Udara pagi terasa sangat sejuk. Embun pun menetes dari daun dan ranting. Mengingat tadi malam hujan deras mengguyur kota Kembang ini. Untuk sebagian orang pasti akan lebih memilih bergelung di bawah selimut tebal atau bersantai sambil menikmati secangkir teh. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Kanaya. Iya tentu saja. Dia anak sekolah dan harus melaksanakan kewajibannya sebagai pelajar. Lagi pula hari ini adalah hari pertandingan Dava. Jadi Kanaya tidak boleh melewatkan itu.
Kanaya bergegas turun ke bawah menuju dapur. Ia sudah rapi dengan pakaian seragamnya lengkap. Di dapur, ia menemukan dua pahlawan dalam hidupnya. Ayah dan bunda. Begitu lah Kanaya memanggil kedua pahlawan itu.
" pagi ayah bunda " sapa Kanaya lalu mencium pipi ayah nya yang tengah duduk di meja makan dengan selembar koran di tangannya.
Bunda nya tengah menyiapkan sarapan pagi.
" bunda ga di cium juga nih? " kata bunda dengan nada merajuk.
Kanaya terkekeh pelan lalu mencium kedua pipi wanita hebat nya. Lalu ia duduk di kursi dan memulai sarapan bersama. Momen ini tidak pernah terlewatkan setiap paginya. Mereka selalu menyempatkan untuk sarapan bersama. Bukan kedua orang tua nya tidak memiliki kesibukan. Ayah nya bekerja di perusahaan periklanan sedang kan bunda nya memiliki butik sendiri. Tapi mereka selalu menyempatkan meluangkan waktu demi menjaga keharmonisan keluarga.
" kak Satria kapan pulang bun? " tanya Kanaya
Kanaya bukan lah anak tunggal. Dia memiliki seorang kakak laki-laki yang kini tengah kuliah di Kota Pelajar. Biasa nya Satria akan pulang dua minggu sekali. Dan seharusnya dalam minggu-minggu ini Satria akan pulang.
" kayak nya besok deh Ay " jawab bunda.
Ay adalah panggilan kesayangan keluarga nya. Panggilan itu berawal dari nenek dulu. Katanya biar lebih mudah.
" emang kenapa Ay? Tumben nanyain kakak kamu " tanya ayah nya
" kangen. Hehe " jawab Kanaya malu-malu.
" halah biasanya juga kamu suka berantem sama Satria " cibir bunda.
Memang benar. Jika Satria pulang,kerjaan mereka berdua hanyalah bertengkar. Bahkan masalahnya hanya hal sepele.
" kan kak Sat duluan bun " kata Kanaya membela diri.
Bunda hanya mencebikkan bibirnya menanggapi ucapan putri bungsunya. Kanaya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul 06.30. Kanaya bergegas berangkat sekolah. Sebelum nya dia berpamitan dengan ayah dan bunda. Tak lupa ia mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
Hari ini ia tak di jemput Dava. Mengingat lelaki itu pasti tengah sibuk mempersiapkan untuk pertandingan. Kanaya menaiki taksi untuk menuju sekolahnya.
Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai di pintu gerbang SMA Jaya Bakti. Kanaya melangkahkan kaki nya masuk menuju kelasnya. Koridor masih terlihat lenggang mengingat ini masih pagi. Berangkat pagi adalah kebiasaan Kanaya sejak ia masuk sekolah dasar. Gadis itu sangat takut jika ia terlambat. Dengan alasan dia tidak suka ada namanya di blacklist dan dia tidak mau terkena hukuman oleh guru. Sesampai di kelas,Kanaya tidak langsung masuk tapi ia memilih duduk di kursi panjang yang tersedia pada setiap depan kelas. Matanya menilik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah jam 07.00 tapi belum ada tanda-tanda keberangkatan Dava. Atau mungkin Dava sudah berkumpul dengan tim basketnya? Semoga saja. Tampak dari kejauhan,Kanaya melihat Radit berjalan ke arah nya.
" Nay,Dava mana? " tanya Radit sukses membuat Kanaya mengernyit bingung.
" emang dia belum berangkat? " tanya balik Kanaya.
" loh? Gue kira dia sama lo tadi. Itu anak belum nongol juga. Mana bentar lagi kita berangkat nih" Ucap Radit mendesah frustasi.
" udah lo telfon? " tanya Kanaya lagi.
Radit menepuk jidatnya pelan lalu menggeleng sambil nyengir. Kanaya mendecak sebal lalu mengeluarkan benda persegi dari kantong seragamnya. Memencet nama ' Dava:* ' dan nada sambungan pun terdengar.
" halo Nay " sapa seseorang di seberang sana.
" halo dav,kamu di mana? Kamu ga lupa kan kalo hari ini kamu ada pertandingan? " tanya Kanaya panik.
Kalau-kalau lelaki ini lupa dengan pertandingannya.
" aku ga lupa kok " ucap Dava lagi.
Tapi kali ini suara begitu dekat dengan Kanaya. Kanaya menoleh ke belakang. Tampak Dava yang tengah tersenyum innocent sambil menggaruk tengkuk nya yang Kanaya yakini tidak gatal sama sekali.
" eh bocah lama amat sih lo. Di tungguin noh sama pak Budi. Kerjaannya ngilang mulu kalo lagi genting gini " omel Radit.
" ya maaf. Gue kesiangan tadi. Yaudah kita langsung kumpul aja kali ya " ucap Dava santai.
" iya lah. Gue duluan " Radit pun berlalu dari hadapan Kanaya dan Dava.
" aku kumpul dulu ya " kata Dava pada Kanaya
" iya. Yaudah sana " ucap Kanaya.
Baru tiga langkah Dava berjalan Kanaya memanggilnya lagi. Dava menoleh pada Kanaya.
" lakukan yang terbaik " ucap Kanaya dengan senyum manis nya.
Dava melebarkan senyumannya lalu mengacungkan jempol nya dan pergi meninggalkan Kanaya.
* * *
Kedatangan tim basket Jaya Bakti sukses membuat para siswi Nusantara menatap nya tak berkedip. Apalagi tatapan terhadap sang kapten basket. Jelas sekali itu adalah tatapan memuja. Tim basket Dava memilih duduk di sebelah kanan lapangan. Bahkan saat duduk pun,Dava dapat mendengar bisik-bisik siswi yang duduk di belakangnya. Dava hanya tersenyum miring. Radit menyenggol-nyenggol lengan Dava.
" apaan sih " ucap Dava sebal.
" itu di belakang berisik banget kayak ga pernah liat cowok ganteng aja " protes Radit.
" protes aja sih lo Dit " kali ini Nathan yang bersuara.
Radit hanya mendengus kesal. Tak lama kemudian,Dava mendengar moderator memanggil nama tim basket nya. Itu artinya ini saat nya bertanding.
Tim basket Dava memasuki lapangan. Sebelum bertanding mereka berdoa dahulu lalu di akhiri salam-salaman dengan lawannya yaitu sang tuan rumah. SMA Nusantara yang tidak bisa di remehkan akan keahlian permainannya. Bunyi peluit menjadi penanda di mulai nya pertandingan. Permainan Dava sangat lincah. Dia dengan lincahnya mendribble bola. Saat ada lawan yang menghampiri,Dava dengan sigap mengoper bola itu ke Nathan. Nathan menaikkan kecepatannya lalu berlari ke arah ring. Melakukan lay up dan
Hap!
Masuk
Skor 2-0 untuk Jaya Bakti.
Nathan menunjukkan senyum smirk nya membuat para siswi yang menjadi supporter bersorak ramai. Bahkan ada yang dengan terang-terangan meneriakkan kata ' Nathan I Love You '. Ada juga yang yang meneriakkan' Dava Aku Padamu ' atau ' Radit I Miss You '.
Hal itu sontak membuat tiga serangkai itu terkekeh di tengah-tengah pertandingan. Sebegitu tampan kah mereka sampai membuat para siswi tergila-gila seperti itu.
Radit yang saat itu tengah berdampingan dengan Dava pun berucap
" kayak nya setelah ini kita bakal punya banyak fans "
Dava hanya tertawa pelan lalu kembali fokus pada bola orange yang kini di tangannya.
Permainan berlangsung cukup lama. Untungnya mereka bermain dengan sportif jadi tidak ada yang cidera. Peluit panjang berbunyi tanda permainan telah selesai. Tim Jaya Bakti berhasil menyabet juara 1 dengan membawa pulang piala besar. Dava memotret piala itu lalu mengirim kan pada seseorang disana.
* * *
Jika saja ada Satria di sini mungkin Kanaya tidak kesepian. Pasal nya ayah dan bunda nya pergi ke pesta pernikahan anak teman bunda. Sebenarnya Kanaya di ajak tadi. Hanya saja ia sedang tidak ingin pergi. Jadilah sekarang ia hanya duduk di depan televisi dengan tayangan yang menurut Kanaya terlalu dramatis.
Whatsapp!
Dering ponsel Kanaya mengalihkan perhatian empunya itu. Dengan cepat Kanaya mengambil ponsel dan membuka ruang chat dengan kekasihnya.
Dava mengirim kan sebuah foto. Foto piala besar. Dengan sebuah pesan ' sesuai permintaan kamu ' tertera di sana.
Kanaya hanya tersenyum dan membalas
Kanaya Evrilya Putri
Selamat:*
Dava Sanjaya
Yes baby
Kanaya tidak membalas lagi. Tiba-tiba suara yang tidak diinginkan muncul. Suara yang berasal dari perutnya. Bunda nya tidak memasak hari ini. Di kulkas pun hanya ada buah. Mengingat ini bukan jadwal bundanya belanja. Kanaya berfikir sebentar lalu teringat akan nasi goreng di depan kompleks. Satria sering membelikan nya nasi goreng itu dan rasanya enak. Ia rasa tidak buruk juga kalau harus berjalan ke depan demi menenangkan perut nya yang tengah berisik itu.
--------------------------
Salam Author Manis:*
Share this novel