Gairah Liar

Romance Completed 22834

“Leon, nggak bisakah kita hanya tidur dan nggak melakukan hal ini,” Nisa bernegosiasi, namun sebagian bajunya sudah dibuka sampai perut oleh Leon hingga dua aset miliknya terpampang nyata di mata Leon.

“No–no.” Leon pasti menolak, apalagi hasrat liarnya sudah meronta-ronta sejak tadi, “pakai saja dulu, aku mau melihatnya,” Leon benar-benar menurunkan baju Nisa hingga ke lantai dan tersisa bagian yang tertutup di dua benda kenyal dan bagian bawah miliknya.

“Buka semua dan pakailah. Cepat, aku sudah nggak tahan,” mulutnya berbicara, tangan Leon ingin menarik kain yang menutupi kedua benda kenyal miliknya yang tersisa.

“Aku bisa sendiri,” Nisa menghindari dan segera berbalik. Malu-malu dia melepaskan sisa kain tadi. Nisa merasa tidak nyaman, tapi dorongan Leon seperti tidak bisa ditolaknya. Ada bagian dari Nisa yang seolah menginginkan hal itu.

“Padahal aku nggak menginginkan, tapi kenapa jantungku ikutan berdebar. Apa dia benar-benar orang yang sangat aku cintai dulu,” kembali berargumen dengan batinnya. Nisa sungguh merasa ada yang salah, tapi tetap harus membuktikannya.

“Ah!” Nisa terkejut saat tubuhnya di tarik Leon dan di dorong kembali di ranjang. Dan ketika melihat Leon sekarang, laki-laki itu sudah melepaskan semua atributnya tanpa bersuara. Meski malu, ini bukan yang pertama kali untuk Nisa melakukannya.

Namun, kali ini terasa berbeda, dia benar-benar ikut berdebar ketika tubuh Leon perlahan menghimpitnya. Pelan-pelan Leon memberikan kecupan di kening kemudian turun ke leher jenjang Nisa. Kali ini Nisa hanya bisa memejamkan mata sambil tangannya meremas seprei.

“Umm!” lenguhan pelan tercipta dari mulut Nisa. Dia benar-benar suka diperlakukan seperti itu oleh Leon.

“Nakal,” kata Leon dan tiba-tiba saja bibirnya menyerang bibir Nisa. Melumatnya berkali-kali hingga Nisa pun terbawa suasana. Dia ikutan terbakar gelora ketika Leon mulai menarik dan membelit lidahnya.

“Umm!” Nisa terus bersuara yang membangkitkan gairah, apalagi tangan Nakal Leon sudah berjelajah ke arah pangkal paha Nisa. Di regangkan perlahan dan di sela-sela itu jarinya menyusup nakal kebagian inti Nisa.

“Um, kamu sudah mulai basah sayang,” bisk Leon mengangkat tangannya dan menunjukan sesuatu yang berlendir di tangannya dan tanpa rasa jijik sedikitpun dia menjilati dengan lidahnya. Itu benar-benar membuat tubuh Nisa bergemuruh dan meremang hebat.

“Aku mau ini lagi, sayang, boleh?” Leon tetap minta izinnya, Nisa yang tidak kuasa menolak rasa itu. Baginya itu pun terasa berbeda kini. Sentuhan Leon kali ini benar-benar lembut tidak seperti pertama kali Leon melakukannya secara paksa.

Bukan hanya jantung Nisa yang berkedut-kedut tapi bagian bawah miliknya yang di bawah juga berkedut ketika mendengar suara serak penuh hasrat dari Leon.

Tidak ada jawaban pasti dari Nisa, tapi tatapannya Leon dapat mengartikan dan memintanya untuk tidak berhenti. Leon membuka kembali kedua kakinya, kali ini bukan tangannya. Leon menundukkan kepala dan mendekati bagian intim bawah milik Nisa.

“Aku mau kamu mengeluarkan suara indah mu, sayang. Keluarkan. Jangan kamu tahan,” ucap Leon sebelum benar-benar dia melakukan eksekusinya.
Kali Leon benar-benar melihat gadisnya mengangguk perlahan dan wajahnya memerah.

“Yah, seperti itu, sayang. Aku tahu, kamu pasti akan mengingat semua. Kita dulu memang nggak pernah melakukan sejauh ini, tapi aku yakin, kamu pasti akan sadar kalau aku yang sangat mencintaimu,” kata Leon lagi.

Pecahan diingatkan Nisa sudah terkumpul. Dia bisa mengingat Leon perlahan. Saat kecelakaan terjadi pada Leon, Nisa yang setia menemani dan merawatnya juga menerima permintaan Leon untuk menjadikan dirinya sebagai pacar.

Saat Leon akan melakukan eksekusinya, beberapa detik lagi Leon mendekat pada bagian intimnya, Nisa tiba-tiba bangun dan tentu saja membuat Leon terkejut.

