Acara reuni pun berakhir begitu saja tanpa kesan apa-apa bagi sekelompok orang yang terkait dengan keributan tadi. Penyebabnya adalah permusuhan antara Sonia dengan Jane yang masih terus berlanjut sampai selesai acara, dan juga kehadiran Benjamin Anderson yang tiba-tiba itu.
Kekalahan yang dialami Sonia membuatnya langsung menghilang begitu saja setelah kebenaran terungkap. Rasa penasarannya akhirnya terbayar karena Ben telah memaparkan secara jelas bahwa Night memang mempunyai kembaran. Holy Shit! Hal itu membuat Sonia geram dan ia berjanji pada dirinya sendiri akan balas dendam pada mereka semua terutama Jane dan Jayden, karena telah membuatnya malu secara tidak langsung. Lihat saja!
Setelah kepergian Ben dan acara pun telah usai, Night hendak pulang. Ia pun berjalan menuju ke mobilnya seorang diri. Sonia yang tadi pergi ke acara bersamanya tiba-tiba pulang begitu saja. Night tahu Sonia pulang karena Ernest yang memberitahukannya lewat pesan. Hal itu membuat Night senang karena tidak perlu repot-repot lagi mengantarkan Sonia pulang.
Saat ia tiba di mobilnya dan hendak membuka pintu mobilnya, matanya menangkap sosok Jane yang sedang berjalan bersama dengan seorang wanita yang Night tahu itu adalah temannya tadi di acara reuni, lalu ada satu lelaki lagi yang tadi menyelamatkan temannya itu dari tamparan teman Sonia. Night pun memutuskan untuk menghampiri Jane.
Jane yang sedang bercanda dengan Lizzie begitu terkejut akan kemunculan Night yang tiba-tiba itu. Night bahkan menghalangi jalannya dengan berdiri di hadapannya. "Sedang apa kau di sini, Night?" tanyanya.
"Mana kunci mobilmu?" Bukannya menjawab pertanyaan Jane, Night malah mengajukan pertanyaan balik.
Jane mengerutkan keningnya sambil menunjukkan kunci mobilnya. "Buat apa?"
Night menoleh ke Lizzie. "Apa kau bisa menyetir?"
Lizzie mengangguk dengan ragu-ragu. Tidak hanya Jane, Lizzie juga mengernyitkan dahinya karena bingung.
"Bagus." Night mengambil kunci mobil Jane dari tangannya dan memberikan kunci tersebut ke tangan Lizzie. "Kau bawa pulang mobil Jane karena dia akan ikut bersamaku." Tanpa menunggu jawaban dari Lizzie, Night langsung mengambil tangan Jane dan menggendengnya dengan paksa untuk ikut dengannya.
Lizzie dan Juna tidak berusaha membantunya karena gerakan Night membawa Jane begitu cepat.
"Tunggu, Night! Aku kan belum mengiyakan." Tentu saja Jane menolaknya sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Night. Ini sudah kedua kalinya dia menarikku paksa!
Namun, Night tidak menghiraukannya dan terus menarik Jane sampai mereka tiba di mobil Night.
Sampai di pintu mobil dan membukanya, Night langsung melepaskan Jane dan menyuruhnya untuk masuk. "Masuklah, Jane!"
Jane tidak punya pilihan. Helaan nafas kasar dikeluarkan Jane sambil menoleh ke Night. "Kau tidak membawaku ke hotel lagi, kan?" sindirnya sebelum ia masuk ke dalam mobil.
Night tersenyum miring. "Kalau kau mau, aku akan membawamu ke sana sekarang," godanya.
Jane memicingkan matanya kesal. "Awas kalau kau sampai lakukan itu! Aku akan mengadukanmu ke kembaranmu!" ancamnya.
Night tertawa sumbang. "Jadi sekarang kau meminta perlindungan padanya?" Night mendelik kesal. "Aku tidak takut kepadanya. Adukan saja padanya! Perlu aku antar kau untuk bertemu dengannya sekarang?"
Jane mendecak kesal sambil menghentakkan kaki karena kalah sahut. Akhirnya sambil mendumel dalam hatinya, Jane masuk ke dalam mobil Night dengan terpaksa.
Night menutup mobil sambil tersenyum miring, kemudian ia berjalan menuju ke pintu kemudi. Night pun menyusul masuk ke dalam mobil.
Ia memakai seatbelt-nya begitupun dengan Jane. Sehabis itu mesin mobil dinyalakannya dan Night mulai melajukan mobilnya untuk mengantarkan Jane pulang.
Dalam perjalanan yang baru berlangsung lima menit, Jane langsung menyerocos. "Mana pasanganmu itu? Kenapa kau tidak mengantarkannya pulang?" tanyanya ketus. Tidak tahu kenapa rasa sensi terus melanda Jane dalam nada bicaranya ke Night.
Sambil menyetir dan menatap lurus ke depan, Night menjawab, "Dia memilih pulang bersama kakaknya."
"Lalu, kenapa kau repot-repot mengantarku pulang? Aku kan bisa pulang sendiri."
"Karena----," Aku ingin, batin Night. "Jayden menyuruhku menjagamu dari Sonia," jawab Night yang berbeda dengan isi hatinya. Ia enggan untuk mengatakan yang sebenarnya. Gengsi dong..
"Oh, jadi karena itu. Besok-besok tidak perlu lagi, Night! Aku bisa menjaga diriku sendiri." Tapi ada segelintir perasaan kecewa mencuat di hati Jane dengan jawaban Night. Jane sendiri tidak mengerti di mana letak kekecewaannya itu. Memang apa yang kuharapkan dari jawabannya juga? Pikiran lainnya bersuara.
Night tidak menjawabnya. Ia merutuki dirinya dalam hati. Dasar bodoh!
"Night..," panggil Jane.
Dengan cepat Night langsung menoleh. "Ya."
Jane membuang pandangannya ke arah samping kaca. "Mengenai situsmu itu, apa kau sudah lama menjalaninya?" tanyanya dengan topik lain lagi.
"Sudah satu tahun lebih. Kenapa, Jane?"
"Apa kau tidak berniat mencari pasangan sesungguhnya daripada harus menemani wanita yang berbeda setiap malam?" Sebenarnya yang ingin ditanyakan oleh Jane adalah 'kenapa Night menolaknya waktu di hotel itu', tapi tidak mungkin kan ia langsung bertanya tanpa basa-basi. Tetapi setelah dipikir-pikir, Jane mengurungkan niatnya untuk bertanya hal itu dan menggantinya dengan pertanyaan lain.
Mobil Night kini berhenti di lampu lalu lintas yang baru saja menyala merah. Sambil menunggu lampu berubah hijau, Night menjawab pertanyaan Jane. "Aku tidak suka dengan hubungan yang serius. Aku lelaki bebas yang risih dengan namanya larangan, dicemburuin---,"
"Berarti kau tidak berniat menikah?" potong Jane dengan cepat.
Night membuang pandangannya lurus ke depan. "Tentu saja aku ingin menikah, tapi tentu tidak sekarang. Aku ingin menikmati hidupku dulu dan bersenang-senang."
"Dengan para wanita-wanita yang menyewamu?" sindirnya.
Night terkekeh, lalu ia menoleh lagi ke Jane. "Sindiranmu seperti kekasih yang sedang cemburu saja," sahutnya. "Bagaimana dengan kau sendiri? Bukankah kau juga berprofesi sebagai wanita penggoda?" sindir baliknya.
Jane langsung melirik sinis Night. "Sudah ku bilang aku bukan wanita penggoda!" sangkalnya dengan tegas.
"Terus, kenapa tidak mencari pasangan? Padahal kau tergolong wanita cantik dan sexy."
Wajah Jane tidak merona merah mendengar pujian dari Night. Mungkin ia sudah terbiasa mendengar pujian cantik yang terlontar dari banyak pria yang mendekatinya. Jane menghela nafas. "Aku sedang mencari seseorang lelaki di masa kecilku," jawabnya.
"Cinta pertamamu?"
"Ya, begitulah. Aku menyatakan rasa sukaku padanya waktu usiaku sepuluh tahun melalui sebuah surat. Tapi, aku malah mendapat balasan yang---, " Jane meringis mengingat kejadian itu. "Pokoknya dia menjelekkanku dengan menghinaku. Di balasan surat itu, dia juga menulis kalau aku gendut dan jelek," sambungnya.
Night manggut-manggut mendengarnya. Kenapa ceritanya seperti tidak asing ya? "Siapa nama cinta pertamamu? Dan apa yang akan kau lakukan jika kau bertemu dengannya lagi?" tanya Night penasaran.
"Aku hanya ingin menunjukkan kepadanya bahwa sekarang aku adalah gadis yang cantik yang diidolakan para pria. Tapi kenapa kau jadi penasaran akan ceritaku ini?"
"Ceritamu tidak beda jauh denganku. Hanya saja kau adalah korban dan aku adalah pelaku."
"Maksudnya kau pernah menyakiti hati seorang gadis waktu kecil?"
"Bukan aku, tapi Sonia. Dia yang mengaku menjadi diriku dan menyakiti hati gadis itu. Tapi pasti bagi gadis itu, aku adalah anak lelaki yang jahat," jawab Night sambil mendesah pelan.
"Sonia memang kelewatan! Ternyata dia sudah jahat dari kecil." Jane kembali melanjutkan, "Lalu, apa kau tahu siapa gadis kecil itu?"
"Tidak tahu. Aku bahkan tidak tahu namanya."
"Hem..." Jane berdehem.
"Jadi, siapa nama cinta pertamamu?" tanya Night kembali mengulang pertanyaannya. "Apa jangan-jangan diriku?" sambungnya dengan rasa percaya diri.
Jane mengibaskan tangannya. "Bukan-bukan! Aku sih tidak tahu nama aslinya. Yang aku tahu hanya nama panggilan dia saja. Tapi selama aku mencari di antara banyak pria yang mendekatiku, tidak ada nama itu. Mungkin benar kata sahabatku, ada tiga kemungkinan kenapa aku tidak bisa menemukannya sampai sekarang. Aku salah mendengar namanya, dia tidak berada di kota ini, terakhir ya kemungkinan dia sudah mati."
"Nama panggilan?"
Jane bersedekap. "Iya. Aku hanya mengetahui nama panggilannya saja."
Night menunggu dengan antusias sampai ia tidak melihat lampu traffic-nya sudah berubah menjadi hijau.
"Nama panggilannya adalah Nikey." (Baca: Naiki)
TIN!!!
Nama yang disebutkan oleh Jane tidak terdengar oleh Night karena bertepatan dengan suara klakson yang keras. Suaranya pun membuat Jane dan Night sangat terkejut.
Melihat lampu merah sudah berubah menjadi hijau, buru-buru Jane memberitahukannya ke Night. "Jalan, Night!"
Dengan cepat Night langsung melajukan kembali mobilnya. Jane maupun Night sudah tidak lagi melanjutkan pembicaraannya. Karena sehabis terkejut, mereka berdua menjadi hening seketika.
Lima belas menit kemudian, mobil Night memasuki pekarangan rumah Jane yang megah dan luas.
"Sampai sekarang aku tidak tahu dirimu, Jane. Aku penasaran dengan nama belakangmu itu. Apa kau anak dari Jims Collins?" tanya Night memastikan.
"Kau benar," jawab Jane. "Dia papaku."
"Really? Pantas saja kau berani menyewaku dengan harga fantastis."
Jane tersenyum datar dan bersikap biasa saja. Baginya tidak ada yang perlu dibanggakan dari ucapan Night.
Night dan Jane membuka pintu mobil bersamaan saat mobil sudah berhenti.
"Thanks, Night," ucap Jane. "Aku masuk dulu ya!" pamitnya.
"Bye!"
"Bye!" Jane berjalan ke arah pintu masuk.
"Jane...!" panggil Night lagi dan Jane refleks langsung menoleh dengan cepat.
'Seperti kekasih yang tidak rela berpisah'. Jane ingin tertawa rasanya dengan pernyataan itu. Tapi memang itulah yang kini sedang dirasakannya. Jane mengenali perasaan asing ini, perasaan yang dulu kecil pernah ia rasakan. Tapi ia masih menepisnya karena bisa saja itu hanya sebuah rasa penasaran dan bukan suka ataupun cinta.
Night berjalan mendekati Jane yang sedang berdiri menunggunya berbicara. Dan bukan perkataan yang dilontarkan oleh Night, melainkan sebuah ciuman di bibir merah Jane. Hanya kecupan singkat, tapi berhasil membuat Jane melebarkan matanya.
Setelah mengecup bibir Jane, Night menatapnya lekat. "Bagaimana kalau kita mencoba untuk berpacaran?"
"Hah?" Mulut Jane menganga lebar karena terhentak dengan pengungkapan dari Night. Bukankah tadi dia mengatakan tidak mau berhubungan serius dengan wanita? pikir Jane dalam hati. "Apa kau mabuk, Night?" selidiknya.
"Tidak."
Jane menaruh telapak tangannya di kening Night. "Apa kau demam?" tanyanya lagi.
"Tidak, Jane." Night memegang lengan Jane yang berada di keningnya itu. Sambil menatap lekat bola mata Jane, ia melanjutkan ucapannya. "Aku serius, Jane. Aku ingin mencoba menjalin hubungan serius dengan wanita. Dan aku merasa kau adalah pilihan yang tepat untuk diriku."
"Apa ini ungkapan cinta darimu untukku?"
"Ungkapan cinta?" Kedua alis Night saling bertautan. "Apakah bagimu permintaanku tadi merupakan ungkapan cinta?"
Jane benar-benar meringis mendengarnya. Tak disangkanya, ia ditembak oleh seorang lelaki dengan cara seperti ini. Ah benar! Ini bukanlah sebuah ungkapan cinta. Tidak ada kata cinta yang terselip dalam perkataannya tadi. Yang benar itu, aku hanya dijadikan bahan percobaannya. Jane berpikir sejenak. "Bagaimana kalau aku menolaknya?" tuturnya setelah berpikir beberapa saat.
Tangan Night langsung melingkari pinggang Jane dan menariknya mendekat ke dirinya sampai tidak ada jarak lagi karena gaun Jane sudah menyentuh jas Night. Pandangan matanya dan mata Jane pun saling bertemu. "Apa kau sanggup menolak diriku?" tanyanya sambil mengeluarkan rayuan.
Tatapannya yang begitu dalam mampu menghipnotis Jane sampai rima jantungnya sekarang berdetak dengan cepat. Jane bahkan tidak berkedip ketika ditatap lekat oleh Night. Jane menelan saliva- nya karena tidak bisa menjawab lagi. Perkataan yang akan dikeluarkannya menyangkut di kerongkongan karena terpesona dengan Night. "A-aku---"
Tangan Jane yang dipegang Night dikecupnya sambil menatap retina Jane. "Ayolah, Jane. Aku tahu kalau kau juga menyukaiku."
Detak jantung yang sebentar lagi akan meledak itu membuat Jane akhirnya menjawab. "Baiklah-baiklah. Kita akan mencobanya. Aku tidak tahu apa rencanamu, tapi jangan salahkan aku jika ternyata aku bukanlah wanita yang cocok untuk menjadi bahan percobaanmu," cetus Jane.
"Tidak masalah. Kita akan menjalani secara bertahap."
"Terus, bagaimana dengan pekerjaanmu di situs?" tanya Jane.
"Ah!" Night telah melupakan hal itu. "Kau tidak menyuruhku untuk berhenti, kan?"
Jane baru mau membuka mulutnya untuk menjawab, Night sudah menimpa dengan perkataan lagi.
"Akan kupikirkan hal itu nanti. Untuk sekarang yang pasti aku akan tetap menjalani pekerjaan itu," lanjut Night.
Jane tersenyum kecut. Lelaki di hadapannya sudah gila! Ya gila! Bukankah pernyataannya barusan mengartikan kalau dirinya akan diduakan? Benar-benar gen dari Ben.
Sudah ku bilang kan, Jane, dia hanya menjadikanmu wanita percobaan. Jadi jangan terlalu serius menanggapi Night. Buru-buru Jane menggeleng kepalanya pelan untuk mengenyahkan pikiran lain yang menghasutnya. "Berarti sekarang aku adalah kekasihmu, Night?" Jane memastikan lagi statusnya.
Night tersenyum. "Tentu. Kau adalah kekasihku sekarang."
Rasanya aneh menyebut Night sebagai kekasih. Selama ini Jane sendiri tidak pernah serius berhubungan dengan lelaki. Apa diriku dan Night bisa berhubungan selayaknya sepasang kekasih biasa? Aku tidak yakin bisa.
"Kalau begitu, apa aku sekarang boleh menciummu lagi?" tanya Night sambil memajukan wajahnya ke arah Jane.
Belum sempat Jane menolak, Night langsung menempelkan bibirnya ke bibir Jane. Yang tadinya Jane ingin menolak dan mendorongnya, akhirnya diurungkan niatnya. Ia malah menyambut ciuman lembut dari Night dan menikmatinya.
Ya, ya, munafik memang karena Jane tidak bisa menolak ciuman dari Night. Itu karena bibir sexy- nya begitu menggairahkan baginya. Ada apa dengan otakku? Bukankah itu seharusnya diucapkan oleh lelaki?
Night melumat bibir Jane dan menikmatinya perlahan dengan lembut, sampai sebuah klakson terdengar di telinga mereka berdua dan mengusik adegan ciumannya. Aksi ciuman mereka pun terhenti seketika.
Suara decitan rem mobil dan sorotan cahaya lampu mobil membuat mereka berdua bersamaan menoleh ke arah mobil yang sudah memasuki pekarangan rumahnya dan berhenti di sebelah mobil Night.
"Kak Juna?!" seru Jane dengan wajah yang merona merah akibat terpergok ciuman. Untungnya hanya ciuman dan tidak ada plus-plus, pikir Jane dalam hati. Singkirkan otak mesumku, God.
Night berbisik, "Kita bisa lanjutkan nanti. Aku pulang dulu, Sayang," pamitnya dan diakhiri kecupan di pipi Jane. "Bye!"
Jane pun tidak menjawab karena masih sedikit syok.
Tanpa berpamitan ke Juna, Night pun masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobilnya keluar dari gerbang rumah Jane.
Setelah kepergian Night, Juna berjalan mendekati Jane. "Apa dia lelaki yang menolakmu itu?" tanyanya.
Jane mengangguk.
Juna memegang pundaknya Jane dengan kedua tangan di masing-masing sisi. "Kakak setuju dengannya!" Setelah mengatakan dukungannya, Juna berjalan santai masuk ke dalam rumah meninggalkan Jane yang malah diam terpaku.
Jane mematung sambil melihat kepergian Juna. Bahkan Kak Juna sudah menyetujui hubunganku tanpa mengenalnya terlebih dahulu. Apa pesona Night begitu terpancar di hadapan lelaki juga? Ah iya, aku lupa kalau dia adalah Mr. Night.
Kemudian Jane menyusul Juna untuk masuk ke dalam rumahnya. Sambil berjalan, ia bergumam lagi dalam hatinya, sekarang aku memiliki kekasih sungguhan. Dan kekasihku adalah ketua dari situs penyewaan pacar. Ini benar-benar gila!! Apa aku sedang bermimpi? Kalau iya, bangunkan aku sekarang! Jane menepuk-nepuk pipinya untuk memastikan kalau ia tak bermimpi.
------Mr.Night------
Keesokkan harinya Jane dan Lizzie sudah berada di kampus lagi. Dan kali ini kejutan menghampirinya. Bagaimana tidak? Tiba-tiba Nick ada di kampus dan tengah berjalan menghampiri Jane dan Lizzie dengan gaya cool-nya. Semua mata dari kaum hawa memandang takjub akan ketampanan Nick dan rasa-rasanya si Nick ingin dibawa ke ranjang oleh mereka semua.
"Nick?" Lizzie merasa heran dengan kemunculan Nick di kampusnya. "Sedang apa dia di sini?" gumam Lizzie pelan, tapi masih terdengar oleh Jane.
Apakah dia yang bernama Nick Anderson? batin Jane sembari menatap penampilan Nick dari atas sampai bawah. Not bad-lah!
"Hai!" sapa Nick ke Jane dan Lizzie.
"Hai...," sapa balik Jane dengan senyuman merekah. Karena tidak mendengar suara dari Lizzie, ia meliriknya. Ternyata Lizzie masih diam terpaku. Jane pun menyenggol lengan Lizzie. "Zie!" panggilnya.
Lizzie menoleh ke Jane dengan perlahan. "Jane, apa aku sedang bermimpi?" tanyanya.
Mendengar itu, Nick terkekeh begitu juga dengan Jane.
"Tidak, Zie. Dia nyata. Kalau tidak percaya ini buktinya." Jane maju dan main mencubit pipi Nick hingga Nick meringis kesakitan.
"Aw!" pekik Nick. "Kok aku yang dicubit? Seharusnya kan dia?!" ocehnya.
Jane tertawa. "Maaf-maaf." Jane menoleh ke Lizzie lagi. "Lihat, dia sungguh Nick. Jangan gugup gitu ah!" goda Jane menghentak lengannya Lizzie.
Lizzie menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. "Maaf kalau begitu. Aku hanya heran saja. Lalu, kenapa kau bisa berada di sini, Nick?" tanya Lizzie ke Nick.
"Semua karena dia," tunjuk Nick ke Jane.
"Hah?" Jane terhentak. "Kok karena aku? Kita saja tidak saling kenal," ocehnya menggerutu tidak terima.
"Kak Night yang menyuruhku masuk ke kampus ini buat menjagamu, hemm.., lebih tepatnya menjadi pengawalmu!" ujar Nick.
Jane terperangah tidak percaya. "Night yang menyuruhmu? Terus kenapa kau mau? Pasti ada sesuatu yang membuatmu menurut kepada perintahnya."
"Kau pintar, Nona Jane. Tentu saja ada imbalannya." Nick senyum-senyum sendiri mengingat permintaannya pada kakaknya itu.
"Tidak mahal kok, Kak. Kalau Kak Denzel minta mobil, aku cuma minta motor sport terbaru. Aku malas kalau naik mobil ke kampus."
Dan demi permohonan Night dilaksanakan Nick, mau tidak mau Night merogoh uangnya untuk membelikan motor sport terbaru yang sudah langsung dipakainya ke kampus. Nick tertawa senang mengingat kekonyolannya tadi pagi bersama dengan sang kakak.
"Intinya aku di sini hanya untuk menjagamu dari Sonia," ucap Nick menambahkan.
"Aku bisa jaga diri," sahut Jane.
"Kau tidak mengenal Sonia, Nona Jane," sahut balik Nick.
Sela Jane sambil mendengus, "Kau bilang aku tidak mengenalnya? Hello!!" Jane memutar bola matanya, "Aku bermusuhan dengannya sudah hampir tujuh tahun. Apa itu saja masih kurang untuk mengenal seorang Sonia?"
"Bukan begitu, Nona Jane. Kau tidak tahu sifat aslinya. Dia itu adalah wanita yang sangat mengerikan!" sahut Nick.
"Benar kata dia, Jane," celetuk seorang wanita yang sudah berada di hadapan mereka.
Jane, Lizzie dan Nick menoleh bersamaan.
"Lho, Aluna?!" seru Jane yang sekarang dikejutkan dengan kehadiran Aluna. Sebenarnya ini ada apa sih? Kenapa semua pada masuk kampus ini? Apa tidak ada kampus lain lagi? pikirnya dalam hati.
Aluna berdiri di hadapan Jane, lalu menghela nafas kasar. Amarahnya sudah meradang.
"Jangan bilang kau juga datang untuk melindungiku?" Jane memicingkan matanya penuh curiga dan selidik.
"Tidak. Aku ke sini ingin bertemu dengan Sonia. Aku akan memberikan pelajaran kepadanya!" Aluna mengoceh kesal.
"Memang apa yang telah diperbuatnya kepadamu, Lun?" tanya Lizzie.
"Dia menyuruh Ernest, kakaknya sekaligus atasanku untuk memecatku, " jawab Aluna. "Brengsek!"
"Jadi sekarang dia sudah mulai berulah lagi?" gumam Nick pelan. Berarti Kak Night tidak salah menyuruh diriku untuk menjaga Jane. Jane akan habis kalau Sonia sudah kambuh penyakitnya. Haruskah aku beritahu Jane kalau Sonia punya sedikit kelainan jiwa? Padahal setahuku Sonia baru sembuh setahun yang lalu. Masa iya secepat itu sudah kambuh lagi?
"Jane, kau harus bersiap diri sehabis ini," ujar Aluna mencoba memperingati Jane.
Alis Jane terangkat sebelah. "Maksudnya, Lun?"
"Sonia membawa beberapa polisi dan surat penangkapan dirimu. Dia ingin mencebloskan dirimu ke penjara atas tuduhan melakukan kekerasan kepada dirinya untuk kejadian tadi malam," jawab Aluna.
"What?" Kedua mata Jane terbelalak lebar. "Kau serius, Lun?" Jane terkejut, bahkan syok sudah tergambar dalam raut wajahnya.
Prok! Prok! Suara tepukan tangan terdengar di telinga mereka semua.
"Terima kasih, Luna, karena kau sudah membantuku memberitahukan kabar gembira ini kepada Jane," cetus Sonia yang datang bersama geng-nya.
"Brengsek kau, Sonia!" umpat Aluna kesal. Aluna bisa saja menghajar Sonia dengan beladirinya sekarang. Tapi ia masih menahannya, karena tidak mungkin ia membuat keributan di kampus orang. Ditambah lagi ia sudah bukan berstatus polisi lagi. Sial!!
Sonia tertawa licik. "Kasihan kau, Lun. Bukankah sudah ku peringatkan, jika kau berani berurusan denganku, ya beginilah akibatnya!" Sonia menoleh ke Jane. "Kau tahu ini apa?" Sonia menunjukkan kertas putih berlipat. "Ini adalah surat penangkapan dirimu." Sonia kembali tertawa jahat disusul seringaian teman-temannya yang menatap merendahkan ke Aluna, Jane dan Lizzie.
"Jangan senang dulu, Sonia! Aku juga punya kabar gembira untukmu." Jane mengeluarkan senyuman menyeringai yang tak mau kalah dari mereka.
"Apa? Apa kau mau bilang kalau kau akan mudah dilepaskan dari ini?" Sonia menunjukkan suratnya, lalu jari telunjuknya di gerakkan ke kanan dan kiri. "No, no! Tidak semudah itu."
Jane maju melangkah mendekati Sonia dengan langkah anggun. "Kau tahu, Sonia, bagiku penjara bukanlah suatu yang harus kutakutkan karena itu tidak akan pernah terjadi. Mungkin kau telah lupa siapa orangtuaku. Tapi tidak apa-apa, kau bisa mencari tahu lagi nanti." Jane berkacak pinggang dan mengangkat dagunya seakan membalas menantang. "Yang kuingin katakan adalah, Night sudah menjadi pacarku sekarang. Bahkan dia sendiri yang memintaku menjadi kekasihnya semalam. Kau tahu kan itu artinya apa, Sonia?"
Sonia masih terdiam. Ia benar-benar syok mendengarnya. Kabar mengejutkan ini membuat mulutnya terkatup rapat sampai tak bisa berbicara.
Lanjut Jane, "Itu berarti pasanganmu sekarang adalah mi.lik.ku." tekan Jane akan kata milikku. Setelah itu, Jane tertawa senang karena kemenangan akan kembali diraihnya. "Akhirnya karma menggerayangi hidupmu pelan-pelan, Sonia."
Sonia mengumpat dalam hatinya, Impossible! Jane pasti berbohong!
.....
TBC
jangan lupa Vote ya. tq
Share this novel