Jam pelajaran pertama berlangsung. Semua murid menyimak penjelasan guru yang ada di depan. Namun berbeda sekali dengan Dava. Tubuhnya ada di sana namun jiwanya entah dimana.
Berkali-kali ia memandang bangku yang ada di depannya. Bangku itu kosong. Kemana pemilik nya? Padahal tadi pagi mereka sempat berdebat panas. Apa pemilik bangku itu bolos?
Dava mendengus kesal. Ya iya lah bolos. Sudah jelas-jelas bangku nya kosong. Dava memikirkan pertengkarannya tadi pagi bersama Kanaya. Ia merasa ucapannya terlalu berlebihan sehingga membuat gadisnya itu terluka.
Dava tertawa miris dalam hati. Gadisnya? Bukankah Dava sudah memutuskan Kanaya secara sepihak tadi pagi? Lalu apakah ia masih pantas mengklaim Kanaya sebagai gadisnya?
Entah lah. Dava bingung harus mempercayai yang mana. Di satu sisi, Dava percaya kalau Kanaya adalah gadis baik-baik. Ia tahu betul bagaimana perangai gadis itu. Bahkan karena perangainya lah Dava jatuh cinta pada Kanaya.
Tapi di sisi lain, semua bukti itu nyata. Dan juga Yuna, ia tau saat itu Yuna memang benar-benar tidur jadi tidak mungkin gadis itu mengiriminya pesan pada Kanaya.
Dava sadar, sekeras apapun ia mencoba benci pada Kanaya, nyatanya ia tak pernah bisa melakukan itu. Kanaya sangat berpengaruh besar bagi dirinya. Ia masih sangat mencintai gadis itu. Namun ego Dava berhasil mengalahkan hatinya. Bagaimana pun juga, Dava lebih mempercayai apa yang di lihatnya.
Dara yang saat itu melihat Dava tengah melamun pun melemparinya dengan gulungan kertas. Membuat Dava terlontak kaget. Ia mendengus kesal lalu melempar balik ke arah Dara.
" apaan sih " dengus Dava.
" ngapain ngelamun? " tanya Dara pelan.
" ngga "
" jangan bilang lo mikirin cewek itu? "
Dengan cepat Dava menatap tajam Dara. Bagaimana bisa Dara tau apa yang ada di pikirannya? Apakah Dara ini cenayang?
" gue? Mikirin dia? Ga guna banget asli "
Berbohong? Tentu saja. Ia tak mungkin mengatakan yang sejujurnya. Ia terlalu gengsi untuk mengatakan ' iya, gue mikirin dia '
Terdengar helaan nafas lega dari Dara.
" syukur deh. Setidaknya otak lo masih waras dengan ngga mikirin bitch itu lagi " kata Dara lalu kembali fokus pada pelajaran di depannya.
Dava pun ikut memperhatikan ke depan.
* * *
Kesan pertama yang di lihat Kanaya adalah rapi, bersih, dan teratur. Begitulah pendapatnya tentang suasana di dalam rumah Radit. Kanaya sempat heran, Radit bilang ia jarang datang kesini, lantas siapa yang membersihkan rumah ini?
" gue nyewa orang buat bersihin rumah ini, jadi jangan heran kenapa rumah ini seperti berpenghuni " kata Radit seperti mengerti apa yang Kanaya fikirkan.
Kanaya hanya mencebikkan mulutnya lalu berjalan ke arah sofa ruang tengah.
" gue mandi dulu deh " kata Radit sambil berjalan ke arah yang Kanaya yakini adalah kamarnya.
" lah? Ini kan masih pagi " kata Kanaya melihat jam menunjukkan pukul 09.00 WIB.
" Gerah gue " teriak Radit dari dalam kamarnya.
Kanaya kembali termenung. Ia kembali memikirkan Dava. Entah kenapa nama itu selalu memenuhi otaknya. Padahal ia tahu, sudah jelas-jelas Dava membencinya karena rumor sialan itu. Tapi Kanaya tak bisa memungkiri betapa ia mencintai lelaki itu.
" baru kemarin gue happy-happy, baru kemarin gue udah bisa mulai nerima keadaan tentang orang tua gue. Tapi sekarang? Selalu ada aja yang bikin gue down, selalu ada aja yang bikin gue sedih dan netesin air mata. God? You know? I'm so tired. When the end of all this problem? Why always me? Serasa pengen pergi dari dunia ini. Kapan giliran gue yang bahagia? Seakan-akan kebahagiaan ga pernah berpihak ke gue. Capek. Gue ga mau lagi di pusingin sama masalah-masalah yang ga ada ujungnya. Gue mau bebas dari masalah ini. I know, everyone have problem. Tapi...... ah sudah lah " gumam Kanaya sambil mengusap kasar air mata yang menetes perlahan.
Tak lama kemudian, Radit datang dengan pakaian santainya. Celana jeans pendek dan kaos oblong bertuliskan ' Kill You '. Rambutnya tampak basah dan acak-acakan. Bisa di pastikan Radit tidak menyisir rambutnya. Dan saat-saat seperti ini, Kanaya baru menyadari kalau Radit juga tak kalah tampan dari Dava.
Kanaya melihat Radit juga menenteng dua buah gitar.
" gue tau lo pengen banget bisa main gitar kan? " tanya Radit.
Kanaya mengangguk antusias. Radit terkekeh.
" mending gue ajarin lo deh. Siapa tau nanti lo bisa jadi penyanyi berbakat, suara lo kan bisa di bilang cukup bagus " seloroh Radit.
" yayaya.. suara gue memang bagus " kata Kanaya menyombongkan diri.
Radit tak menanggapi itu. Ia memberikan satu gitar itu ke Kanaya. Dengan telaten, Radit mulai mengajarkan Kanaya tentang kunci dasar. Terkadang Radit mengomel karena jari Kanaya yang kaku. Atau Kanaya yang sulit memposisikan jarinya pada senar gitar. Bahkan Kanaya mengeluh karena jarinya sakit akibat terus-terusan menekan senar gitar.
" gitu aja cemen "
Selalu seperti itu. Radit selalu meremehkannya. Kanaya mendengus kesal. Lalu kemudian ia tersenyum jail.
" gue pengen denger lo nyanyi buat gue " ujar Kanaya tiba-tiba.
Radit menatapnya heran. Memang selama ini ia tak pernah bernyanyi di depan Kanaya atau bahkan orang lain. Bukannya apa, hanya terkadang ia malu dengan suaranya yang entahlah. Menurutnya tidak bagus jika di bandingkan Dava.
" ogah ah " tolak Radit.
" ayo dong Dit " kata Kanaya memasang puppy eyes nya membuat Radit menyerah.
" oke "
Kanaya tersenyum girang. Lalu mendengarkan alunan petikan gitar dari Radit.
Satu kata yang ku ucapkan
Dari dalam hati ini dan perasaan
Tulus katakan sejujurnya
Bahwa aku cintaimu dan sayangimu
Kanaya mengangguk-anggukkan kepalanya. Suara Radit tidak buruk. Bisa di bilang bagus. Tapi masih lebih bagus suara Dava. Radit menggeser duduknya menjadi di samping Kanaya. Gadis menatap Radit yang juga menatapnya. Tatapannya seolah terkunci oleh tatapan Radit
Aku hanya sorang manusia
Yang tak punya apa selain cinta
Lagi, Radit menatap lekat manik mata Kanaya. Kanaya yang mendapat tatapan itu pun hanya diam mematung.
Cinta itu hanya ku bisa sentuh
Bisa apa?
Ku hanya bisa memelukmu
Di dalam tidur ini
Dan hanya dalam mimpi
Kanaya seperti merasa kalau ini adalah curahan hati Radit tentang dirinya.
Hujan kali ini seiring perasaanku
Hanya untuk mu
Ku hanya bisa mengagumimu
Kan slalu mengagumimu.......
( N Project - Hujan Mengagumimu )
Radit meletakkan gitar lalu menatap Kanaya.
" udah kan? " tanya Radit dengan muka kesal.
Kanaya tidak menjawab. Ia hanya menatap lekat Radit. Kenapa harus seperti ini? Kenapa Radit harus mencintainya? Kanaya dapat melihat ketulusan cinta di mata Radit. Ia merasa beruntung di cintai lelaki seperti Radit. Tapi sekali lagi, hati nya untuk saat masih tepatri nama Dava. Ia tidak tahu apakah nama itu akan terganti atau tidak. Itu karena Kanaya sangat mencintai lelaki brengsek yang tak mau mempercayainya sedikitpun.
" Nay? Elah pake bengong lagi " sungut Radit.
Tanpa di duga, Kanaya memeluknya erat. Sangat erat sampai Radit kesulitan untuk sekedar bernafas.
" thanks banget ya Dit. Lo adalah satu-satunya orang yang percaya sama gue. Bahkan kakak gue aja belum tau soal ini. Lo udah mau hibur gue. Thanks " kata Kanaya lalu melepaskan pelukannya.
Dengan cepat Radit menghirup udara sebanyak mungkin.
" kenceng banget pelukan lo sumpah. Susah nafas gue " dengus Radit.
Kanaya hanya terkekeh pelan. Kemudian terdiam. Ia lalu menatap lembut Radit. Radit yang di tatap seperti itu hanya menaikkan alisnya satu. Oke. Radit memang mencintai Kanaya tapi bukan berarti ketika ia di tatap seperti itu oleh Kanaya ia akan menjadi histeris dan baper. Big no! Radit bukan lelaki seperti itu.
" makasih untuk cinta lo ke gue. Gue beruntung banget bisa dapetin cinta dari orang yang tulus kayak lo. Tapi... " Kanaya menggantungkan kalimatnya.
" cinta lo cuma buat Dava. Iya kan? Gue ga pernah minta balesan buat lo cinta balik ke gue kok Nay. Gue cuma minta lo izinin gue buat jatuh cinta sama lo setiap hari. Dengan itu gue udah bahagia banget " kata Radit tersenyum tenang.
Kanaya tersenyum tipis. Betapa beruntungnya orang yang nanti mendapat cinta nya Radit.
* * *
Suara kicauan burung membangunkan seorang lelaki yang tengah tertidur di sofa. Ia mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya matahari yang menerobos masuk. Ia menguap sebentar. Badan terasa pegal mengingat ia tidur sambil duduk.
Ia baru ingat, semalam ia dan Kanaya begadang nonton film horor. Jangan tanya kenapa Kanaya tidak pulang ke rumah. Ia bilang, ia ingin di sini. Jadilah mereka akhirnya tertidur di sofa.
Teringat Kanaya, Radit langsung mengalihkan pandangannya ke arah gadis yang tengah tertidur bersandar di pundaknya. Ia menatap dalam gadis itu. Beruntung jika ia bisa memiliki jiwa dan raganya. Radit berniat ingin membenarkan posisi kepala Kanaya yang hendak terlepas dari pundaknya. Namun ia terkejut dengan suhu badan Kanaya yang panas. Ia segera menggendong tubuh Kanaya menuju kamarnya lalu ia menyelimuti Kanaya.
Lalu ia berlari ke dapur mengambil air di baskom kecil beserta handuk kecil untuk mengompres Kanaya. Ia berharap suhu badan gadis itu turun.
Radit melirik jam yang ada di atas nakasnya. Pukul 07.00 WIB. Ia bisa saja berangkat sekolah, namun ia tak tega meninggalkan Kanaya yang tengah sakit ini.
Ia pun duduk di tepi ranjang. Ia meraih tangan Kanaya dan meletakannya ke dalam genggaman.
" lo ga perlu khawatir Nay. Gue ada di sini. Gue akan selalu ada buat lo. Lo harus inget itu " ucap Radit kemudian mengecup lembut tangan Kanaya.
--------------------
Salam Author Manis:*
Share this novel