Hari Tak Terduga

Romance Completed 23028

Mereka berjalan hingga ujung koridor dan berhenti di sebuah ruangan paling besar.

Wanda membuka pintu, Bisma langsung menghampiri, “Mana kontraknya?"

Wanda memberikan kontrak yang sudah di tanda tangani oleh Nisa pada Bisma, Bisma meletakkannya di meja.

"Ayo kita keluar!" Bisma memberi kode pada Wanda untuk meninggalkan Nisa di ruangan.

"Nisa, saya tinggal. Kalau ada kesulitan dan kamu ada pertanyaan, kamu bisa cari  saya di ruangan!" ucap Wanda sebelum dia benar-benar pergi.

"Baik, Bu. Terima kasih banyak!"

Pintu ditutup. Nisa mendengar dan membalikan badan saat terdengar seperti suara pintu dikunci otomatis. Nisa mencoba membukanya, tapi tetap tidak bisa.

"Loh, benar benar di kunci otomatis ya," Nisa sedikit panik dan merasa ada yang tidak beres dengan ruangan tersebut.

Kemudian dia berbalik dan Bug! Saat Nisa berbalik dia menabrak tubuh seseorang, Nisa menarik wajahnya dan melihat orang yang sudah dia tabrak.

Matanya membuat lebar, Nisa yakin dia salah dengan penglihatannya. Nisa memundurkan tubuhnya hingga terbentur pintu. Orang dihadapan Nisa menatap tajam dan kesal. Dia menatap Nisa dari rambut dan ujung kaki.

"Benar—benar menyebalkan. Memakai  baju seperti itu dan berdandan, mau merayu siapa dia?"

Leon kesal dengan penampilan Nisa yang dianggap terlalu seksi seperti ingin menggoda seseorang.

"Lho, ini kan pria kaya gila yang kurang ajar kemarin, sedang apa dia disini?"

Sontak mata Nisa membulat lebar kembali saat dia ingat ruangan yang dia datangi bersama Wanda adalah ruangan pimpinan.

"Argghhh. Aku tidak mau." Nisa panik segera berbalik badan mencoba membuka pintu.

"Bu Wanda, tolong, saya mau keluar dari sini. Saya tidak jadi menerima pekerjaannya!" teriak Nisa dengan tubuh bergetar ketakutan saat orang itu berusaha mendekatinya.

"Apa kamu bilang? Tidak ingin menerima pekerjaan ini, apa maksudmu? Hah?"

Nisa ditarik kasar dan tubuhnya dihempaskan di sofa membuat rok span yang dipakainya terangkat keatas melebihi batas keimanan laki-laki sampai kain renda berwarna merah jambu terpampang nyata di pelupuk mata Leon.

"Huh, benar benar sial. Apa dia sedang menggodaku. Aku begitu merindukannya selama ini, inikah balasannya? Aku sudah puasa wanita selama lima tahun."

Leon kesal bukan kepalang karena dia menganggap Nisa masih pura-pura lupa pada dirinya.

"Katakan, siapa aku? Apa kamu benar-benar tidak ingat  siapa aku? Hah?" Bentak Leon makin menjadi saat Nisa terus berusaha menghindar dan memalingkan wajahnya.

Pria tadi sudah melompat ke sofa menghimpit tubuh Nisa dengan kedua kaki dan kedua tangan Nisa di cengkraman dengan erat keatas.

"Arghh, sakit. Lepas. Aku bilang, aku tidak mengenalmu!" Nisa terus menggerakkan tubuhnya,  tanpa sadar Nisa menggesek bagian benda tumpul milik Leon.

"Hah, apa ini, dia benar-benar sedang menggodaku. Kalau seperti ini aku sudah tidak tahan lagi."

Leon berulang kali menahan hasrat yang dia pendam selama lima tahun karena kehilangan Nisa.

"Diam! Kalau kau terus bergerak, jangan salahkan aku bersikap kasar terhadapmu," delikan darinya membuat Nisa makin berontak keras.

"Ah, sial!"

Brakk skrekk skrekk! Leon melepaskan cengkraman tangannya pada Nisa. Nisa berusaha melawan sekuat tenaga memukuli dadanya.

Namun, pria tadi sudah hilang kesadaran karena kerinduannya yang mendalam. Tak peduli dengan pukulan yang diberikan Nisa. Bahkan dia merasa tertantang untuk menaklukkan dengan merobek kemeja Nisa.

Pria tadi seperti kerasukan iblis jahat saat dia melihat kedua milik Nisa yang menantang, itu semakin membuatnya  gila.

"Uhm, ah!"

Pria tadi mengeluarkan salah satunya dengan paksa. Mengisap  dan tangan satunya bermain remas dengan aktif membuat Nisa kaget.

"Akh, jangan!" suara Nisa sudah berubah desahan di telinga Leon, membuatnya semakin menggebu dan bergantian menghisapnya.

Tubuh mungil Nisa tak kuasa melawan permainan buas di kedua miliknya.

"Akhh, aku mohon ja—jangan!" isak Nisa mulai memelas. Tubuhnya bergetar ketakutan. Ini kali dia merasakan pengalaman pertama.

"Jangan ditahan, keluarkan sayang, aku sangat merindukanmu!" bisiknya dengan hembusan panas yang sudah sangat terbakar.

Nisa berusaha keras menolak. Namun, entah kenapa tubuhnya malah bereaksi pada Leon. Dia  bahkan sudah terbuai dengan semua kecupan hangat yang diberikannya.

"Siapa laki-laki ini? Kenapa aku tak bisa mengingat dirinya."

Pria tadi kini mulai turun ke daerah intim milik Nisa, dia membukanya lebar dan merobek kain berenda milik Nisa yang sudah basah.

"Kamu boleh tak mengenalku, tapi tubuhmu ini adalah bukti."

Pria tadi membuang kain penghalang milik Nisa ke lantai. Kini matanya beralih melihat sesuatu yang merona. Pria tadi sudah melepaskan semua yang dia pakai ke lantai. Dia sudah polos di hadapan Nisa.

"Ja—jangan. Jangan  lakukan itu, aku mohon!" Nisa merasa terjepit. Dia tak mengira interview kerjanya akan berakhir dengan hal yang tak terduga.

Pria tadi menarik tubuh Nisa yang sudah setengah polos di pundaknya. Dia berjalan kearah rak buku dan menekan tombol rahasia di sampingnya.

Tubuh Nisa di hempaskan pada ranjang yang tersedia di balik rak buku tadi. Ruangan rahasia untuk pria tadi beristirahat. Dia semakin buas dan merobek  sisa rok span yang masih melekat di pinggang Nisa.

"Tu–tuan, aku mohon, tolong jangan, Agh ja–ja ... ump."

Sesuatu yang keras  merobek bagian intim milik Nisa. Sangat sakit dan perih. Nisa meraung. Menangis sejadinya saat merasakan bagian intinya dirobek. Bagian yang selama ini Nisa jaga, begitu saja terenggut dengan mudah oleh pria yang tak dikenal Nisa.

"Lemaskan tubuhmu sayang, jangan menangis, sebentar lagi pasti tidak akan sakit!"

Pria tadi berusaha mendorong dan menghujamkan miliknya berkali-kali karena dia merasa kesulitan untuk memasukinya, hingga. Brek brek brek! Dia berhasil setelah menghentakkannya dengan kasar disertai sesuatu yang hangat keluar dari bagian intim Nisa. Dia meliriknya, warna merah mengalir di sprei putih milik Leon.

"Rupanya dia masih suci, akulah yang pertama baginya."

Senyuman kepuasan terlihat di wajah Leon yang sudah berhasil menerobos kepemilikan yang dijaga  Nisa.  

Nisa mencengkram kedua tangan pria tadi saat merintih kesakitan. Memohon  untuk dilepaskan. Namun, pria tadi tetap  melancarkan aksinya hingga dirinya mencapai puncak  yang dipendamnya selama ini.

Tubuh pria tadi roboh menghimpit tubuh Nisa. Nafas menderu dan hawa panas masih sangat terasa. Sedangkan Nisa terus memukuli tubuhnya dan menangis sejadinya.

Pria tadi memeluk dan mengecup kening Nisa yang masih basah kuyup bermandikan keringat.

"Apa salahku. Kenapa kamu melakukan ini, Hu hu hu ...," Nisa masih menangis dipelukannya.

"Maafkan aku sayang, aku membuatku takut," ucapnya. Namun, Nisa, dia bahkan tidak mengerti kenapa pria itu melakukan hal bejat pada dirinya.

"Tolong, aku tidak mau bekerja disini. Aku mau berhenti, aku tidak mau disini!"  rengek Nisa.

"Enak saja, kamu pikir aku akan melepaskanmu. Aku sengaja mengikatmu agar kau tak berani lagi kabur dariku. Sekarang setelah susah payah seperti ini, kamu mau kabur. Aca nehi nehi ya, nggak boleh!" Batin Leon.

"Boleh, asalkan kau bayar denda pinalti pemberhentian kerja sebesar lima puluh milyar!" pria tadi  berbicara tanpa beban ketika menyebutkan jumlah yang sangat sangat besar untuk Nisa.

"Lima puluh milyar? Aku mencari uang lima ratus juta untuk biaya pengobatan dan operasi mama saja masih menabung, ini aku harus membayar denda finalty."

Nisa terdiam, pria tadi tersenyum penuh kemenangan.

"Aku pastikan akan terus mengikatmu sampai kau kembali seperti dulu, menjadi kekasih kesayanganku, Az."

"Kalau kau tidak punya uang, lebih baik kamu turuti saja semua perintahku. Mungkin  jika hatiku sedang tidak buruk, aku bersedia melepaskanmu tanpa syarat!"

Nisa menarik wajahnya memberanikan diri melihat wajah laki-laki yang sudah merenggut kehormatannya.

"Aku tidak akan berbohong. Sungguh!" dia berusaha meyakinkan Nisa.

"Huh, melepaskanmu  lagi? Jangan harap. Apa aku sudah gila. Kau pergi lima tahun dan melupakanku  dengan seenaknya. Ini  baru permulaan hukuman dariku, Az."

Nisa melepaskan pelukannya menarik selimut di pinggir ranjang, menutupi tubuhnya.

"Tepati janjimu, Tuan. Aku harap kau tidak berbohong!" Nisa sudah pasrah dengan kehilangan miliknya yang paling berharga. Dia menutup matanya, menguburnya dalam-dalam.

"Jangan nangis, Nis. Demi mama, apapun harus kau lakukan supaya mama bisa segera sembuh. Meskipun harga dirimu diinjak-injak seperti ini."

"Apa kau begitu tertekan denganku, Az? Apa yang sebenarnya terjadi denganmu? Kau bahkan menganggapku orang asing. Kenapa kamu, Az?"

Perih dan pedih batin Leon saat menatap wanita yang dicintai juga dicarinya melupakan begitu saja.

"Ingat namaku, Leon Prawira!” Leon menarik tangan Nisa saat dia beranjak dari ranjangnya.

"Keluarkan aku, aku tidak mau disini!"

Rasanya Nisa jijik terhadap dirinya sendiri. Dia bahkan sudah tak memiliki apapun yang berharga untuk dia berikan pada orang yang akan dicintainya kelak.

"Kemarilah, kita bersihkan diri dulu, nanti aku akan menyuruh Bisma membelikan  baju baru!" Nisa lupa kalau bajunya sudah hancur  di robek oleh pria gila tak dikenal di hadapannya.

"Tidak, aku janji tidak akan melakukannya lagi. Percayalah kali ini aku tidak akan memaksa, uhm...," Leon mengulurkan tangan saat melihat wajah Nisa meragu. Nisa pun terpaksa menurut.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience