Bab 18. Ada Apa Dengan Mereka?

Other Completed 12761

Senin yang cerah. SMA Jaya Bakti melaksanakan rutinitasnya yaitu upacara bendera. Cuaca yang lumayan terik pun membuat para siswa mengeluh. Apalagi di tambah dengan amanat pembina upacara. Sebenarnya apa yang di sampaikan dalam amanat itu tidak lah penting. Terkadang pembina malah curhat tentang hal pribadi. Sangat tidak bermanfaat bukan?. Namun sebagai murid selain mematuhi apalagi yang bisa di lakukan?.

Setelah sekian lama mendengar pembina upacara bercuap-cuap akhirnya upacara pun selesai. Semua murid berhamburan keluar dari lapangan. Ada yang langsung ke kelas ada juga para siswa yang nakal, mereka pergi ke kantin untuk membeli satu gelas es teh yang pastinya menyegarkan.

Tampak dari koridor kelas Biologi, Dara mengedarkan pandangannya mencari Nathan. Pasalnya lelaki itu tiba-tiba menghilang sejak pagi tadi. Biasanya Nathan tidak pernah absen setor muka ke Dara. Tapi pagi tadi sama sekali tidak. Kalau pun Nathan tidak masuk, lelaki itu pasti akan mengabari nya. Tapi ini juga tidak. Pesan Dara pun hanya di baca saja. Kenapa dengan anak itu? Batin Dara.

Saat ia berjalan ke arah perpustakaan, ia melihat Nathan tengah berjalan menuju ruang band. Dengan langkah cepat ia menghampiri Nathan.

" Nathan! " teriak nya.

Ia yakin suara nya itu kencang. Dan jarak ia dengan Nathan hanya lima meter. Tidak mungkin kan Nathan tidak bisa mendengar suara Dara? Tapi kenapa lelaki itu tidak berhenti? Atau mungkin Nathan pura-pura tidak mendengar?.

Kesal, Dara pun menarik lengan Nathan sampai lelaki itu berbalik menghadap Dara. Tubuhnya yang hanya sampai sebahu Nathan, membuat Dara harus mendongak untuk menatap Nathan.

" lo kemana aja sih? Gue cariin juga " kata Dara dengan nada kesal.

" ga kemana-mana " jawab Nathan singkat.

" kenapa sih? " tanya Dara

Ini ada yang salah. Ada yang aneh dengan sikap Nathan. Tidak biasanya Nathan bersikap cuek kepadanya.

" ga papa " lagi-lagi Nathan menjawab singkat pertanyaan Dara.

" ish! Gue serius. Gue salah apa sih? Kok lo tiba-tiba berubah gini? " tanya Dara

" ga papa. Ga ada yang mau di omongin lagi kan? kalo ngga ada gue pergi " tanya Nathan datar

Ucapan Nathan sukses membuat Dara tertohok. Tidak biasanya Nathan berbicara sedatar ini padanya. Jika lelaki itu marah, yang ada malah ia akan mengomel panjang lebar bahka bisa sampai besok paginya lagi. Tidak seperti ini. Sungguh! Dara lebih baik melihat Nathan mengomel panjang lebar daripada harus cuek dan dingin seperti saat ini.

Tersenyum getir, Dara menggelengkan kepalanya.

" ngga ada " kata nya.

Nathan mengganggukkan kepalanya

" yaudah " lalu ia pergi meninggalkan Dara yang menatapnya dengan tatapan sakit.

Tepat saat Nathan menghilang di balik belokan, satu tetes air mata Dara luruh. Sebelumnya ia tak pernah di perlakukan seperti ini oleh Nathan. Nathan yang  selalu memperlakukannya dengan istimewa meski kadang cara nya menyebalkan. Nathan yang selalu mengutamakan dirinya. Nathan yang selalu berbicara banyak ketika ia melakukan kesalahan. Nathan yang selalu mengusap air mata nya saat ia sedih. Tapi sekarang, jangankan mengusapkan air matanya, berbicara banyak dengannya pun seperti nya lelaki itu enggan. Sebenarnya ada dengan Nathan?

*              *               *

Dara berjalan gontai menuju kelasnya. Mood nya langsung turun karena sikap Nathan tadi. Melihat itu, Kanaya mengernyit heran. Kenapa Dara? Tidak biasanya gadis itu menekuk wajahnya.

Dara duduk di bangkunya yang ada di samping Dava. Tatapannya kosong. Tangannya menopang dagunya. Kanaya menoleh ke arah Dava. Lelaki itu pun menatapnya. Kanaya membuka bibirnya mengatakan ' Dara kenapa? ' tanpa suara. Dava hanya menggendikkan bahu tidak tahu.

Kanaya pun mengubah posisi duduk nya menyamping sehingga menatap Dara.

" Dar? " panggilnya pelan.

Namun gadis itu tak menanggapi panggilan Kanaya. Sepertinya gadis itu melamun.

" Dara? " panggil Kanaya lagi dengan volume sedikit keras.

Lagi-lagi Dara tidak mendengar panggilan Kanaya. Gadis itu terlalu larut dengan lamunannya.

" Dara?! " panggil Dava keras tepat di telinga Dara.

Membuat gadis itu terlonjak kaget lalu menatap kesal Dava.

" apaan sih Dav?! Sakit telinga gue nih " sungut Dara.

" lagian lo di panggilin diem aja. Gue kira bolot " ucap Dava semakin membuat Dara kesal

" kenapa Dar? Lagi ada masalah? " tanya Kanaya.

" engga kok Nay " jawab Dara berbohong tentu saja.

" udah deh cerita aja. Mumpung kita jam kosong loh " kata Dava

Dara menghela nafas berat. Gadis itu seperti menanggung beban berat di pundaknya.

" Nathan " kata Dara menyebutkan nama Nathan.

" kenapa sama Nathan? " tanya Kanaya.

" entah lah. Gue bahkan ga tau di mana letak kesalahan gue. Tiba-tiba dia bersikap cuek, dingin, datar, dan ah bingung gue sama anak itu " kata Dara mendesah frustasi.

Kepalanya ia jatuhkan di atas meja.

" udah bosen kali sama lo " kata Dava spontan membuat Dara kembali menegakkan kepalanya.

Matanya menatap horor Dava. Dava pun menaikkan alisnya sebelah seolah tak mengerti mengapa Dara menatapnya seperti itu.

" lo kalo ngomong hati-hati dong Dav. Ga mungkin lah dia kayak gitu ke gue " sangkal Dara.

Ia tak terima dengan ucapan Dava tadi. Itu sungguh menyakitkan hatinya. Bosan? Itu adalah kata yang tak diinginkan Dara untuk hadir dalam hubungannya.

" ya bisa aja kan Dar? Lo ga sadar selama ini sikap lo gimana? Sikap lo itu jauh dari perempuan normal. Lo itu bar-bar, bikin ilfil, ngeselin, mulut terompet. Ya wajar aja kalo Nathan bosen sama lo " kata Dava lagi membuat Dara berdiri dari duduknya.

" gue ingetin sekali lagi ya sama lo. Nathan ga akan pernah ninggalin gue. Dia nerima gue itu apa adanya. Jadi jangan asal bicara tentang pacar gue " pekik Dara lalu berjalan meninggalkan Kanaya dan Dava.

Namun baru tiga langkah ia berjalan, ia berhenti.

" Nay, kasih tau pacar tercinta lo itu. Kalo mau ngomong di pikir dulu. Ucapannya bisa nyakitin orang lain atau ngga " kata Dara tanpa menatap Kanaya lalu kembali melanjutkan langkahnya keluar kelas.

Sepertinya keputusan nya untuk bercerita dengan Nathan dan juga Kanaya bukan hal yang tepat. Bukannya menghibur dan memberi solusi malah menyakiti hati. Menyebalkan.

" ish! Keterlaluan tau ngga sih kamu ngomongnya " gerutu Kanaya.

" kan memang kayak gitu Nay, " bela Dava.

" ya tapi itu nyakitin Dara, Dav "

" udah ga papa. Biar tambah sempurna "

Kanaya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Dava.

*              *             *

Dara berjalan ke arah tangga yang ada di samping perpustkaan. Pikirannya masih terngiang tentang ucapan Dava tadi. Apa mungkin Nathan benar-benar bosan dengannya?.

Dara tidak tahu lagi harus bagimana. Saat ia menatap ke arah koridor, ia melihat Radit melintas.

" Radit!! " teriaknya.

Radit menghentikan langkahnya lalu mencari sumber suara. Ia mendapati Dara tengan menatap ke arah nya sambil melambaikan tangan. Radit berjalan menghampiri Dara.

" ngapain lo disini? " tanya Radit.

" pengen sendiri " jawab Dara.

" terus kalo lagi pengen sendiri ngapain lo manggil gue? Ga jelas banget "

Bahkan sebelum Dara menjawab, Radit sudah berlalu dari hadapan gadis itu.

" Radit!!! Gue belum selesai ngomong ih! " teriaknya.

Namun Radit tak menghentikan langkahnya. Ia terus berjalan sampai bayangannya hilang dari pandangan Dara. Dara menghela nafas. Mungkin Radit sedang sibuk. Mengingat ini adalah jam pelajaran.

Dara kembali berjalan. Kali ini tujuannya toilet. Sedari tadi ia menahan hasratnya ingin buang air kecil. Saat ia mencuci tangan di wastafel, ada seseorang yang juga masuk. Dara tersenyum lebar kala ia melihat Yuna.

" Yun? Lo ga belajar? " tanya Dara.

Yuna hanya tersenyum simpul.

" Ngga Dar, yaudah gue duluan ya "

Lagi-lagi, sahabatnya meninggalkan ia tanpa mau mendengarkan perkataan Dara terlebih dahulu. Sepertinya bukan hanya Nathan, namun semua sahabatnya ikut bersikap cuek padanya.

Kenapa mereka ini? Ini bahkan bukan hari ulang tahunnya. Jadi tidak mungkin mereka mengerjainya. Dara mendongakkan kepalanya ke atas. Mencoba menahan air mata nya yang siap jatuh jika ia mengerjapkan matanya. Namun pertahanannya gagal. Tanpa ia mengerjap pun, air matanya luruh dengan deras. Mungkin karena sudah terlalu menumpuk di pelupuk.

Dara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Berusaha menutupi kesedihannya. Ia sangat rapuh jika di hadapkan dengan kenyataan seperti ini. Ada dengan sahabatnya? Ada apa dengan mereka?

--------------------

Salam Author Manis:*

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience