Kesurupan

Romance Completed 22834

"Kamu sudah bangun?" Leon duduk di tepi ranjang sambil menggeser kereta makan yang sudah dia siapkan.

"Uhm!" Nisa menggeliat pelan. Seluruh tubuhnya sakit. Ringsek seperti dilindas buldozer. Itu semua ulah perbuatan Leon.

"Aku bantu," Leon sigap mendekat, namun Nisa segera menarik selimutnya tinggi, dia takut kalau hal gila seperti beberapa jam lalu terjadi kembali.

Manik hitam Nisa berputar memindai kamar yang beberapa jam lalu mereka melakukan pergulatan panjang.

"Bisakah kamu memberikan aku baju," ucap Nisa lirih juga tertunduk malu, dia takut kalau tubuhnya disentuh lagi oleh Leon. Sudah dapat dipastikan kalau tubuhnya tidak akan menolak Leon. Nisa takut kebablasan seperti tadi.

Leon tersenyum melihat reaksi Nisa yang salah tingkah juga gugup. Menatap kearah Leon sangat waspada dan berhati-hati, itu tergambar jelas di pelupuk mata Leon kalau gadisnya belum benar benar menerimanya.

"Pakai bajuku sementara waktu ya, tadi aku tidak jadi membawa barang-barangmu. Itu semua karena kamu yang mau melarikan diri dariku," ucapan itu membuat otak Nisa berputar kalau dia meninggalkan rumah begitu saja dan diseret paksa oleh laki-laki dihadapannya.

"Kalau begitu, izinkan aku kembali, aku harus pulang dan melihat kondisi rumahku," Nisa beralasan, dia harus bisa mencari celah kalau dia bisa meninggalkan Leon.

"Jangan harap!"

"Ayolah."

"Tidak akan aku izinkan, sekali tidak, jawabanku tetap sama."

"Dasar laki-laki jahat dan nggak punya perasaan."

"Ya, begitulah aku, demi orang yang aku cintai, aku tidak akan mengecewakan. Aku akan menjaganya sepenuh hati."

"Cih, alasan."

Leon menatap Nisa tanpa memberikan jawabannya.

"Siapa Raka?"

Mendadak otak Nisa kembali oleng saat mendengar nama Raka di ucap. Nisa yakin, laki laki itu terus menghubungi setelah dia sampai di tempat.

"Aku lapar," Nisa mengalihkan pembicaraan. Tak ingin pembicaran menjadi runcing karena nama Raka dinaikan ke permukaan.

Otomatis mendengar itu Leon tidak akan tega apalagi dia tahu tenaga yang sudah dikeluarkan Nisa pasti menguras energi.

Laki-laki itu berdiri dan mengambil baju yang sudah dia siapkan tidak jauh dari ranjang tidur.

"Aku pastikan besok semua keperluan kamu sudah ada, malam ini pakai ini dulu, kalau kamu menolak, aku tidak akan memaksa, tapi aku sarankan kamu menerimanya atau jangan salahkan aku kalau …." Lirikan penuh arti juga kode keras dari Leon sudah membuat seluruh tubuhnya bergidik.

"Aku pakai, cepat berikan padaku," tanpa perlawanan, Nisa segera menarik baju atau lebih tepatnya itu adalah kaos milik Leon.  Buru-buru dia memakainya, dia harus segera waras, setidaknya itu yang Nisa pikirkan untuk saat ini.

Leon tersenyum lagi dan mengunggulinya. Nisa mati kutu oleh perintah dan tentu saja pilihan yang menyudutkannya.

"Aku bawakan semua makanan kesukaan kamu," ucap Leon kembali sambil menarik kereta dorongnya kearah sofa dan mendekat lalu menarik tangan Nisa untuk duduk di Sofa.

"Makanan kesukaanku?" Otak Nisa kembali berputar, sejak kapan dia bercerita tentang makanan kesukaan, bahkan laki-laki itu bukan termasuk laki-laki yang pernah dekat dirinya, pikir Nisa.

"Ada apa? Kenapa kamu bingung? Apa selera makananmu sudah berubah?" Kening Nisa makin berkerut mendengar pertanyaan dari Leon.

Tapi, apa yang dilihatnya di kereta dorong makan benar benar makanan kesukaan miliknya. 

"Omo Omo, ini benar-benar makanan yang kusuka. Dari Mana dia bisa tahu semuanya?" Nisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali dan menatap kearah Leon.

Hatinya benar benar bingung, tapi laki-laki dihadapannya makin menunjukkan diri kalau dia adalah kepingan bagian ingatan yang hilang dari Nisa.

"Aku kan sudah bilang, percayalah. Aku tidak akan membohongi kamu, aku benar-benar orang yang paling berarti dihidup kamu. Tubuh kamu juga tadi sudah membuktikannya. Apa itu belum cukup? Kalau kamu merasa belum cukup aku siap kok un–"

"Stop! Jangan bicara lagi." 

Spontan tangan Nisa membekap mulut Leon. Dia tidak ingin kalau Leon mengulanginya lagi.

"Ahh, kamu …." Delik Nisa saat merasakan tangan yang membekap mulut Leon malah dikecup dengan lembut.

"Ssssttt, makan dulu, aku juga akan makan makananku," ucap Leon sekaligus menarik tubuh Nisa supaya berada di pangkuannya.

"Kamu mau apa?" Nisa menggeliat dan mencoba turun, dia akan makin gila jika Leon sudah mulai bersiap melakukan aksi sentuhnya lagi.

"Aku benar-benar lapar, tolong jangan lakukan apapun sekarang," pinta Nisa, dia takut hilang kendali lagi. Dia mencegah tangan Leon yang sudah berhasil menyusup ke dalam kaosnya.

"Aku bilang, aku nggak akan mengganggu kamu makan. Kamu makan saja makananmu dan aku akan makan makananku," bisik Leon membuat Nisa makin hilang konsentrasi.

Apalagi saat tangan dingin Leon menyusup dan mulai meremas-remas kedua benda kenyal Nisa yang tak berkain penghalang makin membuat Nisa deg deg serrr.

"Tolong Leon, aku mana mungkin bisa makan kalau kamu lakukan hal seperti ini, ini sama saja kamu sedang menjebak ku lagi," ucap Nisa kecut, mau ditolak pun hasilnya akan tetap sama.

"Mau tau caranya aku biar tidak mengganggu makanmu?" Nisa mengangguk dengan cepat sambil tidak melepaskan kedua tangannya Leon yang berhasil Nisa hentikan.

"Keluarkan satu tanganmu dari lengan kaos, biarkan aku memainkan dan menghisap itu mu," jawaban Leon tetap saja merugikan Leon. Sedangkan Leon sudah bertekad setiap detik untuk membuat ingatan Nisa kembali, dia harus selalu memberikan sentuhan pada tubuh Nisa, entah bagaimanapun caranya Leon harus mendapatkan itu.

Meskipun ini terdengar seperti mencari alibi, tapi bagi Leon, kehilangan Nisa selama 5 tahun sudah benar-benar membuat hidupnya gelap gulita.

"Hih, mana ada orang yang mengambil kesempatan seperti itu. Itu kan memang maunya Kamu," Nisa menjawab sedikit sengit oleh permintaan gila Leon.

"Pilih satu saja yang aku hisap atau aku akan melakukan secara bergantian pada semua yang aku inginkan," mata Nisa makin mendelik mendengar ucapan Leon.

"Kalau begitu, aku nggak mau makan," Nisa menolak dengan tegas.

"Arggghhh!"

Nisa menjerit saat tubuhnya kini berpindah ke bahu Leon dan dia siap beranjak dari duduknya.

"Itu malah pilihan lebih bagus karena aku akan dengan suka rela untuk melakukan hal seperti tadi lagi."

"Arghhh, gila. Gila. Aku nggak mau," teriak Nisa panik.

Leon tersenyum, dia sebenarnya ingin menggoda dengan penuh muslihat. Hanya ingin Nisa cepat makan dan setelah itu dia akan bersiap dengan ronde kedua.

"Aku makan, setelah makan, terserah kamu, yang penting aku makan dulu," sepertinya Nisa juga sudah kesurupan, dia tanpa sadar malah memberikan kesempatan untuk Leon.

"Bingo, akhirnya kamu terjebak juga sayang," batin Leon yang sudah berhasil mengatur siasat demi mendapatkan apapun yang dia inginkan.

"Kalau begitu, cepat habiskan. Setelah kamu kenyang, aku juga ingin makan," Leon perlahan menurunkan tubuh Nisa yang sudah di bopong seperti karung beras di bahunya.

Tanpa pikir panjang Nisa makan seperti orang kesetanan, dia sedang diawasi oleh Leon.

"Pelan pelan sayang," dengan sigap Leon memberikan minum sebab Nisa sepertinya akan cegukan karena makan cepat dan tidak mengatur nafasnya.

"Uhuk uhuk!" Nisa berbatuk dan segera mengambil air dari tangan Leon.

"Sudah selesai, aku sudah selesai," Leon keheranan sekaligus senang.

"Argh!" jerit Nisa lagi, tapi yang sekarang berbeda, Leon beranjak dari duduknya dan langsung membawa Nisa ke ranjang panasnya.

"Buka kaosnya dan lebarkan kedua kakimu sekarang juga," perintah Leon yang tidak mungkin ditolak Nisa.

Leon berdiri diantara kedua kakinya Nisa dan tidak sabar menunggu aksi Nisa untuk mengikuti perintahnya.

"Aku pastikan tubuhmu kecanduan tubuhku dulu sayang supaya dengan begitu kamu bisa segera mengingatku," tekad Leon yang makin bulat dengan tatapannya yang fokus pada kedua kakinya Nisa.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience