Pasangan..
pasangan...
pasangan....
Satu kata itu terlintas dalam benak Jane sampai-sampai ia mengiyakan permintaan wanita yang diselamatkannya untuk berbicara kepadanya. Sejujurnya semua itu semata karena rasa penasaran yang menyelimutinya atas jawaban wanita yang dipanggil Nyonya Kelly, yakni memberikan hadiah seorang pasangan untuknya.
Saat ini Jane tengah duduk bersama dengan Kelly dan Carol di sebuah Cafe yang tidak jauh dari Mall. Jane mengamati paras wajah Kelly yang tampak tak asing baginya. Sepertinya ia pernah melihatnya di suatu tempat. Apa dia artis?
(Hening)
Sambil menyesap minuman Greentea Latte-nya, dari tadi Jane berharap perbincangan ini keluar duluan dari mulut Kelly. Tetapi dari sejak masuk cafe, order minuman sampai minuman diantar, mereka berdua belum mengeluarkan suaranya sama sekali. Jane mulai bosan dan akhirnya ia memutuskan membuka suara duluan untuk memecahkan keheningan di antara mereka.
"Maaf, Nyonya, jika anda berdua hanya mau diam-diam, lebih baik aku pergi. Bukankah anda tahu kalau aku punya acara nanti malam," ucap Jane sedikit dingin.
Kelly tersenyum dan menyahuti Jane, "Maafkan saya. Hanya saja saya jadi bingung mau memulainya dari mana."
"Hem... bagaimana kalau memulainya dengan--," Jeda Jane sambil berpikir. "Kenapa anda mau memberikan hadiah berupa seorang pasangan kepadaku? Anda yakin sekali kalau aku mau menerimanya."
"Kalau itu saya tahu dari Carol. Dia yang memberitahukan saya kalau kamu sedang bingung dengan pasangan yang akan kamu bawa untuk acara nanti malam. Saya hanya ingin membantumu, Jane. Masalah kamu mau menerimanya atau tidak, itu adalah keputusanmu, dan saya tidak akan memaksanya. Tetapi kalau boleh saya memberikan saran, lebih baik kamu menerimanya."
Carol yang mendengarnya hanya terdiam sambil meneguk Hot Mocca Latte-nya.
Jane melirik sesaat ke Carol, lalu beralih ke Kelly lagi. "Maksud anda, Nyonya? Kenapa saya merasa anda ingin sekali saya menerima hadiah itu?" tanyanya.
Kelly tersenyum datar. "Tadi dalam perjalanan menuju ke Cafe ini, Carol sudah memberitahukan masalah yang sedang kamu hadapi kepada saya semuanya. Dari Sonia--,"
"Wait!" sela Jane memotong ucapan Kelly. "Maaf karena aku menyela anda dulu, Nyonya. Sebelum anda melanjutkan, aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, Carol," sambungnya sambil menoleh ke arah Carol.
Carol menatap Jane. "Silahkan."
"Apa kemampuanmu sama seperti Den--," Jane memutus ucapannya. Bodohnya aku! rutuknya dalam hati. Mana mungkin juga mereka berdua kenal dengan Denzel. Jane berdalih, "Lupakan ucapanku. Kalian berdua juga tidak mungkin kenal."
"Apakah yang anda maksud adalah Tuan Denzel?" tebak Carol dengan nada datar. Sebenarnya ia enggan untuk menyebut nama lelaki itu.
Kedua mata Jane melebar. "Kalian juga mengenalnya? Are you kidding me? Sebenarnya siapa kalian ini?" sahut Jane dengan perasaan terkejut.
"Kami juga baru mengenalnya hari ini," balas singkat dari Carol.
Jane mengernyitkan dahinya. "Oh. Kalau begitu lanjut dengan pertanyaanku tadi. Apakah kemampuanmu sama dengan Denzel?" tanyanya lagi.
"Bisa dikatakan seperti itu," jawab Carol.
Jane manggut-manggut. Kalau begitu rasa penasarannya kenapa Kelly bisa tahu semuanya ya terjawab sudah. Itu karena kemampuan dari Carol. Yang belum terjawab adalah kenapa mereka bisa mengenal Denzel? Rasa penasaran Jane semakin mencuat, ia kembali mengajukan pertanyaan lain. "Apa hubungan kalian berdua dengan Denzel? Kenapa kau memanggilnya dengan Tuan?"
"Maafkan aku. Aku dan Nyonya belum bisa memberitahukannya kepadamu, Jane," jawab Carol. "Lebih baik kamu melanjutkan pembicaraan dengan Nyonya," sambungnya.
"Ah benar juga." Jane menoleh ke Kelly kembali. Saat Jane mau bicara, ponsel yang berada di atas mejanya berbunyi singkat tanda pesan masuk. Jane meminta ijin untuk melihat pesan tersebut. Ia masih berharap itu adalah balasan dari Night. "Maaf, sebentar." Jane mengambil ponselnya dan langsung membukanya.
Di saat Jane membaca pesan yang ternyata dari Sonia, Carol kembali berbisik untuk memberitahukan sesuatu ke Kelly.
Kelly pun hanya merespon dengan senyuman tipis.
"WHAT THE F*CK!!" umpat Jane sedikit berteriak, membuat semua pengunjung cafe menoleh ke arahnya. Jane langsung mengunci kembali ponselnya. Dan saat ia meletakkan hape-nya kembali di atas meja, ia tersadar bahwa dirinya ditatap banyak mata, terutama Kelly dan Carol yang sedikit terkejut juga. Dengan cepat, Jane langsung menunduk dan meminta maaf. "Maafkan saya."
"Tidak apa-apa, Jane. Saya mengerti jika kamu kesal setelah membaca pesan tersebut." Kelly berkata dalam hatinya, Sonia tidak pernah berubah! Sepertinya aku harus bertemu dengannya dan memberikan sedikit pelajaran padanya karena bersikap semena-mena terhadap calon pasangan Night. Kelly jadi teringat perbincangan beberapa dari adik Night yang mengungkit tentang Sonia. Kelly mendengus. Mereka pun juga tidak suka kepadanya. Hem...
Jane menghela nafas panjang. Sekarang ia menjadi semakin frustasi. Dari pesan yang dikirimkan Sonia dengan rasa kepercayaan diri yang tinggi, Jane merasa pasangan yang akan dibawa Sonia itu seakan bisa mengalahkan semua lelaki di dunia ini.
Aku harus bagaimana? Mana Night tidak membalas pesanku juga. Sepertinya dia benar-benar tidak mau bertemu denganku lagi. Apa aku harus menyerah mengenai membawa dia nanti malam, keluh Jane dalam hati sambil mengacak rambutnya sendiri.
"Tenanglah, Jane," celetuk Kelly membuat Jane tersadar akan keluhan dalam hatinya.
Jane mengangkat wajahnya, lalu menatap Kelly. "Oh ya, maaf, Nyonya. Kita lanjutkan lagi. Jika anda menyebut nama Sonia tadi, berarti anda sudah tahu yang terjadi antara aku dengannya?"
Kelly mengangguk.
Lanjut Jane bertanya sambil mengangkat ponselnya, "Kalau begitu anda juga tahu si pengirim pesan ini dan apa isinya?"
"Carol sudah memberitahuku tadi saat kamu sedang membaca pesan," jawab Kelly.
"Kalau begitu, anda juga tahu kan bahwa aku harus bisa mengalahkan wanita menyebalkan itu? Jadi siapa yang akan anda kenalkan kepadaku, Nyonya? Aku harus membawa seseorang untuk mengalahkan pasangan yang dia bawa nanti, ya walaupun aku sendiri tidak tahu siapa yang akan dibawanya nanti." Kelly belum menjawab, Jane sudah menyambungnya lagi, "Sebenarnya ada satu lelaki yang menurutku tampan dan perfect untuk diajak, hanya saja..," Jane membuang nafas kasar. "Dari tadi siang aku sudah kirim pesan kepadanya, namun sampai sekarang dia tidak juga membalasnya. Ya mungkin Carol juga sudah tahu siapa yang ku maksud. Walau dia dan Nyonya tidak mengenalnya."
"Hem, begitu," ucap Kelly sambil berpura-pura berpikir. Dirinya maupun Carol sengaja tidak memberitahukan kepada Jane kalau mengenal Night.
"Kalau anda mau mengenalkan pasangan untukku, bisakah anda memperlihatkan kepadaku sekarang? Lewat foto pun tidak apa-apa karena dengan begitu aku baru bisa memutuskan apakah akan menerima hadiah dari anda atau apakah aku harus mencari kandidat lain," papar Jane.
"Aku tidak mempunyai fotonya. Bagaimana kalau kamu mempercayakan saja kepada saya, Jane? Saya tidak mungkin mengecewakan kamu yang sudah menyelamatkan nyawa saya," sahut Kelly.
Jane terhentak mendengarnya. "Jaminan apa yang anda berikan kepadaku kalau anda tidak mungkin membohongiku?"
Carol mengeluarkan sebuah kartu nama dan meletakkan di atas meja, menggesernya ke arah Jane. "Ini nomor teleponku dan Nyonya. Kamu bisa menghubungiku kalau pasangan itu tidak sampai nanti malam," jawab Carol mengambil alih jawaban atas pertanyaan Jane.
"Baiklah kalau begitu. Aku bermodal percaya saja. Nyawaku malam ini kupertaruhkan pada anda berdua," tukas Jane.
"Kami tidak akan mengecewakanmu." Carol meyakinkan Jane.
Setelah pertemuan yang tidak menghasilkan apa-apa bagi Jane, Jane pulang ke kediamannya dengan perasaan pasrah. Ia hanya berharap mereka berdua tidak berbohong kepadanya atapun memberikan harapan palsu.
------Mr.Night------
Kediaman Seven Boys Flower...
Saat ini keenam lelaki yang baru saja tiba di kediaman memutuskan untuk mengistirahatkan diri mereka di ruangan yang terdapat sofa besar. Ruangan tersebut tidak berada jauh dari kamar mereka. Hanya Javier yang tidak berada di dalam ruangan keluarga itu karena ia langsung kembali bekerja dan tidak ikut pulang bersama mereka.
Beberapa menit kemudian, topik membawa pasangan kembali melanda dalam benak mereka semua.
"Kau akan membawa siapa, Kak Pieter?" tanya Evan memecah keheningan karena lamunan masing-masing dari mereka.
"Kenapa dari sekian orang yang ada di sini, kau malah bertanya kepadaku duluan?" protes Pieter.
"Ya ampun, Kak, begitu saja sensi," sahut Evan yang duduk di sebelah Pieter. "Ya sudah, aku akan bertanya kepada Kak Matt saja."
"Aku mau mandi dulu ah!" Dengan cepat, Matt beranjak dari sofa. Ia melangkahkan kakinya menjauh dari adik-adiknya. Ia sengaja angkat kaki karena ia sendiri saja belum mendapatkan jawabannya. Sambil berjalan menuju kamarnya, ia bergumam dalam hatinya, Apa aku bawa Christina, sekretaris Papa? Tawa senang keluar dari mulut Matthew. "Lebih baik aku telepon Papa dan meminta ijin padanya."
Balik lagi ke Evan yang sudah menggerutu kesal. "Kok malah pergi? Dasar!" Kali ini ia menoleh ke Denzel. "Bagaimana dengan kau, Kak? Siapa yang akan kau bawa?"
"Aku mau..., "
"Apa? Mau mandi juga?" Evan mendecak sebal sambil geleng-geleng kepala.
"Kau ini negative saja sama Kakakmu? Kualat baru tahu!" omel Denzel.
Evan hanya garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal itu.
"Aku akan bawa Carol. Sepertinya seru juga ajak dia," jawab Denzel atas pertanyaan Evan tadi.
Evan dan yang lain pun terkejut.
"Wah-wah, benih cinta timbul dengan tiba-tiba ya, Kak? Sesama punya keahlian jadi saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Cie..," goda Nick.
Respon Denzel pun biasa saja. "Nick, lebih baik kau pulang sekarang ke rumah orang tuamu." Setelah mengucapkan itu, Denzel langsung beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ke kamarnya sambil tersenyum jahil.
"Hah? Tunggu, Kak!!" tahan Nick dengan memanggil Denzel yang melangkah pergi. "Apa Mamaku sakit?" tanyanya sedikit suara keras,tapi tetap saja tidak digubris oleh Denzel. Setelah Denzel masuk ke kamar, Nick berargumen dalam pikirannya. Tidak mungkin Kak Denzel tiba-tiba berbicara begitu kalau dia tidak mendapatkan penglihatan. Mendadak perasaan Nick pun menjadi cemas.
Nick mencoba berpikir sambil mengingat-ngingat terakhir kali ia menelepon mamanya tadi pagi sebelum ia pergi ke rumah Kelly. Sepertinya Kak Denzel tidak main-main. Lebih baik aku menelepon Mama untuk memastikannya. Kali ini Nick yang beranjak dari ruangan menuju ke kamarnya untuk menelepon mamanya di sana.
Tersisa tiga orang di ruangan yang saling pandang-pandangan.
"Sebelum salah satu dari kalian bertanya, lebih baik ku katakan dulu sekarang. Aku belum tahu mau membawa siapa," celetuk Justin. "Tapi sepertinya aku tidak akan membawa siapa-siapa. Tadi aku sempat menelepon Luna, katanya tidak wajib kok."
"Apa kau bilang?" Pieter terkejut. "Benarkah itu, Justin?" tanyanya memastikan. Hatinya sudah bahagia dan merasa lega kalau memang benar tidak diwajibkan.
"Kalau tidak wajib, kenapa Kak Night bilang wajib ya?" timpa Evan.
"Tidak tahu," jawab Justin.
"Kalau begitu, kita tidak perlu lagi memusingkan perihal masalah pasangan. Ya, kan?" tanya Evan untuk memastikan lagi.
"Ya, kau benar," jawab Justin.
"Bagus. Tidak perlu kasih tahu yang lain. Biarkan mereka sibuk dengan pasangan yang akan mereka bawa. Aku penasaran dengan pasangan yang akan dibawa Kak Matt, dan hubungan Kak Denzel di sana bersama Carol," tukas Evan sambil tersenyum menyeringai.
Justin dan Pieter ikutan terkekeh jahil. Dan tanpa mereka sadari, mereka telah melupakan Javier.
Sementara itu di dalam kamar Nick. "Kenapa tidak diangkat sih?" gerutunya kesal. Ia memutus panggilan telpon yang kini dalam keadaan tersambung. Ia sudah menelpon mamanya belasan kali, tapi tidak diangkat oleh mamanya. Nick melihat jam weker di atas nakas samping ranjang. "Sepertinya masih keburu. Aku akan pulang sekarang untuk memastikan kondisinya," gumamnya sambil mengambil kunci mobil.
******
17:45 pm
Saat ini Jane dan Lizzie berada di salon langganan Jane yang dulu pernah dikunjungi oleh Lizzie. Setelah Jane pulang dari cafe, ia langsung menelepon Lizzie dan janjian di salon ini.
"Zie, baca ini!" Jane menunjukkan ponselnya ke Lizzie yang sedang duduk di sebelahnya sambil di-hairdryer rambutnya.
Lizzie melihat dan membaca apa yang diperlihatkan Jane kepadanya. Belum selesai membaca, Lizzie sudah terbelalak matanya. Ia sangat terkejut dengan pesan dari Sonia itu.
From : Woman Sucks!
Hai, Jane! Apa kau sudah menemukan pasangan yang akan kau bawa nanti malam? Ku harap sih sudah. Karena kalau kau tidak membawa pasangan yang WOW, aku akan menyuruhmu menari telanjang di tengah acara. Bagaimana? Kau berani menerima tantanganku? Dan ku harap teman kupermu akan ikut juga dalam tantangan ini. HA-HA-HA! See you tonight, Loser!!
"Wanita ular ini benar-benar menyebalkan! Acara reuni malah dianggap ajang permainan," oceh Lizzie sambil mengembalikan ponselnya ke Jane.
"Bagaimana menurutmu tentang tantangannya?" tanya Jane.
"Aduh, Jane, kau jangan terimalah! Ngapain ikutin permainannya si Wanita Ular itu," tukas Lizzie. Tadi dalam perjalanan menuju ke salon, Jane sudah bercerita sedikit tentang kejadian Kelly dan perbincangan mereka mengenai hadiah berupa seorang pasangan, ditambah lagi kemampuan yang dimiliki Carol. Awalnya Lizzie tidak percaya, tapi Jane memberikan kartu nama yang diberikan Carol untuknya. "Lagipula kita kan belum tahu, apa pasangan yang dikirimkan si nyonya itu benar datang atau tidak, lalu apa lelaki itu bisa mengalahkan pasangan yang dibawa Sonia?"
"Benar katamu. Sangat misterius." Helaan nafas panjang dikeluarkan Jane.
Selesai mereka berdua di make up, Jane dan Lizzie memastikan penampilannya di cermin. Gaun silver yang dipakai Lizzie sangat pas di tubuhnya. Gaun tersebut membungkus indah tubuh Lizzie begitupun dengan Jane yang terbalut dengan terusan merah di atas lutut.
"Zie, Nick ada kabar? Bukankah dia bilang mau menjemputmu?" tanya Jane.
"Tadi dia meneleponku katanya langsung ketemuan di sana saja," jawab Lizzie.
"Oh. Ya sudah kalau begitu. Kita memang harus pergi bersama-sama. Ayo kita berangkat!" ajak Jane dan Lizzie hanya mengangguk. Jane berjalan menghampiri Dion. "Dion, kami pergi dulu. Thanks sudah membuat Lizzie jadi cantik lagi," tutur Jane sambil membayar tagihan di kasir.
"Sama-sama, Dear," balas Dion.
Setelah membayar, Jane langsung keluar dari salon bersama Lizzie, kemudian mereka berdua berjalan menuju ke parkiran mobil.
Dalam hati Jane, aku sangat penasaran dengan hadiahku. Semoga saja pasanganku ini tidak mengecewakanku.
.........
TBC
Share this novel