Pergi Untuk Selamanya

Romance Completed 22834

Hujan turun begitu deras, Aldo dengan kecepatan penuh mengemudikan mobilnya. Dia sepertinya sudah tidak peduli dengan macetnya lalu lintas. Yang Aldo inginkan adalah segera sampai di rumah sakit.

Hatinya tidak tenang terbayang wajah Sofia. Dia meyakinkan hatinya, istrinya baik-baik

Aldo langsung berlarian di koridor rumah sakit. Sudah tidak ada lagi yang dia pikirkan kecuali Sofia. Dia hampir menabrak beberapa perawat atau kereta dorong yang membawa pasien saking panik dengan kondisi istrinya.

Aldo terhenti sesaat ketika dia melihat sosok jadi berambut ikal sedang memeluk seorang wanita di depan kamar IGD. Dia harus bisa mengatur nafasnya agar tidak terlihat cemas di hadapannya ada. Bagi putrinya, Nata, Aldo merupakan sosok yang selalu dibanggakan.

“Ayaahhh!” Nata berteriak dan berlari ke hadapan Aldo ketika dia sudah benar-benar bisa menstabilkan kondisinya.

“Ayah, bu–bunda, ayah, ayaahh, huhuhu!” Nata bukan hanya berteriak, gadis kecil itu menangis sesenggukan di pelukan sang ayah.

“Tenanglah, Nata, bunda nggak apa-apa. Dia pasti akan baik-baik saja,” Aldo mencoba mengatur intonasi kesedihannya. Dia bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan istrinya.

“Pak Aldo, maafkan saya, tadi saya yang menyuruh salah seorang suster untuk menelpon anda,” suara seorang wanita mendekati Aldo dan dia segera menarik kepalanya. Aldo tahu wanita itu. Dia adalah wali kelas anaknya.

“Terima kasih banyak Bu Nita. Apa yang sebenarnya terjadi, Bu? Kenapa istri saya bisa sampai di bawa ke rumah sakit?”

Aldo menatap mantap dan penuh kebimbangan. Menanti jawaban seperti menanti hujan dikala matahari terik.

“Saya pun tidak menyangka, Pak, ini benar-benar tidak seperti biasanya. Saya pun kaget, Bu Sofia tiba-tiba saja sepertinya dia sesak nafas. Saya tidak pernah melihat dia seperti siang tadi, Pak,” jelas Bu Nita menceritakan kronologis kejadian yang terjadi pada istri Aldo siang tadi.

Aldo benar-benar bingung, sepertinya dia yakin, istrinya tidak memiliki riwayat penyakit atau apapun. Tapi, kejadian tadi siang yang tidak pernah diketahui menjadi kelalaian dirinya.

“Iya, A–ayah, bunda memang seperti itu Ayah. Bunda tiba-tiba sesak napas, Nata juga nggak pernah ngeliat bunda kayak tadi. Bunda nggak apa-apa kan, Ayah?” Nata masih saja berlinang air mata.

Dia terlihat syok. Untuk anak seusianya pastinya, dia tidak pernah melihat ibunya seperti itu. Ini pertama kalinya Nata melihat ibunya seperti itu. Dokter keluar dengan raut wajah yang tidak bisa dilukiskan oleh Aldo.

“Apa wali atau keluarga dari pasien sudah datang?” kata dokter dengan suara yang membuat jantung Aldo berdebar. Lebih dari dia merasakan debaran asmara.

“Saya, suaminya, Dok, bagaimana keadaan istri saya?” Aldo benar-benar menatap wajah dokter itu dengan lekat.

“Sekali saya minta maaf, semoga keluarga anda diberikan ketabahan …,” Dokter itu memberikan jeda dan tanpa mendengar penjelasan dari dokter itu Aldo segera menerobos masuk ke dalam ruangan IGD.

Aldo membeku saat memasuki ruangan. Dilihatnya seseorang terbaring dengan ditutupi kain putih. Dia mencoba memberanikan diri mendekat, meski tubuhnya bergetar dan pikirannya hampir menjadi gila.

Tangan Aldo gemetar saat membuka kain putih tadi. Dia benar-benar tidak menyangka kalau orang di balik kain putih itu adalah istrinya, Sofia.

“Aaagghh, nggak nggak mungkin. Sofia, Sofia, ayo bangun. Apa yang sebenarnya terjadi sayang, ayo bangun,” Aldo sudah tidak kuasa lagi membendung air matanya. Dia menjerit dan meraung dengan keras. Tidak ada yang berbeda dengan istrinya, Aldo yakin istrinya baik-baik saja.

“Sayang, Sofia, ayo bangun, tolong jangan bercanda sayang. Aku mohon bangunlah, Sofiaaaa, aaagghh tidak Sofia bangun sayang, banguuunnn!” Aldo benar-benar kehilangan kewarasan, dia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dengan istrinya.

Istrinya tidak pernah menunjukkan gejala sakit ataupun mengeluh. Selama ini Aldo yakin Sofia sehat. Namun, yang terjadi saat ini benar-benar mengejutkan Aldo.

Dia ditinggalkan istrinya tanpa penjelasan apapun untuk selamanya. Sofia, pergi untuk selamanya dari sisi dan kehidupan Aldo.

“Bunda, Bundaaa, huhuhu, Bundaaa, bangun bundaaaaa,” Nata yang meminta masuk dituntun oleh wali kelasnya juga tidak kuasa membendung tangisnya. Dia benar-benar tidak menyangka kalau akan ditinggalkan oleh ibunya.

Nata masih membuat janji dengan Sofia kalau sepulang sekolahnya Sofia akan mengajaknya jalan-jalan ke mall. Nata ingin membeli boneka beruang. Tapi, gadis kecil itu tidak menyangka akan tinggal pergi selamanya mendadak oleh ibunya.

“Maafkan saya, apa anda, Pak Aldo?” seorang dokter lain menghampiri Aldo dan dia terlihat ingin menyampaikan sesuatu.

“Sebenarnya beberapa tahun belakangan ini, ibu Sofia sedang menjalani rawat jalan dan kemoterapi i untuk penyakit leukemia yang dideritanya. Ibu Sofia meminta saya untuk merahasiakan semua. Dia tidak ingin pak Aldo menjadi kepikiran dan mengkhawatirkan kondisinya,” jelas dokter itu. Karena saat bertanya tadi Aldo hanya mengangguk ketika dia bertanya.

“Beberapa tahun ini? Ma–maksudnya? Istri saya selama ini sedang sakit, Dok?” Sungguh Aldo tidak bisa berkata apapun. Sofia begitu rapi menyimpan penyakitnya. Bahkan dia tetap tersenyum dan bersikap biasa saja jika berhadapan dengan dirinya.

“Benar Pak Aldo, leukemia stadium akhir. Itu benar-benar hal yang seharusnya ibu Sofia ceritakan pada keluarga, tapi dia benar-benar tidak ingin melihat anda khawatir ataupun bersedih. Dan ini ada buku harian ibu Sofia yang dia selalu bawa ketika melakukan kemoterapi. Dia menceritakan semua masa rawatnya di dalam buku itu.”

Tangan Aldo kembali bergetar menerima buku harian Sofia. Istrinya selalu tidak mengeluh tentang apapun. Selalu terlihat cantik dan menemani Aldo. Selalu membuat Aldo bahagia, bahkan ketika Aldo ada di masa tersulitnya. Ketika Aldo masih belum bisa melupakan Nisa.

Sofia selalu sabar dan setia menemani Aldo. Apalagi di awal pernikahan mereka, Aldo masih belum bisa sepenuhnya menerima Sofia. Setiap malam, dalam tidur Aldo, dia selalu memanggil nama Nisa.

Kepergian Nisa saat itu bukan hal mudah untuk dilalui Aldo. Dia juga merasakan kehilangan Nisa. Jadi, bukan hanya Leon saja. Sebab, dulu Aldo juga merasa belum sempat mewujudkan impiannya bersama dengan Nisa.

Aldo yang saat itu belum bisa menerima kenyataan kalau sebenarnya Nisa sudah melupakan dirinya dan sudah memilih Leon sebagai satu-satunya kekasih Nisa.

“Maafkan aku, sayang, huhuhu. Tolong maafkan aku, aku bukan suami yang baik untukmu. Maafkan aku, sayang, Sofiaaaa, huhuhu,” Aldo hanya bisa menangis sambil memeluk buku harian milik istrinya.

Dia tidak menyangka kalau Sofia sangat besar mencintainya. Sofia rela berkorban apapun demi kebahagiaan Aldo, suaminya.

***
“Leon.”

“Mmm.”

“Kamu nggak mau menghubungi Aldo?” kata Nisa yang saat ini dalam dekapan santai Leon. Leon menarik Nisa untuk duduk di karpet berbulu sambil menonton saluran televisi.

“Jangan mulai lagi deh. Aku baru menyingkirkan Raka dari kehidupanmu, sekarang malah ada Aldo saingan terberatku,” dengus Leon sambil menaikan rahangnya.

“Bukan begitu, Leon, tapi aku ngerasa ada hal yang terjadi dengan Sofia. Aldo nggak biasanya seperti tadi,” Nisa yang dapat merasakan kekhawatiran Aldo hanya dari tatapan matanya.

“Nggak usah lebay deh, nanti juga dia menghubungiku, jadi kamu nggak usah kebanyakan pikiran. Tugas kamu sekarang, otak kamu ini,” Leon berkata sambil mengusap-usap dahi Nisa, “harus tenang, rileks, nggak boleh mikir yang keras dan aneh-aneh supaya pemulihan kamu cepat. Aku mau kamu yang dulu, Aznii. Aku kangen kamu yang dulu,” tegas Leon dengan keinginan yang sudah tidak bisa ditahan lagi. Dia sangat menginginkan ingatan Nisa segera kembali.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience