24. About Jayden

Romance Series 18623

Karena berniat mencairkan suasana mencekam tersebut, Denzel memberanikan diri untuk melerai mereka berdua. Ia memegang bahu Night dan Jayden untuk dipisahkan. "Sudah, sudah, Kak! Aduh, aku jadi merasa tidak enak kalian meributkan diriku ini," katanya. Tapi bukannya mencairkan suasana, malah membuat suasana semakin panas karena Night dan Jayden langsung menoleh padanya sembari menyahutinya dengan serempak.

"SHUT UP!"

Denzel terhentak sambil mencibir. "Hey, hey, kenapa kalian jadi melotot kepadaku?" Denzel mendengus protes. "Lebih baik aku pergi saja dari sini." Denzel melambaikan tangan perpisahan ke Night ataupun ke Jayden. "Bye, Kak!" Denzel melesat pergi dengan cepat menuju ke arah mobilnya, sebelum Night sadar dan ingat untuk memberikan dirinya pelajaran.

Night dan Jayden kembali melayangkan tatapan tajam. Tidak ada yang mau mengalah sampai suara lembut membuyarkan aksi tatapan mereka.
"Nightkah yang datang?" tanya Kelly sambil berjalan dituntun Carol ke luar pintu.

Night menoleh ke mamanya. Jayden pun diacuhkannya langsung karena Night melesat menghampiri sang mama, lalu bertukar posisi dengan Carol untuk menuntun mamanya berjalan. "Ayo kita bicara di dalam, Ma. Night ingin menanyakan sesuatu ke Mama."

Kelly dan Night berjalan masuk ke dalam dan meninggalkan Jayden di luar pintu bersama Carol.

"Tuan Muda tidak masuk?" tanya Carol.

"Tidak. Kau masuklah duluan. Aku ingin menenangkan diri sejenak."

"Baiklah kalau begitu, Tuan Muda." Carol pun menyusul Night dan Kelly masuk.

Sesampainya di ruang keluarga, Night membantu Kelly untuk duduk di sofa, setelah itu ia duduk di samping Kelly.

"Ma, bisakah sekarang Mama ceritakan ke Night. Kenapa selama ini Mama menyembunyikan Jayden ke Night?" pinta Night.

"Night, bisa tidak kamu jangan menanyakan hal itu ke Mama sekarang? Mama belum siap untuk menceritakan apa-apa padamu sekarang. Mama tidak mau nantinya kamu akan membenci dia setelah mendengar cerita Mama."

"Membenci dia? Membenci siapa, Ma? Night tidak mengerti."

Kelly mengingat kejadian dulu sampai ia tidak sadar telah mengeluarkan cairan bening yang menumpuk di pelupuk matanya. Dan hal itu membuat Night makin tidak mengerti kenapa mamanya tiba-tiba menangis.

Jayden yang sedang berjalan masuk ke dalam, tidak sengaja melihat Kelly menangis. "Damn it!" umpatnya geram. Cepat-cepat ia berlari menuju ke arah Night duduk. Tangan Jayden langsung meraih kerah baju Night dan mencengkramnya dengan kasar. "Beraninya kau membuat mamaku menangis, Hayden!" gertaknya dengan amarah yang meradang.

"Fucking shit! Kau lupa kalau dia juga mamaku, Jay!" gertak Night balik dengan umpatan sambil mengepal kedua tangannya.

"Jayden, stop it!" lerai sang Mama.

"Tuan Muda, Tuan Night, hentikan!" seru Carol yang ikut terkejut melihat Jayden yang hampir bisa menyerang Night secara brutal.

Jayden melepaskan cengkraman baju Night, lalu merapikannya dengan tangannya. "Nantikan saja kalau tangan ini akan mendarat pada wajahmu, Hayden."

"Aku menantikannya," sahut Night tidak mau kalah.

"Ada apa ini?" celetuk seseorang yang baru datang.

Jayden dan Night menoleh bersamaan.

"Papa..?!" seru Night terkesiap.

Ben? batin Kelly ikutan terkejut. Carol tidak bilang dia akan datang.

"Tidak hanya Night, aku juga mau tahu tentang kebenaran ini. Kenapa kau menyembunyikan Jayden dariku, Sayang?" tanya Ben.

"Kau tidak perlu tahu!" Kelly beranjak dari duduknya. "Carol, antar aku ke kamar!" perintah Kelly.

"Baik, Nyonya." Carol langsung berjalan menghampiri Kelly untuk menuntunnya berjalan.

Sampai di hadapan Ben, Ben mencekal lengan Kelly untuk menahannya pergi. Ben tahu, Kelly hanya ingin menghindarinya. "Jangan pergi dulu. Kita belum selesai bicara."

Kelly menepis tangan Ben dengan kasar. "Tidak ada yang perlu kujelaskan ataupun ku ceritakan di sini!"

"Kau tidak bisa menyimpan ini semua selamanya. Aku dan anakmu, Night, berhak tahu kebenarannya."

"Kebenaran katamu?" Kelly menoleh ke arah suara. "Bukankah kau sudah tahu kebenarannya dari dulu bahwa kau sendiri yang ingin melenyapkan Jayden? Jadi buat apa aku menunjukkan dia kepadamu?" papar Kelly membuat Ben dan Night terkejut.

"Maksudnya apa, Ma?" tanya Night semakin bingung.

"Tanyakan saja pada Papamu!" jawab Kelly dengan perasaan gusar karena mengingat kembali luka lamanya. Sebersit ingatan terputar di benaknya begitupun dengan Ben.

(Di ruang persalinan)

Saat ini, Ben sedang menemani Kelly melahirkan di ruang persalinan. Dan setengah jam kemudian, suara bayi yang lahir pun terdengar di telinga Kelly dan Ben. Tetapi satu menit kemudian, terjadi komplikasi di tubuh Kelly akibat penyakit yang dideritanya. Ditambah lagi Kelly yang habis mengeluarkan anak pertama dengan normal, hal itu memicu penyakit tersebut.

"Maaf, sikembar yang masih berada di perut Nyonya tidak akan selamat kalau dipaksa kukeluarkan. Karena dampaknya akan sangat fatal bagi tubuh Nyonya Kelly."

"Maksudnya, Dok?" tanya Ben dengan nada panik dan khawatir.

"Anda harus memilih antara Ibu atau anaknya untuk diselamatkan? Tapi aku tidak menjamin apakah penyakit Nyonya Kelly akan menular ke anak yang kedua ini," jawab Dokter dengan memberi pilihan tersulit bagi Ben dan Kelly.

"Selamatkan anakku saja, Dok," celetuk Kelly tiba-tiba.

Ben menoleh. Ia memegang bahu Kelly. "Honey, aku tidak mau kehilanganmu. Please, jangan buat diriku menjadi gila. Kau sudah melahirkan satu anak, bagiku itu sudah cukup. Lebih baik yang satu lagi kita relakan saja."

"Tidak! Aku tidak mau membunuh anakku, Ben. Lagipula waktuku juga sudah tidak lama lagi," pinta Kelly sambil menangis meraung memohon ke Ben.

"Tidak. Kau pasti sembuh. Aku bisa menjaminnya. Percayalah padaku, Sayang."

Dan tanpa mendengar permohonan Kelly lagi, sambil air mata membasahi wajahnya, Ben langsung menoleh ke dokter sambil berkata, "Buang anak itu kalau memang dia menjadi penyebab istriku akan kehilangan nyawanya!" perintah Ben terpaksa.

"Tidak, Ben! Please, jangan bunuh anakku yang ini!" Kelly memegang tangan Ben dengan mohon-mohon. "Dia tidak bersalah. Aku ikhlas kalau harus menukar nyawaku demi kelahiran anakku ini dengan selamat," lanjut Kelly.

"Apa katamu?" Ben melebarkan matanya. "Jadi aku harus merelakan kau menukar nyawamu dengan anak ini? Itu tidak akan terjadi, Kelly." Ben berdalih kembali ke dokter yang menangani Kelly lahiran. "Buang anak itu dan selamatkan istriku!" perintah Ben.

Dokter pun mengangguk. "Baik, Tuan, kalau itu sudah menjadi keputusan Tuan."

"Jadi maksudmu, kalian berdua selamat pada waktu itu?" tanya Ben memastikan.

"Ya, dokter berhasil menyelamatkan nyawaku beserta anakku, walaupun dengan operasi yang memakan waktu lama dan setelah itu, aku menyuruhnya untuk merahasiakan hal ini kepadamu!" jawab Kelly.

"Tapi kenapa kau lakukan itu padaku, Kelly? Aku melakukan itu semua karena aku sangat mencintaimu dan tidak mau kehilanganmu!" sahut Ben.

"Persetan dengan cintamu! Aku membencimu, Ben! Bahkan sangat membencimu semenjak kau mengkhianatiku dengan menikahi tujuh wanita sekaligus seminggu sebelum aku melahirkan Night."

"Maaf saya lancang, Nyonya Kelly," selak Dave tiba-tiba. "Ada alasan tertentu mengapa Tuan berbuat seperti itu."

"Alasan? Alasan apa, heh?" sembur Kelly gusar.

"Itu karena Tuan...,"

"Berhenti, Dave." Ben mengangkat satu tangannya untuk menghentikan Dave berbicara lebih jauh lagi.

Carol menatap Ben dan Dave untuk mencari tahu kebenarannya. Selama ini ia tidak berani melihat ataupun membaca pikiran Tuan Besarnya karena takut dibilang lancang. Tapi sekarang ia begitu penasaran dan memutuskan untuk melihatnya. Setetes air mata Carol teurai turun ke wajahnya.

Terakhir kali Carol meneteskan air mata saat ia diusir oleh orang tua kandungnya sejak beberapa tahun silam. Dan sekarang, ia menangis kembali karena penglihatan yang ia dapat dari Ben. Ia tidak menyangka ada alasan tertentu dibalik pengkhianatan Ben pada Nyonyanya. Ternyata semua ini hanyalah kesalahpahaman Nyonya terhadap Tuan Besar. Apa aku harus memberitahukan ke Nyonya?

"Kau sudah tahukan alasan Mama menyembunyikan diriku?" ucap Jayden ke Night.

Night diam tidak menjawab sesaat. "Tapi ini salah. Tidak seharusnya Mama menyembunyikan kau dari kami," paparnya.

Kelly terhentak. "Kamu membela Papamu, Night? Kamu seharusnya membencinya dan membela Mama. Dia telah mengkhianati Mama, dan juga secara tidak langsung membunuh kembaranmu," protes Kelly. Tidak terduga, anak kesayangannya malah membela Ben dan bukan dirinya.

"Ma, bukan maksud Night begitu. Night tidak membela siapa-siapa. Di sini Mama dan Papa ada salahnya."

"Sudahlah, Night, kamu tidak akan mengerti perasaan Mama. Kamu tidak pernah dikhianati oleh orang yang kamu cintai. Dan pesan Mama, jagalah Jane dengan baik. Kalau tidak, Mama akan menyuruh kembaranmu untuk merebutnya dari tanganmu!"

"Ma..!" panggil Night, tapi diacuhkan oleh Kelly yang sudah berjalan menuju kamarnya bersama dengan Carol. Sekali lagi Night memanggil Kelly sambil menyusulnya, tapi jalannya dihadang oleh tubuh Jayden.

"Biarkan Mamaku sendiri," ujar jayden.

"DIA JUGA MAMAKU!!" hardik Night kesal bercampur frustasi. Ia mencoba terus agar bisa menyusul mamanya, tapi tubuh Jayden tetap menghalanginya. "KAU PIKIR AKU TIDAK MENYAYANGI MAMAKU? MINGGIR!" sembur Night dengan amarah yang sudah di ubun-ubun dan siap meledak kapan saja. Selama ini ia tidak pernah marah kepada siapapun.

"Kalau aku tidak mau?" pancing Jayden menyulut emosi Night yang semakin meradang.

"Brengsek!!" Night sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Amarahnya sudah diambang batas kesabarannya. Ia pun refleks melayangkan pukulan ke Jayden. "Aku tidak memandang kau sebagai kembaranku lagi sekarang!"

Jayden masih tetap berdiri walau terkena pukulan Night. "Hanya segitu saja pukulanmu, Hayden?" Jayden memegang mulutnya yang keluar darah.

"Night, cukup!" perintah Ben sambil memisahkan Night yang hendak memukul Jayden kembali. "Papa tahu kamu marah, tapi jangan pukul kembaranmu. Papa tidak mau anak Papa pada terluka," ucapnya.

Jayden menoleh ke Ben. "Anak katamu? Siapa anak yang kau maksud? Aku bukan anakmu! Aku anak Mamaku!" sulut Jayden.

Tanpa sadar Ben pun melayangkan tamparan keras ke wajah Jayden.

Plak!!

Ben memejamkan matanya. "Maafkan Papa, Jay," desisnya langsung merasa bersalah.

Jayden mendengus kesal. "Sekarang ayah dan anak sama-sama memukulku, heh?"

"Tuan Muda, Nyonya memanggil anda," celetuk Carol yang menghampiri Jayden.

"Awas kalian! Akan kuingat ini semua!" gertak Jayden, lalu pergi menjauh dari hadapan Ben dan Night.

"Lebih baik kita pergi, Night!" ajak Ben dan dijawab Night dengan anggukkan.

Night dan Ben sama-sama berpikir kalau hal ini tidak bisa diselesaikan sekarang.

Sesampainya Night di mobilnya, ia pun masuk ke dalam mobil dan bergegas melajukan mobilnya dengan hati gundah, geram, kesal dan bercampur aduk. Sedangkan Ben yang sedang berjalan, disusul oleh Carol dari belakang.

"Tuan Besar, tunggu!"

Langkah kaki Ben terhenti dan menoleh ke Carol yang sedang mengejarnya.

Sampai di hadapan Ben, Carol terlebih dahulu menarik nafas panjang untuk mengatur nafasnya menjadi normal kembali. "Kenapa Tuan Besar tidak mengatakan kepada Nyonya tentang kebenarannya?" tanyanya setelah nafasnya sudah normal.

Ben tersenyum lembut. "Kebenaran apa yang kau maksud, Carol?"

"Saya tahu Tuan tidak mungkin lupa pada keahlianku ini yang bisa membaca pikiran ataupun melihat masa lalu dan masa depan," jawab Carol.

Ben terkekeh. "Apa tentang pendonor hati Kelly?"

Carol mengangguk.

Ben mengusap kepala Carol seperti seorang ayah mengusap kepala anaknya. "Jangan beritahukan kepada Nyonya sampai akhir. Kamu mengerti?"

"Tapi...,"

"Jaga dia untukku, Carol," pesan Ben dengan senyuman miris. Lalu, Ben masuk ke dalam mobilnya yang sudah dibukakan pintu oleh Dave, orang kepercayaannya.

Carol menatap kepergian Tuan Besarnya dengan tatapan sendu. Pesan terakhir Ben seperti amanat terakhir untuknya.

Kenapa orang-orang di keluarga ini senang akan hidup didasari kesalapahaman? Kenapa mereka tidak saling jujur satu sama lain kalau mereka semua saling menyayangi? Ini tidak benar! Apa aku harus menuruti perintah Tuan Besar tadi dan bersikap pura-pura tidak tahu apa-apa? Ini sungguh membuatku bingung. Apa yang harus kulakukan sekarang? Ditambah ada rahasia terbesar keluarga Anderson yang begitu mengejutkanku.

*****

Dari dalam mobil Ben, Dave menatap majikannya lewat kaca spion tengah. "Apa anda baik-baik saja, Sir?" tanya Dave, orang kepercayaan dari Ben.

"Hampir saja tadi kau keceplosan," jawab Ben dengan nada teguran.

"Maaf, Sir. Saya hanya tidak mau Nyonya salah paham terus terhadap Tuan. Bahkan Ayah saya saja tidak  saya beritahu padahal dia selalu mendesak saya untuk mencari tahu tentang dibalik Tuan menikahi tujuh wanita sekaligus."

Ben terkekeh. "Scott maksudmu? Dia memang selalu ingin tahu kalau sudah menyangkut diriku."
"Dia sangat peduli pada anda, Sir. Makanya dia rela tetap bekerja di usianya yang seharusnya sudah mendekati pensiun, walaupun akhirnya dia lebih memilih bekerja dengan anak Tuan."

"Ya, kau benar. Kau dan dia termasuk orang-orang terpenting dalam hidupku."

"Terima kasih, Sir. Suatu kehormatan bagi saya menjadi bagian yang terpenting dalam hidup Anda."

Ben tersenyum sambil menatap ke kaca sampingnya.

"Habis ini kita jadi check up ke rumah sakit, Sir?"

"Jadi. Setelah itu, kita ke kantor pengacaraku. Aku ada keperluan dengannya," pesan Ben.

"Baik, Sir."

*****

(Kembali ke Jane dan Sonia)

Sonia tertawa mendengar ucapan Jane. "Pacar katamu? Jane, Jane, kau itu tidak mengenal Night. Dia hanya menganggapmu sebuah mainan. Nanti jika dia bosan, kau pasti akan ditinggalkan. Atau kau itu palingan hanya buat pelampiasan sex-nya," ulas Sonia dengan menghibur diri, walaupun dalam hatinya ia sudah merasa gondok dan cepat-cepat ingin memastikan ke Night tentang ucapan Jane.

"Ya terserah, Sonia." Jane maju dan mengambil surat yang dipegang Sonia dengan kasar. "Surat ini?" Jane merobeknya di depan mata Sonia dan juga membuangnya di hadapan wajah Sonia. "Butuh seribu tahun kalau kau ingin menangkapku! Atau kau bisa meminta bantuan kakakmu untuk mencari tahu siapa pemilik dari kantor tempat kakakmu bekerja!" gertaknya sambil tersenyum puas dan berbalik menghampiri Aluna, Lizzie dan Nick. "Ayo pergi!" ajak Jane.

Sonia menghentakkan kakinya dengan kesal. Ia langsung menelepon Night untuk memastikan kebenarannya. Tapi setelah berapa kali dihubungi, Night tidak kunjung mengangkatnya. "Aku mau cabut dulu, guys! Awasi mereka dan laporkan padaku apapun itu!" perintah Sonia sebelum ia pergi.

"Beres, Sonia. Yang penting jangan lupa hadiah untuk kami," sahut Lucy.

"Dasar matre! Nanti ku transfer uang untuk kalian belanja." Sonia pun bergegas pergi meninggalkan teman-temannya yang sudah tersenyum puas.

Di kantin kampus...

"Kita belum berkenalan secara langsung. Namaku Nick Anderson," sebut Nick memperkenalkan dirinya sendiri sambil menjulurkan tangannya ke Jane.

Jane membalas mengulurkan tangannya. "Jane Collins."

Setelah bersalaman, mereka pun mengobrol santai dan masih ditemani oleh Aluna.

"Jadi kelanjutan pekerjaanmu bagaimana?" tanya Jane ke Aluna.

"Tenang. Aku masih bisa mencari pekerjaan lewat temanku, Freddy Keegan. Dia juga seorang polisi sama sepertiku."

"Anak pemilik Keegan Corp?" tanya Nick.

"Ya. Kau mengenalnya?" tanya Aluna.

"Tidak. Tapi siapa yang tidak tahu dengan Keegan Family. Ditambah Freddy yang sangat tampan dan terkenal dikalangan wanita," jawab Nick.

Aluna tertawa. "Kau berlebihan. Tapi kalau sampai terdengar oleh temanku itu bahwa kau memujinya tampan, bisa besar kepala dia. Dan ku yakin dia bisa memberikanmu sebuket bunga atas pujianmu untuknya."

"Hanya bunga?"

"Soalnya kau pria. Mana ada pria yang mau dipuji oleh sesama pria?"

"Dan mana ada hadiah bunga untuk sesama pria juga?" cibir Nick.

Jane dan Lizzie hanya terkikik mendengarnya.

"Bagaimana kalau ku kenalkan pada kakakku yang polisi. Mungkin kau bisa mendapatkan bantuan darinya."

"Siapa nama kakakmu?"

"Javier Anderson. Kalau kau mau, aku bisa menghubunginya sekarang."

"Jangan dulu."

"Atau begini saja, apa nanti malam kau datang saja ke Club? Aku akan bilang ke Kak Javier untuk menemuimu dulu sebelum dia mulai bekerja. Bagaimana?"

"Akan ku pikirkan dulu, Nick. And thanks before."

"Baiklah kalau begitu. Your welcome."

Setelah ucapan akhir Nick, suasana menjadi hening. Nick pun melihat Lizzie yang dari tadi diam tidak mengeluarkan suara. Baru ia akan mengajak Lizzie mengobrol, Jane sudah lebih dulu bersuara.

"Oh ya, Nick, tadi Night meneleponku. Katanya, nanti malam aku harus ke Club Las Vegas. Apa ada acara di sana?" tanya Jane.

Nick menoleh ke Jane. "Lebih baik jangan datang, Kakak Ipar."

Jane mengernyitkan keningnya. "Kenapa?"

Nick menghela nafas sebelum menjawabnya. "Kami akan mengadakan pesta untuk merayakan hari jadi kalian, tapi acara itu bertepatan dengan waktu kerja kami. Itu artinya kau akan melihat Kak Night secara tidak langsung selingkuh di hadapanmu."

Kedua mata Jane terbuka lebar. "WHAT???" kejut Jane. "Jadi Night mengundangku datang hanya untuk melihatnya bekerja?"

"Iya. Maka dari itu lebih baik kau jangan datang, Kakak Ipar," pesan Nick memperingati.

What the fuck! Jane geram dan sangat kesal mendengarnya. Apa-apaan dia? Dasar lelaki brengsek! Eh? Tapi kenapa juga aku harus marah? Bukankah aku tidak punya perasaan apa-apa ke Night?

"Aku akan datang kalau itu yang Night mau," ucap Jane membuat Nick terperangah.

"Serius, Jane?" tanya Lizzie menyeletuk. Ia dan Aluna saja kesal mendengarnya. tapi Jane malah mau datang. Gegar otak kali si Jane! batin Lizzie.

"Lha memang dia saja yang bisa bersenang-senang, aku juga bisa. Lagipula klub itu kan sarangku. Fans dan mantan-mantanku semua ada di sana. Aku juga ingin lihat, apa dia akan cemburu padaku atau tidak," ujar Jane seakan menantang Night.

"Lebih baik kau lupakan saja niat untuk membuat kakakku cemburu, Kakak Ipar," sahut Nick sambil menyeruput jus yang dipesannya.

Kedua alis Jane menyatu karena bingung. Ia menatap Nick menunggu perkataan selanjutnya.

"Karena Kak Night bukan tipe lelaki seperti lelaki lainnya kalau menyangkut wanita. Dia pria berhati dingin. Ya, walaupun kalau dengan kami dan mamanya sangat penyayang. Jadi aku yakin seratus persen, Kak Night tidak akan cemburu," ucap Nick sambil mengibaskan tangannya. "Percaya padaku!"

"Akan ku buat dia cemburu bagaimanapun juga."

"Terserah. Yang penting aku sudah memperingati kau, Kakak Ipar."

Dari jarak yang tidak begitu jauh, bangku yang sedang diduduki oleh gengnya Sonia, mereka telah mencuri dengar perbincangan Jane, Lizzie dan Nick. Dengan cepat, mereka melaporkan semuanya ke Sonia lewat pesan.

Setelah mengirim pesan ke Sonia, balasan pun tidak lama sampai ke ponsel Emma.

From : Sonia.

Sudah ku duga, Night hanya main-main dengan Jane. Kerja bagus untuk kalian. Uang akan segera aku transfer.

.....
TBC

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience