Dalam perjalanan menuju kampus, Jane yang sedang menyetir melirik ke sahabatnya yang sejak dari tadi diam dengan memasang wajah cemberut. Hal itu membuat Jane jadi berpikir dan bertanya-tanya sendiri dalam hatinya, apa ia telah melakukan kesalahan?
Saat traffic light berwarna merah, Jane mencoba memanggil sahabatnya itu. "Zie..."
Lizzie POV
Aku yang sedang menatap lurus ke depan sambil bertopang dagu dengan sisi kaca sebagai penyender tanganku, tidak menghiraukan panggilan Jane.
Marah? Benar, aku marah padanya.
Mungkin dari satu sampai sepuluh, angka enam lebih cocok sebagai angka kemarahanku sekarang. Siapa yang tidak marah kalau Jane dengan seenaknya melakukan hal tadi, yakni mengirimi Nick pesan seperti itu. Apa kata Nick nanti? Pasti dia akan membenciku.
"Zie," panggil Jane kembali. "Kau marah padaku ya?"
Dan aku hanya menjawab dengan deheman tanpa menoleh ke arahnya. Biarkan saja dia beransumsi dengan pikirannya. Kali-kali memberi sedikit pelajaran padanya agar tidak semena-mena dengan tindakannya dan membuatnya berpikir dulu sebelum bertindak.
Jane, sahabatku itu memang orang yang suka berbuat sesuka hatinya tanpa berpikir dulu. Mungkin karena dia adalah anak dari orang kaya yang tidak begitu peduli dengan efek dari perbuatannya. Tapi anehnya, Jane itu sangat takut apabila diriku marah. Aku juga tidak begitu paham dengannya. Apa untungnya bagi dia mempunyai teman sepertiku yang kuper ini?
Dulu aku sempat bertanya padanya, dan jawaban dari Jane sungguh membuatku tersentuh.
"Karena kau adalah satu-satunya teman yang mau berteman denganku dengan tulus tanpa ada niat terselubung. Tidak seperti semua temanku yang lain yang hanya bisa menguras uangku. Mereka juga memanfaatkan kekayaan dan ketenaran orang tuaku untuk membantu usaha orang tua mereka."
Jawaban dari Jane itu membuatku terharu, sangat terharu. Memang benar, semua temannya yang aku kenal selalu menguras uang Jane dengan mengajaknya shopping, jalan-jalan, tapi ujung-ujungnya malah Jane yang harus membayar semua itu. Segelintir ingatan masa dulu itu pun terlintas kembali di benakku.
Lima orang wanita sedang sibuk berbelanj, termasuk Jane dan diriku. Dan tentunya aku tidak ikut memilih karena harga yang tercantum di label sangatlah fantastis. Membuatku geleng-geleng kepala saja. Ya walaupun Jane sudah menawarkan agar aku mengambil beberapa pakaian yang aku suka, tapi tetap saja ku tolak.
Saat sampai di depan kasir, salah seorang wanita yang terbilang sebagai teman Jane berucap kepada Jane sambil meletakan beberapa pakaian yang telah dipilihnya ke pelayan kasir. "Kau yang bayar kan, Jane? Kan kau orang kaya."
Mendengar itu membuatku geram dan sangat ingin menegurnya. Tapi, apa dayaku karena aku tidak punya hak apa-apa. Lalu ku dengar Jane menjawabnya sambil tersenyum. "Iya, aku yang bayar." Entah apa arti dari senyuman yang disunggingkan oleh Jane.
Aku menghela nafas panjang mengingat itu semua. Jane memang tidak pernah perhitungan kalau masalah uang, tapi aku yang melihatnya jadi merasa kesal sendiri. Kenapa Jane selalu menuruti kemauan mereka yang tidak tahu diri itu? Tapi ya seperti itulah karakter Jane. Kadang kebaikkannya suka disalah artikan orang dan malah pada memanfaatkannya.
Tapi untung saja Jane sudah tidak berteman lagi dengan mereka-mereka itu karena mereka semua sekarang menjadi teman Sonia. Kumpulan geng yang cocok, kan? Ya cocok, sama-sama penjilat, suka mem-bully, menghina orang, dan masih banyak keburukan mereka yang kalau aku jabarkan bisa jadi satu cerpen.
"Zie," panggil Jane lagi yang tidak menyerah sambil menggoyangkan pelan tanganku.
TIN!!
Suara klakson terdengar dari arah belakang mobil kami.
Jane dan aku yang terkejut refleks langsung menoleh ke arah lampu traffic yang sudah berubah warna menjadi hijau. Jane pun langsung menginjak gas dan mulai melajukan mobilnya kembali.
Sambil menyetir, Jane menoleh lagi ke arahku. "Zie, maafkan aku. Kau jangan marah dong," rajuknya kepadaku.
Entah kenapa diriku yang sedang marah ini, mendengar rajukkannya membuat amarahku tiba-tiba hilang seketika. Aku menghela nafas panjang. Aku memang tidak bisa marah lama-lama padanya. Mungkin karena efek pertemananku dengannya yang sudah terjalin lama.
Aku sangat menyayangi Jane. Bagaimanapun sifat buruk dia yang memang kadang suka membuatku ingin mengetuk kepalanya, namun aku menerimanya. Bukankah yang namanya persahabatan harus menerima semua kekurangan dan kelebihan dari sahabatnya?
Aku pernah membaca satu kutipan yang menurutku indah, 'Persahabatan itu kadang-kadang bagaikan Tom & Jerry. Mereka mengusili satu sama lain, menyakiti satu sama lain, tapi mereka tidak bisa hidup tanpa satu sama lain.' Ya seperti itulah ungkapan persahabatanku dengan Jane.
"Aku juga ingin marah kepadamu Jane, tapi---," jedaku sebentar sambil mendengus sebal. "Ti.dak.bi.sa," jawabku menekankan dua kata itu.
Jane terkekeh pelan. "Aku tahu kau marah, jadi bisakah kau memaafkanku, Zie?" pintanya dengan memohon.
"Aku sudah memaafkanmu kok. Lagipula ini hanya masalah cowok, tidak akan membuatku menghancurkan pertemanan kita. Kau ingat motto hidupku, kan?" tanyaku. Saat aku ingin mengingatkan mottoku padanya, tak disangka-sangka malah Jane dan aku mengucapkannya bersamaan. "Cinta akan lebih jarang kita temukan daripada orang jenius. Namun sahabat akan sangat jarang kita temukan ketimbang cinta." Kami saling menoleh bersama dan setelah itu, kami pun tertawa bersama.
Ya bukankah kebersamaan ini lebih bahagia daripada meributkan lelaki yang belum tentu dia menjadi jodohku? Aku sedikit menyesal karena tadi sempat kesal dan marah pada Jane.
"Jane..," panggilku membuat Jane menoleh. "Maafkan aku karena tadi sempat marah kepadamu," sesalku dan Jane meresponnya dengan tersenyum.
"Kalau Nick memang jodohmu, dia tidak akan menjauhimu. Dan jangan cemas masalah pasangan ya, karena sudah pasti ada lelaki yang akan menerimamu apa adanya," ujar Jane.
Setengah alisku terangkat sebelah mendengar ucapan Jane. "Ya semoga memang ada."
"Trust me! Pasti ada satu lelaki yang terselip di pelosok dunia ini yang akan menjadi pasanganmu. Bukankah Tuhan telah menciptakan manusia itu berpasangan? Seperti Adam dan Hawa saja. Lalu seperti sepatu juga dibentuk berpasangan, kan? Jadi kau jangan khawatir," ceramah Jane.
"Iya, Nyonya Jane." Aku pun terkikik geli karena baru kali ini sahabatku bisa mengeluarkan kata-kata bijak.
Tak terasa perbincangan dan candaan kami berdua membuat mobil Jane sudah memasuki gerbang kampus. Setelah memarkirkan mobilnya, aku dan Jane pun keluar dari dalam mobil. Saat kita berdua berjalan, kami menangkap sesuatu yang sedang dikelilingi para mahasiswa-mahasiswi.
"Ada apa ya ramai-ramai?" tanya Jane penasaran.
Aku mengangkat bahu sambil menjawab Jane, "Entahlah."
Jane menarik tanganku dengan cepat. "Ayo kita lihat!"
Aku memutar bola mataku sambil berlari. Aku seperti merasakan firasat buruk.
Sampai di kerumunan orang-orang, Jane yang masih menarik tanganku, mencoba menerobos masuk. Tidak peduli pada orang-orang sudah mengumpati kita karena kakinya yang terinjak atau bahunya yang tersenggol kasar oleh Jane. "Jane, pelan-pelan jalannya," tegurku.
Rasa penasaran Jane membuatnya tidak menghiraukan ucapanku. Dia terus fokus menerobos. Dan sebagai gantinya, akulah yang harus meminta maaf pada orang-orang untuk memberi ruang jalan buat kami.
Dan sampai akhirnya kami pun tiba di depan dan bisa melihat apa yang sedang terjadi. Di hadapan kami ada seorang wanita dengan berpakaian sedikit terbuka di bagian atas tubuhnya--- tentunya menampilkan belahan dadanya yang menggembul keluar---- tengah berbincang dengan beberapa mahasiwa.
Terdengar wanita itu memuji mobil sport-nya yang keluaran terbaru, dan mungkin harganya bisa membeli sebuah resort di salah satu pulau. Sambil melipat kedua tangannya di dada dan menyender di mobil tersebut, para manusia-manusia yang tergolong kampungan, menurutku, mengelilingi si wanita itu sambil memuja wanita itu beserta mobil sport-nya.
Sungguh berlebihan!
Jane memutar bola matanya menatap wanita yang jadi pusat perhatian para mahasiswa-mahasiswi kampus tersebut. "Aku pikir ada hal apa ramai-ramai," Helaan nafas kasar dikeluarkan Jane. Dan terlihat wajah Jane tampak menyesal telah melihat pemandangan dari wanita yang dibencinya. "Ternyata oh ternyata..., buang-buang waktu saja!" nyinyir Jane secara halus. Lalu, Jane memutar tubuhnya dan kembali menarik tanganku untuk segera pergi dari sana.
Para mahasiswa yang berkerubung kayak semut itu juga satu persatu mulai pergi meninggalkan Sonia dan kembali dengan aktivitas mereka.
Sonia yang mendengar sindiran langsung menoleh ke Jane. "Jane Collins sudah datang rupanya. Wah kau juga bersama---," Sonia menyeret ucapannya sambil matanya menangkap diriku yang berdiri di samping Jane. "Si kuper Lezzie," lanjutnya.
"Namaku Lizzie, Sonia!" tegasku mengoreksi.
Sonia memutar bola matanya malas mendengar ucapanku. "Whatever!"
Aku mendengus sebal. Sabar, Zie!
Jane yang berdiri dengan posisi membelakangi Sonia, akhirnya memutar tubuhnya kembali ke hadapan Sonia yang sedang berjalan mendekatinya. Jane menatapnya dengan malas.
Sonia memang selalu bersaing dengan Jane. Mau itu hal pakaian dengan label brand bermerek, sepatu dan tas yang harganya bisa membeli satu motor, atau laki-laki yang dekat dengan Jane pasti akan direbutnya.
Wajah Sonia sekilas memang terlihat mirip dengan Jane. Kadang para lelaki suka bertanya-tanya, apakah mereka kembar? Tetapi nyatanya mereka itu tidak kembar, melainkan mereka adalah musuh bebuyutan sampai sekarang.
Tadinya Jane tidak terpengaruh dengan perkataan Sonia yang selalu menantangnya, tapi lama kelamaan karena Sonia makin kelewatan dengan tindakannya, Jane pun jadi geram dan mau tak mau Jane meladeni Sonia dengan menyahuti balik.
Ya wajar sih kalau Jane kesal. Pacar pertama Jane saja direbut oleh Sonia. Kalau mereka berdua dibandingkan, Sonia memang lebih berani kalau itu menyangkut hal lelaki. Dia bahkan bisa menggunakan tubuhnya untuk menggaet lelaki yang mendekati Jane, ya termasuk pacar pertama Jane itu.
Aku jadi teringat saat Jane diputuskan oleh lelaki brengsek yang katanya pacar pertamanya itu. Jane menangis meraung karena memergoki lelaki itu tidur dengan Sonia di apartemennya. Untung saja saat itu Jane sangat kuat dan sabar. Mungkin kalau itu diriku, aku bisa langsung loncat dari apartemen karena sakit hati. Dan sejak kejadian itulah Jane tidak pernah mau lagi berhubungan serius dengan lelaki. Katanya sih tidak mau sakit hati lagi.
Jane memang beruntung terlahir di keluarga kaya dan dikagumi banyak lelaki. Mungkin Jane terlihat sering bergonta-ganti pasangan, tapi sebenarnya ada alasan dibalik dia menjadi playgirl. Dia sedang mencari cinta pertamanya. Kata Jane, lelaki itulah yang menjadikan dirinya seperti sekarang. Aku kurang mengerti maksudnya sih. Hanya saja, mencari lelaki yang bahkan tidak ada petunjuknya, apakah bisa ketemu? Apalagi yang Jane tahu hanya nama panggilan lelaki itu saja, yaitu Nikey. (Bacanya Naiki)
Jane sudah mengencani banyak lelaki, tapi tidak ada nama lelaki yang bernama Nikey. Kemungkinan terbesar Jane tidak menemukannya sampai sekarang karena ada tiga alasannya. Pertama, lelaki tersebut telah pindah negara. Kedua, nama lelaki itu bukan Nikey, dan ketiga, lelaki itu sudah mati.
Lagipula saat kejadian itu berlangsung, usia Jane adalah sepuluh tahun. Ini sudah hampir sebelas tahun yang lalu sejak kejadian itu. Bisa saja Jane salah dengar nama lelaki itu, kan? Atau bisa juga Nikey itu hanya nama samaran. Ya kan?Â
Sudahlah, kok jadi aku yang pusing. Seperti kata Jane tadi, mungkin lelaki itu ada, hanya saja terselip di antara jutaan orang di dunia ini.
"Ada urusan apa kau datang ke kampusku?" tanya Jane ketus sambil menatapnya sinis.
"Kenapa? Kau jadi takut tersaingi olehku ya?" jawab Sonia dengan pertanyaan balik disertai nada mengejek.
Jane mendengus kasar. "Kenapa harus takut?"
"Baguslah kalau begitu. Karena mulai hari ini, aku akan pindah ke kampus ini," sahutnya. Sonia berjalan mendekati Jane sampai jarak mereka hanya sejengkal. Sonia menatap Jane dengan padangan meremehkan. "Sampai kapanpun kau akan selalu jadi nomor dua, Jane. Dan aku akan selalu menjadi nomor satu. Ingat itu!"
Amarahku mulai mencuat. Karena merasa gusar, aku berjalan mendekati Sonia dan mendorong tubuhnya sampai dia mundur ke belakang. Kemudian aku berdiri membelakangi Jane.
"Dari dulu sampai sekarang, kau tidak pernah berubah ya? Aku sampai penasaran, kenapa kau sebegitu bencinya dengan Jane? Apa Jane pernah melakukan kesalahan padamu? Atau dia pernah merebut pacarmu, seperti kau merebut pacarnya dengan menidurinya?" sindirku tanpa pikir panjang. Entah dari mana keberanian itu muncul sampai aku berani mengatakan hal yang membuat emosi Sonia meradang dan melayangkan sebuah tamparan keras ke arah wajahku.
Plakk!!
Jane sungguh terkejut melihat diriku ditampar oleh Sonia. Jane pun mengepal kedua tangannya untuk menyalurkan kemarahannya yang seperti gunung merapi mau meletus. Dengan tegas Jane memaki dan mengatainya, "Hey, Bitch!! Kau selalu saja berani hanya dengan yang lemah! Ku peringatkan kau, Sonia! Kalau kau berani memukul Lizzie lagi, kau akan berurusan denganku!" hardik Jane.
Tidak ada rasa takut sedikitpun dari raut wajah Sonia saat Jane memarahinya. Dia memang wanita gila!
Jane melanjutkan sambil bersedekap dan mengangkat dagunya. "Kau pikir aku takut padamu karena selama ini aku diam saja? Kau salah besar, Sonia Forst! Jangan kira kau adalah keponakan dari orang terkaya nomor satu di negara ini, kau jadi seenaknya menindas orang!" Jane menunjuk Sonia dengan telunjuknya. "Ku rasa kalau Benjamin Anderson tahu keponakannya mempunyai sikap yang merugikan orang lain, mungkin dia akan malu mempunyai keponakan sepertimu!" tandas Jane habis-habisan.
Sonia yang tidak terima perkataan pedas Jane, berniat memukul Jane. Tapi sebuah tangan kekar dengan sigap menahan tangan Sonia yang hampir saja diarahkan ke wajah Jane.
"Sudah cukup, Sonia!" seru seorang lelaki.
Jane dan Sonia langsung menoleh ke arah lelaki yang berdiri di samping mereka.
"Ka-kak," ucap Sonia dengan nada gemetar. Sonia langsung menoleh ke Jane. "Kau beruntung Kakakku datang tepat pada waktunya."
"Ayo pergi, Sonia!" perintah si lelaki yang dipanggil kakak oleh Sonia. Lelaki itu berjalan ke arah pintu kemudi mobil sport-nya. "Kalau kau masih lama, Kakak tinggal. Kakak masih banyak urusan yang jauh lebih penting daripada mengurusi pendaftaranmu yang tidak penting seperti ini. Kau mengerti?!" maki lelaki itu dengan nada marah. "Kakak tunggu di dalam mobil. Dan jika dalam waktu satu menit kau tidak beranjak dari sana dan masuk ke mobil, Kakak akan tinggal!" ancamnya.
"I-iya." Sonia berbalik badan berniat masuk ke dalam mobil, tapi sampai depan pintu, dia kembali memutar tubuhnya menghadap ke Jane. "Sampai ketemu nanti malam. Ku harap kau akan membawa pasangan yang wow, begitu juga dengan temanmu yang kuper itu," ujarnya. Sonia berbalik badan, lalu dilanjutkan dengan kata perpisahan diiringi gerakan jari-jari tangan yang dilambaikan ke arah Jane. "Bye..!" Setelah itu Sonia masuk ke dalam mobil. Mobil sport itu pun melaju menjauh dari kami semua.
Setelah kepergian Sonia, Jane langsung menoleh ke diriku. "Kau tidak apa-apa, Zie?" tanyanya dengan cemas.
"Aku tidak apa-apa, Jane." Hanya karena ingin melindungi dan membela sahabatku, sebuah pukulan apalah artinya. Aku juga heran kenapa aku jadi seberani itu? Padahal dulu saja aku pasrah kalau Sonia sudah menghina ataupun meledekku.
"Maaf telah membuatmu jadi kena pukul Sonia. Nanti kita akan balas dia," ujar Jane dengan geram.
"Sudahlah, aku tidak apa-apa. Jangan perpanjang masalah dengan wanita ular itu." Aku tersenyum ke Jane. "Lebih baik kita masuk kelas saja," usulku mengajaknya.
Jane pun merangkul lenganku. "Baiklah."
Kami pun berjalan menuju kelas kami. Di sela kami berjalan, Jane kembali bersuara. "Tapi tadi kau sangat hebat, Zie. Aku sampai bergeming di tempat mendengar kemarahanmu ke Sonia untuk membelaku." Jane terkekeh pelan, lalu mendekapku erat. "Aku menyayangimu Zie, sampai kapanpun. Kau adalah sahabatku yang tidak tergantikan," ungkapnya membuatku tersenyum lembut.
Kini aku sudah mengetahui jawaban atas pertanyaanku tadi. Kenapa aku bisa seberani itu? Ya itu karena aku ingin melindung sahabatku. Aku tidak ingin Jane dilukai oleh siapapun karena aku juga menyayanginya. "Aku juga menyayangimu Jane, sahabatku!"
....
TBC
Part selanjutnya kemungkinan akan ku up sabtu or minggu malam ya. Tq :)
Share this novel