Bab 29. Terungkap

Other Completed 12761

Kanaya mengerjapkan matanya berulang kali berusaha menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk. Kemudian setelah terbuka sempurna, Kanaya mengedarkan pandangannya. Di dapatinya dua sosok lelaki yang tak lain adalah Satria dan Radit. Mereka tengah tertidur di sofa. Sepertinya mereka kelelahan karena menjaganya.

Ia mengingat kejadian apa yang mengakhirkan ia terbaring di sini. Ia baru ingat tentang kecelakaan naas itu. Beruntung dirinya masih bisa selamat.

Kanaya menatap jauh ke atas langit-langit kamar. Jika seperti ini, ia jadi teringat Dava. Harusnya lelaki itu ada di sampingnya sekarang. Memberinya kekuatan. Namun.... ah sudah lah. Semua nya tak akan bisa kembali seperti dulu.

" Ay? " suara itu menginterupsi Kanaya untuk mengalihkan pandangannya.

Satria berjalan tergesa-gesa menuju bangkar Kanaya. Kemudian ia duduk di kursi dan menggenggam tangan Kanaya.

" maaf, maaf, maaf kalo kakak belum bisa jagain kamu. Belum bisa ngelindungin kamu. Kakak ga tau lagi apa yang harus kakak lakuin buat nebus semua kesalahan kakak Ay " kata Satria sambil menciumi tangan Kanaya.

" kakak kok ngomong gitu? Kakak ga perlu merasa khawatir. Aku baik-baik aja kak " kata Kanaya menampilkan seulas senyum di bibirnya yang pucat.

" gimana kakak ga khawatir? Kamu kecelakaan kayak gini? Kalo kamu kenapa-napa gimana? Kakak ga mau kehilangan kamu Ay " kata Satria lagi.

Kanaya terkekeh mendengar perkataan Satria yang terkesan berlebihan.

" kakak ni apaan sih? Aku baik-baik aja kak. Buktinya sekarang aku bisa ngobrol sama kakak "

" terus kenapa kamu ga cerita tentang Dava dan rumor itu? " tanya Satria dingin.

" kakak tau darimana? " raut wajah Kanaya berubah menjadi cemas.

" kalo bukan karena Radit, mungkin kakak bakal jadi orang terbodoh karena ga tau masalah yang kamu hadapi ini "

" maaf "

" ya udah yang penting sekarang kakak puas udah ngasih pelajaran sama lelaki brengsek itu "

" kakak ngapain? " tanya Kanaya membelalakkan matanya

" kamu masih peduli? "

Kanaya bungkam tak bisa menjawab.
Masih peduli? Tentu saja. Siapapun akan selalu mempedulikan orang yang di cintainya. Meskipun orang itu sudah tak mencintai mu lagi.

" kakak harus pergi lagi ke Jogja. Kamu baik-baik ya. Kakak percayakan kamu sama Radit " kata Satria.

" baru juga ketemu "

" sebentar lagi sayang. Kita bakalan kumpul kayak dulu lagi " hibur Satria.

Kanaya pun mengangguk mengerti. Baru setelah Radit bangun dari tidurnya, Satria pamit pergi untuk kembali ke Jogja menyelesaikan kuliahnya.

Radit pun pamit pulang untuk membersihkan badannya terlebih dahulu. Baru setelah satu jam kemudian, Radit datang lagi. Tapi kali ini ia tak sendiri. Ada seorang gadis yang sepertinya masih SMP ikut bersamanya. Mungkin itu adiknya.

" Nay, bentar ya gue mau cari makanan dulu " pamit Radit.

Sekarang tinggallah Kanaya dan adiknya Radit.

" hai kak? " sapa gadis kecil itu.

Kanaya tersenyum ramah.

" hai, kamu siapa namanya? " tanya Kanaya.

" aku Intan. Kalo kakak? "

" Kanaya "

" oh, jadi ini yang namanya kak Kanaya " gumama intan.

" emangnya kenapa Tan? " tanya Kanaya.

" kakak beruntung ya bisa di cintai tulus banget sama playboy kayak kak Radit " ujar Intan.

" kamu tau darimana? "

Kanaya terkekeh geli. Apa mungkin Radit sering curhat sama adiknya itu?

" buku diary nya kak Radit, hehe. Di sana isinya tentang kakak semua. Aku aja sampe heran sama kak Radit. Padahal mah dulu dia playboy banget kak. Aku aja sampe pusing tiap hari dia jalan sama cewek yang beda-beda " adu Intan.

Kanaya tertawa mendengar cerita Intan. Ternyata seorang Radit suka juga menulis di buku diary. Padahal buku itu kan penggunanya lebih dominan cewek.

Baru saja Kanaya ingin berucap, suara pintu terbuka membuatnya menghentikkan suaranya.

" pasti lagi ngomongin gue " kata Radit.

Di tangan lelaki itu ada dua kresek berisi cemilan.

" ye... sok tau " kata Intan sambil menjulurkan lidahnya.

Kemudian ia meraih kantong yang ada di tangan Radit dan berjalan menuju sofa. Radit duduk di kursi samping bangkar Kanaya.

" cerita apa aja dia? " tanya Radit.

" banyak " jawab Kanaya sambil menahan tawanya.

" ish kan! Apaan Nay? " tanya Radir kepo.

" elah kepo amat mas, ceritanya yang baik-baik kok " kata Kanaya.

" alah bohong. Lo aja ngempet tawa gitu. Pasti yang aneh-aneh deh " kata Radit merajuk.

" hahaha.... engga Dit. Serius deh. Udah ah gue mau buahnya dong " kata Kanaya mengalihkan pembicaraan.

Beruntung Radit juga tidak memprotesnya.

*             *              *

Seminggu terlewatkan sudah. Dan kini Kanaya sudah di perbolehkan pulang. Ia tidak pulang ke rumahnya. Melainkan ke rumah Radit yang pernah di kunjunginya beberapa waktu lalu.

Kenapa ia ke rumah Radit? Bukan ke rumahnya? Ini semua karena Satria yang takut kalau suatu saat Dava ingin menemui Kanaya di rumahnya. Satria tidak mau itu terjadi.

Selama Kanaya kembali, ia belum mendengar kabar tentang Dava lagi. Entahlah. Yang jelas ia sangat merindukkannya. Tidak peduli seberapa sering lelaki itu menyakitinya, nyatanya rasa cinta itu mengalahkan rasa benci di hatinya.

" Nay? "

Panggilan itu membuat Kanaya menoleh ke arah sumber suara. Tampak Radit yang berjalan menghampirinya yang kini tengah duduk di pinggir kolam renang.

" ngelamu aja " kata Radit lalu duduk di samping Kanaya.

Kanaya hanya tersenyum simpul.

" bosen ya? Keluar yuk " ajak Radit.

" kemana? " tanya Kanaya antusias.

Memang sudah lama ia tak berjalan-jalan. Dan tawaran Radit tadi sangat menggiurkan.

" terserah lo deh " kata Radit.

" oke. Tunggu 5 menit. Gue ganti baju dulu "

Kanaya langsung bergegas menuju kamarnya. Ia mengganti pakaiannya dengan kaos dan celana hot pants. Kemudian rambutnya ia kuncir kuda.
Setelahnya ia menemui Radit lagi.

Pilihan Kanaya jatuh pada taman kota. Biasanya sore seperti ini akan ramai pengunjung. Dan benar saja. Banyak pengunjung yang datang. Di tambah lagi banyak penjual disana membuat Kanaya tergiur untuk membeli.

" Dit, gue beli es krim dulu ya " kata Kanaya.

Hampir saja ia melangkah, pergelangan tangannya di tahan oleh Radit.

" gue aja. Gue ga mau kejadian kemaren terulang lagi " kata Radit lalu lelaki itu bangkit.

Kanaya tertawa pelan melihat betapa Radit mengkhawatirkannya. Tak lama kemudian, ia kembali dengan dua buah es krim di tangannya. Kanaya menerimanya dengan antusias.

" thanks " kata Kanaya.

Lalu mereka pun memakan es krim itu. Sampai ada seseorang yang menghampiri mereka.

" woi bro! " Kata orang itu.

" Nathan? " gumam Kanaya

" widih!!! Baru keliatan. Darimana aja lo? " tanya Radit.

" biasa lah. Sibuk " kata Nathan kemudian duduk di samping Radit.

" sok sibuk " cibir Radit.

" gimana kabar lo? " tanya Nathan.

" baik lah. Lo sendiri? " tanya Radit

" ya baik. Kalo lo Nay? "

Kanaya yang di tanya pun sedikit gelagapan.

" baik Nath " jawabnya.

" oh iya. Gue kesini mau ngasih tau ke kalian. Kalo nanti malem Dava sama Yuna bakal tunangan " kata Nathan dengan hati-hati takut melukai perasaan Kanaya.

Kanaya kaget mendengar itu. Tunangan? Hatinya kali ini benar-benar hancur. Secepat itukah?

" tunangan? " tanya Radit.

" iya. Gue juga heran sih kenapa cepet banget gitu. Tapi ya mau gimana lagi? " kata Nathan.

" gue usahain dateng " kata Radit.

" ya udah kalo gitu gue duluan ya. Udah di tunggu nyokap "

" oke bro "

Nathan pun berlalu. Radit menatap Kanaya. Wajah nya murung. Ia tau, ini pasti menyakitkan bagi Kanaya. Tapi ya mau gimana lagi?

Hingga malam pun tiba. Radit sudah tampak tampan dengan balutan tuxedo nya. Rambutnya ia sisir ke belakang menambah kesan dewasa pada dirinya. Ia datang ke rumahnya yang di tempati Kanaya. Ia mencari gadis itu ke seluruh ruangan namun tidak di temukan.

Satu-satunya yang belum ia datangi adalah kamar Kanaya. Radit pun memutuskan untuk membuka kamarnya karena tak kunjung di buka oleh pemiliknya.

Pemandangan yang di lihat pertama kali ada gadis itu tengah berdiri di balkon. Tangannya memegang sebuah kotak kado. Sepertinya ia tak menyadari kehadiran Radit.

" Nay? " panggil Radit.

Kanaya pun menoleh.

" eh Dit? Udah lama? " gadis itu seperti terkejut.

" baru aja kok. Lo ga dateng ke acara tunangannya Dava? " tanya Radit yang melihat pakaian Kanaya masih pakaian santai.

" lo aja Dit. Gue ga bisa " lirih Kanaya.

Radit mengangguk mengerti. Ia tau Kanaya pasti tak sanggup jika harus menyaksikan mantan yang masih di cintainya itu bahagia bersama orang lain.

" ya udah. Gue pergi dulu ya "

" Dit " panggil Kanaya.

" lo kasih ini ke Dava ya " kata Kanaya menyodorkan sebuah kotak.

Radit menerima kotak itu.

" iya Nay " kemudian ia pergi.

*            *              *

Dava masih mematung di balkon kamarnya. Pikirannya menerawang kepada keputusannya beberapa hari lalu. Bagaimana bisa ia memutuskan secepat ini bertunangan dengan Yuna? Ia memang mencintai Yuna namun cintanya pada Yuna tak sebesar cintanya pada Kanaya.

Tapi jika memang ini jalannya, Dava bisa apa? Mungkin Yuna memang jodohnya. Dan Kanaya adalah pengisi kekosongan hatinya di saat pemilik sebenarnya pergi untuk sementara.

Dava membalikkan badannya saat ada orang yang memanggilnya. Vanny?

" kenapa? " tanya Dava ketus.

" lo yakin sama keputusan lo? " tanya Vanny.

Dava menghela nafas sebentar kemudian menatap tajam adiknya.

" yakin 100% " ucapan Dav memang meyakinkan namun tidak dengan hatinya.

Baru saja Vanny ingin berucap, Radit datang.

" mau apa lagi? " tanya Dava dingin lagi.

" gue cuma mau ngasih ini " kata Radit memberikan sebuah kotak.

" pikirkan lagi " kata Radit kemudian pergi.

" pikirkan lagi bang " kata Vanny juga kemudian pergi.

Dava membuka kotak tersebut. Matanya kaget kala melihat apa yang ada di dalamnya.

Kotak musik? Kotak musik ini adalah kotak yang pernah ia berikan pada Kanaya. Pasti gadis itu sudah tau tentang pertunangan ini. Ia jadi ragu lagi untuk melanjutkan pertunangannya. Kemudian ia melihat ada sebuah surat di bawah kotak musik itu. Dava pun menariknya lalu membacanya.

Dear Dava

Mungkin ini sudah tiba wakunya di mana aku harus berhenti mengharapkan mu. Bukannya aku berhenti mencintaimu. Namun aku sadar, bahwa kebahagian mu bersama Yuna bukan bersama ku. Tapi tak apa. Bukankah tulus itu merelakanmu bahagia bukan? Mungkin ini yang sedang aku coba lakukan. Semoga kamu bahagia selalu ya.

Kanaya.

Dava menatap nanar surat itu. Kini ia baru menyadari bahwa untuk mengetahui orang yang benar-benar mencintai adalah bukan dari seberapa besar pemberian nya, seberapa besar perhatiannya dan seberapa besar kepeduliannya melainkan bagaimana bisa orang itu tidak bisa membencimu meski telah berulang kali di patahkan hatinya. Dan itu lah Kanaya. Gadis itu bahkan masih mencintainya. Betapa bodoh dirinya mencampakkan gadis itu. Ingin rasanya ia berlari menemui Kanaya dan mengucapkan beribu maaf tapi keadaan ini.....

" Dav? "

" iya Nay? "

" Nay? Maksud kamu Kanaya? "

Dava baru tersadar kalau yang memanggilnya adalah Yuna.

" bukan gitu Yun "

" jadi selama ini kamu masih mikirin cewek itu? Bahkan di hari pertunangan kita? Kenapa Dav? Kenapa?! Percuma aku jebak dia kalau akhirnya hati kamu masih terpaut sama dia! " emosi Yuna meluap tanpa sadar ia mengatakan sesuatu hal yang membuat Dava terkejut.

" jebak? " tanya Dava.

-----------------------

Salam Author Manis:*

Nah loh. Yuna nya keceplosan:v

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience