Twin..
Sonia tidak terpikir sama sekali kalau Night mempunyai kembaran. Masa iya mamanya yang sekaligus adik dari Ben tidak tahu apa-apa. Impossible! Aku harus memastikannya! batin Sonia sambil mengecek ponselnya. Ia menunggu balasan pesan yang tadi ia kirim untuk seseorang. Dan ternyata belum ada balasan dari orang tersebut.
Karena terkejut mendengar kata twin dari mulut Jayden, Night melepas tangannya yang masih memegang lengan Jane. "Kembar? Kau bilang aku dan kau kembar?" tanyanya.
Jayden hanya tersenyum datar.
Lanjut Night masih terperangah, "Bagaimana mungkin kita kembar? Mamaku tidak pernah mengatakan apa-apa padaku kalau aku mempunyai saudara kembar." Night baru teringat dengan keberadaaan Carol. "Carol!" panggilnya.
"Ya, Tuan Night," jawab Carol.
"Bisa jelaskan padaku, apa maksud dari perkataannya?!" perintah Night masih dengan menatap Jayden. Memang penyataan kembar lebih masuk akal daripada dibilang operasi plastik karena Jayden datang dengan Carol. Carol pasti bisa membuktikan sesuatu, pikir Night. Kecuali Jayden datang sendiri. Mungkin kalau itu yang terjadi, Night pasti tidak akan percaya dan malah menganggap Jayden sebagai penipu, seperti yang Sonia utarakan.
Sementara mereka sibuk dengan mengungkapkan kebenaran, di sisi lain dari lelaki yang sudah menolong Lizzie, lebih memilih berbincang dengan Lizzie. "Zie, kau tidak apa-apa kan?" tanyanya dengan suara pelan.
Lizzie menoleh. "Ya, Kak Juna. Thanks sudah menolongku, Kak," jawab Lizzie dengan wajah merona. Ia tidak menyangka kalau Juna akan datang ke acara reuni ini dan menolongnya. Ia pikir Juna sudah pergi lagi setelah tadi pagi bertemu dengannya.
Juna tersenyum, tapi ia langsung menarik senyumannya dengan cepat sambil bertanya, "Sebenarnya ini ada apa? Kenapa wanita itu menjahatimu dan Jane?"
"Jane dan Sonia adalah musuh bebuyutan dari masih sekolah. Entah kenapa Sonia selalu ingin menang dari Jane. Kalau aku sih hanya kena efeknya dari pertengkaran mereka berdua," jawab Lizzie sambil menghela nafas kasar.
Juna mendengarkan sambil berpikir. "Hemm.., jadi begitu. Sebenarnya mereka cocok untuk berteman. Namun, mungkin Sonia mengalami sesuatu dengan Jane sehingga membuatnya menjadi wanita yang tidak mau kalah dari siapapun."
"Cocok?" Lizzie mendengus sambil mengernyit heran. "Cocok darimananya, Kak?" sahutnya yang tidak terima akan perkataan Juna. Lizzie sampai berpikir keras hanya untuk mengartikan kata cocok yang terlontar dari mulut Juna.
Back to Night..
"Maaf, Tuan, lebih baik anda menanyakan langsung pada Nyonya. Saya tidak berhak menceritakan apapun tanpa perintah darinya," jawab Carol atas pertanyaan Night tadi.
"She's right," timpa Jayden menyambung ucapan Carol dan melepaskan tangannya dari lengan Jane.
"Baik kalau begitu, aku akan memastikan ini semua pada mama." Night mengeluarkan ponselnya hendak menghubungi Kelly. Tapi, saat ia sedang mencari kontak nama Kelly, suara dari MC pun terdengar. Akhirnya Night menunda untuk menelpon mamanya.
"Ladies and Gentleman, selamat malam dan selamat datang kepada para alumni Centennial High School. Terima kasih untuk kehadirannya semua. Undangan ini dibuat untuk memanggil semua para alumni sekolah ini dalam rangka mengenang masa-masa sekolah kalian dulu. Dan tujuan utama acara ini digelar adalah untuk merayakan ulang tahun pemilik dari sekolah ini. Saya persilahkan kepada Mr. Sylvester Constantine untuk maju ke panggung bersama cucunya, Aluna Constantine."
Suara tepuk tangan pun menggelegar ruangan.
Sylvester pun naik ke atas panggung bersama cucu perempuannya. Setelah tiba di atas panggung, ia memberikan kata-kata sambutan membuat semua mata yang tadinya tertuju pada kejadian tak terduga, sekarang beralih ke arah panggung untuk mendengarkan pidato dari pemilik sekolah.
Kata sambutan dan pidato berlangsung kurang lebih dua puluh menit. Setelah itu, Sylverster menyuruh para undangan menikmati acara-acara yang sudah disiapkan oleh panitia sambil menyantap makanan dan minuman ringan yang sudah tersedia di meja-meja.
Jane maju mendekat ke Sonia yang sedang menatap ke arah panggung. Ia berdiri di samping Sonia, lalu berseru padanya, "Akuilah kalau aku yang menang kali ini, Sonia! Aku sudah membawa pasangan, dan pasanganku setara dengan Night. Sahabatku juga membawa pasangan."
Sonia menoleh ke arah Lizzie yang tengah berbincang dengan seorang lelaki tampan yang tak dikenalnya. "Masih belum. Kupastikan dulu kalau lelaki penipu itu benar adalah kembaran dari Night."
Jane memutar bola matanya malas. Ia tidak menyahuti Sonia lagi dan memilih kembali ke tempatnya berada, yakni di samping Jayden dan Lizzie.
"Jane," panggil Jayden.
Jane menoleh. "Ya."
"Kita belum berkenalan." Jayden mengulurkan tangannya ke Jane. "Jayden Courtney," sebutnya tanpa basa basi lagi.
Jane menyambut uluran tangan Jayden. "Jane Collins. Aku harus berterima kasih pada mamamu karena memberikanku hadiah yang perfect," ucapnya dengan tersenyum.
"Akan ku sampaikan nanti," sahut Jayden dengan berbalas senyuman juga.
"Oh ya, kenapa tidak memakai nama belakang Anderson?" tanya Jane bingung.
"Courtney adalah nama belakang mamaku. Kelly Courtney. Aku tidak memakai nama Anderson karena mama melarangku. Aku adalah anaknya yang tidak boleh diketahui oleh Ben. Tapi itu dulu, dan sekarang ku yakin dia akan segera tahu," jawab Jayden.
"Kenapa Ben tidak boleh tahu?"
Jayden mengedikkan bahu. "Entahlah. Aku hanya mematuhi perintah mamaku."
"Walau harus terpisah dengan saudara kembarmu?" timpa Jane dengan pertanyaan lagi.
"Kata Mama, kami dipisahkan sejak lahir karena suatu alasan. Aku tidak menanyakan lebih lanjut karena kupikir Mama pasti mempunyai alasan untuk itu. Dan aku tidak memaksanya untuk menceritakan kepadaku kalau dia belum siap," jawab Jayden lagi.
"Oh. I see."
Perkenalan dan perbincangan tersebut didengar oleh Night sambil melirik ke arah Jane yang berdiri tidak jauh darinya.
Cemburu? Tidak! Night menepis jauh-jauh rasa itu. Ia hanya penasaran saja dengan apa yang mereka bicarakan.
"Jadi, siapa yang akan kau pilih, Jane? Aku atau Hayden?" tanya Jayden.
Night melebarkan telinganya untuk mendengar jawaban dari Jane atas pertanyaan yang terlontar dari Jayden.
"Haruskah aku memilih?" Jane sendiri bingung dengan jawabannya.
"Tentu saja."
"Kalau begitu aku tidak akan pilih siapa-siapa," jawab Jane dengan nada tegas.
"Kok begitu? Kenapa?" Alis Jayden menyatu karena kecewa.
"Aku tidak mau kalian berdua bertengkar hanya karena memperebutkan diriku," jawab Jane dengan PeDe.
Jayden terkekeh, lalu disambung dengan tertawa terbahak-bahak dan Jane hanya menatapnya bingung. "Jawabanmu mengingatkan aku dengan dia," ujarnya.
"Dia?" Jane makin tidak mengerti dengan arah pembicaraan Jayden.
Jayden memajukan wajahnya dan berbisik ke Jane. "Ra.ha.si.a."
Cup!
Jayden mengecup pipi Jane setelah berbisik ke telinganya, membuat Jane langsung menoleh dan menatap lekat mata Jayden yang begitu dekat dengan wajahnya.
Night mengepal kedua tangannya melihat kejadian itu.
"Kalau cemburu katakan saja, Kak. Jangan dipendam," lontar Denzel menyeletuk sambil tersenyum jahil.
"Aku tidak cemburu!" tepis Night. Night pun memutuskan untuk menghampiri Jane. Sampai di hadapan Jane, ia mengeluarkan deheman keras untuk membuyarkan Jane yang masih memberikan pandangannya ke Jayden. "EHEM..!"
Jane dan Jayden terkejut dan menoleh bersamaan ke Night.
Melihat Night, Jane langsung menjauhkan wajahnya dengan cepat dan meneguk saliva-nya untuk membasahi kerongkongannya yang kering akibat perasaan kikuk.
"Are you jealous, Hayden?" tanya Jayden.
"My name is Night, not Hayden!" jawab Night ketus. "Dan aku tidak cemburu. Aku ada perlu dengan Jane." Night menoleh ke Jane. "Bisa kita bicara sebentar," pintanya.
Jane mengangguk. "Baiklah." Jane pamit ke Jayden. "Sebentar ya, Jayden."
Jayden pun mengangguk mengijinkan.
Jane dan Night pun berjalan agak menjauh dari mereka semua.
"Mau bicara apa?" tanya Jane.
"Maafkan aku karena tidak membalas pesanmu," jawab Night.
"Tidak apa-apa. Aku mengerti kalau kau lebih memilih Sonia daripada diriku," sahut Jane.
"Bukan begitu, Jane. Aku tidak tahu kalau kita akan bertemu di sini." Night mencoba membela dirinya.
"Sudahlah, Night. Jangan merasa bersalah. Aku juga bukan siapa-siapamu," sahut Jane dengan tersenyum datar.
Back to Jayden...
"Jadi sekarang kau diacuhkan oleh Jane?" ejek Sonia sambil menghampiri Jayden. "Jane lebih memilih Night, ya?"
"Bukan urusanmu! Pergilah, aku tidak mau melihatmu!" usir Jayden dengan menggerakkan tangannya. "Hush, hush!"
Damn it! Sonia mengumpat dalam hatinya.
"Maaf, Night, aku tidak bisa meninggalkan pasanganku lama-lama," tukas Jane, kemudian berpamitan. Ia pergi meninggalkan Night begitu saja.
Night menatap kepergian Jane dengan tatapan sendu. Secara tidak langsung Jane telah menetapkan pilihan ke Jayden dan bukan dirinya. Entah kenapa itu membuat Night menjadi geram. Shit!!
Saat Jane sedang berjalan balik ke arah Jayden, ia tengah melewati Sonia.
Melihat Jane berjalan ke arahnya, buru-buru Sonia memberi kode kepada Emma yang berdiri di sebrangnya. Sonia berencana menjahili Jane. Dengan senyum jahil dan licik, ia berniat mempermalukan Jane dengan membuatnya terjatuh ketika berjalan. Kaki Emma dan Sonia di majukan sedikit ke depan membuat Jane tersandung dan tubuhnya hampir mendarat ke lantai.
"Aaarrgh...!" pekik Jane yang pasrah akan tubuhnya sebentar lagi mengenai lantai. Jane memejamkan kedua matanya saat ia hampir tersungkur.
Tiga detik berlalu, tapi Jane tidak merasakan sakit di tubuhnya. Ia membuka matanya dan ternyata ia jatuh di sebuah tangan kokoh. Jane merasa tubuh bagian pinggangnya dirangkul oleh seseorang. Ia pun menoleh ke sampingnya. Dan lagi-lagi Jayden menolongnya. Kini dirinya dan Jayden kembali saling menebar pandangan dengan intens.
Sonia dan Emma merasa gusar karena gagal lagi untuk menjahili Jane. Dan menurut Sonia, Jane selalu sangat beruntung. Maka dari itu, ia selalu ingin menang dari Jane bagaimana pun caranya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Jayden masih merangkul tubuh Jane.
"Ya. Thanks, Jayden." Jane mengangkat tubuhnya, lalu ia merapikan dirinya.
Tidak terima Jane dikerjai, Jayden hendak memberi pelajaran ke Sonia. Saat Jayden maju melangkah, tiba-tiba Jane menahan tangannya dengan memegangnya, membuat Jayden menoleh ke arahnya.
Jane menggeleng kepalanya pelan memberi tanda ke Jayden bahwa dia tidak boleh membuat keributan dengan seorang wanita, karena yang akan membalasnya adalah dirinya sendiri. Jayden pun memenuhi keinginan Jane.
Jane menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan. Amarah yang sudah meluap-luap, Jane salurkan dengan mengepal kedua tangannya. Ia memutar tubuhnya berbalik dan siap berjalan ke arah Sonia yang sedang bersedekap sambil cekikikan dengan teman wanita geng-nya.
Plakk!!!
Jane melayangkan tamparan keras ke wajah Sonia hingga memerah.
Sonia pun terkejut begitu juga dengan teman-temannya yang sedang bersamanya.
Night beserta yang lain kembali melihat kericuhan yang akan terjadi lagi. Lizzie dan Juna juga sudah memperhatikan Sonia sejak Jane hampir dicelakai Sonia.
Sonia memegang pipinya yang terkena tamparan. Ia menatap sinis Jane sambil mengumpat kasar. "Brengsek!! Beraninya kau menampar wajahku, B*tch!!" Sonia tidak terima atas perlakuan Jane. Akhirnya ia menjambak rambut Jane dengan keras.
Jane tentu tidak diam saja. Ia pun
langsung membalas dengan menjambak balik rambut Sonia.
Akhirnya perkelahian mereka berdua ditonton oleh ratusan mata yang berada tidak jauh dari mereka berkelahi.
Tiba-tiba datang seorang wanita mendekati mereka semua. "Ada apa ini?" selidik wanita bergaun silver panjang.
Semuanya menoleh ke arah suara berasal, begitupun dengan Jane dan Sonia yang masih saling menjambak rambut.
"Aluna?" sebut Sonia dan Jane bersamaan.
Aluna berdecak kesal melihat Jane dan Sonia yang masih saja berkelakuan seperti anjing dan kucing. "Kalian pasti bertengkar lagi, kan?" tanya Aluna, anak dari kepala sekolah sekaligus cucu dari Sylvester Constantine.
Jane dan Sonia langsung melepaskan diri dan saling merapikan diri mereka masing-masing.
"Maaf, Luna, tapi ini semua bermula dari Jane. Dia telah menampar diriku," bela Sonia terhadap dirinya dan dibantu diyakinkan oleh teman-temannya.
"Benar itu! Jane-lah yang memulainya," ujar Emma.
Jane mendengus kesal mendengar dirinya disalahkan.
Lizzie pun dengan cepat menghampiri Jane untuk membelanya. "Bohong, Lun." Lizzie menunjuk ke arah Sonia dan teman-temannya. "Mereka semua yang memulainya. Dari dulu kan kau sudah tahu kalau Jane tidak akan membuat keributan jika Sonia tidak memancingnya."
"Eh, kuper!" bentak Sonia menyela. "Jangan ikut-ikutan ya!" gertaknya gusar.
"Shut up, kalian semua!" sembur Aluna. "Kalian semua sudah mengganggu acara reuni malam ini. Besok kalian semua akan dapat surat penangkapan dariku. Akan ku cebloskan kalian semua ke penjara."
"Ya ampun, Lun. Kami janji tidak akan ribut lagi," rajuk Lucy.
Emma menyambung, "Ya, Lun. Lusa kemarin kami baru keluar dari penjara karena menabrak mobil dalam keadaan mabuk," ujarnya.
"Itu urusanmu, bukan urusanku!" sahut Aluna tegas.
Dari jauh, sebuah tatapan kagum dilayangkan untuk Aluna. Seorang lelaki yang terpesona dengan penampilan Aluna. Aku harus berkenalan dengannya!
"Berani kau tangkap aku, Lun, kau akan berurusan dengan kakakku. Jangan karena kau adalah seorang anggota kepolisian, aku jadi takut padamu! Kau adalah bawahan dari kakakku. Kau pun cukup tahu kekuasaan apa yang kakakku miliki," gertak Sonia yang tidak ada rasa takut. "Aku juga punya kenalan seorang polisi di sini. Dan aku yakin dia akan membelaku jika kuperintahkan."
Semoga bukan aku orangnya. Malas banget ngebelain tuh wanita sihir! batin seorang lelaki yang merasa dirinya adalah seorang polisi.
Aluna tertawa mendengar gertakan dari Sonia. "Dari dulu kau memang tidak berubah, Sonia. Kekuasaan membutakan matamu dan sikapmu jadi semakin angkuh. Ingat, Sonia, kau akan kena getahnya setelah ini karena bukan hanya kau saja yang mempunyai kekuasaan di kota ini. Oh ya, kau juga jangan lupa, bagi seorang polisi, kesalahan tetaplah kesalahan. Kau sudah berani mengancam seorang polisi dan itu merupakan sebuah tindak kejahatan. Dan akan ku masukkan dalam laporanku besok untuk menangkapmu. Ingat itu!" gertak balik Aluna. Karena ia malas meladeni Sonia lagi, ia pun pergi menjauh.
Sonia pun mengumpat dalam hatinya. Sepertinya ia harus meminta pertolongan kakaknya lagi.
Sambil berjalan menjauh, Aluna meneriakkan kepada tamu undangan. "BUBAR DAN JANGAN HIRAUKAN MEREKA! LANJUTKAN MAKAN KALIAN!" Dan teriakan Aluna akhirnya membuat orang-orang kembali dengan kegiatannya masing-masing.
"Awas kau besok di kampus! Aku tidak akan berhenti untuk membuatmu tersiksa!" ancam Sonia sembari menatap Jane dengan tajam.
"Sesuka hatimu, Sonia!" sahut Jane santai. Jane juga mengajak Lizzie dan Juna pergi menjauh untuk mencari makanan.
Di saat semua pada menyantap makanan, Carol maju dan mendekat ke Jayden. Ia berkata pelan ke samping wajah Jayden. "Tuan Muda, saatnya kita pergi. Tuan Besar sudah tiba di gedung ini. Nyonya menyuruhku untuk membawamu pulang sekarang."
"Baiklah. Sepertinya tugasku sudah selesai. Tapi aku harus pamit dengan Jane dulu. Nanti dia malah mencariku."
"Tidak perlu, Tuan Muda." Carol kembali berbisik ke Jayden. Dan saat berbisik, garis lengkung melebar terukir jelas di bibir Jayden. Selesai diberikan informasi oleh Carol, Jayden maju menghampiri Sonia disusul Carol di belakangnya.
"Sepertinya yang kau tunggu sudah datang sekarang. Tapi sayang, aku harus pergi sekarang karena tugasku sudah selesai. Selamat menginvestigasi diriku dengannya," ujar Jayden sambil tertawa mengejek sebelum ia melanjutkan ucapannya lagi. "Ah ya, kalau kau berani menyentuh sehelai rambut Jane, akan kupastikan kau dan keluargamu akan ditendang jauh-jauh dari kota ini karena penggelapan dana Papamu yang sudah mencapai satu triliun itu!" Jayden semakin mendekatkan wajahnya di samping wajah Sonia. "Kau tahukan kalau Ben tidak suka dengan yang namanya korupsi? Terakhir yang ku dengar, pegawai dia yang melakukan korupsi dibuntungin tangannya dan dikasih makan ke singa peliharaannya."
Sonia langsung terdiam dan mematung mendengar cerita dari Jayden yang menyeramkan itu. Bagaimana dia bisa tahu semuanya?
Jayden pergi dengan tertawa terbahak-bahak. Dalam hatinya, ia merasa senang karena telah memberi pelajaran kepada Sonia dengan cerita karangannya itu. Pegawainya yang terlibat korupsi memang benar, tapi dia adalah seorang perempuan. Dan mana mungkin Ben tega dengan seorang perempuan, kalau dia sendiri mempunyai delapan istri. Tapi biarlah, semoga saja Sonia kapok dan tidak mencoba menyakiti Jane lagi.
Sonia memang mengetahui dari orangtuanya kalau kemarin ini Ben memecat pegawainya karena terlibat korupsi. Tapi hanya sampai itu saja. Selebihnya ia tidak tahu lagi kelanjutannya. Kalau benar yang dikatakan Jayden, berarti dia punya hubungan dekat dengan Paman Ben. Berarti benar dong, kalau dia adalah anaknya Paman Ben? Sonia pun mulai mengeluarkan keringat dingin. Gawat!
Jayden berjalan melewati Night yang masih menatap dirinya dengan rasa penasaran. Saat berpapasan, Jayden menepuk bahu Night. "Kuberi kau satu kesempatan untuk menjaga Jane. Jika dia dilukai lagi oleh Sonia, Jane akan jadi milikku. Dan satu hal lagi, aku akan mengawasimu dari jauh. Kau tahu kan maksudku, Hayden. Bye!" pamit Jayden.
Night terdiam dan tidak berusaha mencegah kepergian Jayden. Ia cukup tahu maksud perkataannya yang mengatakan akan mengawasinya dari jauh. Carol adalah kuncinya. Night sangat yakin itu maksudnya. Dalam benaknya sekarang, ia mengingatkan ke dirinya sendiri agar besok tidak lupa mencari tahu tentang jati diri Jayden lewat mamanya langsung.
Setelah kepergian Jayden, Denzel menghampiri Night. "Lelaki yang ku maksud di rumah mamamu adalah dia, Kak. Tapi wanita bernama Carol sangat mengejutkan diriku. Keahliannya benar-benar membuatku tercengang. Dia mengunci semua pikiran mengenai Jayden ke semua orang dan termasuk dia sendiri. Aku benar-benar tidak bisa mendapatkan petunjuk apa-apa," keluhnya.
"Kan sudah kubilang, aku akan membuatmu tidak berkutik di hadapan seorang wanita. Dan terbukti, kan?" Night tersenyum jahil, lalu memutar tubuhnya sambil menepuk bahu Denzel. "Hati-hati, kau bisa tertarik padanya."
Denzel mendengus sebal. " Itu tidak akan terjadi!" tepisnya.
Beberapa menit kemudian...
Suara keributan terjadi lagi, tapi kali ini datang dari arah pintu yang terbuka lebar. Dan beberapa pengawal sudah membentangkan tangannya untuk memberi jalan majikannya.
"Mana, Sonia?" tanya Ben yang sudah hadir karena pesan yang dikirimkan oleh Sonia tadi.
"Papa?" Night terkejut melihat kedatangan papanya ke acara ini. "Kenapa Papa bisa ke sini?"
Ben tidak menjawab pertanyaan dari Night, melainkan bertanya balik. "Apa benar kau melihat kembaranmu, Night?"
"Benar, Pa. Namanya Jayden Courtney," jawab Night.
"Berarti benar. Ternyata selama ini mamamu telah menyembunyikannya dari Papa. Ternyata Kelly berhasil menyelamatkan nyawa kembaranmu," ujar Ben yang masih tidak percaya.
"Tapi, untuk apa Mama menyembunyikan dariku dan Papa?" tanya Night bingung.
"Ku rasa untuk balas dendam kepada Papa," jawab Ben sambil menghela nafas.
Balas dendam?? Night diam tidak menjawab karena ia tidak mengerti apa maksud perkataan papanya.
"Uncle!" panggil Sonia kegirangan karena melihat Ben akhirnya datang. Orang yang tadi ia kirim pesan adalah Ben. Ia pun langsung memeluk Ben.
Ben menyambut pelukan dari keponakannya dengan senyuman. "Kamu tambah cantik saja, Sonia," pujinya.
"Ah Uncle bisa saja," sahut Sonia.
Jane dan Lizzie mencoba mendekat ke arah Sonia untuk melihat situasi yang sedang terjadi.
"Lho, dia kan?" Jane teringat akan sesuatu.
"Kau mengenal pria paruh baya itu, Jane?" tanya Lizzie.
"Ya. Dia pernah menolongku saat aku sedang berbelanja dan lupa membawa dompet." Jane tersenyum miring. "Jadi benar dia adalah Benjamin Anderson. Pantas saja dua puluh juta bukan apa-apa baginya," gumamnya membuat Lizzie mengernyitkan dahinya karena tidak mengerti.
"Uncle, masa tadi ada lelaki yang mengaku-ngaku kembaran Night. Sonia kesal! Mana mungkin kan dia adalah kembaran Night? Kalau benar, masa iya Uncle tidak mengetahuinya. Benarkan, Uncle?" adu Sonia dengan nada merajuk manja.
"Tapi itu memang benar, Sonia. Night memang mempunyai saudara kembar," tukas Ben.
Sonia terdiam sesaat karena syok. Ia melepaskan pelukannya dan menatap Ben penuh selidik. "Jadi maksud Uncle, Night benar-benar mempunyai saudara kembar?" tanyanya memastikan.
"Ya. Tetapi yang Uncle tahu, dia meninggal karena tidak bisa di selamatkan," jawab Ben.
Sonia mematung. Gawat! Jadi benar kalau lelaki itu adalah saudara kembar Night?!
Di sisi lain, Jane mengukir senyuman di bibir merahnya karena mendengar perkataan Ben. Ya tentu saja senyuman penuh kemenangan.
....
TBC
Share this novel