sedia ya kak." Sedaya upaya dikumpul segala tenaga dalamnya. Ia pernah melihat ini di televisi.

Hantu juga bisa merasa sakit. Jadi, kalau orang yang dirasuk ditabok di bahagian belakang kepala, hantunya akan keluar.

Dan baru saja ingin melayangkan tangannya, Gya lagi lagi terjerit perlahan apabila Jeno tiba tiba menarik pinggangnya kuat sehingga membuat tubuhnya berpindah ke pangkuan cowok itu dengan posisi saling berhadapan.

"Aaa, jangan makan gue!!" Gya memohon kerana disangka hantu di badan Jeno akan menjadikannya santapan.

"Shhh!!"

Pantas Jeno meletakkan jari telunjuknya di bibir Jung Gya. Langsung membungkam cewek itu daripada meneruskan teriakannya.

"Jangan berisik Gya." Desis Jeno perlahan.

Menahan nafasnya yang mendadak sesak kerana tiba tiba saja berada dalam kedudukan agak ambigu begini. Dengan Jung Gya yang berada di pangkuannya, membuat jarak tubuh keduanya benar benar dekat.

"Gue nggak kerasukan kalau itu yang lo fikirin."

Hah? Oh my God! Akhirnya Gya sadar, dia sudah salah faham.

Refleks, tubuhnya sedikit meronta untuk melepaskan diri dari pangkuan Lee Jeno.

"Shit, jangan gerak-gerak bisa nggak sih!" Desis Jeno saat merasa gerakan tubuh Gya seakan akan memancing yang di bawah sana untuk terbangun.

Cengkeramannya pada pinggang cewek itu semakin kuat. Menahan dirinya sedaya upaya.

Sementara itu, Gya sudah gugup. Ini tidak benar! Matanya terpejam, menyesali perbuatannya barusan. Tubuhnya seolah olah membeku di sana.

Sebaiknya dia diam. Ia tidak mahu berlaku sesuatu yang lain lagi. Ini sudah benar benar parah baginya.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan pada kaca mobil membuyarkan perhatian keduanya. Gya berpaling pada sumber bunyi dan menelan ludah sekali lagi apabila melihat wajah Haechan terpampang jelas di sana.

Jeno yang turut sama terkejut langsung menolak Gya untuk kembali duduk di tempatnya sendiri.

Gila! Ini bisa menimbulkan salah faham di mata seorang Lee Haechan yang sememangnya bermulut ember. Kaca mobil diturunkan.

"Yokshi!! Lee Jeno, Jung Gya.." suaranya sengaja dileretkan. Memandang nakal pada kedua pasangan yang sedang gelabah itu.

"...kalian ngapain? Lagi enak-enakan ya?!!"

Pantas Jeno menaikkan semula kaca mobil, membuat tangan Haechan yang sedang terlunjur ke dalam kaca mobil Jeno tersepit.

"Aduhh! Duhh! Duhh! Heh, mau bunuh gue lo?!"

"Makanya, kalau ngomong yang benar." Jeno mendesis. Menghentikan gerakan tangannya.

"Udah, jangan ngadi ngadi. Mana bensin? Cepetan isi tank gue."

"Yeee, dasar kampret. Ditolongin nggak terima kasih. Bentar bentar gue isi."

Haechan langsung bergerak dari posisinya, menuju ke tank minyak Bentley hitam Jeno lalu mengisi bensin.

Jeno mengerling ke arah Gya melalui sudut matanya.

Cewek itu sedang membetulkan letak pakaian seragamnya yang sempat berantakan tadi. Keduanya membisu.

Mereka mendadak canggung.

Tapi tidak pula Jeno berniat untuk memberitahu keberadaan mereka ketika ini.

"Udah tuh. Yok, kita ke markas. Anak anak lagi nungguin lo pada."

Haechan bersuara setelah mengisi bensin mobil Jeno yang habis ketika mereka dalam perjalanan tadi. Jeno yang menelefon Haechan untuk datang dan membawakan bensin untuknya.

Jeno mengangguk, menunggu Haechan untuk menaiki motornya dan memandu mengikut arah perjalanan motor cowok itu.

Di sebelahnya, Gya diam. Mencuba memahami apa yang berlaku barusan. Mereka di mana? Ngapain di sini? Markas yang disebut Jeno dan Haechan barusan itu apa?

Bermacam-macam persoalan berlegar di mindanya tapi satu pun tidak bisa dilontarkan oleh bibirnya. Al hasil, ia hanya menunggu sehingga mereka benar benar sampai di destinasi yang sebetulnya.

Dalam 20 menit, mobil Jeno kini memasuki perkarangan sebuah kawasan luas yang kelihatan agak meriah.

Gya menjenguk keluar dari tingkap mobil.

Di depannya kini, ada bermacam macam mobil. Dari mobil mewah, mobil sport juga motor motor besar yang masing masing menyalakan lampu kenderaan mereka. Membuat kedua matanya silau.

Jika dilihat-lihat, ini seperti tempat racing.  Gya menebak sendiri sambil mengangguk. Tubuh nya disandarkan di tempat duduk.

Eh sebentar. Tempat racing?!!

"Kak, kita ngapain di sini?!" Soalnya lantang. Menatap Jeno yang kelihatan selamba saja memandu sepanjang laluan dengan orang orang yang ramai di sebelah kanan dan kirinya.

Jeno tidak menjawab sehinggalah mobil nya diparkirkan di garasi, sebaris dengan mobil mobil mewah lainnya.

"Keluar."

Jeno menyuruh Gya keluar. Sementara dirinya sudah melesak keluar dari mobil. Meninggalkan Gya yang masih termangu mangu sendiri sama ada ingin keluar atau tidak.

Ia takut. Tidak biasa dengan suasana begini.

Juga bingung. Mereka ada di mana? Tempat apa ini? Siapa orang orang ini semua? Kenapa Jeno membawanya ke sini.

Tingg!

Satu mesej masuk ke dalam ponselnya. Pantas dibuka pesanan yang dihantar Lee Jeno itu.

Cowok Mesum
|Cepetan keluar sebelum gue kunci lo di mobil sendirian.

Ahh, Gya ingin marah saja ketika ini. Layar ponsel kembali ditutup sebelum dirinya membetulkan sedikit pakaian dan rambutnya. Geram! Dia geram dengan Lee Jeno.

Pinnn!! Pinnnn!!

Jeno menekan lampu mobil dari kunci di tangannya yang membuat mobil itu bercahaya sekaligus menarik perhatian orang lain untuk menoleh ke arah Gya yang berada di dalam.

Pantas cewek itu keluar dari mobil dengan berdongkol geram.

Sialan, Jeno memang sengaja memaksanya untuk keluar mobil.

Gya menyaingi langkah Jeno yang sedikit jauh di hadapannya. Jujur, ia takut. Apa lagi melihat pandangan semua yang ada di sana. Seolah olah orang orang itu ingin menelannya hidup hidup.

Gya segan. Dirinya masih lagi berpakaian seragam Serim High. Sedangkan Jeno sendiri melepas blazer maroonnya. Menyisakan hanya seragam putih yang tidak kelihatan seperti seragam anak sekolah. Berbeda dengan dirinya.

Suara siulan yang mengiringi langkahnya membuatnya gentar dan refleks, tangannya menggengam belakang seragam Jeno kuat.

Gya tidak mengenali mereka semua. Yang dia kenali hanya beberapa orang teman Jeno. Itupun, sebatas Jisung dan Chenle yang sedang bermain poll. Mark Lee yang sedang makan subak sambil duduk berbual dengan beberapa temannya. Juga Renjun yang sedang sibuk memanggang makanan.

Jeno sadar dengan keadaan cewek itu tapi berpura pura tidak tahu dan dengan enteng melangkah mendekati clans nya dan sesekali mengangguk kepada orang orang yang menegurnya.

"Hey bro.." Seorang cowok berambut gondrong menyambut kedatangan Jeno. Sempat mereka berjabat tangan.

"...lama banget sih lo. Dari tadi kita nungguin tau nggak."

"Sorry bro. Gue punya urusan tadi. Kebetulan bensin gue habis tadi. Makanya agak telat gitu."

Jeno menjawab. Sebelum berjabat tangan dengan beberapa lagi temannya yang tidak dikenal Gya.

Kemudian, pandangan nya kembali terfokuskan pada Hyunjin yang sedari tadi memerhatikan Gya yang sedang menyembunyikan diri di belakangnya.

"Sana siapa ya?" Keningnya terangkat. Memperhatikan dari atas ke bawah cewek yang datang bersama Jeno.

Orang baru kah? Kerana sebelum ini, Hyunjin tidak pernah berjumpa Gya di mana mana geng. Ini pertama kali dia melihat cewek secantik..hmm cantik?

Ya lumayan cantiklah. Biarpun di hujung keningnya ada satu parut panjang yang sama sekali tidak menghilangkan kecantikan cewek itu tapi malah membuat wajahnya semakin terlihat menawan.

Jeno yang perasan dengan pandangan tidak lepas Hyunjin pada Gya merasa sedikit tidak senang.

Apatah lagi merasakan cengkaman Gya pada bajunya semakin kuat.

Kerana tidak menerima balasan, Hyunjin bertindak berani. Menghulurkan tangannya ke arah Gya yang sukses menarik perhatiannya.

"Hey baby. What's your name?"

Gya serba salah dan takut secara bersamaan. Dia tidak berani menatap cowok gondrong berambut coklat di hadapannya ini.

Ketika ini, rasanya dia ingin pengsan saja. Bagaimana bisa Jeno membawanya ke sini. Ahh, cowok itu benar benar sudah gila.

"Jangan cari masalah Jin. Pacar si Jeno tuh." Haechan yang baru bergabung menberitahu.

"Tadi aja gue nggak sengaja mergokin mereka lagi nganu di mobil!" Sengaja cowok itu bersuara kuat hingga menarik perhatian beberapa orang di sana untuk menoleh ke arah mereka.

Jeno mengabaikan sementara Gya pengen nangis aja di situ. Lee Haechan kurang ajar. Ingin saja ia menjambak rambut cowok itu dan menghantukkan kepalanya di atas jalan.

Hyunjin bertepuk tangan, "wah, bagus banget Jeno! Nggak cukup Lia ya. Lo punya satu yang lebih cantik dari Lia." Usiknya.

"Nggak nyangka, muka nya polos tapi ternyata jadi simpanan Lee Jeno." Hyunjin berdecak. Senyuman sinis tersungging di bibir lelaki berambut merah gondrong itu.

"Gimana Jen? Review-nya? Jago di ranjang gak?" Timpal Hyunjin lagi dan kali ini mencolek pipi Gya dengan hujung telunjuknya.

"Jaga omongan lo sebelum gue hilang sabar!"

Amaran itu keluar dari bibir Lee Jeno. Kakinya melangkah ke hadapan setapak, menghadang Gya dari gapaian Hyunjin.

"Opss, sorry sorry!"

Jeno mengabaikan Hyunjin sebelum kemudian berpaling dan menarik tangan Jung Gya untuk ikut bersamanya.

Pantas mereka melesat masuk ke dalam rumah yang terletak di hujung halaman luas itu. Mengabaikan mata mata yang sedari tadi seolah olah mengadili setiap langkah yang mereka ambil.

Sementara Gya, hanya mampu menurut sambil menahan rasa sakit hatinya kerana dikatain macam-macam oleh cowok bernama Hyunjin itu.

Hampir hampir saja air matanya jatuh.

Sempat ia menoleh ke belakang dan mendapati pandangan mata Hyunjin yang masih tidak lepas dari menatapnya.

Bersambung...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience