Sejam sebelumnya...
Dalam perjalanannya, Night sudah memastikan kembali ke Jane melalui telpon untuk tempat pertemuannya dan ternyata tidak ada perubahan dari Jane.
Lalu saat Night selesai menelepon Jane, sebuah panggilan lain masuk ke ponselnya. Night pun melihat ke layar ponselnya untuk mengecek siapa yang menghubunginya.
Ben calling...
"Papa?" Night mengernyitkan dahinya. Segeralah Night menjawab panggilannya menggunakan headset bluetooth. "Ya, Pa?"
"Di mana kamu sekarang, Night?"
"Di jalan, Pa. Kenapa?"
"Temui Papa sekarang di Golden Nugget, Fremont Street Experience sekarang. Ada hal yang mau Papa bicarakan padamu."
"Tapi, Pa.., jam tujuh Night ada janji."
"Janji? Apa ini berhubungan dengan situs yang kamu buat itu?"
Night pun terhentak. "Bagaimana Papa bisa tahu?" Shit! Bisa kacau kalau begini.
"Datang sekarang juga, Papa tunggu!"
"Baik, Pa." Night mengakhiri panggilan papanya dengan helaan nafas. Night tidak menyangka bahwa papanya bakal tahu pekerjaannya ini dengan cepat. Padahal yang ia tahu papanya jarang bermain dengan yang namanya internet, terkecuali mengecek nilai saham.
Hampir setahun Night membuka situs itu tanpa diketahui oleh papanya. Tapi benar kata pepatah, namanya bangkai kalau ditutup-tutupi bagaimanapun, pasti akan tercium juga baunya. Night pun mendesah berat.
Night melirik jam yang ada di mobil, dan waktu sudah menunjukkan pukul 6:30 pm. "Bisa telat kalau begini," gumamnya frustasi. Night harus memutar otaknya mencari jalan keluar atas masalahnya ini. Padahal ia sudah tidak sabar bertemu dengan Jane.
Tersadar akan ucapannya yang tidak masuk diakal, Night langsung mengoreksinya dengan cepat. Tidak-tidak! Seharusnya yang benar itu, aku tidak sabar dengan reaksinya Jane yang akan terkejut waktu melihatku. Night mengangguk mantap dengan hasil koreksi ucapannya.
Night kembali berpikir mencari alasan untuk jawaban papanya nanti masalah situs. Tidak hanya itu saja, ia juga harus mencari bantuan seseorang untuk masalah pertemuannya dengan Jane yang pasti akan telat. Walaupun jarak pertemuan papanya dengan pertemuan Jane tidaklah jauh. "C'mon, pikir Night!" gumamnya sendiri sambil mencengkram stir mobilnya dengan erat.
Night ingin meminta tolong kepada adik-adiknya, tapi mereka semua juga sedang berkencan. Siapa ya yang bisa dimintai tolong? Bagaimana kalau kusuruh Scott untuk menggantikanku? Night cepat-cepat menepisnya sambil menghela nafas pendek. Yang ada Jane bisa kabur melihatnya.
Night mencoba kembali mengingat semua tempat pertemuan para anggota Seven Boys Flower, kecuali Nick yang memang tidak begitu jelas tempat janjiannya. Namun, baru akan mengingat satu persatu adiknya, tiba-tiba nama Denzel langsung muncul di benak Night. Ah! Tadi pagi Denzel bilang padaku kalau tempat janjiannya sama denganku. Eh, tunggu! Dia juga bilang bahwa aku akan butuh bantuannya. Shit! Jadi dia sudah tahu ini akan terjadi, geram Night dalam hati.
Tidak menyia-nyiakan waktu, Night pun langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi Denzel. Namun sayangnya, orang yang dihubungi malah tidak tersambung. Ia sudah mencoba beberapa kali, tapi hasilnya tetap sama, panggilannya tidak terhubung.
Kenapa tidak tersambung sih? Nanti akan ku coba lagi deh. Night pun menambahkan kecepatan pada laju mobilnya.
07:03 pm
Mobil Night pun memasuki area parkir restoran, tempat pertemuannya dengan Ben. Ia segera keluar dari mobil, dan di sela-sela jalannya, ia mencoba kembali menghubungi Denzel. Dan untungnya panggilannya kali ini tersambung. Begitu diangkat, Denzel pun membuka suara duluan.
"Ya, Kak?"
"Zel, apakah kau sudah tiba di Club Las Vegas?" tanya Night.
"Ya, aku sudah sampai di Klub."
"Aku ingin meminta bantuanmu."
"Katakanlah, Kak. Aku pasti akan membantumu."
"Aku akan telat untuk menemui wanita yang akan aku kencani karena papa tadi menghubungiku. Papa telah mengetahui situs kita."
"Papa sudah tahu situs kita?"
"Ya, makanya Papa menyuruhku untuk menemuinya sekarang."
"Lalu, bagaimana?"
"Aku ingin minta bantuanmu untuk menemui wanita yang bernama Jane, dan sampaikan pesanku padanya bahwa aku telat. Sebagai gantinya, aku akan mengembalikan setengah dari uang pendaftarannya."
"Baiklah. Aku akan menemui wanita bernama Jane dan menyampaikan pesanmu."
"Thanks, Zel. Aku akan mengirimi foto Jane kepadamu."
"Oke, Kak. Bye!"
Panggilan pun diakhiri Night sambil bergumam dalam hati, beres satu masalah. Tinggal satu masalah lagi, yaitu Papa.
Sambil berjalan menuju ke arah masuk restoran, Night melirik ke sekelilingnya yang di mana tak henti-hentinya semua mata menatap ke dirinya, terutama kaum hawa yang melihatnya dengan tatapan kagum akan ketampanannya. Karena sudah terbiasa, Night mengacuhkannya.
Night membuka pintu restoran dengan tangan kanannya. Dari jauh sudah terlihat sosok Ben yang duduk sambil dikelilingi para bodyguard beserta orang kepercayaannya yang bernama Dave. Tapi ternyata Ben tidak sendiri, Night juga melihat sosok wanita sedang duduk di kursi roda yang ia tak akan salah mengenalinya.
"Mama..," gumam Night sambil mengeluarkan senyumannya ketika melihat Kelly dari jauh yang sedang duduk bersama Ben. Langkahnya dipercepat karena tidak sabar menemui mamanya.
Melihat kedatangan Night, seorang wanita di samping Kelly tengah berbisik ke Kelly. "Night sudah datang, Nyonya."
Kelly yang mendengarnya langsung menarik bibirnya membentuk senyuman lebar.
"Hai, Ma!" sapa Night sambil mencium kening Kelly.
"Kenapa kau jadi jarang menjenguk Mama, Night?" tanya Kelly sembari memeluk tubuh Night. Aroma maskulin putranya membuat kerinduan yang tertahan membuncah. "Mama sangat merindukanmu, Son."
"Maafkan Night, Ma." Night melepas pelukan Kelly dan langsung duduk di sebelahnya. Ia memutar tubuhnya menghadap Kelly dan mengambil tangan Kelly, lalu menggenggamnya. "Bagaimana keadaan Mama? Kenapa pakai kursi roda? Apa kaki Mama sakit? Apa Mama masih rutin ke dokter untuk check up mata Mama?" tanyanya dengan bejibun pertanyaan.
Kelly tersenyum lembut. "Mama jadi bingung mau menjawab yang mana dulu, Night," ucapnya dilanjut dengan tawa kecil.
Night ikut tertawa sambil menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal itu.
Walaupun Night banyak mengeluarkan pertanyaan, Kelly pun menjawabnya satu persatu. Satu tangannya terangkat ke atas. Ia berniat meraba wajah Night dan menangkupnya. "Mama sehat. Carol tidak akan lupa untuk selalu mengingatkan Mama akan jadwal ke rumah sakit. Jadi..," Kelly menekan pelan pangkal hidung Night. "Kamu tenang saja untuk masalah check up mata Mama. Dan alasan Mama memakai kursi roda ini, karena Mama lagi malas pakai tongkat."
Night tersenyum senang. "Baguslah kalau begitu." Night menoleh ke Carol. "Thanks karena telah menjaga mamaku," ujarnya pada Carol.
"Sudah menjadi tugas saya, Tuan Night," balas Carol dengan diiringi senyuman.
"Ehem.." Ben berdehem pelan membuat Night menoleh ke Ben. "Kalian ini seperti tidak menganggapku ada," cibirnya sambil mengeluarkan mimik sedih.
Night terkekeh, tapi tidak dengan Kelly yang berespon biasa saja.
"Oh ya, Papa mau membicarakan apa?" tanya Night sambil melihat waktu pada jam tangannya. "Night tidak punya banyak waktu."
"Kamu mau pergi lagi, Night?" tanya Kelly langsung menyela ucapan Night.
Night menoleh ke Kelly. "Iya, Ma. Night ada janji," jawabnya.
"Janji kencan dengan wanita?" Kali ini pertanyaan keluar dari mulut Ben. "Apa maksudmu membuka situs begituan, Night? Apa uang yang Papa punya tidak cukup untukmu?" cecar Ben.
"Bukan begitu, Pa. Night hanya mengisi waktu luang," sahut Night.
"Situs apa? Mama sama sekali tidak mengerti dengan apa yang sedang kalian berdua bicarakan," sela Kelly kembali.
Night menghela nafas panjang sambil menatap Ben. "Pa, Night kan bukan anak kecil lagi. Anggap saja ini hanya semacam game untuk menghilangkan kebosanan, dan juga--,"
Kini Ben langsung menyela ucapan Night. "Dengan mengajak ketujuh adikmu ikut serta?"
"Pa, mereka semua setuju melakukannya dan tanpa paksaan dari Night. Malah mereka semua enjoy melakukannya," sahut Night.
Ben mendengus kesal. "Papa suruh kamu membantu perusahaan, tapi kamu tolak. Dan sekarang kamu malah bermain-main dengan hal yang tidak jelas!" serunya dengan nada yang mulai naik satu oktaf.
Night memutar bola matanya. "Siapa bilang Night tidak membantu Papa?" bantahnya. "Night selalu membantu semua masalah yang mereka punya kalau kami sedang berkumpul bersama. Contohnya saja untuk masalah Papa yang kena tipu rekan bisnis Papa masalah saham. Night sudah memberikan jalan keluarnya ke Matthew harus bagaimana. Apa dia tidak memberitahukan ke Papa?"
Ben mulai mengingat-ngingat masalah yang dimaksud anaknya, Night. Sebuah masalah yang sebulan lalu karena kesalahannya membeli saham dari rekan bisnisnya. Saham yang bukan membawa keuntungan malah sebaliknya.
Ben hampir saja terkena tipu karena ternyata saham tersebut adalah saham yang sudah diambang kehancuran. Tapi akhirnya masalah tersebut terselesaikan oleh Matthew yang datang membawa jalan keluarnya ke Ben, yaitu untuk tetap mempertahankan saham tersebut.
Dan entah bagaimana Matthew mengelolahnya, ternyata saham tersebut jadi mendatangkan keuntungan berkali-kali lipat, membuat Ben terkejut dan terpukau. Sekarang ia baru tahu ternyata keuntungan tersebut ada ikut andil dari Night.
"Baiklah kalau begitu. Papa percaya padamu untuk masalah itu." Ben memang sangat percaya pada kemampuan Night. "Tapi Papa tidak suka mengenai situs tersebut. Kamu seperti menjual dirimu layaknya gigolo!" sambung Ben dengan sebuah teguran untuk Night.
"Pa, intinya pekerjaan Night ini tidak mengganggu pekerjaan Papa dan tidak membuat kerugian untuk orang lain. Malah Night membantu para kaum hawa. Bukankah Papa sendiri yang mengajarkan ke Night untuk selalu membantu wanita dalam kesulitan?" Night menyahut lagi.
Ben terdiam sejenak sambil berpikir. Ia manggut-manggut sambil mencerna ucapan Night barusan. Perkataan dari Night membuatnya tersadar bahwa memang benar ia pernah mengatakan itu kepada anak-anaknya.
Sambil menatap papanya yang sedang berpikir, dalam hati Night, sepertinya aku telah menang melawan Papa. Senyum kepuasan dan kelegaan ditunjukkan Night pada mulutnya.
"Mama tidak mengerti ini semua, Night," ujar Kelly menyeletuk.
Night menoleh ke Kelly. "Nanti Carol yang akan menjelaskannya ke Mama. Sepertinya dia cukup mengerti apa yang sedang kami bicarakan. Benarkan, Carol?" tanya Night melirik ke Carol.
Carol hanya tersenyum.
Bagi Night, Carol sebelas duabelas dengan Denzel. Dia bisa membaca pikiran orang bahkan bisa memanipulasinya. Warna matanya yang tidak dimiliki setiap orang, menjadi perbedaan dalam dirinya dengan wanita pada umumnya. Usia Carol lebih tua dari Night empat tahun, tapi wajahnya sanggup menipu siapa saja yang melihatnya. Ya usia dan paras wajah Carol tidak seimbang. Wajahnya yang cantik tidak menunjukkan dirinya yang sudah memasuki usia kepala tiga. Bahkan orang menebaknya bahwa ia masih berumur dua puluh tahunan.
Carol ditemukan Kelly saat dirinya berusia sepuluh tahun yang tengah dipukuli orang tuanya karena dikira anak pembawa sial karena keahliannya ini. Dan saat menolong Carol, Kelly mendapat pukulan keras di bagian kepalanya dan menyebabkan penglihatan Kelly menjadi gelap. Karena pukulan keras itu juga, warna sebelah mata Kelly perlahan berubah menjadi biru. Kejadian ini terjadi setelah enam tahun pernikahannya dengan Ben.
Dan setelah kejadian itu, Carol jadi merasa bersalah. Ia memutuskan untuk mengabdikan dirinya kepada Kelly sampai sekarang dengan berada di sisinya. Dengan begitu, ia jadi bisa membantu Kelly, dan secara tidak langsung menjadi peran mata Kelly yang tidak berfungsi itu.
Tentang kebutaan Kelly, dokter sudah memvonis bahwa Kelly akan buta selamanya. Tapi kalau dilihat dari penglihatan Carol dan Denzel, Kelly bukan buta permanen. Kelly bisa kembali melihat, tapi entah kapan waktu itu akan terjadi, tidak ada yang tahu dan mereka berdua tidak bisa memastikannya.
Jadi untuk sementara ini, Carol hanya bisa mendampingi Kelly untuk selalu check up matanya dan menemaninya melakukan perawatan intensif.
Ngomong-ngomong masalah warna mata, itu jadi mengingatkan Night akan Jane. Warna mata Jane pun sama seperti Carol yang berbeda dengan para wanita pada umumnya. Jarang sekali wanita dilahirkan dengan warna mata biru.
Bagi Night, warna mata Jane tergolong sangat indah karena warna matanya seperti air laut yang berwarna kebiruan dan sangat bening. Warna itulah yang mampu menghipnotis dirinya begitu ia dan Jane saling berpandangan. Aku jadi ingin bertemu dengannya.
Night melihat kembali pada jam yang melingkari pergelangan tangannya. Sudah jam setengah 8. Aku harus segera ke klub, batin Night. "Pa, Ma, Night pergi dulu," pamitnya sambil beranjak dari duduknya.
"Papa belum selesai bicara padamu, Night!" seru Ben gusar.
"Besok saja lanjutnya, Pa. Kalau perlu, besok Night ke kantor Papa. Oke?" Night menoleh ke Kelly, lalu mengecup puncak kepala Kelly. "Night pergi dulu ya, Ma. Besok Night mampir ke rumah, sekalian Night mau kenalkan anak-anak Papa lainnya yang ikut dalam pekerjaan Night."
"Baiklah kalau begitu. Mama akan tunggu kamu," sahut Kelly.
Sebelum pergi, Night menatap kedua mata Kelly yang menurutnya tak kalah indah dengan mata Jane. "Love you, Mom," ungkapnya sambil mencium punggung tangan Kelly. Night memang sangat-sangat menyayangi mamanya.
Kelly meraba kepala Night, lalu mengusap kepala putranya sambil tersenyum manis. "Me too."
Setelah itu, Night berdiri. "Bye, semua!" Setelah mengucapkan kata perpisahan, Night pun berjalan ke arah pintu keluar restoran.
Setelah kepergian Night, kepura-puraan yang ditunjukkan Kelly di hadapan Ben pun tidak diperlihatkan lagi dan mulai menampakan sifat aslinya, yakni rasa bencinya ke Ben atas pengkhianatannya. Kalau bukan karena Night mau datang, ia tidak akan mau diajak untuk makan bersama. Tanpa basa basi ke Ben, Kelly mengajak Carol untuk pulang. "Kita pulang sekarang, Carol!" perintahnya.
"Baik, Nyonya."
"Ben menahan Kelly dengan memegang tangannya. "Honey, jangan pulang dulu. Temani aku makan dulu," pintanya.
Kelly menepis tangan Ben dengan kasar. "Minta saja pada ketujuh istrimu!" sahutnya dengan ketus. "Ayo, Carol!" ajaknya dengan hati yang gusar.
Carol pun menurutinya dengan mulai mendorong kursi roda yang diduduki Kelly menuju ke arah pintu keluar.
Ben hanya bisa menghela nafas panjang. Resiko dirinya dicuekkin dan dibenci Kelly karena telah mengkhianatinya. Tapi tujuan Ben menikahi tujuh wanita sekaligus pun ada alasannnya, dan hanya ia dan satu orang kepercayaannya yang tahu alasannya tersebut.
"Dave, apa sampai sekarang kau belum menemukan orang yang mau dan bersedia?" tanya Ben.
Orang kepercayaan Ben yang sedang berdiri di samping Ben maju mendekati Ben. "Belum, Sir."
"Teruslah mencari. Berapa pun uang dan apapun keinginan mereka akan kupenuhi."
"Baik, Sir."
-----Mr. Night-----
07:45 pm
NIGHT POV
Aku memasuki Las Vegas Club dan mulai mencari keberadaan Jane ditengah kegelapan yang hanya disinari kerlap-kerlip dari lampu disko. Aku menelusuri setiap tempat dan melihat satu persatu wanita yang berdiri tak jauh dari aku berjalan.
Sampai akhirnya dari kejauhan, aku pun melihat Denzel sedang berdiri bersama wanita yang ku cari. Aku mengukir senyuman di mulutku karena kecantikan Jane malam ini. Dress yang dikenakan Jane malam ini sangat pas di tubuhnya dan menyoroti lekuk tubuh Jane yang terkesan sexy di mataku.
"Maaf telah membuatmu menunggu terlalu lama, Jane," ucapku saat tiba di hadapannya.
Jane memutar tubuhnya sambil memegang ponsel. Saat itu, Jane tampak terkejut melihatku. Tapi, sudah kuduga sih. Aku jadi ingin tertawa melihat wajah kagetnya.
"KAU?!" seru Jane kepadaku, lebih tepatnya bersuara sedikit keras.
Aku pun mengeluarkan senyum miring sambil menatap Jane. "Kita belum berkenalan secara langsung, Jane." Aku mengulurkan tanganku. "Kenalkan namaku Night, lebih tepatnya aku adalah Mr. Night, lelaki yang kau sewa."
"Ja-di ka-ka-u adalah Mr. Night?" tanya Jane memastikan dengan suara terbata.
Aku hanya mengangguk. Ku lihat mata Jane yang menunjukkan keterkejutan tidak hilang juga. Dia tidak bergeming sesaat sampai aku menangkup wajahnya membuat dia refleks mundur selangkah menjaga jarak denganku.
Aku dan Denzel mengeluarkan tawa kecil, membuat Jane semakin geram. Dan Jane makin menatapku dengan sorot tajam sekarang.
"Kalau tahu itu kau, aku tidak akan menyewamu!" dumel Jane pada dirinya sendiri, mungkin. Soalnya dia bicara tanpa melihat ke arahku.
"Jadi, apa kita bisa mulai sekarang?" tanyaku pada Jane.
Jane menatapku sambil berpikir, kemudian dia menghela nafas kasar. "Baiklah. Daripada uang yang kekeluarkan sia-sia, jadi akan kunikmati ini semua."
Aku maju mendekati Jane dan berbisik, "Kuharap aku dan kau tidak saling mengecewakan malam ini. Dan, apa aku boleh melanjutkan hal yang tertunda pada waktu malam itu?"
"Hal apa yang tertunda, Kak?" tanya Denzel menyeletuk tiba-tiba.
Aku langsung menjauhkan diri dari Jane dan menoleh ke Denzel. Aku melupakan kalau Denzel masih di sini. "Kenapa kau masih di sini, Zel?"
"Apa aku tidak boleh ikutan acara Kakak?" tanya Denzel kepadaku.
Aku yakin dia pasti ingin menggoda dan meledekku. "Tentu saja tidak! Pulang sana, dan jangan ganggu acaraku!" jawabku.
"Tapi kan Kakak sudah mengganggu acara kencanku duluan," sahutnya sembari mengeluarkan ekspresi sedih. "Dan aku tidak ada wanita pengganti malam ini," lanjutnya sambil mencoba merajuk kepadaku. Namun setelah bicara, ku lihat Denzel sedang menahan tawanya karena berhasil menggodaku. Sepertinya giliranku yang akan mengeluarkan taring untuk diarahkan kepadanya.
Aku mendengus dan berdecak sebal karena aku sudah bisa menebak rencananya. Dengan cepat, kubawa Denzel menjauh dari tempat Jane berdiri. "Katakan apa maumu, Zel?" tanyaku sambil menaruh kedua tanganku di dalam saku celana.
"Kakakku memang hebat! Tidak mahal kok, Kak!" Denzel menyengir jahil. "Aku hanya ingin mobil sport keluaran terbaru," ucapnya dengan enteng.
Aku merenggut kesal. Bukankah tadi Denzel bilang tidak mahal? Rasa-rasanya aku seperti diperas oleh adikku sendiri. Aku mengeluarkan tatapan kesal ke Denzel. "Kau gila ya, Zel?! Kau mau memerasku?" Aku sampai geleng-geleng kepala mendengar permintaannya.
"Kalau Kakak tidak mau, aku akan beberkan rahasia Kakak dengan Jane ke yang lainnya," cecar Denzel sambil tersenyum menyeringai kepadaku.
"Oh, sekarang kau sudah berani mengancam Kakak ya, Zel? Apa kau tidak takut kalau Kakak akan membuat keahlianmu tidak berguna lagi di hadapan seorang wanita?"
"Hah?" Denzel mengernyitkan dahinya. "Maksudnya, Kak?"
"Kau akan tahu besok. Sekarang pulanglah, dan jangan membocorkan apapun!" ancamku.
"Aku tidak janji," ucap Denzel sambil terkikik geli, kemudian dia berjalan menjauh dariku sambil melambaikan tangan perpisahan ke diriku.
Aku pun menghela nafas berat sambil berjalan kembali ke arah Jane. "Maaf, Jane, untuk masalah adikku."
"Jadi dia sungguh adikmu?" Jane menatapku.
"Ya benar. Dia juga adalah salah satu anggota Seven Boys Flower," jawabku.
"Oh." Jane terdiam sejenak, begitupun denganku. Kami hanya saling bertatapan. Lebih tepatnya, aku sedang menggerayangi paras wajahnya yang tidak bosan ku lihat.
"Jadi kita akan mulai dari mana?" tanya Jane yang akhirnya membuka suara duluan.
"Melanjutkan hal tertunda tentunya." Aku mendekatkan wajahku ke samping wajah Jane. "Rasanya sekarang, aku jadi ingin menyentuhmu kembali," ucapku selesai, setelah itu ku cium pipi Jane.
Dan kedua mata Jane pun membulat sempurna. "Maksudmu?"
....
TBC
Share this novel