" jadi gitu ceritanya " kata Nathan mengakhiri ceritanya.
Dara menatapnya haru, bahagia, sekaligus kesal karena di kerjai sampai habis-habisan.
" gue ga tau harus ngomong apa lagi. Kalo marah, iya jelas gue marah. Siapa yang ga marah kalo tiba-tiba kalian semua ngejauh dari gue tanpa alasan yang jelas. Gue pikir saat itu hubungan gue sama lo bakal berakhir dan persahabatan gue bakal hancur. Tapi ternyata ini semua cuma drama, oh my God! Ini bener-bener bikin gue terharu " jelas Dara sambil tersenyum.
" gue juga sadar diri sih. Gue tau, gue ga kayak Dava yang selalu bersikap lembut dan romantis ke Kanaya. Gue tau gue cuma cowok dingin, cuek, dan ga romantis. Jadi semua apa yang gue lakuin ini udah bener-bener perjuangan banget " Nathan pun menyuarakan isi hatinya.
Dara tergelak lalu menggenggam tangan Nathan lembut. Lalu menatap dengan tatapan bahagia.
" lo lupa? Gue juga bukan kayak kebanyakan cewek yang biasanya akan bersikap lembut, dan manis. Gue itu cewek yang bar-bar, hyper aktif, jutek, dan semua yang lo lakuin ini udah lebih dari kata romantis Nath " kata Dara menenangkan Nathan
" ekhem!! Jijik sumpah gue liatnya " sindir Radit.
Nathan dan Dara tersentak. Lalu refleks tertawa. Mereka bahkan lupa kalau disini tidak hanya ada mereka, melainkan ada para sahabatnya.
" yaelah sirik aja lo Dit " kata Nathan
Radit hanya mendengus kesal lalu mengabaikan ucapan Nathan.
" Dar, gue sama Kanaya minta maaf banget ya udah bersikap kayak kemarin sama lo, apalagi tentang perkataan gue waktu itu. Pasti lo tersinggung banget ya? " kata Dava tulus diikuti anggukan oleh Kanaya.
" udah ga papa. Gue udah maafin kok. Tapi buat perkataan lo kemarin Dav, jujur gue sakit hati banget. Tapi ya udah lah. Semua nya juga cuma sandiwara " kata Dara membuat Kanaya dan Dava bernafas lega.
" gue juga ya Dar, gue kemarin udah ngusir lo. Bukannya apa Dar, gue cuma gamau dengerin lo ngeluh tentang Kanaya. Karena itu bisa meruntuhkan pertahanan gue. Dan waktu sama Nathan kemarin.... "
Belum selesai Yuna berbicara, Dara sudah kalimatnya terlebih dahulu.
" harusnya gue yang minta maaf Yun. Gue yakin banget ucapan gue waktu itu pasti nyakitin banget kan buat lo? " kata Dara menggigit bibir bawahnya dengan cemas.
" it's ok Dar! No problem " kata Yuna sambil tersenyum.
Dara pun ikut tersenyum. Melihat semua temannya meminta maaf, gadis itu melirik ke arah Radit. Kenapa lelaki itu tidak meminta maaf padanya? Apa dia tidak merasa bersalah?
" lo ga minta maaf sama gue? " tanya Dara.
Radit menaikkan alisnya sebelah lalu kemudian terkekeh.
" minta maaf? Elah ga perlu. Toh lo juga bakal maafin gue " kata Radit enteng.
Dara melotot geram menatap lelaki itu.
" ish! Pede banget kalo gue bakal maafin lo " sarkas Dara.
Radit hanya menggendikkan bahunya pelan.
" bodo amat " katanya.
" ih Radit!!! " pekik Dara.
Nathan pun segera menenangkan kekasihnya yang tengah marah itu. Ia mengusap lembut bahu Dara membiat gadis itu sedikit tenang. Begitu pun Dava, tangannya tak pernah lepas dari tautannya dengan jemari Kanaya. Ia terus mengusap lembut tangan itu. Membuat Yuna yang melihatnya sedikit memanas.
Bagaimana pun juga, perasaannya pada Dava belum juga padam. Bahkan semakin ia mencoba melupakan lelaki itu, bayangan lelaki itu semakin menghantuinya. Apalagi bayangan masa lalu indahnya bersama Dava yang selalu menjadi topik utama di fikirannya. Ia jadi ingin seperti dulu lagi. Dimana hanya ada dia, Dava, dan cinta. Tidak ada yang lain. Tidak ada Kanaya.
" Yun? "
Panggilan itu membuat Yuna tersentak dan kembali ke alam sadarnya.
" lo kenapa? Kok ngelamun? " tanya Kanaya.
" ga papa Nay " jawab Yuna sambil tersenyum.
Ia kembali terdiam. Ia menimbang-nimbang apa yang ada difikirannya. Lalu ia merasa apa yang difikirkannya memang harus di lakukan jika ia ingin semuanya kembali seperti dulu.
" gue permisi dulu ya, mau nelfon mama " kata Yuna lalu bergegas pergi.
Setelah merasa aman, gadis itu mulai menelfon seseorang.
Waktu menunjukkan pukul 21.00 wib. Mereka memutuskan untuk pulang. Nathan pun bergegas mengantar Dara. Radit pun ikut serta dengan Nathan karena ia tak membawa kendaraan. Sedangkan Dava juga pulang bersama Kanaya dan Yuna. Berhubung arah rumah Yuna searah dengan rumah Dava.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah Kanaya. Setelahnya ia pun kembali melakukan perjalanan mengantar Yuna. Namun baru 10 menit Kanaya duduk di kasurnya, tiba-tiba ponselnya berdering.
WhatsApp!
Akaila Elyuna :
Nay, lo sekarang ke taman yang ada di dekat rumah lo. Cepetan ya. Ada yang mau Dava omongin katanya.
Kanaya mengernyit heran. Ada yang mau di bicarakan? Kenapa tidak sekalian tadi saja? Jika seperti ini kan membuang waktu. Lalu kenapa harus lewat ponsel Yuna? Kenapa tidak lewat ponsel Dava saja? Ah mungkin habis baterai. Kanaya mencoba berfikir positif. Ia mendesah pelan. Namun tak urung juga Kanaya bangkit dari duduknya lalu mengambil tas selempangnya. Ia berjalan keluar menuju taman dekat rumah nya. Sekitar 5 menit berjalan, akhirnya Kanaya sampai taman itu. Ia duduk di salah satu bangkunya. Kepalanya ia tolehkan ke kiri dan ke kanan. Mencari keberadaan Dava. Lalu ia pun mengirim chat pada Yuna.
Kanaya Evrilya Putri :
Yun kalian dimana? Gue udah di taman
10 menit berlalu. Namun pesannya tak juga di balas oleh Yuna. Mungkin Dava tidak jadi menemuinya. Mendengus kesal ia pun bangkit dari duduknya. La menggerutu sebal. Bagaimana bisa Dava yang ingin menemuinya pada akhirnya Dava juga yang tidak menemuinya. Menyebalkan bukan?.
Kanaya berjalan sambil menghentak-hentakkan langkahnya. Mencoba melampiaskan kekesalannya. Namun tiba-tiba ia merasa ada yang membekap mulutnya. Ia pun mencoba melepaskan namun hasilnya nihil.
Apa mungkin ini Dava? Dan ia ingin memberinya kejutan seperti yang apa Nathan berikan pada Dara? Tapi pikiran itu musnah kala bekapan di mulutnya semakin menguat. Semakin Kanaya meronta, bekapan itu semakin kuat dan membuat Kanaya kesusahan bernafas.
Ia mencoba bertahan dan memukul-mukul orang itu dari belakang. Namun apalah daya, kekuatannya tidak berarti apa-apa bagi orang itu. Hingga ia merasakan orang itu memukul tengkuknya dan setelah itu Kanaya hilang kesadaran.
* * *
Sinar cahaya matahari yang menyeruak masuk di balik jendala kaca yang tinggi membuat seseorang yang sedang bergelung nyaman di bawah selimut itu menggeliat. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Lalu kemudian ia membuka matanya secara perlahan. Ia mengambil nafas sedalam mungkin. Kemudian ia hembuskan pelan-pelan. Ia menatap sebentar dimana ia sekarang. Lalu kemudian ia seperti di kagetkan sesuatu. Ia langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Ia menatap sekelilingnya. Ini bukan kamarnya. Ini seperti kamar hotel. Bagaimana mungkin ia ada disini?
Ia mengingat sesuatu, semalam ia di bekap orang lalu orang itu memukul tengkuknya dan berakhir ia tidak sadarkan diri. Apa mungkin orang itu membawanya kemari? Tapi kenapa harus hotel?
Jantungnya berdegub kencang. Dengan cepat Kanaya memeriksa seluruh tubuhnya. Semuanya masih lengkap. Bajunya juga masih lengkap tidak ada yang rusak sedikit pun. Ia mendesah lega. Setidaknya orang itu tidak berbuat macam-macam padanya. Tapi jika orang itu melakukan sesuatu ketika ia sedang tertidur..... buru-buru Kanaya menggelengkan kelapanya cepat. Mengusir pikiran negatifnya.
Ia melirik jam tangannya. Pukul delapan pagi. Ia tak mungkin pergi ke sekolah. Sudah pasti ia akan terlambat. Ia pun bangkit dari duduknya dan bergegas keluar hotel itu. Ia harus segera pulang.
-------------------------
Salam Author Manis:*
Share this novel