26. Jealous part 2 (final)

Romance Series 18623

Night POV

Sebelumnya...

Aku memukul stir kemudi dengan keras karena mengingat kejadian tadi di rumah Mamaku. Emosi yang kukeluarkan benar-benar tidak dapat ku tahan lagi sehingga akhirnya aku memukul kembaranku.

Aku menghela nafas berat, perasaan bersalah melanda diriku sekarang. Aku tidak berniat memukulnya. Sungguh! Kalau saja tadi dia tidak menghalangiku menyusul Mamaku, aku tidak mungkin melakukannya.

Tapi tidak kuduga bahwa ternyata aku mempunyai saudara kembar yang dipisahkan oleh Mamaku sendiri. Aku masih belum mengerti dengan situasi sebenarnya terhadap kejadian Mama dan Papa. Pasti ada sesuatu yang lain di antara mereka yang tidak aku ketahui. Antara Mama yang menyembunyikan sesuatu atau malah sebaliknya, Papa yang menyembunyikan sesuatu dariku. Aku harus mencari tahu kebenarannya itu secepatnya.

Ddddrrrrtttttt...

Aku terkejut karena getaran ponsel di dalam saku celanaku. Masih sambil menyetir, aku merogoh kantong celanaku untuk mengambil ponselku.

Nick mengirimiku pesan bergambar. Ada apa ya?

Saat ku buka, aku cukup terkejut dengan foto yang dikirimkan Nick. Sebuah foto Jane yang sedang dikelilingi para lelaki di kampus.

Aku pun langsung menghubungi Nick dengan video call. Setelah tersambung, wajah Nick terpampang di layar ponselku. Tanpa sapaan aku langsung menegurnya. "Bukankah aku menyuruhmu untuk menjaga dan mengawasi Jane?! Kenapa para lelaki pada mengerubungi Jane?"

"Kakak hanya menyuruhku menjaga Jane dari Sonia, bukan dari para pria-pria."

Kulihat Nick memasang wajah serius.  "Mana Jane? Aku ingin bicara dengannya."

"Dia lagi sibuk, Kak."

Hah? Sibuk gimana? Aku memicingkan mataku curiga karena tidak percaya.

"Ssh tidak percaya banget! Kalau tidak percaya, nih lihat sendiri." Nick memutar ponselnya ke arah Jane agar aku bisa melihat secara langsung Jane sedang bercengkerama mesra dengan para lelaki.

"Damn!" umpatku pelan.

Layar telah menampilkan wajah Nick kembali.

"Aku tidak bohong, kan? Kakak Ipar itu lagi sibuk. Hem.. Kakak tidak cemburu, kan?"

Ku lihat Nick menatapku penuh selidik. Siapa yang cemburu coba? "Aku tidak cemburu. Sudah ya, aku tutup."

Aku langsung mengakhiri panggilan videoku dengan cepat sebelum adikku yang satu itu akan bertanya macam-macam. Soalnya Nick itu tukang introgasi. Hem.. Seharusnya dia yang lebih cocok bekerja sebagai detektif atau polisi, bukan Javier.
Aku pun beralih menghubungi Jane. Setelah panggilan tersambung, suara lembut menyapaku.

"Ya, Hon?"

"Kau sedang apa?" tanyaku yang ingin tahu apakah dia akan menjawab jujur atau tidak.

"Aku lagi kuliah."

See? Dia berbohong! "Jangan menipuku. Jelas-jelas kau sedang bermesraan dengan lelaki di kampus," tanggapku. Setelah aku berkata begitu, Jane malah tidak bersuara untuk beberapa saat. Kok tidak ada suara ya? "Kenapa diam?" tanyaku.

"Ah, jadi ceritanya kau cemburu ya, Hon?"

Cemburu? Kenapa pada bilang aku cemburu?

"Tidak. Aku tidak cemburu," tepisku.

"Oh ya? Ku kira kau akan cemburu. Padahal aku ingin membalasmu karena kau dengan seenaknya menyuruhku datang ke klub nanti malam. Bukankah malam ini kau akan bekerja di sana?"

Kenapa dia marah?

"Kau anggap aku apa coba, menyuruhku datang hanya untuk melihatmu bermesraan dengan wanita lain?"

"Kau bisa tidak datang kok. Aku tidak akan memaksamu," ujarku.

"Tenang saja, aku akan datang!"

Aku tersenyum mendengarnya.

"Kau telah salah memilih tempat, Hon. Klub itu adalah sarangku. Banyak fans-ku di sana, jadi kita lihat saja siapa yang kebakaran jenggot nanti!?"

Cih! Dia berani menantangku? "Oh jadi begitu. Thanks buat petunjukmu, Sweety. Bisa kupastikan nanti malam para fans-mu tidak akan muncul di sana, dan akhirnya kau yang akan cemburu padaku." Aku tertawa senang dalam hatiku setelah mengucapkannya.

"Kita lihat saja nanti malam."

"Yes. We will see." Sambungan telepon pun dimatikan olehnya dan aku langsung mendengus sebal. Berani-beraninya dia menantangku dan ingin membuatku cemburu! Dia salah lawan! Lihat saja, akan ku buat dia yang cemburu padaku.

Setelah sampai di rumah, aku langsung memanggil Scott.

"Ada apa, Tuan?" tanya Scott kepadaku.

"Bisakah kau mengurus tempat yang menjadi tempat acara nanti malam ini untuk disewa satu malam? Aku tidak mau siapapun datang ke tempat itu, kecuali aku dan adik-adikku serta para wanita penyewa yang akan kencan malam ini. Kau mengerti, Scott?"

"Baik, Tuan. Saya mengerti. Akan saya kerjakan sekarang juga." Setelah itu Scott pergi dari hadapanku.

******

Waktu sudah menunjukkan pukul enam, itu berarti aku harus segera bersiap-siap. Selesai mandi ku rapikan rambutku dengan tangan kiriku menggunakam gel rambut sambil bercermin.

Setelah selesai dalam hal rambut, aku berjalan ke lemari pakaianku untuk mencari baju yang akan kupakai.

Aku pakai ini saja. Aku mengambil kaos lengan panjang hitam, dilengkapi luarannya jas hitam. Setelah kupakai, ku pastikan lagi penampilanku di cermin. Oke, perfect!
Kukecup Lily sebelum aku pergi, lalu aku pun mengambil kacamata fashion-ku dan berjalan menuju mobilku.

Aku melajukan mobilku ke Las Vegas Club. Dalam perjalanan, aku menelepon penyewaku untuk memastikan kembali kencan malam ini dan ternyata tidak ada perubahan. Dan setengah jam kemudian aku pun tiba. Kulihat semua adik-adikku juga pada sudah tiba di sana.

Setelah memarkirkan mobilku, aku langsung menghampiri adik-adikku di dalam klub yang tengah pada berkumpul sambil menunggu wanita-wanita penyewanya. Aku melihat jam tanganku, dan ternyata aku tiba lebih awal lima belas menit dari waktu janji kami.

"Kalian sudah lama sampai?" tanyaku menyapa mereka.

Mereka semua pun menoleh.

"Hai, Kak!" sapa Nick dan Evan bersamaan dan aku menanggapinya dengan senyuman.

"Kami juga baru sampai. Kira-kira sepuluh menit yang lalu," jawab Javier.

"Oh." Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan untuk mencari adik gemasku. "Aku tidak lihat Denzel. Ke mana dia?" tanyaku penuh kecurigaan. Masalahnya adikku yang satu itu punya banyak rencana jahil yang tidak akan diduga-duga.

"Tadi sih di sini. Sekarang tidak tahu deh pergi ke mana. Mungkin sedang menelepon di luar atau ke kamar mandi," jawab Evan.

"Pasti dia sengaja menghindariku. Dasar adik kurang ajar!" umpatku kesal.

"Kak..!" panggil Nick membuatku menoleh kepadanya. "Aku mau tanya. Kenapa Kakak menyewa tempat ini?" tanya Nick. "Lihat tuh..!" Nick menyuruhku memandangi ruangan yang begitu luas. Lanjut Nick, "Tempat ini jadi begitu luas dan sepi. Untung saja musiknya mengalun dengan kencang, kalau tidak, ini sama seperti tempat kuburan," cibirnya.

"Biar saja!" sahutku. Lebih baik sepi daripada dipenuhi lelaki-lelaki penggoda!

Aku jadi kesal kalau mengingat-ngingat Jane dirangkul mesra oleh para lelaki tadi siang, lalu tangan-tangan pria tersebut pada menjamah tubuh bagian punggung dan pinggangnya. Ughh! Bikin emosi saja!

Eh? Kenapa juga dengan diriku?

Tidak--tidak! Aku menggeleng kepalaku pelan. Tidak mungkin aku cemburu! Aku hanya ingin melindungi Jane dari lelaki brengsek. Ya, ini baru benar. Aku bukan cemburu. Lagipula aku kekasihnya sekarang, jadi wajar saja kalau aku tidak mau dia dekat-dekat dengan lelaki lain selain denganku.

Setelah ku pikir-pikir, bisa-bisanya dia ingin membuat diriku cemburu. Aku tersenyum miring membayangkan Jane yang akan cemburu padaku.

PeDe sekali kau, Night, kalau Jane akan cemburu padamu?! Pikiran lain ku berkata lain. Benar juga. Apa mungkin dia akan cemburu padaku?

"Jadi benar kalau Kakak Ipar akan datang?" tanya Nick membuyarkan lamunanku.

"Dia akan datang," jawabku.

"Serius, Kak? Ini bukan ide yang bagus." Nick menggeleng kepalanya. "Kakak Ipar sudah gila," gumamnya pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya. Aku pun mengernyitkan keningku.

Lanjut Nick lagi, "Kak, kalau aku tahu Kakak akan menyewa tempat ini, aku tidak akan membiarkan Kakak Ipar datang dan melihat pemandangan yang akan menyakiti hatinya."

"Jadi ceritanya kau membela Jane?" tanyaku dengan maksud memprotes.

"Bukan begitu, Kak. Aku tidak mau Kak Jane disakiti oleh pria lagi."

"Di mana letak kesalahanku jika kau bilang aku menyakiti Jane?" tanyaku.

"Membuatnya datang ke sini."

"Salah dia sendiri. Kan aku tidak memaksanya untuk datang."

Nick mengerang kesal mendengar jawabanku.

Ah, aku hampir lupa. Aku harus beritahu petugas di depan. "Sebentar ya," pamitku ke mereka. Dan aku berjalan keluar dari klub.

"Dasar Kakak tidak punya perasaan!" umpat Nick pelan.

"Aku mendengarnya, Nick!"

Sampai di depan pintu masuk, aku menemui petugas yang berjaga.

"Pak, apa Anda sudah tahu untuk tugas malam ini?" tanyaku memastikan.

Petugas itu pun mengangguk. "Saya sudah diberikan foto-foto wanita yang diperbolehkan masuk."

"Bagus. Tapi nanti ada satu wanita lagi bernama Jane. Jika dia sudah datang, katakan padanya bahwa saya menunggunya di dalam," pesanku kepada salah satu petugas yang suka berjaga di pintu masuk klub sambil memberikan uang tip kepadanya.

"Siap, Bos!"

Aku menepuk pelan lengan petugas tersebut. "Jangan biarkan siapapun masuk! Kalau perlu siapkan plang bertuliskan tempat ini telah disewa oleh Anderson Family. Mengerti?" perintahku.

"Siap, Bos! Pokoknya beres."

Aku mengangkat jempolku ke hadapannya. "Sip."

Setelah misi selesai, aku pun masuk kembali ke dalam klub untuk menunggu datangnya wanita penyewaku.

*****

"Apa kau Mr. Night?" tanya seorang wanita yang lumayan cantik berdiri di hadapanku.

Aku yang sedang duduk sambil meneguk beer pun menoleh. "Apa kau Mina Lawson?" tanyaku memastikan.

"Aku Mia, bukan Mina."

"Hem, maksudku Mia. Maafkan aku."

"No problem."

Ku lihat adik-adikku juga sudah didatangi para wanita penyewanya.

Oke, saatnya bekerja!

Setengah jam kemudian, Jane pun tiba di klub dan sedang berdiri sambil mencari seseorang. Apa dia mencariku?

Ku tatap penampilan Jane dari atas ke bawah. Dress selutut berwarna silver membalut indah tubuh Jane dengan sangat sexy. Seperti biasa, dia terlihat sangat cantik dan sexy. Untunglah fans-fans-nya tidak ada di sini.

Sambil merangkul pinggang si penyewaku, aku berjalan menghampiri Jane dan menyapanya, "Hai, Sweety!"

Jane menoleh dan ku lihat raut wajah Jane memancarkan aura amarah menahan kesal. "Apa-apaan kau, menyewa tempat ini dengan seenaknya!!" omel Jane kepada diriku.

Sudah bisa kutebak kalau dia bakal terkejut akan surprise-ku.

Aku tersenyum miring sambil melepas rangkulanku dan berjalan mendekati Jane. Lalu, aku memajukan wajahku ke samping wajah Jane untuk berbisik kepadanya. "Ini balasanku karena kau ingin membuatku cemburu. Dan sekarang aku ingin melihat kau yang cemburu kepadaku, Sweety." Aku mengecup pipinya sebagai penutup perkataanku dan mengedipkan sebelah mataku ke Jane.

*****

Jane mengepalkan kedua tangannya sambil menatap sinis ke Night.

"Fine! Akan aku buktikan aku tidak akan cemburu." Jane langsung melengos pergi tanpa menunggu sahutan dari Night lagi.

Jane berjalan menuju bartender, sedangkan Night melanjutkan pekerjaannya.

"Hai, Frank!" sapa Jane kepada temannya yang bartender. Dia yang bertugas menyajikan minuman-minuman untuk tamu.

Cih! Tamu? Mana ada tamu malam ini. Jane duduk di salah satu bangku yang berjejer di meja bartender. Sia-sia aku berdandan tadi!

"Hai, Jane. Sudah beberapa hari ini kau tidak kelihatan?" tanya Frank sambil mengelap gelas kosong.

"Lagi sibuk," jawab Jane.

"Mau minumam lain atau seperti biasa?" tanya Frank.

"Yang biasa saja." Jane mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan. Tempat ini jadi kelihatan besar dan luas. "Frank..," panggil Jane.

Frank berdehem sambil membuatkan minuman untuk Jane.

"Kenapa atasanmu memberi ijin untuk menyewakan tempat ini. Padahal kalau dibandingkan dengan tamu yang datang, bukankah penghasilannya lebih banyak ke situ daripada disewa?" selidik Jane bertanya.

"Kau tidak tahu rupanya."

Hah? "Tidak tahu apa?" Jane mengernyitkan dahinya bingung.

"Saham terbesar klub ini merupakan saham milik Anderson. Jadi, mana mungkin pemilik berani tidak memberi ijin," jelas Frank.

Jane terperangah tidak percaya. Lagi-lagi kekuasaan yang bertindak. Jane menghela nafas panjang.

"Lalu, kenapa kau bisa datang, Jane?" tanya Frank sambil memberikan minuman yang sudah selesai dibuatnya ke Jane. "Bukankah kau bukan anggota keluarga Anderson?" lanjut Frank bertanya.

"Aku kekasih dari pria di sana." Jane memberitahukan lewat dagunya.

Frank mengikuti arahan Jane. Terbelalak mata Frank mengetahui bahwa pria yang dimaksud adalah Night. "Kok bisa?" Frank berpikir sejenak. "Tunggu..!" jedanya. "Kalau dia adalah kekasihmu, kenapa dia bersama wanita lain?" tanya Frank. "Mana wanita itu sangat cantik dan sexy. Lihat saja gaun yang dipakainya, sangat menampilan belahan dadanya yang menonjol."

"Lebih baik jangan bertanya, Frank. Aku tidak mau menjawabnya."

"Hayolah. Aku penasaran," rajuk Frank memaksa.

Jane memutar bola matanya malas. "Dia ingin membuatku cemburu."

Frank melototi Jane karena jawaban yang keluar dari mulut Jane. Frank pun tertawa terbahak-bahak. "Dia buang-buang waktu saja. Mana mungkin itu terjadi. Benarkan, Jane? Aku sangat tahu dirimu," ujarnya.

Jane mengangkat gelas minumannya. "Of course. Jane gitu, mana pernah cemburu," sahutnya dengan kepercayaan dirinya sambil meneguk minumannya. Ia memutar kepalanya untuk melirik ke arah Night yang sedang bermesraan dengan wanita kencannya. Aku tidak akan cemburu!

Night memang sedang bermesraan melakukan job-nya, tapi arah matanya tidak lepas menatap ke arah Jane duduk sambil bercengkrama dengan petugas bartender. Seharusnya aku mengganti bartendernya dengan wanita. Shit! umpat Night memasang wajah kesal. Ia telah melupakan hal sekecil itu.

"Night...," desis Mia, si wanita penyewa. Dari tadi ia memperhatikan wajah Night yang dikit-dikit menampilkan raut wajah yang berbeda-beda.

Night menoleh ke Mia yang sedang bergelayut manja dengan duduk dipangkuan Night. "Ya, Nia."

Mia menggigit bibirnya menahan kesal. "Namaku Mia, Night. Sudah ke lima kali kau salah menyebut namaku," cibirnya.

"Sorry, Sweetheart. Sampai mana kita tadi?" tanya Night dan dia mulai fokus kembali dengan tugasnya.

Mia mulai mencumbu bibir Night kembali.

*****

"Sungguh malang nasib Kakak Ipar," ucap Nick ke Justin sambil menari mengikuti house music yang berdendang dengan kencang.

"Kakak memang jahat. Kita harus membantu Kakak Ipar," sahut Justin yang juga sedang menari dengan wanita penyewanya. Si wanita kencannya merangkul leher Justin dengan mesra sambil melikak likuk menempelkan tubuhnya ke tubuh Justin.

"Jangan. Bukan tugas kalian membantu Jane," celetuk Denzel yang menghampiri Nick dan Justin sambil menari.

"Dari mana kau, Kak?" tanya Evan. "Di cari Kak Night tuh."

"Ada misi," jawab singkat Denzel sambil tersenyum miring. Denzel kembali menari sambil memegang pinggang wanita kencannya yang sedang berjoget sexy sambil menciumi bibirnya.

Nick, Evan dan Justin hanya mengangkat setengah alisnya menatap Denzel yang penuh dengan tanda tanya.

*****

Night melihat jam tangannya. Dua jam sudah berlalu dan Jane belum menampakkan tanda-tanda bahwa dia cemburu padaku. Dia malah asyik dengan minuman beer- nya. Apa benar dia tidak cemburu padaku? Batin Night.

Back to Jane...

"Sudah, Jane." Frank mengambil gelas Jane yang akan diteguknya lagi. "Ini sudah gelas ke tiga puluh. Lagipula minumanmu yang ini mempunyai kadar alkohol lebih tinggi dari yang sebelumnya. Kau bisa mabuk, Jane. Ini tidak seperti dirimu."

"Jangan ambil minumanku, Frank. Aku harus minum untuk mengalihkan diriku dari pemandangan menjijikkan itu," tegur Jane sambil mengambil kembali gelasnya dengan paksa.

Frank melirik ke arah Night yang sedang memuaskan wanita kencannya. Senyum lebar ditampilkan Frank. "Jadi akhirnya kau cemburu juga?"

"Tidak. Aku tidak cemburu," tepis Jane. Suara paraunya terdengar jelas menunjukkan bahwa ia sudah setengah mabuk.

"Kau tidak bisa menipuku. Kenapa kau tidak menghentikannya? Kau berhak kok karena kau adalah kekasihnya. Benar, kan?" usul Frank.

Jane tertawa sumbang. "Aku bukan kekasihnya. Kami tidak berpacaran. Mana ada berpacaran seperti ini?" Tawa miris Jane mencuat membuat Frank geleng-geleng kepala. "Dia telah menyakiti diriku, Frank."

"Kau sudah jatuh cinta dengannya tanpa kau sadari, Jane," ucap Frank pelan, tanpa terdengar jelas oleh Jane.

"Lebih baik aku menari." Jane beranjak dari duduknya dan menuju ke tempat di mana adik-adiknya Night sedang menari.

Mau ke mana dia? batin Night sembari melirik ke Jane kembali.

Jane berjalan sedikit terhuyung sambil memegang botol beer. Ia mulai berjoget mengikuti irama house music.

*****

(Kediaman Kelly)

Satu jam sebelumnya...

"Jayden, kamu tidak akan pergikan malam ini?" tanya Kelly sambil menyendok makanannya ke dalam mulutnya.

"Tidak, Ma. Jika Mama tidak mengijinkan, aku tidak akan datang menemuinya," jawab Jayden.

"Bagus. Mama tidak mengijinkan kamu menemui Night. Mama tidak ingin kalian berdua bertengkar lagi seperti tadi siang."

"Iya. Jayden duluan ke kamar, Ma," pamit Jayden yang sudah selesai menyantap hidangan makan malamnya. Ia berjalan menuju kamarnya.

"Apa dia sungguh tidak akan pergi, Carol?" selidik Kelly ke Carol.

"Tidak, Nyonya," jawab Carol sambil menyilangkan jari tengahnya ke telunjuknya. Maaf, Nyonya. Carol merasa menyesal telah membohongi majikannya. Ini pertama kalinya ia berbohong demi membantu Jayden.

Dalam kamar, Jayden berjalan ke arah lemari pakaiannya. Saat ia sedang mengambil baju, ponselnya berbunyi. Buru-buru Jayden berjalan menuju ke laci meja samping ranjangnya untuk mengambil ponselnya. Ia membuka pesan tersebut dan segera membalasnya.

To : Denzel

Jangan mengandalkan ku!

Send....

Setelah mengirimkan pesan balasan ke Denzel--si pengirim pesan--, Jayden bersiul ria sambil memakai bajunya.

Back to Jane....

Nick mencoba berjalan menghampiri Jane yang masih menari-nari asal. "Kakak Ipar..!" panggilnya dengan suara sedikit keras. Musik yang kencang membuat Nick jadi berteriak-teriak memanggil nama Jane.

Jane menyipitkan matanya untuk melihat lelaki yang berdiri di hadapannya. "Nick?" Jane memegang bahu Nick. "Kau mau menari bersamaku?" godanya sambil mendekatkan dirinya ke Nick.

Nick melepaskan tangan Jane yang berada di bahunya. "Kakak Ipar mabuk ya?" Nick mendekatkan wajahnya untuk mengendus bau alkohol yang begitu menyengat dari tubuh dan mulut Jane. "Astaga, Kakak Ipar, kau bau alkohol." Nick mengambil botol beer yang dipegang Jane. "Sudah-sudah, jangan minum lagi! Lebih baik Kakak Ipar duduk saja." Nick merengkuh tubuh Jane untuk dibawa ke bangku.

"Aku tidak mabuk! Aku masih sadar, Nick." Jane melepaskan dirinya dari dekapan Nick dan kembali menari menggoyangkan kepala dan tubuhnya.

"Maafkan aku, Kakak Ipar. Seharusnya aku mencegahmu datang." Nick meninggalkan Jane sendiri dan berjalan menghampiri Night yang baru saja keluar dari toilet.

Nick menghempaskan botol beer yang dipegangnya ke tubuh Night dengan kasar. "Kakak Ipar mabuk. Lebih baik hentikan dia, Kak!" perintah Nick. "Walaupun kau Kakakku, tapi aku tidak akan membiarkan Kakak menyakiti hati Kak Jane lebih jauh. Dia sudah disakiti dua pria dalam hidupnya. Cinta pertamanya dan pacar pertamanya. Dan aku tidak ingin Kakak menjadi salah satu pria yang menyakiti hati Kak Jane selanjutnya!" ocehnya. "Kalau Kakak tidak bisa membawa Kak Jane pulang, aku yang akan membawa pulang dia."

Night melirik ke Jane yang benar dikatakan oleh Nick, Jane telah mabuk. "Baiklah, aku akan mengantarkannya pulang."

"Bagus." Nick pun pergi dari hadapan Night.

Night hendak menemui Mia terlebih dahulu, sebelum ia mengantarkan Jane pulang. Bagaimanapun ia harus meminta ijin dulu ke wanita yang menyewanya.

Jane masih menari sampai tanpa sadar air matanya keluar. Ia tidak tahu apa yang membuatnya menangis. Dalam benaknya, tindakan Night yang bermesraan dengan wanita yang menyewanya terekam jelas oleh Jane.

"Sekarang aku ingin melihat kau yang cemburu kepadaku, Sweety," ucap Night sebelumnya.

Aku tidak mungkin cemburu!

Aku juga tidak menyukainya!

Aku tidak menangis! Buat apa aku menangisi dia?

Baru kali ini ada lelaki yang membuatku seperti pecundang seperti ini.

Dasar lelaki brengsek! Aku sangat membencimu!

Jane menghentikan tariannya dan mulai menekuk kedua lututnya berjongkok, lalu memeluk kedua lututnya.

Kau tidak mungkin menyukainya, Jane! Lagipula dia hanya bermain-main denganmu! Jangan sampai kau dipermainkan lagi oleh pria! Ingat dengan kejadian yang dulu, Jane!

Sebersit ingatan Jane akan masa lalunya mulai menggerayanginya pelan-pelan.

Jane kecil tengah membaca secarik kertas : Kau tidak pernah mengaca ya? Kau itu wanita jelek dan gendut! Jangan pernah berani dekati diriku lagi!

Ingatan berpindah lagi ke masa Jane dikhianati sang pacar pertamanya.

"Maafkan aku, Jane. Dia yang memaksaku untuk tidur dengannya," bela diri lelaki yang menjadi pacar pertama Jane sehabis kepergok tidur dengan Sonia.

"Ha-Ha-Ha." Tawa meledak menyudutkan Jane sambil memeluk mesra pacar pertama Jane. "Sampai kapanpun kau akan menjadi wanita nomor dua, Jane. Aku yang menang, dan kau kalah," ucap wanita yang adalah Sonia.

Bayangan Jane yang lain memanas-manasi Jane yang sedang terpuruk.

"Kau kalah dengan Sonia, dan sekarang kepada wanita itu! Wanita yang menyewa pacarmu. Lihat! Dia lebih memilih wanita cantik itu daripada dirimu."

"STOP!!" teriak Jane frustasi sambil memegang kepalanya untuk menghentikan pikiran lain maupun ingatan-ingatan buruk yang melintasi benaknya.

(Suara derap langkah kaki yang berlari)

"Jane!" panggil seseorang menghampiri Jane dengan raut wajah panik, lalu ia ikut menekuk satu kakinya berlutut sembari memegang bahu Jane untuk mengecek keadaannya.

Jane mendongak untuk melihat siapa yang memanggilnya. "Night?" Jane tertawa miris.

Lelaki itu menarik lengan Jane untuk berdiri. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir. Ia memerhatikan wajah Jane yang memerah. Dan bukan hanya itu, matanya ikut memerah karena airmata yang keluar serta membasahi wajahnya. "Kau menangis?"

"Night..," desis Jane sambil menunjuk ke arah jantungnya. "Kau menang. Aku yang kalah." Jane memukul dada kekar lelaki yang dipanggil Night. "Kau jahat, Night! Kau yang memintaku menjadi kekasihmu, tapi kau malah menyakiti hatiku." Jane mulai meracau.

"Jane...," Lelaki itu menangkap tangan Jane yang terus memukulnya. "Siapa yang berani menyakitimu?"

Jane tersenyum miris sambil menengadahkan wajahnya menatap lelaki yang sedang menatapnya intens. "Kau yang menyakitiku! Kenapa kau pura-pura bodoh? Aku memang cemburu dan kau yang menang! Kau puas, kan? Aku bahkan tidak tahu kalau aku sudah mulai menyukai dirimu, Night." Air mata Jane kembali keluar. "Berhentilah menyentuh wanita lain selain diriku, Night," pintanya memohon. Jane mengambil tangan lelaki itu dan menaruhnya di wajahnya. "Kau hanya boleh menyentuhku."

"Jane, sadarlah! Aku bukan Night! Lihat aku baik-baik!" Lelaki itu mengguncang bahu Jane untuk menyadarkan penglihatan Jane.

Jane memicingkan matanya untuk mengenali kembali wajah lelaki di hadapannya. "Kau kan Night?"

"Jane, ini aku Jayden!!"

Jane mengernyitkan keningnya. "Jayden?" Tanpa sadar Jane langsung memeluk Jayden sambil menangis. "Dia menyakiti diriku lagi, Jay," isaknya dalam pelukan Jayden.

Rahang Jayden mengeras seketika. "Night menyakitimu?"

Jane hanya menangis tanpa menjawab.

"Jawab, Jane!" paksa Jayden.

Tanpa mereka berdua sadari, percakapan Jane tadi didengar oleh Night yang sedang berjalan menghampirinya. Dia menyukaiku? Dia benar-benar cemburu padaku? Night tersenyum bahagia tanpa mengenali lelaki yang sedang memeluk Jane.

"Jane..?!" panggil Night yang sudah berdiri di belakang Jayden. Night mengerutkan alisnya. Siapa lelaki ini? Berani sekali dia memeluk Jane-ku!

Jayden menoleh sambil memeluk Jane.

Night terkejut. Bahkan dirinya tidak menyangka bahwa kembarannya datang di saat yang tidak tepat. Ya itu menurutnya, tapi tidak dengan Jayden. Menurut Jayden, ia datang tepat waktu. Telat sedikit saja, Jayden yakin Jane akan lebih terpuruk lagi.

Jane menoleh ke Night dengan air mata yang masih tersisa di area matanya.

Night kembali terkejut melihat Jane tengah menangis. "Kau menangis, Jane?"

Jayden melepaskan Jane dari pelukannya. "Sebentar, Jane. Aku harus menyapa kembaranku." Jayden maju melangkah mendekat ke arah Night hingga menyisakan jarak sejengkal. "Maaf mengganggu acaramu yang tidak berkelas ini." Jayden mengangkat dagunya. "Ah, apa kau masih ingat dengan ucapanmu kalau kau menantikan pukulanku, Hayden?"

Night terdiam tidak menanggapi omongan Jayden. Tatapan yang kosong karena pikirannya masih syok karena melihat Jane yang menangis.

Jayden tertawa sinis. "Akan ku kabulkan sekarang." Tanpa pikir panjang, Jayden langsung meninju wajah Night hingga Night jatuh tersungkur.

"Fuck!" umpat Night yang tambah terkejut. Pikirannya tentang Jane langsung memudar.

"Aku mewakili Jane untuk memukulmu, Hayden! Dan sekarang sudah kuputuskan akan mengambil Jane darimu!" Jayden berbalik badan sambil merangkul pundak Jane, hendak membawanya pergi keluar dari klub.

Di saat Jayden dan Jane berjalan ke arah pintu keluar, tiba-tiba Sonia masuk. Melihat Night tersungkur, ia langsung berlari menghampirinya sambil berteriak panik. "Nikey!!" Sonia berlari melewati Jayden dan Jane.

Dan saat itu juga langkah Jane terhenti dan mematung. Seluruh tubuh Jane menegang mendengar nama yang diserukan Sonia. Perlahan Jane memutar tubuhnya berbalik dan menatap Sonia yang tengah membantu Night berdiri. Jane melepas tangan Jayden yang sedang menatapnya heran. Jane kembali berjalan perlahan menghampiri Night lagi.

Night melihat Jane sedang berjalan ke arahnya. Sampai di hadapannya, Jane mengusap wajahnya Night dan menatapnya dengan tatapan sendu. "Benarkah kau adalah Nikey?"

"Kalau iya memangnya kenapa?" celetuk Sonia mengambil alih jawaban yang seharusnya dijawab oleh Night.

"Kalau itu benar, berarti kau adalah cinta pertamaku, Night," ungkap Jane membuat Night terkejut. Lanjut Jane, "Dan itu berarti kau telah menyakitiku dua kali. Hubungan kita berakhir sampai di sini." Setelah mengatakan itu, Jane melesat pergi dari hadapan Night.

Night ingin mengejarnya tapi ditahan oleh tangan Sonia.

Langkah jalan Jane yang perlahan sampai dirubahnya menjadi berlari, dikarenakan Jane ingin cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Bahkan Jayden pun tidak digubris lagi oleh Jane.

Nick yang melihat semuanya pun ikut terhentak. "Jadi Kakak adalah cinta pertama Jane sekaligus pria pertama yang menyakiti hatinya?!" gumamnya pelan.

Jayden pun mengejarnya. "Tunggu, Jane!"

Sampai di parkiran, dengan cepat Jayden meraih tangan Jane yang berhasil dikejarnya, lalu ia menarik Jane untuk dipeluknya. "Jangan menangis sendirian, Jane."

Jane terisak dan tangisannya menyayat hati Jayden. Jayden mengelus kepala Jane untuk menenangkannya.

Setelah tidak terdengar lagi tangisan Jane, Jayden menatap Jane sambil menyeka airmatanya. "Jane..," desis Jayden sembari menatap bola mata biru Jane.

Jane membalas menatap lekat mata Jayden dan menunggu ucapan Jayden selanjutnya.

Lanjut Jayden, "Ijinkan aku untuk membahagiakanmu."

.....

TBC

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience