•
•
•
?
Gue gak suka ada bau cowok lain di tubuh lo selain gue!
•
•
•
Percayalah ketika ini, Gya sedang merutuki nasib malangnya sendiri sembari berdecak kesal melihat Somi yang sudah berada jauh di hadapan. Meninggalkannya sendirian, duduk di bawah tenda ini bersama-sama Geng Arthdal lainnya.
Ahh, rasa ingin melarikan diri daripada pesta ini-stonk.
Atau setidaknya, munculkan seorang penyelamat yang bisa membantunya terlepas dari situasi canggung mencengkam ini.
Mana tidaknya, di hadapannya kini, ia disuguhkan dengan Geng Arthdal yang menatapnya rekat seolah-olah dirinya adalah makanan lezat.
Lagi-lagi Lee Jeno!
Dasar buaya! Tidak cukup dengan tunangan yang dipeluk posesif, matanya tetap saja liar. Memandang Gya rekat dari atas ke bawah, seakan-akan menelanjangi tubuhnya. Ingin rasanya kakinya menapak ke sana dan mencungkil mata liar itu!
Kerana terlalu risih, Gya memilih untuk duduk menghadap ke arah bentangan lautan luas yang dipancari lampu malam.
Seperti ini bahkan lebih bagus daripada memandang wajah kedua setan itu!
"Nah."
Gya mendongakkan kepala memandang huluran gelas yang disodorkan di depan matanya. Seketika tubuhnya meremang dan tangannya menolak untuk menerima minuman itu.
"Kenapa gak diambil? Gak sudi."
Gya menggeleng, "bukan gak sudi, gue emang gak minum alkohol."
Cukuplah sekali pengalamannya yang menerima huluran alkohol dari orang tidak dikenali. Natijahnya sudah Gya dapatkan iaitu ia sama sekali tidak mengingati memori malam itu kecuali dirinya yang menjadi model Yuqi.
Tertawa kecil, pria tadi—iya, pria—mengambil tempat di sebelah Jung Gya yang kelihatan dingin dan datar.
"Gak nyangka, lo bisa berubah kayak gini." Cowok itu menatap Gya dari atas ke bawah, ke atas semula sebelum matanya terpaku pada bahu mulus yang terekspos indah itu.
"Gue masih gak percaya." Sambungnya lagi sembari mendekatkan diri kepada Jung Gya yang mana membuat gadis itu beringsut menjauh.
"Tenang. Gue gak bakalan apa-apain lo kok." Eric tersenyum miring, lengan telanjang Jung Gya diusap dengan jari telunjuk.
"Jangan kurang ajar ya lo! Gue bukan murahan!" Gya bertempik keras, sedikit nyaring sehingga orang-orang yang berada di tenda menumpukan atensi ke arahnya.
Gadis itu berdiri dengan tatapan mencerlung tajam ke arah Eric.
"Calm down baby! Gue bahkan belum memulai." Kedua tangan Eric diangkat tinggi seakan-akan menyerah.
Gadis di depannya ini benar-benar mencabar kelelakiannya. Sok jual mahal! Andai saja mereka tidak berada di kawasan terbuka, gadis itu pasti sudah berjaya ditangkapnya.
"Jangan sentuh gue! Gue masih ingat wajah jijik lo biarpun setelah empat tahun!" Tuding Jung Gya dengan kedua tangan terkepal erat.
Nim Eric, cowok itu juga terlibat dalam tragedi perundungan yang mengorbankan nyawa Gyo. Hanya saja cowok itu terlepas kerana kabel yang dimiliki keluarganya.
Gadis itu langsung memilih untuk mengangkat kaki dari area tenda itu. Dia ingin pulang.
Tanpa sedar, keseluruhan tubuhnya mula menggigil kuat. Bukan, bukan kerana dingin angin malam melainkan rasa traumanya yang kembali menyerang.
Berjumpa semula dengan para perundung itu nyatanya mampu membuka semula kotak memori yang sudah lama dikuncinya. Kepalanya mendadak pusing dengan bibir yang berubah pucat.
Ia sudah tidak peduli. Yang terpenting, orang-orang dari masa lalu itu menghilang dari pandangannya.
Tanpa sedar, Eric sebenarnya sedang mengejar langkah Gya yang mula meninggalkan kawasan pesta.
Brukkkk
Lagi-lagi, Gya mengutuk dewi keberuntungan saat tubuhnya lagi-lagi menubruk dada seseorang yang juga ikut berjalan dari arah berlawanan.
"Hey! What the— Gya?"
Kali ini Gya mengangkat wajah saat bias suara yang tidak asing menyapa gegendang telinganya.
"K-kak Mark!"
"What's happen to you? Are you alright?" Soal Mark prihatin bercampur bingung melihat Jung Gya ada di sini.
"T-tolong..." Lirih gadis itu seraya memandang ke belakang.
Kelihatan Eric yang sudah berada dekat di belakangnya. Sontak tubuhnya didekatkan dengan tubuh bongsor Mark, meminta perlindungan.
Mark yang sama sekali tidak menyangka dengan tindakan drastik Gya memandang ke arah yang sama. Seketika wajahnya berubah melihat kehadiran Eric.
"Hey, stop it!"
Tegas Mark saat Eric sudah berada dekat dengan mereka. Bahkan cowok berambut silver itu mencuba menggapai Jung Gya yang mana langsung ditepis Mark kasar.
"She's with me!" Tambahnya lagi kerana Eric yang masih belum ada tanda-tanda untuk mundur.
Yang adanya cowok itu malah menyunggingkan senyum sinis, sebelum berbicara, "santai aja bro! Gue gak punya niat buruk kok. Cuman mau pulangin kalungnya tadi jatuh."
Eric mengunjukkan seutas kalung berbatu pearl merah jambu ke hadapan wajah Mark.
Alasan. Mark sendiri bisa menebak itu hanya alasan Eric. Namun tangannya tetap mengambil rantai itu dengan rentapan yang sedikit kasar.
Dengan hujung mata, Mark seakan-akan menyuruh Eric untuk menjauh dari sana dan tidak mengganggu Jung Gya yang masih kaku di hadapannya.
"Udah gak papa. Ada gue di sini."
Buat pertama kalinya, Gya merasa kelembutan dan selamat berada di samping Mark Lee. Kerana selalunya, cowok Kanada itu lebih terkesan receh dan nakal.
Mark memegang bahu Gya erat.
Dia mengerti dengan keadaan gadis itu ketika ini. Sudah pasti ini adalah efek dari peristiwa empat tahun lalu.
Serta-merta, Mark merasa kasihan dengan Jung Gya.
_______________________________________________
"Nah!"
Gya menoleh ke arah tangan Mark yang menghulurkan sebotol air mineral yang baru dibeli cowok itu dari sebuah restoran tepi pantai yang berjajar di sana.
"Gak usah khawatir, airnya selamat kok. Masih disegel juga." Terang Mark melihat Gya yang enggan mengambil huluran tangannya.
Apa gadis itu takut, seandainya Mark mencampurkan sesuatu ke dalam minumannya?
Akhirnya, setelah bertele-tele sendiri, Gya menerima huluran Mark. Membuka penutup botol yang masih disegel—seperti kata Mark—sebelum meneguk isi air itu sedikit.
"Thanks!" Ucap Gya perlahan lalu membetulkan balutan jaket Mark yang tersangkut di bahunya.
Ketika ini, mereka berdua sedang duduk di salah satu pohon buruk yang kebetulan berada sedikit lebih jauh daripada tenda. Namun, masih bisa terlihat suasana malam.
"Lo ke sini sama siapa?" Soal Mark beberapa ketika kemudian.
Gya melarikan pandangannya ke arah Somi yang sedang berada di bawah tenda, and guess what, cewek itu kelihatan sedang berbicara berdua dengan Lee Haechan.
Entah apa saja yang dikatakan Kang Lawak itu kerana sesekali Jeon Somi ketawa besar.
"Sama Somi sih awalnya. Tapi, gak nyangka aja bakal ketemu sama yang lain di sini."
"Oh, pantesan."
Mark mengangguk beberapa kali tanda mengerti. Mendengar perkataan 'yang lain' dari bibir cewek itu membuat Mark yakin kalau Gya tidak tahu-menahu soal pesta ini.
"Tapi lo tau gak sih, kalau Somi itu bakal pacarnya Haechan."
"Oh ya?"
"He'em. Udah lama PDKT nya tapi si Haechan gak ada tanda-tanda mau nembak tuh. Dasar kebanyakan gaya!" Ketus Mark mengingat tingkah random Haechan.
Kemudian, tanpa dipinta, Mark terus-terusan bercerita mengenai sahabat-sahabatnya yang lain, kecuali Jeno.
Sementara Jung Gya hanya membalas dengan anggukan pelan
Ternyata empat tahun tidak terlibat dengan Geng Nevada, sudah banyak hal yang berubah. Kerana pada dasarnya, setahu Jung Gya, Haechan sejak SMA sibuk mengejar Ryujin.
Chenle yang pada mulanya tidak ingin lanjut kuliah dan menjadi papa muda, dipaksa untuk kuliah bisnes oleh ayahnya. Renjun juga ketika ini sedang kuliah hukum. Yah, sesuai sih mengingatkan cowok yang suka bicara tajam.
Haechan, walaupun kini kuliah di fakultas sama dengan Chenle, belum kelihatan sama sekali cowok itu akan jadi apa. Dan Jisung, ini pastinya yang paling mengejutkan.
Member termuda Geng Nevada itu kuliah zoologi. Jung Gya ketawa kecil mendengar itu daripada Mark kerana setahu Gya, Jisung paling gak suka sama haiwan. Nyamuk aja bisa diajak berantem, mana mau melayani pelbagai haiwan lainnya.
"Lo sendiri, gimana sekarang?"
"Huh? Aku?" Gya terlonjak mendengar soalan mendadak Mark.
"Iya, elo." Ulang Mark lagi. Soda di tangannya sudah hampir habis kerana sedari berbicara tanpa henti.
"Yah, gini. Kan Kak Mark tau sendiri aku gimana. Kuliah psikologi anak, sahabatan sama Yuqi ermm..."
Entah, Jung Gya tidak tahu lagi harus bercerita apa. Baginya, hidupnya kini dan dulu tidak ada yang terlalu bisa dibanggakan.
"...ya gitu."
Sekali lagi, suasana mendadak sunyi. Hanya desiran ombak yang menampar pantai yang terdengar.
"Lo tau gak sih, sejak lo memilih untuk pergi, banyak banget yang berubah sama kita-kita?" Mark bersuara lagi.
"Oh ya?" Balas Gya acuh tak acuh.
"Iya. Banyak banget. Bahkan kalau gue ceritain sekarang, gak bakalan habis. Lo harus lihat sendiri perubahan itu."
Sepintas kata-kata Mark itu, berjaya membuat Jung Gya menambahkan atensinya. Entah kenapa kata-kata itu seolah-olah membawa maksud yang dalam.
"Sebenarnya, di Nevada, kecuali Jaemin, kita semua punya kisah hidup yang miris banget. Gak kayak apa yang terlihat. Mungkin orang-orang ngeliat, Nevada tuh, asalnya hidup bahagia, punya banyak harta yang gak bakalan habis biar sampai tujuh keturunan."
"Tapi semuanya gak semudah yang orang fikirin. Kami semua, punya masa lalu menyakitkan yang membuat kita milih jalan hidup kayak gini. Enjoy, parti sana sini, bahkan sampai gak pulang berbulan-bulan ke rumah. Kalau pulang pun, kayak menambah luka aja gitu. Miris kan?"
Soalan Mark dibiarkan tergantung tanpa jawaban. Cowok itu sepertinya masih belum habis bercerita.
"Saking mirisnya tuh, kita kayak punya kecenderungan buat gangguin orang lain. Nunjukin kekuasaan, pamer kekayaan dan bikin semua orang tuh tunduk di kaki Nevada." Mark berhenti seketika dan meminum airnya sehingga tandas.
"Sampai satu hari, ada peristiwa yang bikin kita semua seakan-akan ditampar sama kenyataan." Cowok itu menyambung, seraya memandang Jung Gya di sebelahnya.
"Iaitu, kematian kembaran lo. Jung Gyo!"
Gya menoleh, menatap Mark saat nama kembarannya meniti di bibir cowok itu. Dan kali ini, Gya bisa melihat keseriusan Mark. Tiada tanda-tanda kalau cowok itu sedang bercanda.
Al hasil, Gya hanya diam dan menanti luahan Mark selanjutnya.
"Sejak peristiwa itu, kita seakan-akan diburu rasa bersalah. Apa lagi sama lo. Kerana secara gak langsung, kita bikin lo semakin menderita. Saat itu kita mikir, kok bisa sih gue sejahat itu sama lo, sama Gyo. Kita merasa kayak gak ada bezanya kita, sama orang tua kita yang udah bikin hidup kita menderita!"
"Kita benar-benar pengen ketemu lo, pengen minta maaf. Dan kalau diberi kesempatan buat mutar waktu, kita gak mau ini berlaku."
"But, God say otherwise. Ini seakan-akan hukuman buat kita yang harus ngebawa rasa bersalah ini biarpun udah banyak tahun yang berlalu. Apalagi, ngeliat lo, itu kayak benar-benaran siksaan. This is what we get for everything we used to do before. That's it."
Seusai Mark menamatkan kata-katanya, tiada kata-kata lain yang keluar dari bibir keduanya. Masing-masing membisu, larut dalam lamunan masing-masing.
Mark dengan masih menahan rasa berdebarnya kerana sudah terlalu jujur malam ini. Dalam masa yang sama, ia masih ragu adakah yang dilakukannya ketika ini adalah benar.
Bisakah Jung Gya menerima penjelasannya tadi? Sedangkan gadis itu sendiri yang pernah bilang untuk tidak terlibat dengan mereka lagi. Tapi dengan penyataannya barusan, bukankah itu seolah-olah membuka pintu untuk menarik gadis itu kembali?
Sementara Gya sendiri, ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Penyesalan? Haruskah dirinya percaya dengan kata-kata Mark? Atau itu hanya salah satu lagi permainan yang sengaja diciptakan mereka untuk menjebaknya.
"Maaf ya kalau gue bahas hal itu dan bikin lo gak senang."
Akhirnya Mark memecahkan kesunyian. Tin soda yang sudah remuk kerana dari tadi digenggamnya tanpa sedar dilemparkan jauh ke pasir di depannya.
Seketika rasa bersalahnya kerana mengungkit hal lama yang membawa trauma besar pada hidup cewek itu. Kehilangan orang tersayang di depan mata sendiri, bagi Mark yang pernah mengalaminya, dia tahu betapa besar rasa sakit yang ditanggung.
Gya menghela nafas berat, meneguhkan hati kemudian berbicara,
"Gak papa kok. Aku udah lama maafin kalian untuk itu."
Mendengar perkataan gadis itu, membuat Mark mengalihkan pandangannya ke wajah manis itu.
"A-apa? M-maksudnya?" Tanyanya gugup.
Gya membalas pandangan Mark dengan senyuman tulus.
"Iya. Kak Mark gak salah dengar kok. Aku udah lama maafin kalian. Kak Renjun, Kak Haechan, Chenle, sama Jisung."
Kali ini Mark ikut kaget kerana Jung Gya tidak menyebutkan nama Lee Jeno. Apa maksudnya, gadis itu belum bisa memaafkan Jeno?
"Bagi aku, kalian gak salah sama sekali kok." Suara Gya perlahan, memandang ke arah dataran laut luas di depannya.
Gelap sih sebenarnya.
"Bagi aku, kalian tuh udah paling baik bangeeettt sama aku dan Gyo." Jujur Gya terkekeh perlahan.
"Kalian teman pertama Gyo, kalian juga satu-satunya orang yang selalu lindungin Gyo dan aku di sekolah. Yah, biarpun jail kalian itu kadang-kadang bikin gemas pen tambol sih. But actually, Gyo lebih bahagia saat kenal sama kalian." Gya mengingat semula memori-memori SMA yang sangat membekas di dalam hatinya.
Memori pahit yang entah kenapa manis dalam waktu bersamaan.
Aneh bukan.
"L-lo.. gak lagi bercanda kan?" Soal Mark bingung dengan perubahan mendadak gadis di sebelahnya ini.
"Iya, aku gak bercanda kak Mark. Segalanya udah aku maafin. Tapi.."
Ada tapi di antara kata-kata Jung Gya.
"Aku lebih senang kalau situasi kita kekal seperti ini. Kalian gak perlu melibatkan diri dalam kehidupan aku lagi. Antara aku sama kalian, udah gak ada yang namanya hutang budi. Apatah lagi kontrak perjanjian. Aku udah bayar semuanya. Empat tahun dulu."
Ahh, kali ini Mark sedar, walaupun Jung Gya sudah memaafkan kesalahan mereka, gadis itu masih akan tetap dengan prinsipnya. Untuk tidak terlibat dengan Geng Nevada lagi.
Mark mengangguk beberapa kali tanda memahami. Ia juga tidak akan memaksa masuk ke kehidupan gadis itu lagi.
Fakta bahawa mereka sudah mendapat kemaafan gadis itu sudah melebihi daripada mencukupi.
Akhirnya, kedua mereka hanya berbual-bual seperti biasa dengan Jung Gya yang sesekali melepaskan tawa saat Mark menceritakan cerita lucu.
Begitu juga sebaliknya. Ketawa Mark lebih besar saat Jung Gya menceritakan kisah lucunya. Mana ketawanya bikin nular lagi. Memang suara khas Mark Lee.
"Oiii Mark! Udah pacaran sini yuk gabung!!"
Seketika kedengaran laungan suara Hendery dari arah tenda yang memaksa Gya dan Mark menoleh ke arah yang sama.
"Ngapain?!!" Laung Mark kembali.
Dilihatnya, teman-temannya yang lain sudah mula bertempiaran ke mana-mana. Ada yang memilih pulang ke kamar penginapan, dan ada juga yang pergi ke bawah tenda, berkumpul bersama yang lain.
"Game! Game!" Beritahu Hendery sembari melambaikan tangan tinggi, menggamit Mark untuk ikut bergabung.
"Ceweknya sekalian dibawa!"
Mark menghela nafas lelah. Bertatapan dengan Gya yang mula kedinginan. Cewek itu kelihatan beberapa kali menggosok-gosok kecil telapak tangannya sendiri dan mengeratkan jaket miliknya ke tubuh.
"Lo mau gabung ke sana? Atau lo mau pulang aja?" Soal Mark prihatin.
"Hmmm, aku ikut aja deh. Soalnya aku dateng bareng Somi, masa tiba-tiba pulang tanpa dia."
Gya sudah mula ingin berganjak bangun. Namun gerakannya tertahan saat Mark mencapai lengannya.
"Lo yakin bakal baik-baik aja?"
"Loh? Emang kenapa?" Balas Gya polos yang mana lagi-lagi membuat Mark menghela nafas berat.
"Ya udah, kita ke sana. Tapi, lo tetap sama gue. Jangan lari ke mana-mana, ya."
Jung Gya sempat bingung dengan sikap Mark yang seakan-akan berubah posesif. Tapi, kakinya masih mengikuti langkah Mark yang mendahuluinya menuju ke tenda yang kini sudah diduduki oleh sepuluh orang teman-teman Lucas.
Keduanya mengambil tempat di kerusi yang tersisa dua buah, duduk mengelilingi meja yang sudah penuh terisi tanpa ruang kosong pun.
Somi yang sedari tadi berada di sana beralih duduk di sebelah kiri Gya yang semulanya ditempati oleh Soobin.
"Hai, Gya."
"Hmm, hai." Gya membalas ala kadar beberapa sapaan daripada gadis lain yang tidak pernah dilihatnya.
"Oh, ini guys, gue kenalin buat yang belom kenal." Somi yang sedar akan tatapan orang pada Jung Gya membuka suara memperkenalkan sahabat Yuqi itu.
"Jung Gya. Sahabatnya Yuqi." Jelas Somi mudah dan ringkas.
Kemudian, Somi melanjutkan memperkenalkan gadis lain kepada Jung Gya. Gadis itu hanya tersenyum tipis dan menyambut jabatan salam dari mereka.
Sehinggalah tanpa sengaja, kedua matanya bertembung dengan sepasang mata elang yang sedari tadi menatapnya.
Siapa lagi kalau bukan Lee Jeno. Dari tadi cowok itu sudah kelihatan seperti menahan amarah melihat Jung Gya di hadapannya.
Tatapannya tetap intens sebelum Hendery membuka mulut.
"Okay, mumpung kita lagi ngumpul bareng nih ya kan. Ada teman baru juga, kita main game yuk! Biar bisa mengeratkan silaturahmi sesama kita." Cowok berambut merah jambu itu otomatis menjadi pembawa acara.
"Dan, ada satu game yang sesuai banget bagi gue, iaitu..." Hendery mengambil sesuatu dari belakangnya.
"Tadaa!!" Sebuah botol bir yang sudah kosong diangkat tinggi dan diletakkan di tengah-tengah meja.
"Truth or Dare!" Mendengar itu, seisi meja tiba-tiba ramai dengan tepukan gemuruh mereka semua.
"Mainnya kayak biasalah ya yorobun, setiap seorang akan mutarin botol ini. Dan kalau muncungnya berhenti ke arah satu orang, yang lain bisa kasih pertanyaan yang harus dijawab jujur. Atau kasih dare yang harus diselesaikan."
"Tapi, ada peraturan tambahan. Misalnya kalian gak bisa jawab pertanyaan nya, atau gak bisa ngelakuin dare yang diberi, kalian harus habisin satu gelas besar bir ini." Sambung Hendery, mengangkat satu gelas bir berukuran besar di tangannya.
Semua mereka yang ada di sana menanggapi dengan anggukan sebelum bersedia memulakan permainan seru mereka.
___________________________________________
"Kita mulai ya." Beritahu Hendery sambil tangannya mula memutarkan botol bir yang ada di atas meja.
Dengan kelajuan sedang, botol itu berputar selama lebih kurang 5 detik sebelum muncungnya berhenti di hadapan Mark.
"Wow! Mangsa pertama kita nih, Mark Lee." Sorak Hendery heboh yang mana mendapat sahutan lebih nyaring dari mereka yang lain.
"Siapa nih yang mau ngasih? Ayo, come on!" Tantang Mark yang mana langsung disambut oleh Lee Haechan.
"Loh? Kok elo sih?!" Pekik Mark tidak terima.
"Ya, suka-suka gue dong!"
"Gue kasih Truth nih. Semangka vs Justin Bieber, yang mana bakal lo selamatin misalnya mereka jatoh ke air?"
What? Pertanyaan macam apa itu? Sukar sekali.
Mark mengerutkan keningnya, berfikir keras. Selaku peminat setia semangka dan fans Justin Bieber, ini sulit sekali. Bagaimana dia boleh mengkhianati salah satunya?
"Ahh! Serah deh. Gue gak bisa ngejawab!" Putus cowok itu kemudian mencapai gelas di atas meja dan meneguknya sekali tegukan sampai tandas.
Seisi meja kembali riuh dengan pilihan Mark yang mendingan minum birnya daripada harus mengkhianati salah satunya.
"Wah! Kesetiaan yang harus dikasih jempol!" Hendery bertepuk heboh.
"Tiga kali gak ngelakuin, dihukum cebur ke air ya!"
"Wow! Makin asik nih!"
"Nah gitu dong! Biar seru!"
Selamba Hendery menambahkan syarat yang langsung mendapat respon positif dari semuanya.
Dan kali ini, giliran Mark yang akan memutarkan botol. Kali ini, botolnya berhenti benar-benar di hadapan Somi yang berada di sisi kiri Gya.
"Okayy! Jeon Somi! Kayaknya setelah ini yang kena pasti teman baru kita nih!" Usil Hendery menatap Jung Gya yang duduk di antara Mark dan Somi.
Gadis itu terpinga-pinga sebelum kemudian menyedari kalau nyatanya yang terkena dari tadi adalah dua orang yang duduk paling dekat dengannya!
"Nah, sekarang si Somi nih? Siapa yang mau ngasih?"
Lagi-lagi, Lee Haechan menjadi orang pertama yang mengangkat tangan tinggi. Kali ini lebih semangat dari biasanya.
"Lo lagi sih Chan? Kasih yang lain lagi lah!" Protes Somi sebal saat Haechan lagi-lagi menjadi yang pertama mengangkat tangan.
"Iya sih Chan!"
Yang lain ikut melontarkan protes dengan keserakahan Lee Haechan.
"Pleaseeeee... Gue janji ini last. Setelah ini gue cuman ikut main aja. Benar deh!" Pujuk Haechan yang mana langsung diterima oleh Hendery selaku pembawa acara.
"Ehemm ehem!"
Haechan berdehem beberapa kali, melawan rasa gugup yang tiba-tiba menyerangnya. Bahkan ia sampai menukar tempat duduk dengan Soobin untuk bisa duduk di sebelah Somi.
"Gue kasih lo Truth." Haechan membuka mulut, mula berbicara.
"Sebenarnya udah lama sih pengen nanyain ini. Tapi takut lo nya jadi ilfeel sama gue."
Somi yang menjadi lawan bicara Haechan juga mendadak gugup sedangkan mereka yang lain mula tersenyum-senyum saat menghidu arah pembicaraan Haechan.
Sedangkan Somi sendiri, ia hampir-hampir pingsan saat Haechan memandang ke dalam matanya tajam.
"Would you be my girlfriend!"
Degg
Satu rasa hangat terasa menjalar ke dalam hati Somi sebaik saja Haechan bertanya padanya. Liurnya diteguk susah payah, hah wajahnya mendadak panas.
"Say yes! Say yes!"
"Ayo Som, terima Haechan. Yuhuu!"
"Yokshi Haechan, nembak nya bar-bar banget!"
Seisi meja itu sudah bising menyoraki Haechan dan Somi yang ketika ini sedang saling pandang. Sementara Gya dan Mark saling bertatapan. Baru saja tadi mereka gibahin Haechan kerana belum nembak Somi, nah sekarang malah kejadian di depan mata.
Haechan juga ikut gugup. Bakal memalukan jika Somi menolaknya saat ini. Tidak di depan kawan-kawan nya yang lain.
Lalu matanya terbelalak besar saat Somi bertindak mencapai gelas berisi bir dan meneguknya habis.
Maksudnya apa? Dirinya direject?
Somi menghabiskan birnya sebelum menatap Haechan kembali.
Dan....
"Gue minum birnya tapi gue mau!" Pekik Somi lalu tanpa aba-aba memeluk Haechan erat.
"Yeayyyyy!!!"
Sorak sorai mulai memenuhi kawasan tenda saat mendengar jawapan Somi yang menerima lamaran Haechan.
Sementara kedua orang itu, sedang menunduk malu. Malu-malu kucing sih sebenarnya kerana di bawah meja, tangan keduanya sudah bertaut erat.
Mungkin ketika ini kalau tidak ada orang lain, keduanya pasti sudah melakukan lebih daripada itu.
"Wah, tahniah ya jadiannya. Semoga langgeng ke alam kematian. Eh, canda kematian! Semoga kekal sampe nikah maksudnya, nyusul Lucas-Yuqi tuh." Hendery sudah mula mengambil alih permainan lagi saat semuanya sudah mereda.
Dan sekarang, Somi yang akan memutarkan botol tadi.
Benar saja, seperti tebakan Jung Gya barusan, muncung botol itu benar-benar berhenti menunjuk ke arahnya.
"Wah! Wah! Gue mau dong! Gue mau!" Mark bicara heboh, merebut peluang.
"Let me ask her." —Nancy.
"Gue mau juga dong!" —Hyunjin.
"Eh eh, enak aja! Kasih ke gue lah. Kan yang jomblo di sini gue." —Soobin.
"Tapi kan yang mau dulu gue! Ya gue aja lah!" —Hyunjin.
Tiba-tiba saja, suasana meja itu sedikit menghangat kerana Hyunjin dan Soobin yang berebut ingin bertanya kepada Jung Gya.
Gya yang melihatnya sedikit gelabah. Tapi riak wajahnya sedaya upaya dikawal agar tidak kelihatan perasaan sebenarnya.
"Aduh! Aduh! Kok ini kayak acara ngelamar aja!" Hendery bertindak mengetengahi keduanya saat dirasakan suasana meja semakin panas.
"Ingat ya guys, kita lagi main game. Bukan acara ngelamar dah!" Kata-kata Hendery berjaya membuatkan kedua sahabat Geng Arthdal itu diam.
"Kalau gitu, Nancy aja deh." Putus Hendery kemudian, yang mana membuahkan senyum di bibir merah Nancy.
Akhirnya, saat yang dinanti-nantikan olehnya tiba. Cewek itu tersenyum sinis menatap Gya yang juga sedang menatap ke arahnya.
'Liat aja! Kali ini, gue bakal ngerjain lo cukup-cukup!' desisnya geram.
"Are you virgin?"
Zapppp
Seketika suasana mendadak sunyi di meja itu. Mereka yang sedari tadi sibuk berbicara itu dan ini semuanya terdiam dengan soalan tidak terduga Nancy yang jelas-jelas berniat menjebak.
Orang bodoh juga bisa mengerti kalau Nancy sedang ingin mempermalukan Gya di hadapan semua orang di sana.
Gya sendiri sedang menahan diri daripada bangun dan menghentam wajah Nancy di sana juga. Apatah lagi melihat senyum palsu yang dipaparkan cewek itu di hadapan semua orang. Seakan-akan soalannya itu tidak bermaksud menjebak.
"Yah, don't you think your question is too much?" Mark bersuara tiba-tiba, melemparkan tatapan tidak suka.
"Why?" Nancy bertanya polos. "Its just a question right? Gak heran lagi kan, kalau cewek zaman sekarang udah gak virgin? Or should I say, already being used?"
"Nan, gue rasa—"
"Yes."
Belum sempat Winter menghabiskan kata-katanya, semua mata tertumpu kepada Jung Gya saat gadis itu dengan berani memberikan jawaban.
"I am still virgin." Sambung gadis itu lagi, jaket Mark yang berada di bahunya dilorotkan ke bawah sebelum diserahkan semula kepada pemiliknya.
"Gak ada alasan untuk aku udah gak virgin kalau pintar jaga diri, gak caper, and the most important thing is, gak murahan, kan?"
Entah dari mana ia mendapat kekuatan, Gya menjawab laju. Tatapan mengejek diberikan kepada Nancy yang merah padam menahan amarah.
"But, now, let me ask you the same question. Are you virgin?"
Nah! Bisa dikatakan ia berpuas hati kerana berjaya membuat Nancy bungkam seribu bahasa. Urat merah mula kelihatan di bahagian leher cewek itu antara menahan marah dan malu.
"K-kan, ini, ini giliran lo! Kenapa nanya ke gue?!" Marah Nancy tertahan.
"Why? Its just a question right? So, just answer it."
Come on, dirinya bukan Jung Gya empat tahun lalu. Yang hanya akan berdiam diri jika dipermalukan di khalayak ramai begini.
Biar seberkuasa mana pun Nancy, rahsia cewek itu yang sering bertukar pasangan dan menjadi sugar baby kepada pria-pria kaya yang bergelar suami orang, ada dalam genggamannya.
Kali ini, Gya berterima kasih pada dewi keberuntungan kerana pernah membuatnya terserempak dengan Nancy beberapa kali dulu.
"Iya. Kan cuman soalan aja. Gimana kalau lo jawab aja." Yena yang sememangnya sudah lama jelik dengan sifat diva Nancy menambah.
Kali ini, Nancy benar-benar bertemu dengan lawannya.
Sementara gadis itu sendiri, ia sudah kehabisan kata. Matanya melilau ke kiri dan kanan memandang Lia yang masih duduk di pangkuan Jeno. Meminta bantuan.
Tidak mungkin kan, ia mengatakan ia masih virgin sedangkan ada Leon dan Heesung di sana. Kedua cowok itu pernah menjadi pasangan one night stand nya.
Bisa-bisa rahsianya terbongkar.
Melihat itu, Gya benar-benar berpuas hati dengan apa yang dilakukannya. Sinis, ia melemparkan senyuman kepada Nancy.
"But its okay, I will respect your privacy. No need to answer that."
Setelah mengatakan kata-kata itu, Gya langsung memutarkan botol di depannya.
Namun, suasana meja itu sudah tidak semeriah tadi. Sekurang-kurangnya bagi Nancy yang merasa dipermalukan. Sementara gadis lain yang ada di sana, malah merasa puas saat Nancy mendapat balasan.
Mujur saja Hendery bijak menceriakan suasana. Hinggakan mereka bisa meneruskan permainan sehingga tiga pusingan dengan satu Truth dan dua Dare.
Tapi tidak bagi Gya.
Tiba-tiba, dirinya merasa lelah, moodnya rusak gara-gara Nancy. Dia hanya ingin pulang ke kamar saja.
Risih sih sebenarnya kerana ada satu orang yang sedari tadi memandangnya tidak berkelip. Biarpun Gya sudah berusaha mengabaikan, tapi tetap saja, mata helang itu membuatnya risih.
"Nah! Ini nih paling ditunggu-tunggu. Pasangan sensasi kita! Lia-Jeno."
Kali ini, botol yang diputarkan itu menunjuk tepat pada Jeno dan Lia.
"Tapi siapa nih yang mau? Gak mungkin juga barengan kan?" Ujar Hendery usil. Kedua keningnya digerakkan menggoda pasangan yang sedari tadi melekat seperti belangkas itu.
"Babe, aku aja ya?" Lia bertanya, meminta kebenaran Jeno yang langsung mendapat anggukan daripada Jeno.
"Anything for you, my sayang." Senyum Jeno manis, menatap ke arah Lia yang bersemu kerana malu dipanggil sayang di depan teman-teman mereka yang lain.
"Nah, kali ini, biar gue aja yang kasih." Suara Chaehyun yang sedari tadi hanya diam di sisi mereka yang lain.
"Karena kalian pasangan hot yang fenomenal banget, gak asik kali ya ngasihnya sekadar Truth. Enaknya Dare nih."
Lia tersenyum malu dan mengeratkan pelukannya pada pundak Jeno yang langsung dibalas dengan usapan pelan Jeno pada pinggang ramping Lia.
"Terserah kalian deh. Gue iya aja. Asal jangan nyuruh gue kasih Jeno ke elo. Ya itu gak bisa."
"Anjir, posesif banget jadi cewek." Ketus Chaehyun, dibalas ketawa kecil dari Lia.
Benar! Dia tidak akan membiarkan Jeno diambil oleh sesiapa pun. Jeno miliknya, dan akan selamanya jadi miliknya. Mana-mana cewek tidak akan bisa menggantikan posisinya di sisi Jeno.
"Ok then, so..." Chaehyun sengaja meleretkan suaranya.
"Kiss Jeno in front of us!"
Percayalah ketika ini, kehebohan di meja itu lebih meriah daripada sebelumnya. Masing-masing bertepuk tangan ria mengusili kedua pasangan itu untuk berciuman.
Lia sampai-sampai malu dan menyembunyikan wajahnya di leher Jeno kerana mendapat sorakan heboh daripada teman-teman mereka yang lain.
"Ayolah. Pada malu-malu lagi. Padahal tadinya ciuman di pinggir kolam panas banget. Sampai lumat-lumat panas."
Nancy yang sedari tadi diam mula bersuara mengungkit semula scene ciuman panas Jeno-Lia di pinggir kolam tadi siang.
Membuat Lia semakin malu. Namun pantas dibuangnya rasa malu itu jauh-jauh.
Dia harus menunjukkan kepada semua orang yang ada di sana, terutama sekali 'orang itu', kepemilikannya kepada seorang Lee Jeno.
Dengan pasti, Lia melingkarkan tangannya ke leher Jeno. Tangannya mengusap perlahan rambut belakang Jeno di sela-sela jarinya.
Kali ini, Jeno tidak akan menolaknya di depan orang ramai.
"Lets get started baby!" Bisik Lia di tepi telinga Jeno dengan dikelilingi oleh teman-teman mereka yang menanti antusias.
Kepalanya mula didekatkan ke wajah Jeno yang mendongak memandangnya. Begitu juga dengan seisi meja yang mula menyoraki mereka berdua.
"Gya!!"
"Awww!!"
Semua mata langsung teralihkan kepada Jung Gya yang tiba-tiba saja meringis kesakitan. Gerakan Lia yang hampir mencium Jeno juga ditahan oleh cowok itu, melihat ke arah yang sama.
"Hati-hati!" Desis suara berat Felix.
"Oh my god, Gya! Kaki lo luka, ada darahnya!" Panik Somi saat menyedari ada darah merah yang mengalir dari ibu jari gadis itu.
"Lo gimana sih Lix?!" Marah Somi pada Felix yang ikut gelabah.
Tadi, Felix yang memegang gelas berisi wine terpeleset kerana disenggol seseorang. Cowok itu hilang keseimbangan dan tidak sengaja menumpahkan gelas ke pakaian Jung Gya lalu gelas itu terjatuh ke bawah meja dan pecah.
Beberapa serpihannya terkena ibu jari Gya dan membuatnya terluka.
"Eh sebentar, baju lo..." Soobin tiba-tiba bersuara, menunjuk ke arah pakaian di bahagian dada Gya yang bertukar ungu kerana wine yang tumpah di sana.
Tanpa sengaja, kain basah itu menampakkan sedikit bahagian dada Gya.
Seketika mata Jeno melotot tajam saat menyedari apa yang terjadi. Apatah lagi melihat Soobin dan Hyunjin yang berlumba-lumba ingin membantu mengelap bahagian yang kotor.
Seketika, suasana menjadi riuh, seraya melupakan fakta bahawa Jeno dan Lia sedang melakukan Dare mereka.
Yang ada hanya Somi yang gelabah, Soobin dan Hyunjin yang masih berebut serta Mark yang sedang menunduk di bawah meja, menekan luka Jung Gya dengan sapu tangan milik Yena.
"STOP!! EVERYONE STOPP!!"
Gya tiba-tiba memekik membuatkan semua pergerakan terhenti.
"Don't touch me!" Eram cewek itu kesal kepada Soobin dan Hyunjin yang masih saja memaksa.
Rasa perih di kakinya ditahan.
"Kak Mark, jaketnya." Pinta cewek itu yang langsung ditanggapi Somi. Gadis itu mencapai jaket Mark yang berada di atas sandaran kerusi dan menutupi bahagian dada Jung Gya.
"Kaki lo luka nih. Harus dibawa ke klinik kayaknya." Beritahu Mark, masih menekap kaki Gya kuat.
"Gak usah. Aku bisa obatin sendiri."
"Jung, jangan batu deh." Somi menyelit dalam pembicaraan. "Ke klinik yuk, Yuqi bakal marah besar kalau sampai tahu lo luka gini."
Gya terdiam. Iya juga sih. Ia cukup kenal dengan Yuqi.
Sahabatnya itu pasti akan sangat gelabah walaupun lukanya hanya luka kecil. Bisa-bisa gadis itu meninggalkan persiapan pertunangannya.
Pada akhirnya, dia bersetuju untuk pergi ke klinik bersama Somi dan Mark. Juga Haechan, pacar Somi, yang menawarkan diri untuk mengendarai mobil.
Keempat orang itu, berjalan meninggalkan kawasan tenda. Gya berjalan perlahan dibantu Mark, dan saat dirasakan gadis itu berjalan sedikit tertatih, Mark memilih untuk mendukung gadis itu bridal style.
Meninggalkan seorang cowok yang sedang berada pada tahap kemarahan tertinggi.
Lee Jeno.
__________________________________________________
"Masuk, makan obatnya, terus tidur ya."
"Iya! Lo udah bilang banyak kali sih sebenarnya. Jadi gue gak bakalan lupa. Ya, Jeon Somiku?"
Somi bernafas lelah, "alright! Alright! Kepala batu banget deh. Gemes pen gigit!"
Gya ketawa kecil mendengar cibiran Somi. Mereka baru saja pulang dari klinik terdekat setelah mengubati kaki Gya.
Sebenarnya lukanya tidak terlalu parah sih. Hanya sedikit goresan kecil. Masih sakit lagi luka pada bahunya yang meninggalkan parut panjang yang menjadi alasannya mengukir tatto.
Tapi, biasalah. Dengan Somi yang heboh, dikompori Mark Lee, semuanya jadi kelam kabut.
"Bener nih? Gak mau gue temenin tidur? Siqpa tau lo butuh air atau apa gitu. Kan gak ada yang ngambilin?" Soal Somi lagi yang langsung dibalas anggukan Gya.
Gadis itu tetap memaksa, menolak untuk ditemani oleh Somi. Akhirnya, Somi hanya pasrah-pasrah saja. Malas memaksa Gya yang baginya benar-benar keras kepala.
Mereka kini berada di lorong, di depan kamar Jung Gya.
"Eh, tapi Yuqi-nya udah tau loh, kaki lo luka."
"Hah?! Kok?! Gimana bisa?"
"He'em. Tadi ada staff resort nampak lo masuk ke mobil. Makanya terus dilapor ke nona muda Yuqi. Hehe." Beritahu Somi.
"Siap-siap ya diomelin!"
Gya meraup wajah pasrah, bisa dibayangkan betapa paniknya Yuqi saat ini. Hah, benar-benar habis. Telinganya pasti berdarah diomeli Yuqi nanti.
Kemudian, Gya menghantar kepergian Somi yang sudah ditunggu oleh Haechan di hujung lorong. Dia masih berdiri di hadapan pintu kamarnya.
Sambil di dalam hati menyiapkan diri untuk menerima panggilan maut daripada Yuqi. Entah kapan saja, sahabatnya itu pasti menelefon.
Grtttt... Grtttt... Grtttt...
Belum berapa saat fikiran itu singgah di kepalanya, ponselnya yang berada di dalam saku dress putihnya bergetar, tanda ada panggilan masuk.
Yuqi is calling
Speaking of the devil right?
"Hello..."
"HELLOOOO!! JUNG GYA!!! KAKII LOO LUKA?? GIMANA BISA ANJIR?!! LO BAIK-BAIK AJA KAN? SIAPA YANG BERANI LUKAIN LO? SINI BILANG SAMA GUEEE!!"
Gya menjauhkan ponsel daripada telinganya saat pekikan Yuqi kedengaran.
Bisa dipastikan, ponselnya kagetan kerana diteriaki begitu kuat oleh Yuqi.
"Selow aja bisa gak sih Yuq? Iya, kaki gue kena kaca. Tapi udah dirawat kok. Gak dalam juga lukanya." Beritahu Gya dengan tangan sebelahnya mengeluarkan kad kamar.
Plastik obat yang berada di tangannya menyukarkan pergerakan sehingga ia harus sedikit berusaha membuka kamar.
"Ya Tuhan! Gue hampir jantungan tau gak saat ada staff yang bilang, "teman nona Yuqi sepertinya terluka. Kami melihat dia dihantar dengan mobil sama temannya nona Yuqi."
Yuqi mencibir dari seberang sana yang langsung membuahkan tawa untuk Gya mendengar Yuqi yang menirukan suara pekerja resort Lucas.
"Lah! Malah ketawa dia!"
"Lo bernasib baik ye, gue gak dibolehin keluar sama mama Lucas. Kalau gak, udah gue pastiin kaki lo dibalut kayak mumia!"
"Iya iya. Sorry deh. Lo nya aja yang terlalu khawatir sama gue! Gak papa kok. Gue masih bisa jalan ke majlis tunang lo besok."
Akhirnya, Gya berjaya membuka pintu kamar biarpun sedikit kesulitan pada awalnya. Kakinya melangkah masuk ke dalam kamar sambil masih mendengar Yuqi yang mula mengomel tidak jelas.
"Oke oke, besok aja lo ke sini. Gak usah maksa keluar kalau gak diizinin mamanya Lucas. Demi kebaikan lo juga sih." Gya melarang Yuqi yang ngeyel pengen datang ke kamarnya malam ini.
Tubuhnya sudah berada di sebelah dalam.
"Ini, gue udah di kamar. Mau bersih-bersih terus tidur. Ngantuk banget gue sekarang. Lo juga—"
Papppp!!!
Gerakan Gya yang ingin menutup pintu langsung terhenti saat tiba-tiba ada seseorang muncul di depannya, menahan pintu kamarnya. Mata Gya membulat besar melihat di depannya.
"Lo ngapain di sini?!!! Yuqi, adammmmppphhhh."
Jeritannya tertahan di hujung bibir saat mulutnya dibekap oleh tangan besar milik orang itu. Dengan sekali tarikan, tubuhnya didorong masuk ke dalam kamar.
"Gya?! Gya? Lo kenap..."
Tut... Tut... Tut...
Panggilan Yuqi dimatikan oleh orang yang sedang membekap mulut Gya sebelum melempar ponsel gadis itu ke atas meja di tepi kamar.
"Mmmphhh lepassshhhh."
Gya meronta kuat, ingin melepaskan diri daripada orang yang sedang membekapnya ketika ini. Jujur saja ini sakit lebih-lebih lagi saat tubuhnya dipepetkan ke dinding.
"Shhh! Diem!" Suara berat itu kedengaran. Familiar voice.
"Gue bakal lepasin, tapi lo gak boleh teriak, apa lagi mencoba buat lari dari gue." Perintah pemilik suara itu.
Saat diyakini Gya tidak akan melakukan hal yang dilarangnya, pria itu melepaskan bekapannya pada bibir Gya dengan gerakan perlahan.
"Good girl!"
"Kak Jeno ngapain di sini?! Di kamar aku?!" Soal Jung Gya bengis sebaik saja Jeno melepaskan tangan dari mulutnya. Nafasnya terengah, menarik nafas sepuas-puasnya.
Tapi tubuhnya masih saja terpepet ke dinding dengan dikungkung kedua lengan Jeno di kedua sisi. Tubuh keduanya hanya dipisahkan oleh tangan Gya yang menahan dada Jeno.
Namun sia-sia kerana Jeno semakin mendekatkan dirinya kepada gadis itu.
Sorot matanya kelihatan tajam seolah-olah akan menerkam Jung Gya hidup-hidup. Sisi bibir dinaikkan menatap wajah gementar di depannya ini.
"Ohh... Jadi sekarang, lo udah ingat siapa gue? Kenapa tadi lo berpura-pura seakan-akan gak kenal? Hah?"
Gya bergidik samar saat nafas berat Jeno berbisik di telinganya. Tangan cowok itu mengusap perlahan rambutnya.
"Apa lo berharap gue dulu yang nyamperin lo, terus ngerayu-rayu lo gitu? Hah?" Jeno masih berbisik perlahan.
Seketika ia merasa tidak suka saat aroma tubuh Jung Gya ditutupi bau Mark Lee yang datangnya dari jaket sahabatnya itu di tubuh Jung Gya.
Merasa marah, jaket pengganggu itu direntap kasar sebelum dirobek kasar.
Perlakuan Jeno sontak membuat Gya kaget. Seketika tubuh nya terasa gementar saat tatapan Jeno menikam tajam matanya.
"Gue gak suka kalau badan lo bau cowok lain selain gue!"
Kasar jaket itu dilemparkan, berakhir nasib di hadapan pintu kamar yang pintunya sudah tertutup rapat.
Gya menelan ludah kasar. Matanya dipejam erat sambil mencuba mengontrol nafas.
Kedudukan mereka ketika ini benar-benar tidak menguntungkan dirinya. Berhadapan dengan Jeno yang penuh aura gelap ini benar-benar menakutkan.
"K-kak Jeno, mau apa?!" Soalnya berani. Tidak terlalu berani juga sih kerana suaranya bergetar.
"I want you!"
"Gila ya?!"
"Yes, gue gila. I am crazy over you, sugar."
Wajah Jeno semakin dekat hingga keduanya hanya berjarak satu tarikan nafas. Dahi luas cowok itu sengaja ditemukan dengan dahi Jung Gya. Hidung keduanya bergesekan antara satu sama lain.
"Gue hampir gila, liat lo bisa bicara santai sama Mark tapi lo mengabaikan kehadiran gue yang jelas-jelas kangen sama kehadiran lo."
"Bau lo..." Hidung cowok itu kini bergerak perlahan mengendus puncak kepala Jung Gya.
"Suara lo.." Bergerak menuju ke telinga gadis itu, mengecupnya perlahan sehingga membuat Gya menjauhkan kepalanya.
"I miss everything about you, Jung Gya!"
Gulp! Gya menelan ludah kasar. Ia ingin bergerak melarikan diri tapi posisi Jeno yang benar-benar sedang mengungkungnya menahan niatnya itu.
Yang ada kini, ia menahan nafas sedaya upaya sedangkan dadanya sudah hampir meledak.
Gila! Benar-benar gila! Ini terlalu dekat.
Kenapa jantungnya bisa berdebar sehebat ini? Seakan-akan ada rasa geli yang menggelitik di dalam perutnya. Hasilnya, wajahnya bertukar merah padam.
"Breath sugar, breath!"
Suara berat itu menampar telinganya. Ahh, ada apa dengan dirinya.
"K-kak J-jeno..."
"Hmm?" Jeno mengangkat wajah. Kedua tangannya naik menangkup rahang kecil itu.
Diperhatikan saksama setiap inci wajah yang dirinduinya itu. Kerinduan yang jelas terpancar daripada netra gelap itu terlalu bisa dibaca dengan jelas.
"Kenapa hmm?"
Bersambung....
Wait for it yaaa
??????????????????????
Share this novel