Tak ada percakapan selama perjalanan menuju rumah Kanaya. Radit dan Kanaya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Kanaya menatap keluat jendela. Pikirannya melayang jauh pada acara perpisahan tadi. Padahal dulu Kanaya berekspetasi jika perpisahannya ia akan berjalan berdua bersama Dava. Duduk bersama Dava. Menyanyi di panggung bersama Dava. Berfoto bersama Dava. Namun apalah daya, ekspetasinya tak seindah realita.
Bibirnya tersenyum getir. Matanya sudah berkaca-kaca mengingat semua kenangan indah bersama Dava.
" mau sampe kapan lo nangisin dia Nay " ucap Radit.
Mendengar itu, Kanaya langsung menghapus air mata yang hampir menetes.
" entah lah Dit. Ini terlalu sakit buat gue " lirih Kanaya.
Radit tak menanggapinya. Melihat gadis yang di cintainya terpuruk seperti itu membuat Radit juga merasakan sakit.
" Dit, stop! " pekik Kanaya.
Membuat Radit langsung menginjak remnya mendadak.
" kenapa Nay? " tanya Radit panik
" gue mau beli kembang gula " kata Kanaya sambil menunjukkan deretan giginya.
Radit mendengus kesal. Ia kira ada apa sampai gadis itu berteriak.
" ya udah biar gue aja yang beli " kata Radit hampir membuka knop pintu mobil namun Kanaya mencegahnya.
" ga usah. Gue aja Dit " cegah Kanaya
" ya udah. Hati-hati " pesan Radit.
Kanaya pun turun dari mobil. Ia berjalan menghampiri penjual kembang gula. Sebelumnya ia harus menyebrang terlebih dahulu.
Senyuman tercetak jelas di bibirnya kala kembang gula itu sudah bertengger manis di tangannya. Kanaya langsung membayar kemudian ia berjalan hendak menyebrang.
Kanaya menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada kendaraan yang melaju di dekatnya. Di rasa sudah lenggang, Kanaya melajukan langkahnya menyebrangi jalan raya. Namun dari arah kanan, ada sebuah mobil yang melaju dengan cepat. Bunyi klakson membahana dari mobil itu. Namun Kanaya tak sempat lagi menyelamatkan diri hingga akhirnya
BRAK!!
Suara decitan mobil terdengar nyaring. Semua orang berlari menuju tubuh Kanaya yang terpental beberapa meter.
Radit yang saat itu tengah memainkan ponselnya langsung mengalihkan pandangan kala mendengar suara tabrakan. Tubuhnya menegang. Wajahnya dingin.
Orang tertabrak?
Siapa kah dia? Kemudian pikirannya melayang pada Kanaya yang belum juga kembali ke mobil. Jangan-jangan?
Dengan cepat Radit keluar dari mobil dan berlari menuju kerumunan orang itu. Ia dengan kasar mendorong siapa pun yang berada di depannya. Hingga matanya melebar saat melihat Kanaya terbaring tak sadarkan diri.
" Kanaya?! " pekik Radit.
Keringat dingin langsung membanjiri Radit. Radit langsung memangku kepala Kanaya yang bersimbah darah. Wajah nya pucat pasi. Dengan cepat ia menggendong Kanaya dan memasukkan nya ke mobil. Ia memacu mobilnya secepat mungkin untuk sampai di rumah sakit.
" Kanaya please. Bertahan. Gue tau lo orang yang kuat. Gue khawatir " gumam Radit tanpa sadar air matanya sudah menetes deras.
Sesampainya di rumah sakit, Kanaya langsung di tangani dokter. Radit duduk ruang tunggu. Pikirannya benar-benar kalut. Ketakutan melanda dirinya. Pikirannya melayang-layang membayangkan hal-hal yang tidak di inginkan terjadi. Ia takut. Khawatir. Air mata tak henti-hentinya membanjiri pipinya.
Kemudia ia merogoh kantongnya. Megeluarkan ponselnya. Di tekannya nama seseorang hingga terdengar nada sambungan.
" hallo? " sapa orang itu.
" kak Satria, gue minta lo balik ke Bandung sekarang "
" kenapa Dit? "
" Kanaya masuk rumah sakit. Please balik "
" share loc ke gue "
" oke "
Lalu telepon terputus. Kemudian ia mengirimkan lokasi rumah sakit ini. Radit menghela nafas pelan. Selamatkan dia Tuhan, batinnya berdoa.
* * *
Tidak ada yang lebih menakutkan dari kehilangan orang yang sangat berharga.
Satria melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Tak peduli banyak kedaraan yang melontarkan umpatan dan sumpah serapah padanya. Bahkan beberapa kali ia hampir kecelakaan.
Ia tak peduli lagi tentang itu semua. Di pikirannya hanya satu. Kanaya. Ia sangat takut terjadi sesuatu pada adiknya itu. Hanya Kanaya yang ia punya. Sungguh, ia lebih baik mengakhiri hidupnya jika Kanaya tak bisa terselamatkan. Sudah cukup ia kehilangan ayah dan bundanya. Tapi untuk kali ini, jangan Kanaya. Jangan.
Satria terus memanjatkan doa untuk keselamatan Kanaya. Ia tak sabar ingin cepat-cepat menemui adiknya itu.
Satria langsung bergegas lari mencari kamar Kanaya. Sebelumnya ia menuju ke meja resepsionis.
" mbak, pasien yang namanya Kanaya Evrilya Putri dirawat di kamar mana ya? " tanya Satria.
" di kamar nomor 25 mas " jawab resepsionis itu.
" makasih mbak "
Satria langsung berlari mencari kamar nomor 25. Akhirnya ia menemukan kamar itu. Ia melihat ada seorang laki-laki duduk di kursi tunggu dengan wajah yang menunduk.
" Dit? "
Radit merasakan ada seseorang yang menyentuh pundaknya. Dia mendongakkan kepalanya. Begitu ia melihat orang itu, ia segera berdiri dan memeluknya dengan erat.
" Kanaya Kak " gumam Radit pelan.
Satria menepuk pelan punggung lelaki itu.
" kita berdoa. Semoga dia baik-baik aja " kata Satria mencoba menenangkan.
Padahal dalam hatinya, ia menangis perih.
Kemudian seorang dokter keluar dari ruangan dimana Kanaya di tangani.
" keluarga pasien? " kata dokter itu.
Dengan cepat Satria dan Radit mengampiri dokter itu.
" saya dok " kata Satria.
" luka pasien cukup serius. Tapi anda tenang saja. Karena kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien " jelas dokter.
" iya dok. Saya mohon sembuhkan adik saya dok " kata Satria memohon.
" iya pak, kalau begitu saya permisi dulu "
" iya dok terimakasih "
Dokter pun berlalu. Satria dan Radit menghela nafas lega. Setidaknya harapan Kanaya untuk sembuh berpeluang besar. Satria merasa ada yang janggal di sini. Kenapa di saat Kanaya seperti ini Dava tidak ada? Bukankah lelaki itu adalah kekasih Kanaya? Dan bukankah ia menyuruh Dava untuk menjaga Kanaya? Lalu dimana lelaki itu?
Satria mengalihkan pandangannya ke arah Radit yang ada di sampingnya. Wajahnya benar-benar kusut.
" lo kalo mau balik, balik aja Dit. Nanti biar gue minta Dava buat kesini " kata Satria.
Radit menatap sendu wajah Satria. Sepertinya Kanaya tidak memberitahu tentang hubungannya dengan Dava yang kandas.
" percuma kak " gumam Radit.
Satria mengernyit heran.
" lah kok bisa? " tanya Satria
" buat apa lo minta cowok bajingan itu untuk kesini? " tanya balik Radit.
Satria terperangah mendengar ucapan Radit. Bagaimana bisa dia menyebut Dava itu ' lelaki bajingan ' ? Bukankah mereka bersahabat?
" maksudnya gimana sih? " Satria benar-benar tidak mengerti.
" gue rasa Kanaya ga pernah cerita tentang ini sama lo "
" cerita apa? "
" Dava dan Kanaya itu udah putus "
" hah? Kok bisa? "
Ini benar-benar mengejutkan bagi Satria.
Radit pun mulai menceritakan bagaimana kronologis kandasnya hubungan Kanaya dan Dava. Mulai dari hadirnya Yuna. Kemudian munculnya rumor yang membuat Kanaya menjadi bahan bully-an seluruh siswa Jaya Bakti. Lalu menjauhnya sahabat-sahabat Kanaya. Dan berakhir dengan kembalinya Dava pada cinta lamanya itu, Yuna.
Satria menggertakkan giginya menahan emosi. Mendengar penjelasan dari Radit benar-benar menyulut amarah dalam dirinya. Bagaimana bisa Kanaya mendapat tuduhan rumor menjijikkan seperti itu? Lalu dengan mudah ia menggantikan posisi Kanaya dengan pelakor murahan itu? Dan bagaimana bisa Kanaya menyembunyikan masalah sebesar ini darinya?. Satria benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati Kanaya kala itu.
Satria bangkit dari duduknya.
" mau kemana lo kak? " tanya Radit.
" setelah gue dengerin penjelasan dari lo ini, menurut lo apa yang bakal gue lakuin?. Gue titip Kanaya " tanya Satria lalu kembali melanjutkan langkahnya.
Radit hanya mendesah pasrah.
* * *
Suara kegaduhan terdengar dari sebuah rumah. Tampak dua kakak beradik tengah beradu mulut memperdebatkan sesuatu.
" ish bang! Tanggung jawab dong! " desak gadis itu, Vanny.
" ya ogah. Gue kan ga tau. Salah siapa lo naroh nya sembarangan " Dava pun mengelak.
Kakak beradik itu tengah memperdebatkan hancurnya miniatur Captain Amerika kesayangan Vanny. Itu karena Dava yang sudah menginjaknya. Miniatur yang selalu membuat Vanny tersenyum karena ketampanannya.
" halah ga penting. Ntar gue beliin lagi " kata Dava lalu berlalu pergi.
" ish! Beda bang! Itu kan dari kak Satria! " teriak Vanny
Dava sudah menghilang di ujung tangga. Vanny menatap miris miniaturnya. Itu dulu di belikan oleh Satria. Iya Satria. Kakak nya Kanaya. Aneh bukan? Tapi bukan rahasia lagi kalau Vanny menyukai Satria. Dan rasa itu timbul kala Satria menjemput Kanaya di rumahnya. Dan miniatur itu di berikan pada Vanny sebelum Satria pergi kuliah ke Yogyakarta.
Tok! Tok! Tok!
Vanny mendengar suara ketukan pintu. Dengan malas, ia berjalan membuka pintu.
Vanny menatap malas siapa yang datang bertamu ke rumahnya.
" Dava nya ada? " tanya orang itu yang tak lain adalah Yuna.
Vanny memutar bola matanya malas. Andai saja ada papa dan mamanya, pasti ia akan lebih memilih berjalan-jalan bersama mereka. Ah untuk kali ini ia menyesalkan kepergian papa dan mamanya ke Kanada beberapa bulan lalu.
" ada. Masuk aja " katanya Datar.
Vanny pun berjalan menaiki tangga menuju kamar Dava. Ia membuka pintu kamar itu.
" ketuk dulu " sungut Dava.
" mau apa? Masih mau bahas miniatur itu? " tuding Dava.
" ada kekasih tercinta lo di bawah " kata Vanny malas.
Dengan cepat Dava berjalan menuruni tangga. Sejak kelulusan kemarin, Dava belum bertemu lagi dengan gadis itu.
Yuna langsung menghampiri Dava dan langsung memeluk tubuh Dava. Melepaskan kerinduan yang membuncah di dadanya.
" aku kangen " kata Yuna dengan nada manja.
" lebay! " ketus Vanny yang kebetulan lewat.
Dava pun membawa Yuna ke taman rumahnya. Daripada disini yang ada hanya akan di ganggu oleh Vanny.
Vanny saat ini sedang duduk sambil menikmati acara televisi.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar ketukan pintu lagi.
" siapa lagi sih! " dengus Vanny sambil berjalan membuka pintu.
Begitu pintu terbuka, kali ini Vanny berbinar bahagia kala melihat siapa yang ada di depannya. Sudah lama ia tak melihat wajah itu.
" kak Satria?! " pekik Vanny senang.
Satria tersenyum.
" eh Vanny, udah gede ya sekarang " kata Satria.
Vanny tersipu malu mendengar ucapan Satria.
" Dava ada? " tanya Satria.
Raut wajah Vanny berubah menjadi kesal.
" ada kak. Di taman " kata Vanny.
Satria langsung berjalan menuju taman yang sebelumnya di tunjukkan oleh Vanny. Sesampainya di taman, sebuah pemandangan menjijikkan yang ia lihat. Mereka bermesraan di atas penderitaan Kanaya. Satria mengepalkan tangannya. Tatapannya menyiratkan kemarahan. Dengan langkah cepat ia menghampiri Dava dan menarik kaos lelaki itu dan melayangkan satu bogem mentah ke wajah Dava.
Lelaki itu tersungkur ke tanah. Yuna yang melihat itu kaget.
" lo apain adek gue hah?! Lo apain dia?! Ngapain lo pacarin dia kalo pada akhirnya lo hancurin hatinya? Buat apa hah?! " teriak Satria di depan wajah Dava.
Sedangkan Yuna? Ia hanya bergidik ngeri melihat kemarahan Satria, kakaknya Kanaya.
Dava bangkit dari tanah. Ia menatap Satria.
" mana mungkin gue pacarin seorang bitch! " desis Dava
Satria menatap tajam Dava.
" bitch? Lo bilang adek gue bitch?! Wake up boy! Dia yang bitch! " teriak Satria sambil menunjuk Yuna.
" lo ga ada hak buat ngomong dia kayak gitu! Dia cewek baik-baik! " pekik Dava sambil merangkul Yuna yang ketakutan.
Amarah Satria benar-benar memuncak.
" dan lo juga ga ada hak buat ngomongin itu ke adek gue! "
" tapi gue punya bukti! "
" foto murahan? Hahaha! Bahkan orang terbodoh pun bisa tau kalau itu hanya editan!. Gue nyesel pernah percayain adek gue sama lo! Gue nyesel pernah minta lo buat jagain Kanaya! Dan ya.... selamat atas kembalinya lo ke cewek itu, kalian emang cocok. Pengkhianat dan penggoda. Semoga kehancuran cepat-cepat menghampiri kalian " ujar Satria lalu berlalu dari hadapan Dava.
Dava menggertakkan giginya. Ia marah
Tapi ia juga takut. Takut kalau suatu saat ia tau kalau Kanaya tidak melakukan itu, bisa di pastikan Satria tidak akan mengizinkannya untuk bersama Kanaya.
--------------------
Salam Author Manis:*
Share this novel