Godaan Cinta Pertama dan Mantan Pacar

Romance Completed 23028

Nisa juga tidak bisa membendung perasaan sedihnya. Meski dia baru satu kali bertemu dengan Sofia, perasaannya tetap mengatakan kalau Sofia adalah istri yang baik. Namun, dia tidak menyangka akan mendapatkan kabar duka seperti ini.

“Tante huhuhu tanteee huhuhu … Nata sekarang sendiri huhuhu,” Nisa hampir saja kehilangan kata, dia hanya bisa mengusap punggung kecil Nata yang sedang menangis. Bahkan untuk merayu anak kecil yang sedang merajuk bukanlah keahliannya.

Dia pun pernah merasakan hal yang sama. Ketika kehilangan ayah juga adiknya, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisinya saat itu pun terbaring di rumah sakit tanpa bisa melakukan apapun. Tiap hari hanya meratapi kesedihan sebelum dia kembali bangkit berkat bantuan dan dorongan Raka disisinya saat itu.

“Yang sabar, Nata sayang, Tante Nisa ada disini ya sayang, jangan menangis lagi ya sayang …” 

Nisa mencoba menenangkan hati gadis kecil itu, meski dia masih belum tahu apakah itu ada efeknya atau tidak.

“Sabar bro, Lo nggak usah sedih lagi. Biar Sofia juga tenang disana,” kata Leon mengucapkan belasungkawa pada Aldo. Dia memeluk tubuh Aldo dan memberikan ketegaran pada sahabat kecilnya.

Tidak ada air mata yang mengalir dari mata Aldo. Dia diam tanpa ekspresi, sepertinya itu sudah cukup mengartikan pukulan besar pada sahabatnya. Leon yakin, Aldo juga terkejut dengan kepergian Sofia yang tiba-tiba.

“Pemakaman sudah selesai, sebaiknya Lo istirahat dan pulang bro. Kasihan anak Lo,” Leon mengingatkan kalau sahabat kecilnya tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan. Masih ada kedepannya dan juga Nata ada mereka.

Aldo menoleh dan melihat Nata begitu dekat dengan Nisa. Pelukannya pun tidak mau dilepaskan.

“Hemmm, gue pinjam Azni sementara waktu, sepertinya anak gue bisa dekat sama Azni. Lo tau sendiri kan kalau Nata anak yang tidak mudah dekat dengan seseorang,” ya Leon memang tahu kalau Nata introvert. Tapi, melepaskan Nisa juga adalah bukan pilihan mudah untuk Leon apalagi dia sedang cinta-cintanya karena kembalinya Nisa di sisinya.

“Maksud Lo?”

“Gue akan bawa Azni ke rumah gue.”

“Nggak gitu lah, pasti ada solusi yang lain.”

“Lo nggak liat, anak gue, nempel kayak perangko ama dia,” Aldo kembali melontarkan tatapannya pada Nisa.

“Mana bisa, gue nggak izinin. Kalo cuma nemenin doang nggak apa-apa, tapi kalo Lo bawa sementara dan tinggal sama Lo, nggak akan gue izinin,” Leon langsung berwajah ketus ketika membahas perizinan Nisa.

“Ya ampun Leon, Lo pelit banget. Ini kan bukan kemauan gue. Lo liat kan?” Aldo tetap menjadikan Nata sebagai alasan, meskipun itu memang benar, tetap saja Leon akan kesulitan untuk berpisah kembali dari Nisa.

Bagi Leon, dia sudah mempertahankan segalanya. Bahkan dia dengan sengaja membuat Nisa kehilangan semua yang dia miliki agar gadis itu tergantung dengan dirinya. Tapi, Nisa bukannya bergantung, sampai saat ini hatinya juga belum terbuka meski Leon sudah berulang kali melakukan sentuhan pada dirinya.

Leon juga takut kalau posisinya saat ini bermasalah. Apalagi, Aldo bisa dikatakan saat ini sudah tidak memiliki istri lagi. Statusnya dengan Nisa pun, Aldo adalah cinta pertama dan mantan Nisa. Leon takut kalau Nisa tergoda oleh cinta pertama dan mantannya itu.

“Gila, mana bisa gue biarin Lo berduaan sama Azni.”

“Gue nggak berduaan, di rumah gue ada Nata juga pelayan, gimana sih, Lo?”

“Tetap aja, Lo pasti cari kesempatan buat deketin Azni,” dengan terbuka Leon mengutarakan perasaannya. Dia tidak mau bertele-tele atau bersembunyi lagi.

Sudah cukup untuk Leon menahan semua. Dia dulu pernah melakukan itu demi menjaga perasaan Nisa dan Aldo. Berpura-pura tidak tahu tentang kisah percintaan mereka sampai Nisa jujur mengatakan. 

Yang ada, bukan menjadi lebih baik, Aldo tetap tidak bisa melepaskan Nisa bahkan terang-terangan mengajak Leon untuk meminta Nisa kembali padanya. Bagi Leon itu sesuatu yang menakutkan jika sampai kejadian itu terulang kembali.

“Aldo, Nata tertidur karena kelelahan menangis,” kata Nisa, berbicara pelan karena tidak ingin mengganggu tidur Nata dalam pelukannya.

“Berikan dia pada Aldo, Azni, kita pulang. Hari juga sudah mau sore,” Leon segera mengambil keputusan, dia benar-benar tidak mengizinkan Nisa untuk ikut bersama Aldo.

“Tapi, Nata memegang tanganku dengan erat, Leon,” Nisa ingin melepaskan pegangan tangan Nata, tapi itu cukup membuat Nisa kesulitan, Nata sepertinya tidak ingin ditinggalkan oleh Nisa.

“Ambil anak Lo, Aldo, angkat dia pelan-pelan,” rajuk Leon setelah tahu juga merasa cemburu dengan Nata. Dia ingin Nata menjauh dari Nisa.

“Cih, dasar. Mau anak ataupun ayahnya sama saja, maunya berebutan denganku. Nggak masuk akal. Buah memang jatuh nggak jauh dari pohonnya,” gerutu Leon kesal karena dia merasa Aldo juga Nata merupakan saingan berat baginya.

Posisinya terasa tersudut. Nisa tidak mengingat apapun tentang dirinya, sedangkan dengan Aldo, Nisa ingat. Lalu, Nata, Nisa juga sudah pernah bertemu dengannya. Otak Leon seperti benang kusut. Masalahnya terlihat mudah, tapi semakin dia ingin meluruskan benang, semakin dia membuat benang itu kusut pada tempat tertentu.

Aldo tidak ingin bertengkar kali ini dalam keadaannya yang masih berduka. Dia perlu untuk menenangkan diri dan masih merasa bersalah. Aldo juga tidak tega dengan putri semata wayangnya kalau harus sendirian.

Aldo tahu, putri kesayangan pasti belum bisa menerima kepergian ibunya. Bagi Nata, Sofia bukan hanya sekedar ibu, dia juga sahabat anaknya. Karena mereka sangat dekat setiap harinya.

“Sorry, Leon, sepertinya gue tetep harus bawa Azni pulang,” kata Aldo yang tidak tega melepaskan genggaman tangan anaknya.

“Kamu nggak apa-apa kan? Aku minta tolong, satu atau dua hari ini menginap di rumah. Nata pasti akan mencarimu saat bangun,” Aldo tidak menunggu jawaban Leo, dia tidak peduli Leon mengizinkannya atau tidak, yang terpenting, Nisa tidak keberatan untuk menemani anaknya.

Nisa menatap mata Aldo, jelas ada kesedihan mendalami disana. Tapi, Aldo berusaha menahannya. Dia tahu, Aldo sangat terpukul dan sedih dengan kepergian Sofia.

“Uhm.”

“Terima kasih banyak, Az,” Aldo tersenyum dengan tatapan hangatnya.

“Loh loh, kamu nggak bisa ambil keputusan sendiri, sayang. Aku nggak setuju. Mana boleh pacar aku sembarangan di rumah orang,” Leon menyelak bicara saat Aldo mau tidak mau memapah Nisa berdiri dan memegang pinggangnya.

Aldo tidak mungkin mengangkat tubuh Nata, dia memilih memapah Nisa berdiri dan memapahnya berjalan. Mereka mengabaikan Leon yang marah seperti beruang kutub yang sedang mengamuk karena ikan santapannya di ambil beruang lainnya.

Dengan terpaksa dan berat hati Leon mengekor Aldo dan Nisa dari belakang. Dia memutuskan untuk ikut juga ke rumah Aldo.

“Awas saja kalau kamu macam-macam dengan pacarku, Aldo, aku nggak akan segan meskipun kita sahabat dari kecil. Kali ini aku nggak akan mengalah lagi seperti dulu.”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience