“Jadi apa yang harus aku dengarkan, Leon? Meski Aldo sudah bercerita, aku tetap saja nggak ingat apapun tentangmu,” Nisa mencoba berbicara dengan Leon, dia berharap laki-laki itu masih bisa mendengarkannya bicara.
“Entahlah, tapi aku tetap saja cemburu. Kenapa kamu bisa dengan mudah mengingat apapun tentang Aldo? Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi waktu itu? Aku ingat, terakhir kali kita bertemu saat pesta ulang tahun Natasya, 5 tahun lalu,” terang Leon.
Leon sedang menggali ingatan Nisa soal kejadian 5 tahun lalu, dia yakin, itu terakhir kalinya mereka bertemu. Nisa terdiam sesaat dan mencoba mengingat kembali.
“Saat itu … setelah dari pesta ulang tahun Natasya, aku hanya ingat, Aldo yang membawaku dan ketika aku ingin kembali ke rumah, aku mendapatkan kabar kalau papa dan adikku kecelakaan. Jadi, aku putuskan ke rumah sakit, tapi dalam perjalanan ke rumah sakit …,” Nisa sedang bercerita sambil mengingat kejadian 5 tahun lalu.
“Argh, aku benar-benar nggak ingat lagi, yang aku tahu, aku bangun juga sudah di rumah sakit asing,” jelas Nisa tidak bisa mengingat itu. Karena dia juga mengalami kecelakaan dan dipindahkan ke rumah sakit.
Bayangan yang ada dalam ingatan adalah dia sudah terbangun di rumah sakit lain dengan kabar ayah dan adiknya sudah tiada dalam kecelakaan tersebut. Ibunya yang Nisa tahu mengorbankan segalanya. Baik perusahaan, rumah juga aset apapun yang tertinggal untuk menyelamatkannya.
Leon tidak tega. Dia ingat, 5 tahun lalu, Natasya sangat menyukainya. Natasya bisa melakukan apapun untuk menyingkirkan Nisa sebagai saingannya. Mungkin prasangka Leon, bisa saja kejadian 5 tahun lalu ada hubungannya dengan Natasya.
Namun, selama ini Leon tidak pernah berpikir sejauh itu. Yang dia rasakan adalah menghayati kepergian yang menghilang secara tiba-tiba.
“Baiklah, aku nggak akan memaksa, tapi aku mau itu,” kata Leon, matanya memang terus mengarah pada bongkahan kenyal milik Nisa.
“Nggak gitu dong, bukannya kamu udah janji nggak akan melakukan itu lagi padaku,” Nisa sedang berusaha mendorong tubuh Leon yang semakin menghimpit apalagi tangan Leon dengan mudah menyusup dan berselancar di kedua paha Nisa.
“Le–Leon, uhm ah too–tolong ah,” Nisa tidak mungkin menolak kuasa Leon, tubuhnya seakan terhipnotis jika Leon sudah menyentuhnya. Berbeda dengan Raka tadi, Nisa benar-benar melakukan pergulatan batin dengan kuat.
Bersama Leon, meski Nisa belum bisa mengingat apapun tentang laki-laki itu, dia seperti ada kekuatan yang besar agar tidak menolak laki-laki dihadapannya itu.
“Ssssttt, sebentar saja, Sayang, aku janji nggak akan lama, aku pastikan kamu juga menyukainya,” Leon berbisik lembut dan sudah mulai memberikan Nisa sentuhan di lehernya.
“Le–uhm!” Nisa sudah tidak bisa berbicara saat bibirnya sudah beradu dengan bibir Leon. Laki-laki itu sedang menjelajahi kembali isi mulut Nisa dengan lembut. Sesekali menarik dan memainkan lidahnya membuat Nisa hanya bisa meremas rambut Leon tanpa sadar.
“Good girl, aku benar-benar menyukainya sayang, kita pelan-pelan saja, aku yakin, kamu pasti akan mengingat kembali diriku,” Leon melepaskan sesaat pagutan bibirnya. Wajah Nisa sudah mirip udang rebus. Leon membuat sentuhan gila, bukannya hanya bermain di bibirnya, tapi secara tidak sadar kedua kaki Nisa terbuka memberikan akses khusus untuk tangan Leon berjelajah.
“Aku nggak peduli kamu melupakan aku, tapi aku akan pastikan, kamu mengingat aku kembali, Azni. Hanya aku yang bisa dan boleh melakukan ini padamu, karena aku adalah pacar kamu satu-satunya. Sejak dulu sampai saat ini,” kata Leon benar-benar memabukkan.
Nisa sudah sepenuhnya terhipnotis olehnya. Bahkan kain penjaga berenda milik Nisa pun lolos dengan mudah oleh Leon.
“Ahh, Leon!” Tubuh Nisa meremang, Leon sedang membuka kedua kakinya dan blash sesuatu yang hangat sedang bermain di bawah sana. Leon sedang memanjakan milik Nisa dengan lidahnya. Sangat lembut hingga Nisa tidak bisa menolak lagi kuasa Leon.
“Sudah boleh ya, sayang,” Leon memastikan kalau tidak ada lagi penolakan dari Nisa. Dia harus meyakinkan kalau bukan hanya dia yang menginginkan hal itu, namun Nisa pun memberikan aksesnya.
“Uhm!” Leon hanya mendengar jawaban lirih, wajah Nisa sudah tidak bisa dicegah bahwa dia pun sudah mengiyakan hal tersebut.
“Ma, kenapa dosis laki-laki ini begitu kuat dan memabukkan. Aku bahkan nggak bisa menolaknya. Apa dia benar orang yang aku cari dan lupakan selama ini?” Nisa berdiskusi sendiri dengan hatinya, tepat dengan bersamaan Leon memasukkan pedang pusakanya dengan lembut juga yakin masuk hingga full dimilik Nisa.
Leon sudah benar-benar memuncaki hasratnya. Dia tidak akan ngambek atau cemburu lagi ketika Nisa memberikan akses penuhnya.
“Tenang Leon, kamu harus memastikan bibitmu dengan benar. Semakin cepat dia berbuah, semakin cepat dia kamu nikahin. Dan dapat dipastikan, dia nggak akan pernah meninggalkan atau kabur lagi darimu,” Leon dengan hentakan pastinya. Kedua tangan mereka bersatu seirama dengan ritme yang Leon tujukan.
Setelah pergulatan panjang, Leon menumpahkan semua dan dia dengan cepat menarik Nisa dalam pelukannya.
“Tolong tetap disisiku, Azni, aku nggak mau kamu pergi lagi. Percayalah, aku bukan orang jahat, mesum, pemaksa atau kasar seperti perkataanmu. Aku benar-benar mencintaimu. Aku hanya cinta kamu, Azni. Perasaanku sejak dulu nggak pernah berubah. Aku akan terus menunggumu,” ucap Leon.
Laki-laki itu mendaratkan kecupan hangat di kening Nisa. Benar-benar mengutarakan hal yang selama ini dia tidak bisa katakan. Dulu mungkin saja dia masih gengsi karena bersaing dengan Aldo, tapi kini, Leon merasa penuh percaya diri kalau Aldo bukan lagi penghalang mereka.
Aldo sudah menikah dan mempunyai keluarga bahagia. Leon yakin, Aldo sudah menjadi mantan Nisa dan hubungan mereka meski terlihat seperti tadi, Leon yakin, Aldo sudah merestui hubungan mereka.
Jika saja 5 tahun lalu, Aldo tidak sempat menyembunyikan hubungan mereka, Leon tidak mungkin berprasangka dan menarik urat dengan Aldo. Beberapa peristiwa lalu, Leon masih yakin sebab perpisahan mereka karena Leon tidak percaya pada Nisa. Leon masih saja menuduh Nisa bermain dengan Aldo karena Aldo adalah cinta pertama dan mantan Nisa.
Leon masih menuduh Nisa memiliki perasaan terhadap mantannya. Itu tidak bisa dipungkiri oleh Leon karena Leon adalah sahabat kecil Aldo. Mereka tidak akan pernah menyangka kalau akan mencintai wanita yang sama.
Suatu kejutan yang tidak mungkin bisa Leon lupakan. Hubungan Leon dan Nisa awalnya baik-baik saja, namun saat Aldo tiba-tiba masuk dalam kehidupan mereka, sering sekali Leon bertengkar.
Nisa masih membisu, namun tubuhnya seolah terbiasa oleh sentuhan Leon.
“Katakan padaku, apakah dulu kita sering melakukan ini?” rasanya Nisa tidak tahan untuk mengutarakan perasaannya. Leon menarik kepalanya dan menatap Nisa. Lalu senyuman tipis mengalun indah dari bibir Leon.
“Ya ampun, ditanya kok malah senyum sih? Jawab dong!” Tidak tahu kenapa Nisa jadi dongkol saat mendapatkan jawaban seperti itu.
“Kenapa? Kamu mulai salting ya? Udah mulai naksir aku kan?” sungguh jawaban yang luar biasa lagi, Nisa membuka mulutnya secara spontan. Dia benar-benar tidak salah dengar, Leon mengatakan hal seperti tadi seperti candaan renyah seorang kekasih.
Share this novel