6. Hatred

Fanfiction Series 10231



"Every dark night will always be follow by beautiful morning."


Jeno membawa Gya masuk ke dalam vila dua tingkat bertema clasic modern bernuansa vintage.

Mata cewek itu meliar ke kiri kanan. Meneliti kawasan vila mewah dua tingkat di depannya ini. Keluasannya benar benar besar.

Vila ini terletak di atas gunung tinggi. Di kiri vila, ada sebuah kolam besar sementara di sebelah kanan, ada tenda besar yang dibawahnya ada beberapa orang yang sedang melepak bersama. Di kawasan hadapan, terlihat satu jalan besar yang cerun meluncur ke bawah.

Wah, jika dilihat lihat, tempat ini seperti satu kawasan perumahan besar yang benar benar mewah. Pasti mahal.

Sedar tak sedar, mereka berdua sudah benar benar berada di dalam vila. Satu chandelier besar tersangkut pada bumbung tinggi. Menambahkan kesan mewah.

Kaki keduanya dihalakan ke arah tangga yang menghubungkan tingkat satu dan dua.

"Hey, Jeno.."

Baru saja ingin melangkah, satu suara menarik perhatian kedua orang itu.

Seorang cewek berambut kerinting berwajah putih dengan tank top hitam dan lagging senada sedang berjalan ke arah mereka berdua.

"Lo datang juga.." Tegurnya kepada Jeno sebelum pandangan matanya beralih pada Gya di sebelah. "Wah, ada Gya juga."

Seketika, Gya tersentak apabila cewek itu memeluknya erat sembari menepuk belakangnya beberapa kali. Ini aneh, bagaimana cewek ini bisa tahu namanya.

"Did we know each other?"

"Oh of course. Gue kenal banget sama lo. Lo kan anak pindahan yang masuk masuk aja udah masuk kelas unggulan di angkatan kita."

Gya memicingkan mata. Cuba mengingat di mana cewek di depannya ini bisa mengenalnya.

"Oalah. Kenalin, gue Yuqi. Song Yuqi. Anak kelas permata." Barulah cewek berambut keriting itu memperkenalkan diri.

Ketika itu barulah Gya ber-oh panjang. Ternyata, cewek di depannya ini satu sekolah, bahkan satu angkatan dengannya. Wajar saja ia mengenal Gya.

Tiba tiba ia merasa lega. Setidaknya, ia mempunyai orang yang dikenalinya di sini. Selain Jeno clans.

"Ehem!"

Jeno berdehem kuat apabila merasakan dirinya di tepi terabaikan. Membuyarkan perhatian kedua cewek yang sedang berkenalan itu.

"Oh iya, gue lupa lo masih ada di sini." Cewek itu, Yuqi- langsung mengubah perhatian pada Jeno.

Cowok itu kelihatan tegang dan tidak suka. Tapi Yuqi ya masa bodo aja. Walaupun Jeno itu berstatus kakak tingkat, ia tidak takut. Juga Lucas kan satu angkatan sama Jeno. Ya dia udah terbiasa.

"Gue mau bawa dia ke atas!"

"Stop!"

Baru saja ingin menarik Gya naik ke atas, satu suara yang tidak asing membantutkan rencana. Spontan mereka mendongak ke atas. Melihat ke arah satu sumber suara yang sedang menuruni anak tangga.

Dengan riak wajah mencerlung marah.

"Lo ngapain bawa bawa jalang ini ke sini?!"

Sebaik saja sampai di hadapan keduanya, Nancy langsung bertindak memarahi Jeno dan secara tidak langsung Gya yang hanya diam dan berdiri di belakang Jeno. Turun naik nafas Nancy menahan amarah melihat kehadiran Gya di markas mereka.

Iya, markas khas yang hanya diketahui oleh anak anak golongan atasan.

"Jeno, lo sadar nggak sih, lo bawa dia ke sini sama artinya kalau lo udah buktiin ke anak anak, dia sebahagian dari lo!" Bentak Nancy masih tidak berpuas hati. "Sedangkan Lia aja lo jarang banget nyuruh dia ke sini. Lo apaan sih!!??"

Cewek blasteran itu marah. Tingkahnya ketika ini seperti dia dicurangi oleh Jeno saja. Padahal nggak gitu.

"Hey Nancy, santai dong sama tetamu. Nggak boleh gitu." Yuqi mendelik tidak suka.

"Gue nggak peduli.." Nancy menatap Gya marah, jari telunjuknya naik searas dengan wajah Jung Gya. "Lo!! Keluar dari sini! Lo nggak layak ada di sini!! Lo tuh cuman simpanan tau nggak, simpanan!! Jangan sok sokan kayak pacar sah lo!"

Sekali lagi, Yuqi di tepi hanya mampu memutarkan bola matanya. Bukankah Nancy tidak tahu malu? Berbicara seolah olah menjelekkan diri sendiri.

Nancy juga bisa masuk ke kelompok ini kerana orang tuanya yang bekerja sebagai pembantu orang tua Lia. Sekaligus merangkap dirinya teman baik Lia. Jika tidak, Nancy sama saja seperti dirinya.

Berada di sini kerana status tinggi orang lain. Yuqi sendiri berada di sini kerana ia pacar Lucas.

Nancy sudah ingin maju dan menjambak rambut Gya namun pantas dihalang Jeno. Cowok itu benar benar malas ingin meladeni kegilaan Nancy. Dia capek kerana memandu dan menunggu lama tadi.

"Please deh Nan, lo jangan bikin gue makin pusing!" Jeno menyentak tangan Nancy. "Lia bakal tetap jadi prioritas gue. Lo nggak usah khawatir."

"Lagian, Lia nggak pantas datang ke sini saat rame ramean kek gini. Dia permata yang gue benar benar jaga." Jeno menyambung, mengerling seketika ke arah Gya yang diam saja mendengar dirinya dihina.

"Gue hargain Lia lebih dari dia makanya gue berani bawa bawa dia ke sini."

Nancy tersenyum menang apabila mendengar kata kata Jeno. Bagus kalau kayak gitu.

"Really? Terus lo mau jadiin dia apa? Taruhan race malam ini?" Sengaja Nancy mengompor Jeno.

Gya menunduk, sakit hatinya apabila Jeno melabelkan seperti itu. Apa dia memang serendah itu di mata Jeno?

"Hey hey what's the matter?" Tiba tiba ada seorang cowok menyertai mereka berempat. Keempat mereka menoleh lalu melihat seorang cowok gondrong sedang mendekati.

"Hey Lee Jeno!!"

Nakamoto Yuta. Tangannya terangkat menyapa Jeno sebelum keduanya saling berlaga penumbuk.

"Wow, ada gadis nih." Kemudian pandangan mata Yuta beralih pada seorang cewek berbadan kecil yang berada di belakang Jeno. Matanya mengecil cuba mengingati. Apa pernah ada cewek ini ke sini?

"Siapa dah? Perasaan gue belum pernah liat dia ke sini."

Nancy tersenyum sinis, "oh, Yuta. Kenalin nih, cewek yang bakal jadi hadiah taruhan race malam ini."

Gya tersentak. Tubuhnya tiba tiba menggeletar. Jadi apa benar, dia dibawa ke sini untuk dijadikan taruhan perlumbaan. Seperti yang selalu dilihatnya di dalam televisi?

Jeno dipandang dengan hujung mata.

Semurah itu aku di mata Kak Jeno?, Lirihnya di dalam hati.

"Really?? So that's mean you join the race tonight Jeno?" Yuta mengangkat kedua belah keningnya bersamaan.

Inginkan kepastian. Jarang sekali Jeno akan turun berlumba di hari biasa seperti ini. Selalunya cowok itu hanya akan turut serta jika ada acara spesial.

"Nggak Yut, gue benar benar mau istirahat malam ini. Kalian aja yang race, pemenangnya biar gue yang bayar." Jeno menarik pergelangan Gya, mengabaikan Yuta, Nancy dan Yuqi yang masih memandangi mereka.

"Gue cuman pengen istirahat malam ini." Putus Jeno, lalu memandang Yuqi. "Gue pengen pinjem baju lo. Buat dia."

Pesannya sebelum melongos naik ke tingkat atas. Bersama Gya dalam seretannya. Mengabaikan Nancy yang sudah membentak geram dan Yuta yang terus berusaha memujuk Jeno untuk ikut race.

Ah, bukan itu sebenarnya target Yuta. Dia sedang memujuk Jeno untuk mahu membiarkan Gya menjadi taruhan.

Sungguh Yuta bisa melihat kalau cewek bersama Jeno itu bakal menarik ramai orang untuk ikut race pada malam itu.

Sementara kedua pasangan itu sudah berada di tingkat atas. Jeno membawa Gya ke hadapan sebuah kamar yang berada paling hujung. Jauh dari kamar kamar lainnya.

Di pintu kamar itu, tertulis Jeno's room. Sama seperti kamar kamar lainnya. Gya tidak pasti ada berapa kamar. Yang pasti, lebih dari 10 kamar di vila besar itu. Ditambah yang ditingkat bawah, ada total 30 kamar.

Jeno membukakan pintu kamar, mengisyaratkan Gya untuk masuk ke dalam tapi cewek itu hanya membatu.

"Masuk!"

Gya menggeleng sekaligus memejamkan mata. Membuat air matanya yang sejak tadi ditahan mengalir perlahan dari kedua pipinya.

"Gue bilang masuk Gya! Sebelum gue bertindak lebih dari ini." Jeno mengabaikan tangisan cewek itu. Toh dia sudah biasa melihat nya menangis.

Ugutan itu berjaya membuat Gya patuh. Iya dia tidak punya pilihan. Lagian, dirinya kan bakal menjadi taruhan perlumbaan teman teman Jeno. Jadi, dia pengen segera menyelesaikan ini semua dan pulang.

Jika Jeno tidak mahu menghantarnya, maka Gya akan berinisiatif sendiri untuk pulang. Ah, berbicara memang mudah. Padahal Gya sendiri takut akan apa yang terjadi padanya setelah ini.

Gya duduk di atas sofa hitam di kamar luas Jeno. Masih diam. Dia enggan berbicara dengan cowok itu. Sesekali matanya memerhatikan sekeliling kamar Jeno.

Berwarna biru laut. Tenang. Ada satu katil bersaiz king di tengahnya. Juga berwarna biru. Dan di hujung kamar, ada wardrobe kayu yang juga bernuansa sama. Dan jika difikir fikir, segala yang ada di kamar Jeno ini berwarna biru.

Tenang sih iya. Tapi sama sekali tidak bisa membuat sekeping hati milik Jung Gya tenang.

Jeno melempar blazer maroonnya ke atas meja kopi lalu bertindak membuka satu persatu butang seragamnya. Juga melemparnya ke tepi.

Tanpa aba-aba, ia terus duduk di sofa yang sama dengan tempat Jung Gya berada. Membuat cewek itu bergerak ke tepi sehingga hampir berada di pojokan. Tangan Jeno mencapai remote tv lalu menyalakan layar tidak berlampu di depannya. Tangan yang satu laginya diletakkan di belakang kepala.

"Sebenci itu ya Kak Jeno sama aku?"

Soalan tiba tiba Gya mengalihkan perhatian Jeno. Ia menoleh dan pemandangan yang dilihatnya ketika ini adalah wajah Jung Gya yang basah dengan air mata.

"Lo kenapa dah?"

Gya mendengus kasar, menghirup nafas panjang, kedua matanya yang basah dikesat. "Apa sih sebenarnya tujuan Kak Jeno jadiin aku pacar kakak selama ini?"

"Maunya Kak Jeno tuh apa? Kasih tau Gya, biar aku bisa tuntasin segala kemauan Kak Jeno. Biar kita nggak terus terusan terjebak dalam hubungan nggak jelas kek gini."

Gya meluahkan segala isi hatinya yang terpendam selama ini. Jujur, ia sudah tidak bisa menahan perasaan sakit hati dan terlukanya.

Dulu lagi, sejak Jeno menyuruhnya untuk menjadi pacar cowok itu, Gya tidak pernah dilayan seperti yang selayaknya.

Mula-mula, ia tahu Jeno adalah pacar kepada Kim Lia. Seseorang yang sebenarnya sangat dielakkan oleh Jung Gya. Seterusnya ia dikatain sebagai perampas padahal kalau Gya tahu, mana mungkin kan ia berbuat segila itu.

Belum lagi layanan kasar Jeno yang seenaknya padanya. Kata kata kasar cowok itu, segala amarah yang dihamburkan Jeno padanya.

Dan kini, Jeno membawanya ke sini. Tidak puaskah hati cowok itu menyakitinya. Apa Jeno hanya akan berhenti jika Gya setuju untuk menjual tubuhnya pada anak anak race yang ada di luar.

Gya bukan tidak mengerti kata kata Nancy barusan. Juga kata kata Jeno yang jelas menghinanya. Mengatakan kalau dirinya tidak seberharga Kim Lia. Bukankah itu seperti mengatai dirinya perempuan murahan.

Tanpa sedar, tangisan Gya terluahkan begitu saja. Terhinjut hinjut bahu gadis itu menahannya. Bibirnya diketap kuat. Tidak mahu tangisannya kedengaran.

Seperti kata Lee Jeno, ia benci melihat Gya menangis. Itu malah semakin menariknya untuk semakin menyakiti cewek itu.

Jeno tergamam. Sama sekali tidak menyangka Jung Gya bakal menangis seperti ini.

Refleks, tangannya terlunjur ke hadapan. Menarik sepasang bahu itu untuk dekat ke arahnya. Biarpun Gya sempat berontak, tidak mematikan tenaga Lee Jeno untuk dengan mudahnya menarik cewek itu ke dalam pelukannya.

"K-kak Jeno..mau jual aku..ke mereka..ya?" Soal Gya lagi bersama selang tangisannya.

"Shhh, nggak gitu sayang."

Gya semakin teresak. Entah sejak kapan, ia sudah mulai membalas pelukan Lee Jeno. Tidak lagi peduli dengan kondisi cowok itu yang hanya bertelanjang dada.

?

Bahkan suara Jeno yang barusan memanggilnya sayang kedengaran begitu tulus di halwa pendengarannya.

Ini, pertama kalinya Gya bisa mendengar Jeno memanggilnya sayang tanpa nada dingin. Suara cowok itu kedengaran hangat dan kedengaran seperti benar benar ingin memujuk Gya agar berhenti menangis.

"Gue nggak bakalan biarin siapa pun nyentuh lo. Biarpun orang orang itu teman teman atau keluarga gue sendiri. Gue janji!"

Bisik Jeno perlahan, begitu perlahan sehingga tidak kedengaran di telinga Jung Gya yang hanya dipenuhi dengan tangisan dirinya sendiri.

Lama Gya menyembamkan wajahnya di dada hangat Jeno. Ia merasa kenyamanan di sana.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan perlahan pada pintu kamarnya membuat Jeno langsung melepaskan pelukannya pada Gya. Ia berlalu ke daun pintu sementara Gya yang menunggu di sofa hanya diam dengan sisa sesengukan.

Sebaik saja Jeno membuka pintu, Yuqi sudah ada di sana. Di tangannya ada pakaian yang dipinjam Jeno untuk Gya.

"Nah, ini baju yang lo pinjem tadi." Ia menghulurkan baju itu kepada Jeno. "Gue nggak punya banyak baju di sini. Jadi cuman ini yang gue rasa cocok buat Gya."

Jeno mengambil pakaian yang dihulur Yuqi.

"Pesan ke Gya, setelah pakai dia am- LOH?? KOKK BAJU GUE LO ROBEKK SIHH BAMBANG!!"

Belum habis menyampaikan pesan, Yuqi langsung berteriak apabila Jeno bertindak merobek pakaian yang baru saja dibawakan oleh Yuqi begitu saja.

___________________________________________________

Gya membaringkan tubuhnya di atas kasur besar milik Lee Jeno. Kedua matanya terpejam sementara kedua kakinya bertumpu pada dinding kamar Jeno.

Brakk

Mendengar daun pintu dikuak, Gya langsung bangun. Duduk bersila di tengah kasur seraya memandang Jeno yang baru saja masuk ke dalam kamar setelah mandi di tingkat bawah tadi.

Cowok itu sudah mengenakan t-shirt putih sementara handuk masih terlilit pada pinggangnya dengan satu handuk kecil digunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.

"Ehem!" Jeno berdehem seraya membuyarkan pandangan Gya yang dari tadi mengikuti langkahnya.

Jeno berlalu ke wardrobe lalu mengambil sehelai ripped jeans berwarna biru. Sudut matanya memerhatikan Gya yang masih melihatnya.

"Lo kenapa? Pengen liat gue ganti celana?"

Zapp

Rasanya Gya ingin bersembunyi di dalam selimut saja mendengar soalan gila dari Jeno padanya. Sontak, ia memalingkan badannya ke luar jendela. Membuka sedikit jendela, membiarkan udara malam masuk ke kamar yang dirasakan sesak oleh Gya.

Jeno tersenyum melihat reaksi pantas Gya sebaik saja ia mengatakan itu.

Dari belakang, Jeno bisa melihat bias tubuh Jung Gya yang mengenakan sweater miliknya, juga dipadankan dengan celana training miliknya yang agak kebesaran. Rambut cewek itu di messy bun dengan beberapa helaian yang masih basah.

Pakaian cewek itu adalah milik nya.

Tiada pilihan, setelah ia merobek pakaian yang diberikan Yuqi tadi. Yah, mana tidaknya, pakaian itu hanya berupa dress berkain tipis separas paha.

Mana mungkin kan Jeno membiarkan Gya menggunakan pakaian setipis itu dengan posisi mereka yang akan tidur sekamar malam ini. Bisa bisa, Jeno hilang pertimbangan.

Jeno melabuhkan duduk di pinggir kasur setelah selesai mengenakan seluar.

"Nah, lo telfon si bisu, maklumin, lo nggak bisa pulang malam ini." Jeno melempar ponsel miliknya ke arah Jung Gya.

Ia tahu ponsel Gya terjatuh di bawah jok.

"Huh!!" Gya mendengus kasar lalu mencapai ponsel yang dicampakkan Jeno. Ia mendail nombor Tante Lisa, memaklumi kalau ia tidak akan pulang malam ini.

"Ini kita ada di mana sih kak?" Soalnya sebaik saja panggilan dimatikan.

"Wonju."

"Wah, jauh banget."

Gya bergumam perlahan. Masih tidak habis fikir dengan tindakan mendadak Jeno yang tiba tiba membawanya jauh ke Wonju.

"Lo diam aja di kamar ini. Bentar lagi Yuqi datang bawain lo makan." Jeno menyarung stokin pada kakinya. Ia harus turun dan berkumpul bersama teman temannya.

Biarpun sebenarnya ia hanya ingin duduk di kamar dan tidur tapi, teman temannya itu pasti akan berfikir ia sedang olahraga bersama Jung Gya. Ia malas mahu meladeni itu semua. Kemudian ia mencapai sneaker putihnya dari bawah kasur.

"Nggak perlu tunggu gue, tidur aja di kasur sana. Entar biar gue tidur di sofa." Pesannya.

Gya mengerutkan keningnya hairan dengan segala pesan Lee Jeno yang entah kenapa tiba tiba berniat baik padanya. Jauh berbeda dengan kelakuannya tadi siang di mobil.

"Lo denger nggak sih."

"Biar aku aja di sofa. Kakak di kasur aja." Lain yang ditanyakan Lee Jeno, lain yang dijawab cewek itu. "Atau aku tidur sama Yuqi aja."

Jeno berpaling, memandangi belakang tubuh Jung Gya.

"Nggak usah ngebantah bisa nggak sih. Kalau gue bilang lo di kasur ya dikasur." Marahnya dengan kening yang hampir bertemu. Pusing ingin melayani keras kepala Jung Gya.

Huh, tidak sedar diri, padahal yang lebih keras kepala itu tuh dianya sendiri.

Gya masih serba salah sama ada ingin mengikut atau tidak arahan Lee Jeno yang baginya sedikit luar alam dari kebiasaan.

Tanpa sedar, sebelah kaki Jeno sudah naik ke atas kasur. Sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Gya yang masih memandang ke luar jendela.

"Kenapa? Lo takut kalau gue cebol lo malem malem?"

Gya terjingit mendengar suara Jeno yang dekat di sebelah telinganya. Juga mendengar kata kata kotor dari bibir cowok itu membuatnya merinding berat. Serta merta ia menjauhkan kepalanya.

"Kak Jeno apaan sih? Udah ah sana keluar aja tuh udah ditungguin sama Kak Mark."

"Lo halau gue?" Jeno berdecih. "Ini kamar gue loh kalau lo mau tau. Suka hati gue dong mau keluar masuk kapan."

Jeno kembali berpaling, mula memakai sneaker nya.

"Bahkan kalau lo di kamar mandi, kalau gue mau masuk ya terpulang dong. Kan kamar gue!"

Ish, Gya langsung memutarkan bola matanya ke atas. Dasar mesum gila, brengsek, sinting.

Jeno tersenyum sedikit, "gue tau lo lagi ngatain gue dalam hati. Jangan terlalu kedengaran juga sih."

"Padahal tadi lo sungguh sungguh nangis di dada gue sampai hingusan segala!"

Ah rasanya Gya benar benar malu. Kini ia terasa ingin menjambak rambut sendiri. Bagaimana bisa ia bertindak gila seperti tadi. Apa aja sih yang ada di fikirannya. Gila mungkin.

"Udah ah Kak Jeno. Keluar aja sana. Aku mau tidur aja. Capek." Gya menyuruh Jeno untuk cepat cepat keluar sebelum kedua pipinya meletus kerana terlalu malu.

Jeno bangun lalu menuju ke cermin. Mengambil perfume dan mengenakan pada pakaian serta lehernya. Bibirnya tidak henti henti tersenyum mendengar cibiran Jung Gya yang menahan malu.

"Huh, belum gue gagahi aja udah capek lo."

Gya mengambil bantal kecil di atas kasur lalu berniat melemparnya pada belakang kepala Lee Jeno. Tapi pantas dielak cowok itu dengan melesat keluar pintu. Membuat bantal dilempar Gya terkena pintu.

Sementara itu, tanpa sedar, Gya tersenyum-senyum sendiri dengan layanan baik Jeno.

Yah, walaupun fikiran mesumnya itu masih belum hilang, setidaknya Jeno tidak lagi melayannya dingin. Bahkan cowok itu membiarkan Gya bermain dengan ponsel yang baru dilemparnya tadi.

Ah, jangan khawatir. Hape yang ditinggalkan Jeno pada Jung Gya bukan ponsel yang digunakannya untuk berkomunikasi dengan Lia mahupun ahli keluarganya yang lain.

Jeno punya banyak stok ponsel. Dan semuanya bermerek Apple.

Sedikit sebanyak, hati Jung Gya sedikit terubati. Lagi pula, Jeno udah memberi jaminan bahawa ia tidak akan menjadikan Jung Gya sebagai taruhan untuk perlumbaan.

Seketika kemudian, Yuqi masuk ke dalam kamar. Membawa bersama sepinggan makanan yang berisi daging panggang, fries, fish fillet dan beberapa cucuk ayam dimasak BBQ.

Gya cepat akrab dengan Yuqi. Cewek itu ternyata benar benar menyenangkan. Tidak sombong, easy going dan happy go lucky.

Sesuai dengan Gya.

Akhirnya Gya sedikit sebanyak mengetahui mengenai markas yang dipanggil Arthdal ini.

Markas ini adalah markas khas yang ditubuhkan Jeno dan beberapa lagi temannya. Sesiapa yang memiliki kamar di vila ini adalah ahli tetap Arthdal. Dan Gya baru mendapat tahu Lia juga punya kamar di sini.

Sementara pengunjung lain yang selalunya ke sini untuk lumba balapan. Rupanya, di depan sana di mana mobil mobil mewah diparkirkan adalah kawasan balapan yang dikendali oleh Nakamoto Yuta.

Ia anak tunggal pewaris syarikat automobil dan trek balapan ini adalah salah satu hobinya.

Dan kadang kadang, markas ini tidak akan seramai ini. Contoh nya pada hari spesial iaitu ulang tahun kelahiran ahli Arthdal barulah mereka mengadakan party untuk yang terdekat sahaja.

Menurut Yuqi, yang punya kamar di sini, semuanya anak golongan atasan. Tapi, ada juga yang tidak. Contohnya seperti pacar pacar mereka yang selalunya bukan dari golongan atasan. Ataupun sahabat dekat golongan atasan -Nancy contohnya.

Hanya cewek itu saja yang tidak tahu diri.

Dan akhirnya ketika jam menginjak ke 11.00 malam, Gya memilih untuk tidur biarpun Jeno belum kembali ke kamar. Ah, Gya tidak peduli. Dia benar benar sudah lelah.

Sebelum tidur, Gya sempat melilit tubuhnya ke dalam selimut tebal. Biarin, dia tidak bisa mempercayai cowok seperti Lee Jeno. Tambahan, ini pertama kali Gya satu kamar sama satu cowok kecuali Gyo.

Bersambung....

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience