"Kamu nggak bisa bilang begitu dong Leon, Raka, Awww!"
Nisa kembali menjerit saat lehernya digigit oleh Leon.
"Leon, apa-apaan sih? Kamu kayak vampire aja?" gerutu Nisa, dia benar-benar kesal dengan tingkah Leon yang kekanakan.
"Aku sudah bilang, jangan sebut nama laki laki lain dihadapanku. Aku nggak suka. Yang harus kamu tahu, aku adalah kekasihmu. Semasa kuliah kita berpacaran dan kamu harus segera mengingat. Dia hanya beberapa tahun saja bersamamu, sedangkan aku adalah calon masa depan kamu. Setelah bersama denganku, kamu nggak akan aku izinkan untuk memikirkan atau berhubungan dengan laki-laki lainnya," tegas Leon.
Dia benar-benar tidak suka kalau hati juga pikiran Nisa memikirkan lelaki lain.
"Aku benar-benar nggak ingat apapun. Tolong, ahh Leon, kamu mau ngapain lagi umm hentikan Leon ahhh!"
Nisa sedang berbicara, tapi setan merah menggila itu malah kembali memainkan tangannya di belahan bibir Nisa yang mudah sekali terpancing dan basah.
"Kita lakukan sekali lagi sayang, umm, itu mu juga sudah bisa aku gunakan lagi," ucap Leon penuh percaya diri sambil menunjukkan tangannya yang basah dan licin oleh cairan yang baru saja keluar dari belahan bibir bawah Nisa.
"Nggak, jangan Leon, aku harus bertemu dengan Raka. Aku nggak mau dia menungguku, ahh iya iya tolong hentikan sakit Leon," wajah Leon yang tadi tersenyum saat memperlihatkan cairan lengket milik Nisa sekarang menjadi kecut dan meremas salah satu benda kenyal milik Nisa.
"Katakan padaku, apa saja yang sudah kalian lakukan selama lima tahun ini?"
Tiba-tiba saja Leon mempertanyakan masalah itu. Dia yakin, meskipun dia yang membobol pertahanan Nisa yang paling pertama mana mungkin selama lima tahun ini kekasihnya tidak melakukan apapun.
"Ini bukan urusan kamu, apapun yang aku lakukan bersama Raka, aww, sakit sakit Leon!" seketika saat Nisa mengatakan nama Raka, Leon langsung menggigit apa saja yang bisa digigit. Persis seperti anjing gila yang kehilangan induknya.
"Jangan main main denganku, Aznii, kamu nggak akan tahu apa yang akan aku lakukan jika aku kehilangan kewarasanku. Aku bisa memastikan hari ini, hari terakhir kamu bertemu dengannya," ancam Leon dengan sorot mata yang sulit diartikan oleh Nisa. Dan Nisa dapat memastikan sorot mata itu bukan tatapan persahabatan.
Nisa masih menahan tubuh Leon yang menghimpitnya dengan kedua tangan Leon mencengkram tangannya.
"Sudah Leon, aku akan benar benar terlambat kalau kamu terus seperti ini," Leon menarik nafasnya saat Nisa setengah mendengus kesal. Apalagi gerakan tubuh Nisa sudah mulai menghindar, Leon tahu, sudah saatnya bagi dia membiarkan Nisa menyelesaikan masalah.
Yang diinginkan Leon tidak ada lagi penghalang di antara mereka. Leon ingin pemulihan Nisa segera terlaksana tanpa adanya gangguan dari siapapun. Mau tidak mau Leon melepaskan cengkeramannya dan membiarkan Nisa untuk membersihkan diri dan bertemu dengan laki-laki yang mungkin saja dia sangat membencinya.
Tidak memerlukan waktu lama untuk Nisa membersihkan dirinya dari sentuhan Leon tadi. Saat ini dia sudah mengenakan baju seadanya, tentu saja baju yang digunakan adalah kaos milik Leon dan celana pendeknya, semua disesuaikan dan Nisa mencari cara agar dua benda kenyal miliknya dan belahan bibir bawahnya bisa tertutupi sempurna.
Leon benar benar tidak memiliki pakaian wanita di kamarnya dan dia tidak mungkin mengizinkan Nisa keluar dengan kondisi perabotannya tidak tertutup.
"Kamu benar-benar nggak ingin aku mengantar?" Leon masih menawarkan diri, tepatnya dia hanya ingin tahu bagaimana wujud asli Raka saat mereka saling berhadapan.
"Nggak perlu, aku bisa pakai aplikasi mobil online, kamu nggak perlu mengantar," Nisa sudah bersiap menarik tasnya dan ponsel di tangannya telah siap masuk dalam aplikasi mobil online.
Wajah Leon sudah dapat dipastikan cemberut seperti kukusan butut. Bibirnya bukan hanya maju lima senti, tapi sudah persis kerucut yang tak berbentuk. Padahal Bisma sudah sejak fajar dipanggil Leon hanya untuk mengantarkan Nisa.
"Aku pergi dulu Leon, aplikasi mobilnya sudah sampai," Leon mengerutkan keningnya, dia merasa belum memberitahu alamat rumahnya.
"Apa kau pelakunya, Bisma? Kau sungguh penghianat!" decak Leon sambil berkacak pinggang dan menatap dengan kesal.
"Maafkan saya Tuan Leon, nona Nisa memaksa saya, nona Nisa bilang kalau dia tidak diberitahukan alamatnya, nona Nisa tidak akan kembali lagi kesini," Bisma berkata jujur, dia memang mendapatkan ancaman seperti itu dari Nisa.
"Dan, saya juga kan tidak berani melanggar ucapan dan perintah Tuan, kalau Tuan bilang apapun permintaan dan perintah nona Nisa, saya harus melaksanakan," skakmat Leon mendapatkan jawaban dari Bisma.
"Cih, dasar laki-laki tidak berguna. Jadi sekarang kau lebih takut dengannya dibandingkan denganku," Leon mendengus kembali sambil melipat kedua tangannya.
"Tapi, bukan berarti kau jadi bodoh. Harusnya kau memberitahuku lebih dulu. Aku tadi sedang membujuk untuk mengantarkan. Kalau kau tidak membuat ulah, saat ini pasti aku sedang memeluknya," Bisma memandangi wajah tuannya, tidak menyangka kalau tuannya akan mengatakan hal seperti itu.
"Ya ampun, Tuan Tuan Leon, cinta benar benar sudah membuat anda semakin gila. Anda sampai tidak mau berjauhan sedikitpun dengan nona Nisa. Tapi, aku juga harus bersyukur setidaknya wasiat Tuan Prawira akan segera terwujud. Melihat tuan Leon menikah dan memiliki keluarga yang utuh," batin Bisma sedang berbicara, dia benar-benar terharu melihat sikap tuannya yang sudah banyak berubah semenjak kehadiran Nisa.
"Kalau begitu hari ini nggak perlu ke kantor. Kamu hubungi saja Aldo, biar dia yang mengurus semua. Bukankah Aldo sudah kembali," Leon sedang merapikan jasnya dan bersiap masuk ke mobil.
"Baik Tuan, saya akan kirimkan pesan pada Tuan Aldo untuk mengganti mengurus semua masalah di kantor. Saya yakin, dia tidak akan keberatan," ucap Bisma.
Bisma pasti dengan mudah dan leluasa berbicara dengan Aldo sebab Aldo adalah teman kecil Leon dan keluarga mereka pun sudah lama saling mengenal.
"Nah gitu dong, kalau ada otak digunakan. Harusnya kau yang memberikan aku solusi sementara aku tetap mengeker kegiatan calon istriku," yakin dan penuh percaya diri kalau Nisa bakal calon istri Leon.
Bisma tidak menjawab dan membiarkan tuannya sibuk dengan pikirannya. Tidak ingin mengganggu kesenangan tuannya.
Sementara di dalam aplikasi mobil online ponsel Nisa terus saja berdering. Dia belum berani menjawab, hanya meminta supir aplikasi mobil tersebut menjalankan mobilnya dengan cepat.
Namun, tetap saja sampai di rumah kontrakannya, Nisa sudah melihat mobil Jeep berwarna hitam metalik sudah bertengger disana. Tak perlu diyakinkan lagi, itu pasti Raka yang sudah menunggunya sejak pagi.
Nisa langsung berlari keluar dari mobil dan menaiki tangga rumah kontrakannya. Saat berbalik, Raka hanya menatap Nisa dengan ponsel yang masih menempel di telinganya.
Raka melihat penampakan Nisa, dia bukan melihat hantu, tapi Raka yakin Nisa semalaman tidak pulang. Lalu tatapan matanya terpicing pada leher Nisa yang banyak sekali di tinggal mark berwarna merah sisa peninggalan jajahan Leon.
"Ma–maafkan aku, Raka, tunggu sebentar, aku buka pintunya dulu," Nisa yang masih belum menyadari tatapan Raka mematikan dan penuh dengan pertanyaan buru buru menggeledah tasnya untuk mencari kunci kontaknya.
"Ah, sudah, ayo masuk, Rak, kita bicara di dalam saja ya," Nisa segera menarik tangan Raka tanpa dia sadar kalau Raka menatapnya dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Dari mana kamu semalam Nis? Apa kamu nggak pulang? Lalu baju siapa yang sedang kamu pakai sekarang?"
Tentu saja Nisa pasti akan mendapatkan rentetan serangan tembakan pertanyaan dari Raka.
Share this novel