Nisa menarik kepala Leon dan laki-laki mengkrejabkan matanya saat tingkah Nisa berbeda. Nisa meletakkan kedua tangga di leher Leon dan menarik kepalanya, “Aku masih mau dicium,” kata Nisa, dia kemudian menyerang bibir Leon lebih dulu dan Leon seperti orang bodoh. Bengong ketika Nisa berbuat kasar padanya.

Nisa mendorong tubuhnya perlahan dan menyerap bibir Leon bertubi-tubi. Leon hampir kehabisan napas karena berubah jadi bodoh saat Nisa menjadi agresif.

“Sa–sayang, tu–tunggu dulu!” Leon mendorong bibirnya sesaat dan membiarkan dia menghirup udara.

“Ahh, kenapa berhenti. Aku masih mau,” Nisa bersikap manja dan Leon dapat mengingat itu. Itu adalah momen dimana pertama kali mereka berciuman setelah jadian saat Leon kecelakaan. Nisa yang tidak bisa berhenti saat di cium oleh Leon.

Mungkin saat ini terlihat memalukan dan kelihatan Nisa seperti wanita murahan. Tapi, dengan sikap Nisa seperti itu, Leon tahu kalau Nisa pelan-pelan sudah mengingat dirinya.

“Katakan sejak kapan? Kamu sudah mengingatku?” Leon harus menyakinkan hatinya. Dia merasa ini hal paling spesial untuk hidupnya.

“Aku nggak tahu, tapi aku ingat, kamu selalu melakukan itu padaku dan aku nggak mau berhenti. Aku ingin, sepertinya aku pernah melakukannya bersama dengan kamu, tapi kepalamu nggak tahu kenapa di perban,” kata Nisa benar-benar menjawab pertanyaan Leon malu-malu.

Tanpa ragu Leon memeluk tubuh Nisa dengan erat, “nggak apa-apa, sayang, jangan terlalu kamu paksa. Ini saja sudah lebih dari cukup,” Leon tidak mau memaksa ingatan Nisa segera. Dia takut ada efek sampingnya. Dia juga harus memeriksa kondisi Nisa di rumah sakit segera. Leon harus yakin, Nisa 100% sembuh.

“Kalau begini, aku nggak akan ragu melakukan apapun pada kamu, sayang,” Nisa merasakan tangan Leon menyentuh salah satu benda kenyal miliknya dan tanpa ragu Leon memasukkan ke dalam mulutnya. Dia memakannya perlahan dan Nisa yang duduk hanya menekan kepala Leon agar lebih dalam melakukan pada benda kenyal miliknya yang sudah di dalam mulut Leon.

“Ahh ahh jangan berhenti, aku mohon!” Nisa memberikan perintah dan tanpa sadar kakinya terbuka dengan lebar membiarkan akses tangan Leon secara liar menggasak di bawah miliknya.

Leon melepaskan hisapannya dan kini dia mulai menarik tangannya lagi. Menjilati tangannya sebentar dan kepalanya turun dengan cepat.

“Uuumm ahh!” lenguhan Nisa cukup keras karena lidah hangat Leon sedang menyapu bersih di bawah sana.

“Aku mau masuk ke dalam sayang,” ketika Leon berkata seperti itu, Nisa makin melebarkan kaki dan sedikit mengangkat pinggulnya. Mulut bawah itu sudah benar-benar basah dan licin siap untuk mencicipi pedang pusaka milik Leon.

“Ahhh hmmm!” Nisa berteriak lagi dan mencengkram pinggang Leon, laki-laki itu sedang memasukkan pedang pusakanya hingga mentok, menggoyangkan secara perlahan dan maju mundur sesuai ritme hentakan kuat dari Leon.

Suara indah itu terdengar hingga luar kamar. Ya, ada Aldo yang tetap berdiri ketika dia mendengar Leon mengunci pintu kamarnya. Aldo hanya pura-pura masuk kamar dan keluar lagi. Dia hanya ingin memastikan apa yang dilakukan Leon, meskipun dia sudah tahu kejadian itu pasti terjadi.

“Aku nggak akan peduli apapun lagi, Az. Aku juga sudah sabar menunggu kamu kembali. Harusnya aku juga mendapatkan perlakuan yang sama seperti dia. Tapi, kenapa hanya Leon saja yang ada di mata kamu. Apa benar perasaan cinta kamu sudah pudar padaku?”

“Aku nggak akan menerima semua itu, Az. Aku nggak akan rela. Aku akan mencari cara untuk memisahkan kamu lagi dengan Leon. Kali ini harus berhasil, aku nggak boleh gagal. Kamu harus menjadi memiliki kali ini.”

Aldo mengepalkan kedua tangan dengan tatapan penuh amarah juga kesedihan. Dia benar-benar merasa sudah kehilangan sosok Nisa seutuhnya. Nisa bukan lagi gadis sekolah menengah atas yang polos dan lugu. Penurut juga menyayanginya. Aldo sudah tidak melihat sorot itu dari mata sang mantan pacar.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience