23. Nick's Assignment

Romance Series 18623

08:40 am

Mobil Denzel memasuki pekarangan rumah yang pernah ia kunjungi bersama Night, kakaknya. Ia memarkirkan mobilnya, setelah itu ia keluar dan berjalan menuju ke pintu rumah tersebut. Sambil mendengarkan musik dengan headset di telinganya, ia berjalan santai sambil mengeluarkan senyum jahil dan wajah sumringah.

Padahal kedatangannya ini tidak ada yang tahu, tapi seseorang langsung memblok pikiran semua penghuni rumah tersebut. Ini menarik!

Ting tong!

Bunyi bel bergema di luar maupun di dalam rumah setelah ditekan oleh jari telunjuk Denzel. Tidak lama kemudian pintu pun terbuka dan menampilkan sosok wanita yang ingin dijahilinya.

"Hai, Miss Carol," sapa Denzel mengeluarkan senyum manisnya.

Carol tidak terkejut sama sekali atas kedatangan Denzel. Ia memang sudah membacanya. "Ada perlu apa Tuan Denzel datang ke sini?"

"Jangan pura-pura tidak tahu. Aku yakin kau tahu maksud kedatanganku kemari sampai-sampai semua pikiran di rumah ini pun langsung kau block dengan cepat saat aku sedang memarkirkan mobilku," jawab Denzel.

Carol berdalih langsung ke topik poinnya. "Kalau kau ingin bertemu dengan Tuan Muda, dia sedang tidak ada di rumah. Dia sedang jogging dan belum pulang sampai sekarang," tukasnya.

"Siapa, Carol?" tanya Kelly menyeletuk dari arah dalam rumah. Ia berjalan perlahan menggunakan tongkatnya sebagai bantuan bergerak.

Carol langsung menoleh dan menghampiri Kelly untuk menuntunnya berjalan. "Maaf, Nyonya. Yang bertamu adalah Tuan Denzel. Dia ingin bertemu dengan Tuan Muda dan--," Carol melanjutkan ucapannya dengan berbisik ke Kelly.

Kelly tersenyum mendengarnya. "Masuklah, Denzel!" perintah Kelly.

"Thanks, Auntie." Denzel pun berjalan masuk dan menghampiri Kelly. Denzel langsung menggeser tubuh Carol yang berada di samping Kelly dengan tangannya supaya menyingkir karena menghalangi ia ingin memeluk Kelly. "Aku kangen sama Auntie," ucap Denzel dengan nada manja. Setelah itu ia melirik sinis ke Carol serta menyunggingkan senyum miring.

Carol memutar bola matanya sebal melihat tingkah Denzel. Apa-apaan sih dia ini!

Kelly membalas pelukan Denzel dengan lembut. "Kamu sudah sarapan?"

Denzel menguraikan pelukannya. "Belum, Auntie. Aku tadi menghindari Kakak karena takut dimarahinya sampai-sampai tidak sarapan," jawabnya dengan memasang muka masam.

"Kamu berbuat salah padanya?" tanya Kelly menyelidik.

"Tidak. Hanya--," jeda Denzel sejenak sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Lalu, ia melirik ke Carol yang ia yakin juga sudah tahu karena membaca pikirannya. "Hanya menggoda Kakak karena dia sudah berpacaran dengan Jane."

"Oh ya?" Kelly langsung tersenyum lebar. "Akhirnya Night mendapatkan wanita yang ia suka."

"Tidak juga, Auntie," sela Denzel cepat-cepat.

"Lho? Kenapa?" Kelly tampak bingung tidak mengerti.

"Kakak masih belum menyadari perasaannya. Dia tetep kekeuh bahwa dia tidak menyukai Jane."

"Lalu kenapa dia bisa berpacaran dengan Jane?" tanya Kelly lagi.

"Yang kulihat sih, Kak Night ingin melindungi Jane dari Sonia."

Kelly berpikir sejenak. "Lalu, apa hubungannya ini semua dengan Jayden?" tanyanya.

Denzel mengeluarkan senyum kejahilannya. "Aku ingin memberikan bumbu di antara hubungan mereka."

Dan sekali lagi Kelly tampak bingung karena omongan tidak jelas Denzel. "Bumbu?"

Denzel menoleh ke Carol lagi sambil mengangkat kedua alisnya naik turun dan tersenyum lebar. "Bumbunya adalah kembaran dari Kakak."

Kelly masih mengerutkan keningnya karena ia benar-benar tidak mengerti maksud arti dari perkataan Denzel.

Carol pun mendekati Kelly, lalu berbisik pelan ke samping telingannya untuk menjelaskan rencana Denzel.

"Oh..," Kelly akhirnya mengerti. "Tapi saya tidak setuju dengan rencanamu mengajak Jayden dalam masalah ini."

"Kalian membicarakanku?" celetuk Jayden yang berdiri di depan pintu sambil menyender. Jayden juga telah mendengar sedikit percakapan mereka.

Denzel dan Carol pun menoleh ke arah suara tersebut.

"Tuan Muda sudah kembali, Nyonya," ucap Carol, dan seperti biasa ia langsung mengunci tentang pikiran yang berhubungan dengan Jayden sebelum Denzel bisa mencuri start untuk membacanya.

Jayden berjalan menghampiri Denzel. "Jadi Hayden sudah pacaran dengan Jane?" tanyanya ke Denzel.

"Sudah," jawab Denzel.

"Apa dia serius? Bagaimana dengan pekerjaannya itu?" selidik Jayden sambil menatap tajam Denzel.

"Ma-masih," jawab Denzel dengan sedikit takut. Cara tatapan Jayden dan Night begitu berbeda. Night menatap penuh kasih sedangkan Jayden punya tatapan begitu menghunus sampai retinanya. Sungguh menyeramkan!

"Masih??" Jayden mendengus kesal. "Sepertinya Hayden minta dihajar olehku biar dia sadar."

"Jayden---," Kelly memperingati. "Lebih baik kau cepat mandi dan ikut kami sarapan!" perintahnya.
"Baik, Ma." Jayden tidak lagi menyahuti Denzel. Ia menuruti perintah mamanya dan langsung berjalan masuk melewati mereka semua.

"Ayo, Denzel, kita bahas di dalam sambil sarapan!" ajak Kelly sambil berjalan dituntun oleh Carol di sampingnya.

"Baik, Auntie." Senyum puas ditampilkannya sambil berjalan ke arah ruang makan.

*****

Satu jam sebelumnya...

08:02 am

Sambil bersedekap menyender di pintu kamar mandi, Night melontarkan pertanyaan ke Matt yang sedang bercukur. "Jadi Denzel sudah kabur?" Ia merasa gusar karena Denzel sudah pergi sebelum ia datang.

Night baru tiba di rumah adiknya sepuluh menit yang lalu, dan ia langsung melesat menuju ke kamar Denzel. Tetapi saat tiba di kamar adiknya itu, ia malah tidak mendapati Denzel di dalam kamarnya. Yang ada Night malah bertemu dengan Matt yang kebetulan sudah bangun dan sedang berada di kamar mandi.

"Aku tidak tahu, Kak. Tadi pagi-pagi dia memang berpamitan padaku. Katanya ada urusan penting yang tidak bisa ditunda," jawab Matt dengan menatap pantulan kakaknya di cermin.

"Baru aku mau memberinya pelajaran," sahut Night.

Selesai membasuh wajahnya yang sehabis bercukur, Matt mengambil handuk kecil yang tergantung di sebelah westafel dan mengelap wajahnya yang basah. "Memangnya Kakak pernah marah kepadanya?" tanyanya dengan nada sindiran. Lalu, ia berjalan keluar kamar mandi melewati Night yang masih menyender di pintu. Tapi setelah itu Night mengekori Matt di belakangnya.

"Aku memang tidak pernah marah dengan kalian, tapi kalau sudah kelewat batas aku tetap akan marah dan menegurnya. Bercanda Denzel sudah keterlaluan sampai membuat Nick tidak datang ke acara reuni," sahut Night.

"Sudahlah, Kak. Tidak ada yang spesial juga di acara reuni. Yang ada kita melihat pertengkaran antara Sonia dengan pacar Kakak itu," bela Matt secara tidak langsung ke Denzel.

"Tetap saja harus ku tegur." Karena Night tidak mau berdebat lagi dengan Matt, ia lebih memilih ke kamar adik-adiknya untuk membangunkan mereka. "Lebih baik aku membangunkan yang lain."

Night mengetuk setiap pintu dan memanggil nama mereka untuk membangunkannya. Akhirnya beberapa dari mereka membuka pintu dan segera keluar kamar begitu tahu kakaknya yang memanggil. Hanya Nick yang belum merespon karena belum bangun.

Night pun merasa geram dan mencoba memasuki kamar Nick yang tidak dikunci itu. Night berjalan mendekat ke arah ranjang, di mana Nick masih asyik tidur sambil memeluk gulingnya. Night pun menggoyangkan tubuh Nick dengan pelan sambil memanggil namanya. "Nick, wake up!"

Nick mengerang dengan berbalik badan membelakangi Night. "Aku masih mengantuk, Kak. Tidurku masih kurang satu jam lagi," gerutunya dengan mata yang masih terpejam.

"Aku punya misi untukmu. Cepat bangun, Pemalas!" perintah Night sambil mengangkat selimut Nick yang menyelimuti tubuh atas telanjangnya.

"C'mon, Kak. Setengah jam lagi aku akan bangun," tawar Nick merajuk dan masih dengan kelopak mata yang tertutup.

"Kalau kau berhasil dengan misimu, aku akan memberikan sebuah hadiah padamu. Bagaimana?"

Nick langsung membuka kelopak matanya dengan cepat dan merubah posisi tidurnya menjadi duduk. Nick menatap Night dengan wajah sumringah karena tawaran yang diberikan kakaknya itu. "Benarkah Kakak akan memberikanku hadiah?" tanya Nick memastikan. Hi-hi.. Ini smua berkat Kak Denzel. Nick tertawa senang dalam hatinya.

"Ck! Tadi kau berpura-pura tidur, kan?" selidik Night dengan tatapan penuh curiga.

Nick pun menyengir lebar karena ketahuan oleh Kakaknya. "Jadi misi apa, Kak?" dalihnya.

"Apa kau mempunyai rasa pada teman Jane?" jawab Night dengan pertanyaan balik.

"Lizzie maksudnya?"

"Kakak tidak tahu namanya. Jadi, apakah benar kau menyukainya?"

"Memang ada apa dengannya? Jangan bilang Kakak juga mengincar dia?" tatap Nick penuh curiga ke Night.

"Tidak. Ini ada hubungannya dengan misimu. Bonusnya, kau jadi bisa lebih dekat dengannya," jelas Night.

"Hem.. Apa misiku? Menjadi pengawal pacar Kakak?" jawab Nick dengan tepat sasaran.

"Shit! Kau sudah tahu rupanya. Pasti ini ulah Denzel. Ya, kan? Sebenarnya kau sudah tahu dari tadi, tapi kau malah memancingku agar aku berkata akan memberikanmu hadiah atas misimu. Benar begitu, kan?"

Nick menjentikkan jarinya. "Exactly!! Very clever!" Senyum senang diukir di bibir Nick.

Night mendecih kesal. "Jadi kau mau masuk ke kampusnya, kan?" Night melanjutkan permintaannya.

"Dengan senang hati, Kak. Tapi apa dulu hadiahku?"

"Kau mau hadiah apa?" Night sedikit kesal bertanya ini, tapi apa dayanya. Ini juga demi keselamatan Jane.

"Tidak mahal, Kak. Kalau Kak Denzel minta mobil, aku cuma minta motor sport terbaru. Aku malas kalau naik mobil ke kampus."

"Sudah kuduga kau akan meminta yang mahal dariku." Kenapa adik-adikku suka merampok diriku? Padahal uang mereka juga tak kalah banyak. Tapi, ya sudahlah. Salahkan saja perasaan sayang dan peduli ini yang tidak bisa menolak keinginan-keinginan mereka. Night menghela nafas panjang. "Baiklah. Kau akan mendapatkannya siang ini. Aku akan menyuruh Scott mengurusnya. Tapi ingat, kau harus menjaga Jane dari Sonia! Kau tahu kan sifat Sonia seperti apa?!"

"Beres, Kak! Serahkan semua pada Nick! Jadi, aku akan mendapatkan motorku siang ini?"

"Ya."

Nick langsung memeluk Kakaknya dengan manja. "Kakak memang yang terbaik."

"Singkirkan tubuhmu!" oceh Night sambil mendorong bahu Nick.

Nick mengerucutkan bibirnya sebal. "Sudah jadian sama Jane saja, aku dienyahkan. Kakak jahat," cibirnya.

"Jangan bawa-bawa Jane, Nick! Tidak ada urusan dengannya. Aku lebih suka dipeluk wanita. Kau tahu itu."

"Ya. Tapi ingat, Kak, Kakak itu sekarang sudah punya Jane." Nick mendekatkan diri lagi ke Night. "Kak, bagaimana caranya kau bisa jadian sama Jane? Kau berkata apa padanya? Apa dia langsung menerimamu? Lalu, apa Jane tidak marah dengan pekerjaan Kakak?" Bejibun pertanyaan disuguhkan Nick, membuat Night geram.

"Ya ampun, Nick, nafas dulu!" sembur Night. "Kau itu melebihi seorang polisi dan detektif kalau sudah bertanya." Night bangkit berdiri. "Jawaban dari pertanyaanmu itu, kau cari tahu saja sendiri. Kalau perlu, tanyakan pada kakakmu yang bisa baca pikiran itu," ketus Night, kemudian berjalan menuju pintu untuk keluar dari kamar Nick.

"Tunggu, Kak!" Nick ikut beranjak dari ranjangnya dan mengekori Night dari belakang. "Jangan marah dong, Kak. Aku kan hanya ingin tahu dari mulut Kakak. Soalnya Kak Denzel itu suka bohong dan suka melebih-lebihkan omongannya. Lagipula aku jadi bisa belajar dari Kakak agar bisa mendapatkan Lizzie," sahutnya merajuk.

Night menoleh ke Nick lagi. "Jangan pura-pura lugu, Nick." Ia mendelik kesal. "Kalau kau bisa menaklukkan hati para penyewamu, masa kau tidak bisa menaklukkan hati Liza."

"Lizzie, Kak. Li.zzie!" cetus Nick sembari menggeleng kepalanya pelan. "Kenapa sudah jadi sama Jane, Kakak masih tidak bisa juga mengingat nama wanita? Aku pikir Kakak itu sudah berubah."

"Sudah kubilang jangan bawa-bawa Jane! Lebih baik kau segera mandi karena kau harus ke kampus Jane."

Kalau sebut nama Jane saja tidak salah! cibir Nick dalam hatinya. "Ya, sebentar lagi aku mandi."

Night mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Scott sembari berjalan menuju ke ruang biasa ia berkumpul bersama para adiknya.

Sampai di ruangan tersebut, Night melihat semua adiknya telah berkumpul, kecuali Denzel. Night pun duduk di sofa yang biasa ia duduki, disusul Nick.

"Justin, kenapa kau merubah tempat kencannya tanpa persetujuan dariku?" tanya Night memprotes.

"Kan kita mau merayakan hari jadi Kakak dengan Jane. Kapan lagi Kakak dingin kami bisa mendapatkan pacar sesungguhnya? Jadi ini perlu dirayakan. Ya kan, Guys?" jawab Justin dengan meminta pembelaan dari yang lain.

"SETUJU!" jawab yang lain secara serempak.

"Kalau begitu, nanti aku akan mengajak Jane dan Lizzie ke klub itu," ujar Nick.

"Briliant idea!" timpa Pieter.

"Kalian yakin mau undang Jane? Kita kan sambil bekerja nanti malam. Kak Night pun juga sama. Kakak pasti sama penyewanya. Bagaimana respon Jane nanti coba melihat Kakak bersama wanita lain?" tanya Matt.

"Benar juga. Jadi kita tidak usah ajak Jane nih? Tapi, tidak seru dong kalau tidak ada Kakak Ipar." Evan menimbrung.

"Ajak saja! Nanti aku yang ajak dia," celetuk Night.

"Kau gila, Kak! Masa Kakak mau menyuruh dia melihat Kakak bekerja. Pacar Kakak bisa marah. Usulku lebih baik jangan. Aku benar-benar tidak setuju!" tukas Javier.

"Dia tidak mungkin marah," ucap Night penuh keyakinan.

Mulut Javier langsung terkatup rapat. Ia tidak menyahuti lagi, begitu juga dengan yang lain. Mereka terdiam dan hanya bisa bergumul dalam hati masing-masing.

Kakak tidak punya perasaan! Ternyata dia belum berubah juga.

*****

Satu jam kemudian Night sudah dalam perjalanan menuju ke rumah mamanya. Dan dalam perjalanan, ia mengambil ponselnya untuk menelepon Jane.

"Halo!"

"Halo, Jane! Ini Night," sapa Night sambil menyetir.

"Ada apa kau meneleponku?"

"Kau lupa kalau aku sekarang sudah menjadi kekasihmu? Jadi, aku berhak kapan saja meneleponmu."

Terdengar suara tawa dari Jane. "Aku lupa. Aku pikir semalam itu aku sedang bermimpi."

"Itu bukan mimpi, Jane. By the way, kau kuliah jam berapa?"

"Jam satu siang. Kenapa? Apa kau mau menjemputku?"

"Tidak. Aku tidak bisa karena aku ada urusan ke rumah mamaku."

"Oh. Okelah."

"Jane, apa nanti malam kau ada acara?"

"Tidak ada."

"Bisakah kau ke klub Las Vegas nanti malam?"

"Apa kau berniat mengajakku berkencan?"

"Tidak. Hanya saja aku ingin kau datang ke sana."

"Baiklah."

"Oke. See you, Jane."

"Kau tidak memanggilku dengan sebutan Beb, Sweety or Honey?"

"Apa harus?"

"Tentu saja. Bukankah katamu kalau sekarang aku adalah kekasihmu. Bagi orang yang berpacaran, sebuah sebutan sayang itu perlu."

"Hem, begitu. Maaf aku tidak tahu. Baiklah, Sweety, see you tonight."

"See you, Honey."

Night memutuskan panggilannya sambil tersenyum sendiri. Sweety? Honey? Lucu dan aneh dengarnya.

Dua puluh menit kemudian, mobil Night memasuki pekarangan rumah Kelly dan ia terkesiap melihat mobil dengan nomor plat yang tidak asing baginya. Bukankah itu mobil Denzel? Night mendecak sebal. Ternyata dia melarikan diri ke sini. Awas saja!

Night baru akan membuka pintu, tapi pandangannya menangkap sosok Denzel yang baru saja keluar dari pintu rumah mamanya. Lalu ia juga sedang bersama---, kembarannya? Ngapain dia bersama Jayden?

Night segera keluar dari dalam mobil dan bergegas menghampiri mereka berdua. "Rupanya kau di sini, Adikku yang menggemaskan ini!" cetus Night dengan nada sindiran.

Denzel terpaku di tempat dan tidak berani menoleh. Sial, kenapa aku tidak tahu kalau kakak akan datang?!

Denzel melirik ke arah Carol yang berdiri tak jauh dari Jayden. Di pandangannya sekarang, Carol sedang tersenyum menyeringai sambil menatap dirinya.

Shit! Ternyata ini ulahnya!

Ini pembalasan dariku, batin Carol senang.

"Kenapa diam, Denzel?" tanya Night berlanjut menepuk bahu Denzel.

Denzel menoleh dengan perlahan. Saat ia mau membuka mulutnya untuk menjawab, seseorang menyeletuknya.

"Dia ada urusan denganku!" Jayden maju mendekati Night dan mengambil alih pijakan Denzel untuk bertatapan langsung dengan kembarannya. Tatapan Jayden begitu mencekam seperti biasanya. "Kau keberatan, Hayden?"

Night tidak mau kalah dengan Jayden. Ia pun melayangkan tatapan sinis ke Jayden. Sekalipun ia dibilang kembarannya, baginya, ia tidak merasa takut sekalipun. "Kau mau apa kalau aku merasa keberatan?" tantang Night. "Dan kutegaskan sekali lagi padamu, Jay. Namaku adalah Night, bukan Hayden."

Merasakan aura api terpancar dari kedua lelaki berwajah sama ini, Denzel sampai melangkah mundur ke belakang. Hey, Hey!

.......
TBC

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience