16. a Gift for Jane.

Romance Series 18623

12:15 pm

"Makan yang banyak ya semuanya!" perintah Kelly kepada seluruh penghuni meja makan yang diisi oleh Night dan ketujuh adiknya.

Suara langkah kaki tengah menghampiri ke arah ruang makan.

"Wah kamu jahat sekali tidak mengundangku makan bersama anak-anakku." Seorang pria paruh baya yang baru saja tiba, mengeluh sambil berdiri memandangi anak-anaknya. Pria tersebut mendapat laporan dari Dave, orang kepercayaannya bahwa anak-anaknya sedang berkunjung ke rumah istrinya, Kelly.

Dan refleks mereka semua yang sedang menyantap makanan pun langsung menoleh ke arah suara berasal.

"PAPA?!!" seru Night beserta ketujuh adiknya yang lain secara bersamaan.

Ben tersenyum, tapi tidak dengan Kelly yang meresponnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Sini duduk, Pa, dan ikut kami makan," ajak Night. Ia menoleh ke arah Carol. "Carol, suruh pelayan menyiapkan alat makan untuk Papaku," perintahnya.

"Baik, Tuan Night." Carol pun ingin memanggil pelayan, tapi dengan cepat Ben langsung mencegahnya.

"Tidak perlu, Carol." Ben menolaknya karena melihat Kelly yang dari tadi tidak ada respon akan kedatangan dirinya.

"Kenapa, Pa?" tanya Night.

Masih dengan melirik ke arah Kelly, Ben menjawab pertanyaan Night. "Sebenarnya Papa mau, hanya saja kalau Papa ikut gabung, ada seseorang yang akan langsung menyudahi makannya, dan Papa tidak mau itu terjadi."

Dengan alis yang terangkat sebelah, "Siapa, Pa?" tanya Night bingung.

Denzel yang duduk di sebelah kiri Night menyenggol pelan tangan Night, membuat Night menoleh ke Denzel. Denzel memberi kode dengan bibirnya yang dimonyongkan ke arah Kelly. Dan Night mengikuti arah yang dikodekan Denzel.

"Mama?" tanya Night memastikan. "Tapi kenapa?" lanjutnya bertanya. Night benar-benar bingung dengan situasi seperti ini. Yang ia tahu selama ini hubungan papa dan mamanya baik-baik saja. Bahkan pertemuan terakhir yaitu kemarin, papa dan mamanya masih datang bersama.

"Duduklah!" perintah Kelly kepada Ben. Kebencian dirinya tidak boleh ia perlihatkan ke anaknya. Jadi sekarang mau tidak mau, ia akan berpura-pura mau makan bersama Ben dengan terpaksa.

Ben tersenyum miring ketika mendengar Kelly akhinya membuka suara dan menyuruhnya bergabung untuk makan bersama. Katakanlah ia sangat senang, tapi dalam hatinya, gengsi menguasai dirinya. Ia pun menolaknya karena Kelly melakukannya dengan terpaksa dan bukan dengan ketulusan. Ia tahu apa yang tengah dipikirkan istrinya itu. Rasa kebencian Kelly terhadap dirinya tidak mau diperlihatkan di hadapan Night. Ia mencoba mengerti akan hal itu.

"Lanjutkanlah makanmu. Aku juga masih ada urusan," tolak Ben secara halus.

"Kalau begitu, untuk apa Papa datang?" tanya Pieter yang baru membuka suaranya. "Kita pikir Papa datang itu karena mau ikut makan bersama-sama dengan kami," terkanya.

"Papa sedang merindukan orang yang duduk di sana," jawab Ben sambil melihat ke arah Kelly. "Tapi sayangnya rasa rindu Papa tidak terbalas," keluhnya lagi dengan wajah tersirat sedih.

"Papa sweet banget sih," puji Denzel.

"Sejak kapan Papa jadi romantis begini?" sambung Justin menimpa.

"Papa, mending ke istri yang lain saja, siapa tahu rindu Papa terbalas," celetuk Nick polos. Dan karena ucapan polosnya Nick, ia mendapat pukulan di kepalanya oleh Matthew yang posisi duduknya ada di sebelahnya.

"Aw..!" pekik Nick meringis. Sambil mengusap kepalanya yang merasakan sakit, Nick bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apa aku telah salah bicara?

Helaan nafas keluar dari Ben karena Kelly tidak merespon apa-apa. Sudah diduganya, tapi tetap saja ia ingin mencoba, dan ternyata ucapan manis pun tidak mempan. Akhirnya Ben memutuskan untuk pergi. "Papa balik dulu," pamitnya. Setelah itu, ia menghilang dari pandangan anak-anaknya dan meninggalkan beberapa pertanyaan di benak Night.

Acara makan pun dilanjutkan. Keheningan pun terpancar di suasana kebersamaan itu. Gara-gara ucapan Nick, membuat suasana hati Kelly langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Marah dan kesal keluar kembali dalam diri Kelly mengingat akan pengkhianatan Ben atas dirinya. Tapi, Kelly berusaha menutupi itu semua dengan bersikap biasa saja. Dan satu-satunya cara agar tidak ketahuan adalah dengan tersenyum.

"Kak, Scott bilang hari ini situs libur, apa ada masalah di web-nya?" tanya Justin sambil mengunyah.

"Ah, aku lupa memberitahu kalian. Nanti malam akan ada reuni semua alumi Contennial High School di Hotel Monte Carlo, jam tujuh malam. Lalu katanya, wajib membawa pasangan dalam acara reuni tersebut," jawab Night.

Oh, ternyata ini yang dimaksud oleh sms Lizzie tadi pagi, batin Nick.

"Pasangan?" tanya Matthew menoleh ke Night.

Night mengangguk sambil mengambil gelas dan meneguknya.

"Kalau begitu apa Kakak akan membawa Jane?" celetuk Javier.

Uhuk! Uhuk!

Night yang sedang minum pun tersedak karena mendengar nama Jane disebutkan kembali.

Denzel menepuk pelan punggung Night. "Ya ampun, Kak, ternyata nama Jane sangat berpengaruh besar untukmu ya," ledeknya sambil tertawa kecil.

Night menjadi geram karena ucapan Denzel, lalu ia melirik ke arahnya dan memberikan tatapan menghunus. Kalau ia bisa mengeluarkan laser seperti Cyclops di film X-men, pasti ia sudah keluarkan untuk memberikan pelajaran ke Denzel. "Semua ini kan karena kau, Denzel!" ocehnya.

"Kok aku yang disalahkan? Aku kan bermaksud baik. Memberitahukan rahasia Kakak ke yang lain. Bukankah kata Kakak, tidak boleh ada rahasia di antara kita semua." Kali ini giliran Denzel memprotes dengan bergerutu.

"Dasar raja drama!" umpat Night pelan. Dengan cepat, Night langsung mengalihkan topik pembicaraan tersebut. Sudah cukup tadi ia menjadi bahan bully-an karena Jane. "So, kalian semua akan membawa siapa?" tanyanya sambil melihat ke satu persatu adiknya.

"Aku juga tidak tahu," jawab Pieter membuka suara duluan. "Acara mendadak begini, mana langsung kepikir untuk membawa siapa, Kak."

Giliran Justin menanyakan balik ke Night. "Kalau Kakak sendiri?"

"Kakak akan bawa Sonia. Kalian masih ingat dia, kan?"

Semua adiknya mengangguk. Dan Pieter menambahkan dengan ucapan. "Yang sifatnya luar biasa menyebalkan itu, kan?"

Lanjut Evan menambahi, "Yang manggil nama Kakak salah mulukan?"

Disambung Javier lagi, "Dan sok kecantikan itu, right?"

"Ya, ya.. whatever," ujar Night dengan malas. Night mengelap mulutnya dengan kain putih yang berada di samping piringnya. "Aku tidak sangka kalian punya kesan buruk terhadap Sonia," sambungnya.

"Kenapa harus dia yang kamu bawa, Night?" Dan suara kali ini membuat Night langsung menoleh dan terhentak. Akhirnya sang Mama mau membuka suaranya setelah beberapa menit terdiam karena kehadiran Ben yang sesaat doang. "Seharusnya yang kamu bawa itu Jane. Wanita yang kamu suka. Benarkan semuanya?" tanya Kelly kepada semua anggota Seven Boys Flower.

"BENAR, AUNTIE!" seru semuanya secara serempak.

Night menepuk keningnya pelan dan menutup matanya dengan satu tangannya. Padahal ia sudah berusaha mengalihkan topik, dan sekarang topik itu kembali dibahas. Dan kali ini malah mamanya yang membahas, membuatnya tidak bisa marah kepada sang mama. Night pun menghela nafas panjang. Salah apa aku?

Mau tidak mau Night meladeninya. "Ma, Night sudah memutuskan akan membawa Sonia karena Sonia yang memintanya. Night tidak mungkin menolak permintaan wanita," alibinya. Dan ketika Night ingin melanjutkan perkataannya, Denzel menyeletuk.

"Bagaimana kalau Jane yang memintanya sehabis ini?" tanya Denzel tiba-tiba. Jangan tanyakan pertanyaan itu darimana, tentu saja dari keahliannya yang bisa membaca masa depan.

"Tidak akan. Ku yakin dia pasti membenciku sekarang," elak Night dengan keyakinan. Walaupun dalam hatinya, ia berharap Jane tidak membencinya.

"Kau tidak akan tahu karena Kakak tidak bisa melihat masa depan. Kau mengerti maksudku, kan?" sahut Denzel.

"Ya, aku tahu." Ya Night mengetahui kalau Denzel pasti mendapat sesuatu yang akan terjadi setelah ini. Tapi, kalaupun benar itu terjadi, sudah pasti ia akan tetap menolaknya. Kenapa? Karena Sonia adalah pilihan pertamanya. Dan tidak mungkin ia membatalkannya. Anti baginya untuk 'menjilat ludahnya sendiri'. Perkataan yang sudah dilontarkan tidak mungkin ditarik lagi.

"Kau terlalu muna, Kak," ejek Denzel sambil mendengus sebal. "Bukankah kalau suka, harus dikatakan dan diperlihatkan?"

"Hey, aku tidak pernah mengatakan kalau aku menyukainya ya!" protes Night dengan nada kesal.

"Ya, terserah Kakak saja. Tapi satu hal yang harus Kakak ketahui, tidak ada yang bisa Kakak tutupi dariku kecuali," jeda Denzel sambil melirik ke seseorang. "Ada yang berusaha menutupinya." sahutnya ke Night dan juga bermaksud menyindir seseorang di antara mereka, setelah itu dilanjutkan dengan tawa sumbang.

Ini sangat menarik, batin Carol.

"Sudah-sudah! Kalian jangan urusi aku, urusilah kalian sendiri. Kira-kira kalian akan membawa siapa?" Night melihat ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Enam jam lagi lho. Pikirkan dengan baik."

Dan setelah perkataan dari Night, para lelaki yang biasanya menemani kencan dari sewaan para wanita-wanita, sekarang menjadi kelimpungan sendiri akan urusan yang bertema membawa pasangan itu.

Tidak lama kemudian setelah selesai makan siang, mereka semua berpamitan. Bukan karena ada urusan, tapi mereka harus memikirkan siapa yang harus mereka bawa dalam waktu enam jam itu.

"Kami pulang dulu ya, Ma," pamit Night sambil mencium kening Kelly. "Love you, Mom."

Dengan tersenyum, Kelly membalas ungkapan Night. "Love you too, Night. Sering-seringlah main ke sini jenguk Mama," pesannya.

"Iya."

"Jangan lupa untuk mengenalkan Jane ke Mama," pesan Kelly lagi.

"Iya." Night yang memutar tubuhnya berniat menghampiri adik-adiknya, langsung menoleh lagi ke Kelly. "Mama..," gerutunya.

Kelly terkekeh. "Hati-hati semuanya." Kelly melambaikan tangannya ke arah Night dan yang lain.

Night menghampiri adik-adiknya yang sedang berdiri bersamaan menunggu dirinya. "Ayo, kita pulang!" ajaknya.

"Oke. Hati-hati ya, Kak!" pesan Evan dan Justin.

"Kalian juga." Saat Night ingin membuka pintu mobil, ia teringat akan sesuatu. Ia pun menunda untuk membuka pintu mobilnya. "By the way, kenapa kalian membawa mobil terpisah-pisah? Kenapa tidak satu mobil saja?" tanya Night yang sebenarnya pertanyaan ini mau ia tanyakan diawal, tapi karena ia lupa dan baru teringat sekarang.

"Karena kami ingin terlihat keren, Kak," jawab Denzel asal.

Night memutar bola matanya sambil mendecak sebal. Jawaban Denzel dari tadi selalu membuatnya geleng-geleng kepala. Salahkan dirinya yang tidak bisa marah kepada adiknya. Akhirnya Night memutuskan untuk masuk ke dalam mobil dan tidak menyahutinya lagi.

Saat di dalam mobil, ia mendapatkan pesan singkat di ponselnya. Night pun segera membacanya.

From : Jane

Apakah aku bisa menyewamu lagi untuk malam ini? Atau, bisakah kita bertemu malam ini?

Night mengerutkan keningnya. Ternyata ini yang dimaksud dengan Denzel tadi. Sekarang ia jadi bingung harus membalas pesan Jane ini dengan jawaban apa. "Nanti saja deh aku akan membalasnya," gumamnya sambil meletakan ponselnya di sisi pintu mobil, dan setelah itu ia menyalakan mesin mobilnya.

Saat Denzel hendak membuka pintu untuk masuk ke dalam mobil, matanya menangkap sosok lelaki yang sedang mengawasi dirinya dan yang lain dari balik tirai rumah Kelly.

Karena lelaki itu juga menyadari kalau Denzel telah memergokinya, dengan cepat ia langsung bersembunyi di belakang tirai.

Sudah kuduga ada seseorang di rumah itu, tapi kira-kira siapa ya? batin Denzel dengan penuh curiga. Sial!! Aku tidak bisa membaca apapun dari orang-orang di rumah ini, rutuknya dalam hati.

Dan akhirnya semuanya menghilang dari pandangan Carol dan Kelly yang masih berdiri menunggu kepergian mereka semua.

"Sepertinya Tuan Denzel memergoki Tuan Muda, Nyonya," ucap Carol.

"Biarkan saja."

"Habis ini Nyonya jadi ke Mall?" tanya Carol pada Kelly.

"Jadi. Ayo kita pergi sekarang!"

------Mr. Nigth-----

02:35 pm

Meadows Mall

"Hadeh..." Jane menyenderkan kepalanya--lagi-- di atas meja. Sambil menghela nafas panjang, ia melihat ponselnya untuk kesekian kalinya, tapi tidak ada tanda-tanda balasan dari Night. "Lizzie....," desisnya. "Dia tidak membalas pesanku," keluhnya sambil memperlihatkan layar ponselnya ke Lizzie yang tengah duduk di hadapannya.

Lizzie berdehem. Ia berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan Jane agar tidak menambah kesedihan hati sahabatnya itu. "Mungkin nomor yang kau kirim bukan nomor pribadinya," jeda Lizzie sesaat sambil berpikir lagi jawaban yang tepat. "Ah, mungkin juga dia belum membaca pesanmu karena dia sibuk." Semoga jawabanku tidak membuat Jane berlarut-larut dalam kesedihan.

Jane mengangkat wajahnya dan mendongak ke Lizzie. "I hope so." Jane meletakan ponselnya di atas meja, dan ia kembali menyenderkan pipinya ke atas meja.

Dddddrrttt... dddddrrrrtttt....

Getaran ponsel membuat Jane langsung mengangkat tubuhnya dengan cepat dan mengambil ponselnya untuk mengecek. Saat Jane membuka kunci layar, ternyata tidak ada pesan yang masuk. "Kok tidak ada?" gumam Jane bertanya sendiri sambil mengotak-ngatik ponselnya.

"Jane, getaran itu datang dari ponselku," celetuk Lizzie.

Jane langsung menatap Lizzie yang gantian menunjukkan ponselnya ke arah wajah Jane.

Karena merasa kecewa, Jane menggembungkan pipinya. "Dari siapa? Apakah Nick? Dia sudah membalas pesan yang kutuliskan itu?" tanyanya.

"Nih mau kubuka, Jane."

Melihat raut wajah Lizzie yang gugup, Jane langsung memasang wajah sumringah dan mengatupkan tangannya sambil memberikan tatapan puppy eyes ke arah Lizzie. Ia memberikan raut wajah memelas ke Lizzie, tanda bahwa ia sangat ingin tahu isi pesan tersebut.

Lizzie terkekeh pelan melihat tingkah laku Jane. Lizzie pun membaca terlebih dahulu pesannya sebelum ia memberitahukan ke Jane. Beberapa detik kemudian, senyuman kegembiraan terpancar di mulut Lizzie setelah membaca pesan tersebut. "Jane..," panggilnya.

Jane mengerjapkan kedua kelopak matanya saat namanya dipanggil. "Bagaimana-bagaimana? Ia mau atau...?" Jane berhenti seketika saat Lizzie langsung menunjukan jawaban pesan dari Nick ke Jane.

Jane langsung membaca pesan tersebut.

From : Nick

Tentu saja aku akan datang, kalau perlu aku akan menjemputmu. Jadi kau tunggu saja di rumahmu. Oh, Zie, tiba-tiba aku sangat merindukanmu.

"Astaga! Nick ternyata sangat romantis. Aku jadi semakin penasaran dengan kencanmu pada malam itu, Zie," goda Jane.

Rona merah muncul di kedua pipi Lizzie. "Maaf ya, karena aku belum bisa menceritakannya kepadamu. Aku malu. Kau tahu sendiri bahwa itu adalah pertama kalinya aku berkencan," ungkapnya malu-malu.

"Tidak apa-apa. Aku akan menunggumu sampai kau sudah siap bercerita." Jane tersenyum manis. Sambil menopang dagunya, Jane menatap sahabatnya itu, "Aku ikut senang kalau dirimu bisa mendapatkan lelaki yang baik dan menyukaimu."

"Terima kasih, Jane. Tapi dirimu juga jangan putus asa. Aku yakin kau sendiri pasti bisa menemukan pasangan yang super duper tampan untuk nanti malam dan mengalahkan si wanita serigala itu."

"Jangan cemaskan diriku. Bukankah diriku ini dikelilingi oleh banyak lelaki? Aku hanya tinggal mengedipkan mataku seperti ini." Jane mencontohkan ke Lizzie. "Dan lelaki itu akan langsung datang padaku," sambungnya dengan percaya diri. Ia berusaha menghibur dirinya sendiri. Bukan hanya itu, ia hanya tidak mau Lizzie mencemaskan dirinya. "Yuk, kita pulang! Kita sudah berbelanja, dan waktunya kita pulang untuk bersiap-siap." Jane beranjak dari kursi, begitu juga dengan Lizzie. "Ini punyamu!" Jane memberikan paperbag ke Lizzie. "Jangan lupa dipakai untuk nanti malam. Mengerti?" pesan Jane dan dijawab anggukan oleh Lizzie sambil menerima dua kantong paperbag dari tangan Jane.

Mereka pun berjalan menuju lift untuk turun ke lantai basement, tempat terparkirnya mobil Jane. Saat menunggu lift, Lizzie mendapat panggilan telepon dari mamanya.

"Jane, kau pulang duluan saja ya. Aku harus membeli sesuatu. Ini pesanan mamaku," ucap Lizzie.

"Kau tidak mau kutemani?" tawar Jane.

"Tidak perlu. Sampai ketemu nanti malam ya, Jane," pamit Lizzie sambil melambaikan tangan perpisahan ke Jane.

Jane membalas lambaian tangan ke Lizzie. "Bye, see you..." Selesai mengucapkan kata perpisahan, saat itu juga dentingan lift berbunyi. Jane pun masuk ke dalam lift.

Saat berjalan menuju parkiran, Jane melihat sebuah mobil melintas berbelok dan hendak menabrak seorang wanita paruh baya dengan tongkat di tangannya yang mau menyebrang masuk ke dalam pintu mall. Tanpa pikir panjang Jane melepaskan sembarang paperbag yang dipegangnya, dan berlari menuju ke wanita paruh baya tersebut. "AWAS!!" jeritnya sambil menangkap tubuh wanita paruh baya itu dan mendorongnya sampai mereka berdua tersungkur ke aspal.

Mobil yang berbelok tersebut pun tidak meminta maaf malah memaki Jane beserta wanita paruh baya itu. "BUTA YA MATA KALIAN!!" Setelah itu mobil tersebut melaju pergi meninggalkan Jane yang tertindih tubuh wanita paruh baya itu.

"Aw..," rintih Jane meringis kesakitan karena tangannya tergencet tubuh si wanita paruh baya itu.

"Maafkan saya." Wanita itu bergerak dan mengangkat tubuhnya, lalu memutarnya ke arah Jane sambil meraba-raba wajah Jane. "Anda tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa." Jane juga mengangkat tubuhnya dan berganti dengan posisi duduk. "Anda sendiri tidak apa-apa kan, Nyonya?" Jane membersihkan dirinya dari debu-debu yang menempel di kulit tangannya. "Dengan keadaan anda seperti ini, seharusnya anda berjalan ditemani oleh seseorang. Berbahaya bagi anda kalau berjalan sendirian," celotehnya.

"Sebenarnya..."

"NYONYA KELLY?!!!" teriak Carol panik sambil berlari menghampiri si majikan, memotong penjelasan yang akan dikeluarkan si wanita itu kepada Jane. "Ada apa dengan anda, Nyonya?" tanyanya dengan rasa cemas. Ia mengecek tubuh Kelly dengan teliti jikalau ada luka yang tergores atau memar.

"Aku tidak apa-apa, Carol. Tapi, wanita ini yang sepertinya terluka karena telah menolongku," jawab Kelly.

Carol menoleh ke wanita yang dimaksud oleh Kelly. "Lho? Jane?" tebaknya memastikan.

Jane menoleh. "Kau, kan?" Jane juga sedikit terkejut karena mengingat wanita ini. Wanita yang bertemu dengan kakaknya di hotel. "Teman Kak Juna, kan?" sambungnya bertanya.

"Iya," jawab Carol.

"Jane...?" tanya Kelly memastikan kalau apa yang diduganya benar.

Carol berbisik ke Kelly. "Ya, Nyonya. Dia adalah Jane yang dibicarakan oleh Night dan adik-adiknya."

"Ah.." senyum mengembang terukir di bibir Kelly. "Bisakah kita bicara sebentar." Kelly meminta waktu ke Jane. "Aku juga akan memberikanmu hadiah karena telah menyelamatkan diriku."

"Tidak perlu, Nyonya. Aku tidak butuh hadiah. Aku tulus menolong Nyonya kok, dan bukan karena ada niat untuk meminta hadiah," tolak Jane secara halus. Jane pun bangkit berdiri dan hendak pergi meninggalkan Kelly dan Carol untuk mengambil paperbag yang ia jatuhkan tadi. "Saya permisi dulu."

Carol membantu Kelly berdiri sambil berbisik ke Kelly. Setelah berbisik, Kelly mengeluarkan perkataannya lagi sesuai instruksi Carol yang katanya, kali ini Jane tidak akan menolaknya.

"Kurasa hadiah ini akan kamu sukai, Jane. Ini berhubungan dengan acara reuni nanti malam," tawar Kelly membuat langkah kaki Jane terhenti seketika.

Jane menoleh kembali ke Kelly sambil mengerutkan keningnya bingung. "Bagaimana anda tahu saya ada reuni nanti malam?" Jane melirik ke arah Carol. Ia baru teringat kalau teman kakaknya itu bisa membaca pikiran. "Ah, aku sudah tahu jawaban dari pertanyaanku," gumamnya sendiri. Yang Jane herankan dan pertanyakan, bagaimana caranya Carol bisa membaca dirinya?

"Saya tahu semuanya." Kelly kembali ke topiknya. "Bagaimana? Apa kamu bersedia berbicara dengan saya?" pintanya sekali lagi.

"Sebelum itu, boleh aku tahu apa hadiahnya?" jawab Jane dengan pertanyaan balik.

Kelly tersenyum lebar. "Seorang pasangan untukmu."

.....

TBC

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience