Bab 23. Rumor

Other Completed 12761

Brak!!!

Suara gebrakan meja kantin itu terdengar ke segala penjuru arah. Semua orang mencari dan menatap sumber suara. Ternyata pelakunya adalah Dava. Matanya menatap nyalang ke arah sebuah foto yang ada di tangannya. Tatapan tajam dan membunuh.

" Dav, lo yang sabar ya. Gue juga ga nyangka banget sama semua ini " kata Dara menenangkan Dava.

" sabar? Gimana gue bisa sabar dengan apa yang gue liat sekarang Dar?! " pekiknya membuat Dara bergidik ngeri.

" aku juga ga nyangka Dav, beneran " Yuna pun menimpali.

Dava menatap tajam ke foto itu. Foto yang memperlihatkan dengan jelas kekasihnya tidur di pelukan lelaki asing di sebuah hotel. Hal itu benar-benar bagai pukulan keras bagi Dava. Ia benar-benar tak menyangka jika selama ini kekasihnya mengkhianati cintanya. Lalu di anggap apa Dava ini?

" kita semua juga ngga nyangka Dav, tapi masa lo percaya gitu aja sama foto itu? Siapa tau ini cuma editan karena ada orang yang ga suka sama hubungan lo sama Kanaya "  kata Radit menjelaskan.

Bagaimanapun ini memang terlihat nyata, tapi bisa saja kan ini hanyalah editan?. Dava menatap sengit Radit.

" ini nyata Dit! Ini bener-bener nyata! Lo ngga liat? " pekik Dava lagi.

" iya ini emang nyata. Tapi apa lo lupa bagaimana pintarnya teknologi zaman sekarang? Lo harusnya berfikir dengan otak jenius lo! " pekik Radit juga yang mulai tersulut emosinya.

" udah stop! Kalian ga bisa liat situasi? Ini kantin! Kalo kalian mau berdebat silahkan ikuti acara debat yang ada di televisi " kata Nathan mencoba menengahi.

Ia jadi pusing sendiri dengan kedua sahabatnya. Masalah ini bisa di selesaikan secara baik-baik bukannya dengan teriakan-teriakan yang memekakan telinga ini.

" oke gue anggap pendapat lo bener tentang editan itu. Tapi pertanyaannya kenapa dia ga masuk hari ini? " tanya Dava

Radit diam. Ia tak tahu harus menjawab apa. Kenapa juga Kanaya tidak masuk hari ini?

" lo ga bisa jawab kan? Jadi apa lo masih mau ngebela pelacur itu? " kata Dava tanpa bisa menyaring ucapannya.

Bugh!!

Dengan spontan Radit melayangkan satu pukulan tepat di rahang Dava membuat Dava tersungkur ke lantai. Darah segar mengalir dari sudut bibir Dava. Dava mengelap darah itu lalu tersenyum miring ke arah Radit yang sudah di kuasai emosi.

" Radit stop! Lo apa-apaan sih?! " pekik Yuna sambil membantu Dava berdiri.

" Dit sadar! Itu temen lo! " tambah Dara yang menengahi.

Sementara Nathan menjauhkan Radit dari Dava. Radit menatap sengit Dava. Bagaimana bisa Dava mengatai Kanaya seperti itu bahkan dia belum tau kejelasannya.

" see! Lo bahkan berani mukul gue cuma demi cewek murahan kayak gitu? " kata Dava membuat Radit berjalan mendekat namun di tarik oleh Nathan.

" stop Dit! Lo itu lagi emosi, jangan kayak gini. Kita bisa omongin ini semua baik-baik " kata Nathan menasehati Radit.

" lo ga denger dia ngomong apa Nath?! Dia udah ngerendahin Kanaya! " teriak Radit.

" karena dia memang rendah! " pekik Dava membuat Radit kembali mendekat.

Melayangkan satu pukulan tepat mengenai pelipis Dava. Dava pun ingin membalas namun Nathan dengan cepat berada di tengah-tengah mereka
Mencoba melerai. Melihat pertengkaran itu, banyak siswa yang ada di kantin berhamburan lari. Ada juga yang dengan sengaja menonton tontonan gratis itu.

Nathan dan membawa Radit pergi. Sementara Yuna dan Dara membawa Dava ke UKS untuk mengobati lukanya.

Nathan membawa Radit ke taman sekolah. Setidaknya udara segar bisa menenangkan pikiran Radit yang sedang di rundung emosi. Radit mencoba menghela nafas panjang. Tangannya ia gunakan untuk menyisir rambutnya kebelakang.

Ia sama seperti Dava. Ia percaya. Namun ia juga tidak yakin kalau Kanaya melakukan hal itu. Oke. Katakanlah banyak orang yang bilang ' tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini ' . Tapi ini Kanaya. Ia tahu betul bagaimana sikap dan sifat gadis itu. Sekalipun ini ingin percaya, tapi ntahlah. Hati nya seakan menolaknya.

" Dit, lo kok bisa sih bersikap kayak gitu tadi? " tanya Nathan memecah keheningan di antara keduanya.

" gue ngga terima Dava merendahkan kanaya kayak gitu Nath " jawab Radit.

" tapi itu nyata Dit. Gue pun sulit untuk tidak percaya sama apa yang gue lihat tadi " kata Nathan membuat Radit menoleh cepat.

Tatapan dingin ia arah ke Nathan.

" jadi lo percaya sama apa yang lo lihat tanpa dengerin penjelasan dari Kanaya? "  tanya Radit dingin.

" bukan gitu Dit "

" its oke! Gue sekarang paham. Thanks atas ketidakpercayaan lo ini. Gue ga akan mukul lo karena lo sahabat terbaik gue " kata Radit lalu pergi meninggalkan Nathan yang masih terpaku. Radit salah paham.

*              *                *

" shhh.... " Dava merintih kesakitan.

Saat ini ia berada di UKS bersama Yuna. Sedangkan Dara, ia sedang pergi ke toilet. Yuna dengan pelan mengobati luka Dava. Ia memberi obat merah lalu dengan telaten, sesekali Yuna meniup luka Dava agar tidak begitu sakit. Bahkan jarak antara wajahnya dan wajah Yuna hanya beberapa senti saja. Jika Yuna atau pun dirinya memajukan wajahnya sedikit saja bisa di pastikan kedua bibir itu akan saling bertabrakan.

Melihat itu, Dava menatap Yuna dalam. Ternyata tidak ada yang berubah dari gadis ini. Ia masih saja perhatian seperti dulu. Hal itu membuat kedua sudut bibirnya terangkat.

" kamu kenapa senyum-senyum gitu? " tanya Yuna sambil menatap Dava.

" kamu ga berubah " ucap Dava.

Mendengar itu, Yuna tersenyum simpul.

" aku bukan power rangers " kata Yuna sambil terkekeh.

" sejak kapan kamu punya selera humor? " tanya Dava mengernyit heran.

Setahu nya, Yuna ini sangat rendah jika pada masalah humor. Ia tidak bisa melucu apalagi membuat humoran.

" sejak tadi mungkin ".

Hal itu membuat Dava tergelak. Tangannya pun terlulur mengusap lembut pucuk kepala Yuna membuat Yuna merona.

Akhirnya selesai juga Yuna mengobati luka Dava.

" setelah ini ga ada kata berantem lagi oke? " kata Yuna sambil memasukkan obat-obatan yang di pakainya.

" iya bawel " kata Dava.

Hal itu membuat hati Yuna menghangat. Sudah lama ia merindukan masa-masa ini. Dan sekarang akhirnya ia bisa merasakannya kembali.

*             *             *

Keesokan harinya, Kanaya sudah bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Namun ketika jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB belum ada tanda-tanda Dava akan menjemputnya.

Kanaya :
Dav? Kamu jemput aku ngga si?

Kanaya :
Dava!! Kemana si? Keburu telat.

Kanaya :
Ish!! Dava sumpah! Ngeselin.

Kanaya :
Oke fiks. Aku berangkat sendiri.

Kanaya memasukkan ponselnya dengan kasar ke dalam tasnya. Tidak biasanya Dava menghilang tanpa kabar seperti ini. Dengan langkah cepat, Kanaya keluar gang rumahnya untuk mencari taksi.

Tak butuh waktu lama, Kanaya sudah sampai di depan gerbang Jaya Bakti. Namun matanya menangkap sosok yang ia kenal. Buru-buru ia menghampiri sosok itu.

" Radit? Lo ngapain di sini? " tanya Kanaya.

Radit menatap Kanaya sendu. Hal itu membuat Kanaya mengernyit heran.

" lo jangan temui Dava dulu ya " ucap Radit membuat Kanaya tambah heran.

" kenapa emangnya? " tanya Kanaya.

Radit mengusap wajahnya kasar. Tatapannya berubah menjadi tatapan memohon.

" please, jangan temui Dava dulu " ucap Radit lagi.

" apaan sih, ya kenapa emangnya? Dava itu pacar gue. Aneh deh " kata Kanaya kesal lalu meninggalkan Radit sendiri.

" Nay! Kanaya! " teriak Radit lalu mengejar Kanaya.

Kanaya tak menghiraukan panggilan Radit. Namun ada yang aneh. Sepanjang Kanaya berjalan, semua murid menatapnya dengan tatapan sinis. Ada apa ini?. Tak ambil pusing, ia terus melangkahkan kakinya mencari Dava. Ia tahu dimana lelaki itu. Pasti kantin.

Dan benar dugaannya, Dava, Yuna, Dara, dan Nathan sedang duduk di kantin. Kanaya langsung memasang senyumnya. Lalu duduk di bangku kosong di samping Dava.

" morning guys! " sapa Kanaya dengan ceria.

Namun itu semua luntur kala tak mendapat respon dari sahabatnya.

" guys? Kenapa sih? " tanya Kanaya memandangi mereka satu - persatu.

" Dav? " kali ini pandangannya beralih ke kekasihnya.

Dava menatapnya tajam dan dingin. Entah kenapa, setiap melihat Kanaya, ia mengingat foto kemarin. Dava memejamkam matanya sebentar lalu membukanya.

" kemarin kenapa ga masuk? " tanya Dava dingin.

" kemarin aku kesiangan " jawab Kanaya jujur.

Dava menyunggingkan senyum sinisnya.

" wajar sih ya, di bayar berapa? 10 juta? 20 juta? Atau 80 juta? Tahan berapa ronde? " tanya Dava lagi - lagi dingin.

Kanaya tak mengerti kemana arah pembicaraan Dava. Di bayar? Apanya yang di bayar? Dan ronde? Maksudnya?

" maksud kamu apa sih Dav? " tanya Kanaya.

" lo masih ga paham apa yang Dava maksud? " ini Yuna yang berbicara dan nadanya pun tak kalah sinis.

" kalian kenapa sih?! " pekik Kanaya

" lo yang kenapa! " Dava berteriak tepat di depan wajah Kanaya.

Gadis terperangah tak percaya dengan sikap Dava.

" gue ga nyangka kalo selama ini gue pacaran sama pelacur kayak lo! "

Plak!!

Pipi Dava memerah karena tamparan dari Kanaya. Kanaya menatapnya tak percaya. Apa - apaan Dava ini? Apa maksudnya berbicara seperti itu? Pelacur? Ia bahkan mengatai Kanaya seorang pelacur? Air mata Kanaya luruh mendengar ucapan Dava yang menyakitkan itu.

" kamu bilang apa? " tanya Kanaya dengan suara bergetar.

" lo? " tunjuknya pada Kanaya
" seorang pelacur! " lanjut Dava.

" maksud kamu apa bilang aku kayak gitu Dav? Aku ini pacar kamu. " ujar Kanaya dengan air mata berlinang.

" mulai saat ini lo bukan lagi pacar gue! Gue ga mau pacaran sama pelacur kayak lo " kata Dava dingin lalu pergi di ikuti Yuna.

" gue ga nyangka lo begitu rendah Nay " kata Dara sinis sambil menarik Nathan.

Nathan menatap Kanaya seolah mengucapkan ' maaf Nay, gue ga bisa bantu '. Kanaya hanya tersenyum samar di balik air matanya.

" dasar cewek ga tau diri. Udah punya Dava masih aja jadi pelacur "

" sumpah gue setuju banget Dava mutusin cewek itu "

" cocokkan juga sama Yuna "

" iya lah. Yuna kan bukan pelacur "

Sepanjang koridor Kanaya menutup telinganya menulikan pendengarannya. Berbagai hinaan, gunjingan, sindiran, tatapan sinis, tatapan tajam, semuanya di tujukan kepadanya. Sebenarnya ada apa ini? Apa yang terjadi kemarin saat Kanaya tidak masuk? Kanaya terus menangis.

Sampai ia sadar ada tangan yang menariknya ke dalam sebuah dekapan hangat. Kanaya tak peduli siapa itu yang jelas ia butuh sandaran saat ini.

-------------------------

Salam Author Manis:*
Jangan lupa Vote:*

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience