14. Getting ready for reunion

Romance Series 18623

01:00 pm

Saat ini kelas yang dihuni oleh Jane dan Lizzie sangat tenang dan hening. Yang terdengar hanya penjelasan materi dari dosen mata kuliah tersebut. Raut wajah serius dapat dilihat dari wajah para mahasiswa dan mahasiswi yang tengah menyimak ajaran dari dosen, begitu pun dengan Lizzie. Tapi, tidak dengan si wanita yang duduk di samping Lizzie. Ya dia adalah Jane.

Jane tengah asyik memainkan ponsel, tapi bukan game yang ia mainkan, melainkan ia sedang mengotak-atik menu kontak. Ia sibuk mengecek semua nama-nama lelaki yang terdapat di kontak ponselnya. Pikirannya dari tadi tidak fokus di mata kuliahnya. Ia masih memikirkan soal lelaki yang akan dibawanya nanti malam. Ia harus memutuskan siapa lelaki yang akan dipamerkannya untuk mengalahkan si wanita ular itu.

Sudah setengah jam Jane mencari, tapi tidak ada satupun yang menyantol di dalam hatinya. Jane memutuskan untuk meminta pendapat sahabatnya.

Jane mencoba melirik ke Lizzie yang sedang serius memperhatikan dosen mengajar serta mencatat apa yang dipaparkan dari dosen tersebut. Kebalikan dari dirinya yang tidak mencatat apa-apa padahal kelas sudah berlangsung hampir satu jam.

Jane tidak peduli, walaupun saat ini kelasnya sedang diajar oleh dosen yang terbilang cukup killer. Yang terpenting baginya sekarang adalah mencari lelaki perfect untuk pasangan dirinya.

Karena kelasnya masih berlangsung, Jane jadi tidak bisa mengobrol dengan Lizzie. Jane pun memutuskan untuk menulis pesan di secarik kertas kosong. Ia menyobek kertas kosong dari bukunya yang terbuka lebar tapi tidak disentuhnya sama sekali untuk menuliskan sesuatu buat Lizzie.

Setelah selesai menulis, Jane langsung menggesernya ke hadapan Lizzie. Berikutnya, Jane memberi kode dengan senggolan tangannya pada lengan Lizzie.

Saat Lizzie sudah menoleh ke Jane, kali ini Jane memberi kode lewat dagunya untuk memberitahu ada pesan di kertas. Lizzie yang melihat kertas tersebut segera mengambil dan membacanya.

Zie, menurutmu nanti malam aku bawa siapa ya?

Setelah membaca dalam hati, Lizzie menulis jawaban untuk Jane. Selesai menulis, Lizzie menggesernya ke arah Jane. Dengan cepat Jane mengambilnya untuk dibaca.

Aku mana tahu, Jane. Aku saja tidak ingat wajah para lelaki yang kau kencani itu, apalagi namanya. Lalu, bisakah kita bahas itu saat kita pulang nanti?

Raut kecewa terpancar di wajah Jane. Padahal ia sangat membutuhkan pendapat Lizzie sekarang. Ia menulis lagi balasannya. Selesainya, ia pun menggeser kembali ke arah Lizzie.

Lizzie yang melihat kertas datang lagi kepadanya, ia pun mengambil dan membacanya.

Ayolah, Zie... Aku benar-benar bingung sekarang. Aku tidak tahu harus bawa siapa? Menurutku semua lelaki yang kukencani biasa saja. Dan aku tidak mau kalah dengan Sonia.

Lizzie menggigit ujung bulpennya sambil berpikir sejenak sebelum menulis jawaban untuk Jane. Saat dapat sesuatu dalam benaknya, ia langsung menuliskannya. Begitu selesai, ia langsung menggesernya lagi ke arah Jane.

Jane tersenyum karena Lizzie masih mau membalasnya. Jane segera mengambil, lalu membacanya.

Kalau begitu bawa saja Night.

Tulisan yang pendek dan jawaban yang singkat, tapi berhasil membuat amarah Jane kembali mencuat karena teringat kembali atas penolakan Night semalam. Dengan gusar, Jane meremas kertas tersebut, lalu spontan berdiri dan menoleh ke Lizzie.

"Sudah ku bilang jangan bahas Night lagi, Lizzie!" hardik Jane membuat Lizzie tercengang mendengarnya. Dan bukan hanya Lizzie saja, si dosen yang sedang mengajar pun langsung menatap tajam ke arah Jane, serta mahasiswa-mahasiswi yang berada dalam ruangan itu pada menoleh ke arah Jane dengan tatapan terkejut.

(Hening)

Jane belum menyadari tindakannya, sampai suara deheman keras dari dosen memecahkan keheningan tersebut. Jane pun tersadar dan menoleh ke dosen serta ke sekelilingnya yang sedang pada menatap dirinya.

Shit!!

Jane pun langsung menundukkan kepala pada dosen sambil meminta maaf. Wajahnya merona merah karena menahan malu.

"Saya hukum kamu untuk membuat tulisan permintaan maaf sebanyak seribu halaman dan serahkan ke saya besok!" perintahnya pada Jane.

Jane pun menerimanya dengan terpaksa karena kesalahan yang diperbuatnya sendiri.

Kalau bukan dosen yang mengajar ini terkenal dengan killer-nya, orang-orang di dalam ruangan sudah pasti akan menertawakan dan meledek Jane.

Jane duduk kembali. Ia melirik ke arah Lizzie yang sedang terkikik pelan sambil menulis sesuatu di bukunya pada bagian belakang kertas yang kosong. Jane ingin mengumpat kesal ke Lizzie, tapi diurungkannya karena Lizzie menyodorkan tulisan di bukunya.

Kan sudah kubilang tadi, bahasnya saat pulang saja. Sekarang akibatnya kau malah kena hukuman. Padahal, tinggal sepuluh menit lagi kita pulang.

Jane cemberut membaca tulisan Lizzie. Nasi sudah menjadi bubur, mau bagaimana lagi?

Benar kata Lizzie, setelah dosen memberikan hukuman kepada Jane, ia keluar kelas karena waktu mengajarnya telah selesai.

Dengan perasaan sebal, Jane pun menghempaskan kepalanya miring di meja sambil menghela nafas kasar. Sekarang ia harus mencari bantuan untuk mengerjakan hukumannya tersebut.

Satu persatu mahasiswa pun pada keluar kelas meninggalkan Jane dan Lizzie berdua.

Masih dengan kepala miring yang menyender di atas meja, Jane pun menatap Lizzie yang sedang merapikan buku-bukunya. "Jadi bagaimana, Zie?"

Lizzie menoleh ke Jane, ia tahu Jane pasti tidak akan berhenti bertanya sampai dia mendapatkan jawabannya. "Tadi kan aku sudah memberitahukan jawabanku," jawabnya.

"Jawaban yang mana? Yang Night? Hayolah, Zie, aku serius tahu," gerutu Jane dengan kesal.

"Aku serius kok. Itu lelaki sudah paling oke menurutku. Tidak ada lelaki lain yang bisa dibandingkan dengan dirinya. Sudah tampan..."

"Pokoknya aku tidak mau!" tampik Jane dengan cepat memotong ucapan Lizzie sebelum dilanjutkan.

"Kalau kau tidak mau, aku sudah tidak ada jawaban lain. Kan tidak mungkin kita panggil cinta pertamamu yang bernama Nikey itu," sahut Lizzie.

"Ya kali, Zie, orangnya saja sampai sekarang belum ketemu. Bagaimana mau ajak dia coba?!" balas Jane.

"Makanya itu, Night sudah paling benar untukmu," papar Lizzie dengan usul sebelumnya. "Tapi, Jane, aku sungguh penasaran dengan apa yang terjadi semalam pada kalian berdua. Kenapa kau jadi sangat membencinya sekarang?"

Jane berniat menutupi dari Lizzie, tapi sepertinya ia malas juga untuk menyimpannya sendiri. Jane mengangkat kepalanya dan duduk menghadap Lizzie. Jane pun mulai menceritakan kejadian awal sampai pada akhirnya Night mencampakkan dirinya di tengah kemesuman yang terjadi.

Selesai Jane bercerita, Lizzie pun tertawa terbahak-bahak. Jane yang sudah menduga akan ditertawakan hanya bisa diam dan menerimanya dengan pasrah. Namun, dalam hatinya ia sudah mengumpat kesal kepada Lizzie. Kalau bukan Lizzie adalah sahabatnya, ia sudah melempar Lizzie hingga ke bulan. Tapi jangan deh, nanti aku tidak punya teman seperti Lizzie lagi.

"Jadi Night menolakmu karena kau menyebutkan masih perawan?" tanya Lizzie yang masih terkikik geli.

Jane mengangguk. "Aku bingung juga sih, apa salah aku masih perawan?" tanyanya dengan raut kesedihan.

"Hei-hei, aku juga masih perawan, Jane. Tapi kurasa bukan itu sih alasannya. Mungkin Night berpikir kencanmu dan dia kan hanya sebatas sebuah situs. Bukan serius layaknya orang-orang pacaran. Jadi, mungkin saja Night tidak mau menyakiti dirimu. Ya itu sih menurutku." Lizzie mencoba menyimpulkan alasan yang positif.

Jane mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Lizzie. Ada benarnya juga dengan alasannya. Kalau memang benar begitu, itu berarti Night adalah lelaki yang baik dong? Itu berarti dirinya telah salah karena menuduh dia yang tidak-tidak. Entah kenapa Jane berpikir begitu, perasaan bahagia menyelimuti dirinya. Ia tersenyum tipis membayangkan ternyata masih ada lelaki yang baik. Sepertinya aku harus mendapatkannya dan menjadikannya pacar sungguhan, tekad Jane dalam hatinya.

Dengan kepercayaan dirinya, Jane mencoba membalas pesan yang tadi dikirimkan oleh Night. Ia tidak begitu yakin bahwa nomor yang tadi dipakai Night untuk mengirimi pesan padanya adalah miliknya, tapi tidak ada salahnya mencoba.

Jane me-reply pesan yang masuk tadi, dan segera menulisnya. Ia berniat mengajak Night ketemuan sehabis ini. Selesai mengetik, Jane langsung mengirimnya.

"Jadi, sudah diputuskan untuk membawa Night kan, Jane?" terka Lizzie.

Jane menggeleng. "Aku tidak tahu, tapi aku sedang mencobanya. Kalau dia memang tidak bisa, aku tidak akan memaksanya. Mungkin aku akan membawa siapapun yang bisa ku bawa." Jane kembali merasa lesu. Ia benar-benar berharap Night mau membalas pesannya dan mau mengiyakan ajakkannya.

Sambil menunggu jawaban dari Night, Jane dan Lizzie pun keluar kelas dan menuju ke sebuah mall untuk berbelanja.

-------Mr.Night------

Sebelumnya....

(Dimulai dari Night keluar dari kamar hotel meninggalkan Jane..)

Night POV

Aku berjalan menuju parkiran mobilku sambil membiarkan pikiran-pikiran masuk untuk menggerayangi kepalaku. Tentu saja pikiran tentang Jane yang berhasil membuatku frustasi. Selama aku mengenal dan mengencani banyak wanita, baru kali inilah wanita bernama Jane yang berhasil membuatku penasaran.

Pertama ku mengenal Jane, aku mengira dia adalah seorang penggoda lelaki yang berakhir di ranjang. Tapi kenyataannya adalah dia masih perawan. Ya, aku sangat syok mengetahui kebenaran bahwa masih ada wanita cantik dan perawan di zaman sekarang. Katakanlah mungkin di negara lain ada, tapi ini Las Vegas. Aku tidak bisa menjabarkan, intinya aku benar-benar tidak percaya.

Dari pengalaman seks ku, wanita yang pernah tidur denganku adalah wanita tidak perawan, terutama juga mereka rata-rata tergolong cantik. Itulah sebabnya aku tidak bisa melakukannya dengan Jane. Ya katakanlah aku pengecut. Aku menolak seorang perawan yang jelas-jelas telah bersedia memberikan perawannya untukku.

Aku menghela nafas panjang, dan tidak terasa lamunanku membawaku sudah berada di dalam mobil. Aku segera menyalakan mesin mobilku dan kembali ke rumahku. Aku butuh berendam untuk menenangkan pikiranku.

Satu jam kemudian aku sampai di kediamanku. Aku langsung pergi berendam air hangat di bathtup. Sambil menyesap wine yang sudah disiapkan Scott untukku, lamunanku tentang Jane kembali muncul.

Sekarang setelah aku mengetahui sisi lain dari Jane, sepertinya aku harus merubah pelan-pelan pola pikirku mengenai wanita. Dan sekarang bagiku, Jane adalah wanita yang berbeda dari wanita lainnya. Dia begitu spesial buatku sekarang. Sambil menggoyangkan gelas wine- ku, aku bergumam, "Apa aku harus mendapatkan Jane?"

*****

Keesokkan harinya, seperti biasa Scott membangunkan Night pagi-pagi. Night terbangun dan langsung mengambil kacamata minus-nya di atas nakas dan memakainya. Ia melihat sekeliling ranjang mencari keberadaan Lily. Begitu ketemu, ia terkikik geli. Lily-nya sedang berontak keluar dari selimut yang menutupinya.

"Ya ampun, kau terjebak ya?" tanya Night sambil membantu mengangkat selimut tersebut, lalu menggendongnya saat sudah terlepas.

Dan suara erangan dari Lily terdengar. "Cup, cup. Kau pasti ketakutan ya, Li?" Night mengelus kepala Lily dan mendekapnya dalam pelukannya.

"Guk!" (** Tentu saja aku takut)

"Apakah Tuan mau langsung sarapan?" tanya Scott yang sudah berdiri di belakang Night.

Night menoleh. "Oh tidak perlu, Scott. Aku hanya ingin minum susu. Setelah itu, aku mau jogging," jawabnya sambil melepas kacamatanya dan berjalan keluar dari kamarnya.

Scott menaikkan sebelah alisnya menatap kepergian Night yang berjalan sambil bersiul senang. Ada apa dengannya?

Night berjalan ke ruang dapur untuk mengambil sesuatu di kulkas. Sebelum membuka kulkas, Night meletakkan Lily di atas meja. Setelah itu, Night baru membuka kulkasnya.

Night mengeluarkan sekotak susu putih dan ditaruhnya di atas meja, tepatnya di sebelah Lily diletakkan. Saat Night tengah mencari mangkok dan gelas, ia mendengar suara aneh di belakangnya. Night pun berbalik badan untuk mengeceknya, dan ternyata suara aneh tersebut datang dari puppy-nya. Ia mendapati Lily menaiki kotak susu tersebut sambil menggerogotinya. Karena ukuran Lily terbilang kecil dan imut tentu saja menjadi lucu dan gemas di mata Night.

"Kau tidak sabaran banget, Li! Apa kau sudah lapar?" tanya Night sambil bersedekap dan terkekeh pelan.

Lily yang masih asyik dengan kotak susu tersebut tidak menjawab. Ia berusaha membukanya dengan terus menggigitinya.

Night tertawa sendiri. Ia langsung mengambil kotak susu tersebut dan menuangkannya di mangkok bening untuk diminum Lily dan di gelas kosong untuknya. "Nih..!" Night menggeser mangkok tersebut ke arah Lily. Lily langsung menyesapnya dengan cepat. Night mengusap lembut kepalanya Lily sambil meneguk susu di gelasnya.

Selesai meminum susu, Night pun bersiap untuk berolahraga pagi. Ia membawa Lily dan menaruhnya di dalam tas yang digendongnya di punggung belakang.

"Hati-hati, Mr Night," pesan Scott.

"Guk!" (** Kami pergi dulu)

Night pun mulai berlari pelan memulai jogging paginya.

*****

Hampir satu jam ia habiskan untuk berlari. Setelah merasakan kelelahan, Night memutuskan mencari tempat duduk untuk beristirahat sejenak. Night menemukan tempat peristirahatan yang menurutnya bisa diduduki olehnya.

Night duduk di pinggiran, lalu meletakkan tas yang digendongnya ke aspal. Karena baju yang dikenakannya basah akan keringat, Night melepas bajunya untuk diganti. Ia mengeluarkan handuk dari dalam tas untuk mengelap tubuh basahnya. Sambil mengalungkan handuknya di leher, ia juga mengambil ponsel dan botol minumannya. Ia baru teringat untuk membalikkan uang pendaftaran Jane. Sambil meneguk botol minumannya, ia pun mentransfer uang Jane dengan memakai ponselnya.

Setelah transaksi pengembalian uang selesai, ia pun mengetik pesan singkat untuk Jane. Ia mengetahui nomor handphone Jane dari nomor kemarin yang sempat ia telepon pakai nomor operator. Setelahnya, ia langsung menyimpannya di ponsel miliknya.

To : Jane

Uang pendaftaranmu sudah kukembalikan.

Selesai mengirim, Night menatap arah jalanan. Semoga ia telah melakukan hal yang benar.

Saat Night sedang menikmati waktu istirahatnya, deringan ponsel terdengar. Ponsel yang masih digenggamnya, ia balikkan untuk melihat siapa yang menelponnya. Dengan tersenyum, Night pun mengangkat telepon yang ternyata dari mamanya.

"Ya, Ma?" sapa Night.

"Night, kamu jadi datang kan hari ini?"

"Jadi, Ma. Nanti Night akan kumpulkan mereka semua dulu, setelah itu baru jalan ke rumah Mama," jawab Night.

"Baiklah. Mama tunggu."

"Ya. Bye, Ma!"

Setelah mengakhiri panggilan, ia langsung mengetik pesan di group Seven Boys Flower yang dibuatnya untuk chat bersama mereka.

Me :

Bangun!!! Temui aku di Caesar Palace pukul 11 siang. Semua harus ikut dan aku tidak menerima alasan tidak bisa ikut.

Javier :

Oke, Kak. Aku bisa.

Matthew :

Oke.

Denzel :

Oke, Kak. Apa kejadian semalam boleh aku ceritakan ke mereka di group?

Evan :

Aku bisa.

Me :

Jangan macam-macam, Denzel!! Kalau kau berani, aku tidak akan menuruti permintaanmu.

Justin :

Ada apa ini? Ada yang Kakak kita sembunyikan dari kita? Btw, aku bisa.

Me :

Tidak ada, Justin. Jangan dengarkan Denzel! Mana Nick dan Pieter? Mereka kok tidak membalas.

Denzel :

Nick masih bermimpi tentang wanita bernama Lizzie. Ha-ha-ha.. lol

Denzel:

Kau serius, Kak, akan membelikanku mobil sport keluaran terbaru?

Pieter :

Aku hadir. Kak, aku juga ingin dibelikan olehmu donk. Please...

Javier :

Aku juga!

Justin :

Aku juga!

Matthew :

Aku juga pastinya ya, Kak.

Denzel :

Kabur ah, tidak ikutan! Ha-ha-ha

Night menjadi geram karena membaca chat terakhir Denzel. Dasar Denzel! Awas saja nanti, akan ku buat dia mati kutu dengan kekuatannya! umpat Night dalam hati.

Karena tidak melihat nama Nick di chat, Night mencoba meneleponnya untuk membangunkannya. Beberapa detik kemudiaan, terdengar suara parau.

"Hmm... Kenapa, Kak?"

"Kau masih tidur? Apa kencanmu semalam sangat sukses?" tanya Night mencoba mencari tahu.

"Ya. Wanita itu sangat cantik. Semalam aku menciumnya, Kak. Dan hampir saja aku melakukan sesuatu yang mesum kalau tidak mengingat kami sedang di restoran. Oh ya, aku juga sudah mendapatkan nomor handphone-nya kalau-kalau aku merindukannya dan ingin mengajaknya bertemu."

Night terkekeh mendengarnya. Night menyadari bahwa Nick belum sepenuhnya sadar. Nick berani menceritakan semuanya, padahal biasanya ia jarang mau bercerita sampai detail apalagi berbau tentang ciuman dan lanjutan setelah itu. Night sengaja membiarkan Nick bercerita, mumpung kejadian langka ini tidak datang dua kali. Setidaknya Night jadi tahu sedikit apa yang dilakukan salah satu dari adik-adiknya kalau sedang berkencan.

"Ya, sudah. Habis ini kau baca group." Tiba-tiba Night tersadar akan sesuatu. Ia mengingat ada perkataan denzel tentang rahasianya di group tadi. "Jangan deh, tidak perlu baca lagi!" Night mencegahnya karena sangat mengenal Nick yang pemaksa. "Temui Kakak di Caesar Palace jam 11."

"Baiklah."

Setelah selesai, Nick menutup teleponnya.

Night beranjak dari duduknya dan berniat untuk pergi mencari sarapan. Tapi lagi-lagi ponselnya berbunyi singkat, tanda sebuah pesan masuk. Ia segera membacanya.

"Reuni?" gumam Night selesai membaca pesan. Night pun segera menelepon Scott sambil melihat jam yang melingkari di pergelangan tangannya. Karena waktu masih pukul setengah tujuh jadi kurasa masih keburu untuk meliburkan.

Setelah diangkat oleh Scott. "Scott, liburkan situs untuk hari ini!" perintah Night. Dan terdengar jawaban iya dari Scott. Sambil melanjutkan jalannya, Night kembali menelepon seseorang yang mengirimkan pesan barusan.

"Ya, Night?"

"Reuni di mana?"

"Monte Carlo Hotel, jam 7 malam. Semua alumni Centennial High School diundang ke acara itu. Kau dan adik-adikmu kan alumni sekolah sana, jadi mereka semua diundang ke acara itu. Oh ya, harap membawa pasangan. Syarat dari reuni tersebut."

"Baiklah. Aku akan memberitahukan kepada mereka semua. Thanks infonya, Er. Oh ya, bagaimana kabar Sonia? Ku dengar dia sudah balik dari Inggris."

"Baik. Kau akan segera bertemu dia. Setelah aku membantu dia mendaftarkan dirinya di kampus baru, kami akan mampir ke rumahmu. Dari pagi dia memaksaku untuk ke rumahmu karena mau bertemu denganmu."

Night terkekeh. "Ya sudah, tapi aku mau pergi jam 11 ke rumah mamaku. Kalau kau dan Sonia jadi datang, lebih baik sebelum jam 11. Atau tunggu aku pulang saja."

"Baiklah. See you, Night."

"Sip. See you, Er!"

Night menghela nafas panjang. Ia kembali melanjutkan lari paginya ke arah jalan pulang. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Night menghentikan larinya. Ia baru menyadari sesuatu.

Membawa pasangan? Siapa yang harus aku bawa?

....
TBC

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience