“Apa yang sakit, Azni? Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” Aldo menyerobot lebih dulu sebelum Leon berbicara, mulutnya sudah gatal untuk berbicara.
Nisa masih menatap Aldo, dia sendiri masih belum yakin untuk bercerita. Karena memang benar adanya dalam ingatan Nisa tidak ada Leon.
“Lo jangan mancing gue lagi, Al, Lo tau kan, dari dulu Lo selalu aja jadi penghalang gue. Jauh sedikit, jangan pegang pegang,” Leon mengamuk, dia menepis jauh tangan Aldo yang akan memegang tangan Nisa.
“Gue lagi nggak cari gara-gara sama elo, Leon, gue cuma mau bicara sama Azni. Kalo dia masih belum mau cerita sama elo, mungkin aja sama gue dia mau cerita,” Aldo mendengus, dia sebenarnya sedikit keki karena Leon menepis tangannya. Matanya membulat kesal.
“Yaudah, kalo gitu jangan pegang pegang dan jauhan Lo!” Kata Leon, dia benar-benar tidak ingin kalau Nisa berdekatan beberapa centi dari Aldo.
“Cih, Lo banyak bacot, Leon. Dari dulu cuma kebanyakan teori,” celetuk Aldo.
“Huh, Lo nggak ingat, Leon, dulu kalo nggak gara-gara Lo di taksir Natasya, Azni nggak mungkin sampai di dorong ke kolam. Lo nggak ingat? Itu dulu karena elo yang direbutin teman cewek di kampus,” Aldo masih saja melanjutkan pembelaan dirinya.
Nisa hanya mendengarkan dan dia seperti mendapatkan bayangan samar yang terlintas. Apa yang Aldo katakan, Nisa seakan melihat bayangan buram.
“Itu juga gara-gara elo, Aldo, kalo Lo yang nggak ngeyel dan terus nempel ama pacar gue. Jelas-jelas, elo tau, Azni pacar gue, tapi Lo tetap usaha,” sahut Leon lagi. Laki-laki itu tidak mau mengalah. Sepertinya mereka sedang mengungkit kisah 5 tahun lalu.
“Masih aja Lo nyalahin gue, Leon. Itu bukan salah gue. Emangnya gue peduli. Mau cewek model gimana pun, kalo gue nggak suka, gue nggak akan suka dia,” tegas Also tidak mau kalah dan Nisa dapat merasakan cara bicara mereka berbeda.
“Sepertinya mereka benar-benar ada di 5 tahun laluku,” Nisa hanya bisa berbisik di hatinya. Dia masih belum berani gegabah mengambil analisa sendiri. Dia tetap harus memperhatikan dengan sejelas-jelasnya tidak ada kesalahan.
“Aldo, aku lapar,” saking bingungnya Nisa hanya bisa berkata seperti itu, dia juga merasa tidak enak jika kedua laki-laki itu bersitegang karena dirinya.
“Kenapa kamu harus bilang lapar sama dia? Kamu benar-benar nggak melihatku, hah?” Leon protes, dia seperti anak kecil yang merajuk karena dicuekin oleh Nisa.
Leon langsung duduk disebelah Nisa dan menarik pinggangnya, dia benar-benar menunjukkan pada Aldo kalau Nisa adalah hanya miliknya.
“Bisma, tolong belikan spaghetti dan ice cream strawberry,” perintah Aldo sambil mengeluarkan kartu hitam miliknya. Bisma terdiam sesaat dan melihat ke arah tuannya.
“Ambil saja, cepat belikan dan jangan lama-lama, Bisma,” ucap Leon, dia juga tidak akan tega kalau Nisa sudah berteriak kelaparan.
“Kita ke kamar untuk ganti baju dulu, sayang,” kata Leon, dia berbicara dengan lembut sambil meletakkan kepalanya di pundak Nisa.
“Tadikan aku baru ganti baju,” ucap Nisa, dia menolak karena Nisa yakin ada hal lain yang diinginkan oleh Leon. Aldo memicing tajam ke arah Leon.
“Kenapa? Lo nggak usah ikut campur, Al. Dia ini pacar gue,” cetus Leon sengit. Dia benar-benar keki juga cemburu karena Nisa masih mengingat sahabat kecilnya sedangkan dia tidak.
“Dia baru pacar Lo bukan bini, Lo?” Aldo tiba-tiba saja bersikap ketus lagi saat mendengar Leon berkata seperti itu. Apalagi Bisma sudah pergi membelikan perintah Aldo.
“Aldo, aku mau sama kamu aja, nggak mau sama Leon,” kali Nisa yang menyelak bicara, dia tidak mau kalau jika berdua saja dengan Leon amarahnya tidak bisa dikendalikan.
Aldo menatap wajah mantan pacarnya. Semakin Aldo lihat, Nisa memang sangat berbeda. Aldo juga baru menyadari kalau Nisa mengenakan dress sabrina hingga terlihat belahan dan kedua bongkahan kenyal milik gadis itu.
“Ya ampun, aku benar-benar nggak menyadarinya. Perasaan saat bertemu dengan dia beberapa hari lalu, dia nggak secantik dan indah ini. Dan apa itu? Kenapa banyak sekali tandanya? Apa itu Leon? Dia benar-benar gila melampiaskan kerinduan 5 tahunnya,” tanpa sadar mata Aldo sebagai laki-laki, dia menelan air liurnya. Dia baru menyadari kalau Nisa sudah terlihat semakin matang juga dewasa baik dari fisik juga penampilannya.
Namun, kissmark yang Leon tinggalkan benar-benar mengganggu pandangan mata Aldo.
Leon menyadari tatapan Aldo dan segera menarik tubuh Nisa. Dia menarik tubuh Nisa hingga ke pundaknya lagi, persis seperti beberapa jam lalu ketika Leon membawa Nisa keluar dari kontrakannya untuk menghindari Raka.
“Lo tunggu disini, gue mau ngomong dulu sama pacar gue,” kata Leon, dia tidak ingin kalau Nisa menjadi konsumsi tatapan liar Aldo juga.
“Argh, Le–Leon, turunkan aku. Aku nggak mau ikut!” ronta dan teriakan Nisa, Aldo bangkit dan ingin mengejar, tapi para pengawal Leon menghalanginya.
“Ingat, kecuali Bisma yang membawa makanan kalian boleh izinkan ke kamarku. Selain itu, dia harus menunggu sampai aku selesai!” perintah Leon kepada para pengawalnya hingga membuat Aldo mati kutu dan mau tidak mau mengalah.
Leon tidak menoleh lagi. Dia membawa Nisa ke dalam kamarnya dan mengunci pintunya.
“Urusan kita tadi belum selesai, Azni. Bagaimana kamu bisa melupakan aku sedangkan Aldo nggak? Katakan, kenapa bisa seperti itu, hah?” Leon sudah menurunkan Nisa dan saat gadis itu ingin kabur, Leon sudah mengkungkung dengan kedua tangannya.
Sorot mata Leon kembali tertuju pada dua bongkahan kenyal Nisa yang seolah memanggilnya untuk menyusu.
“A–aku, benar-benar nggak tahu, Leon, sungguh. Aku nggak bermaksud seperti itu. Itu terjadi begitu saja,” Nisa mencoba menjelaskan apa yang sedang dia rasakan tadi, itu bukan kebohongan yang dituduhkan oleh Leon.
“Kita akan bahas ini satu-satu, tapi sebelum kamu menghindari lagi, aku akan mulai dari pencarian bukti saat kamu bersama laki-laki culun itu,” kata Leon mulai mengungkit kembali.
“Aku nggak berbuat yang aneh-aneh dengan Raka, Leon, tolong kamu percaya padaku. Raka laki-laki nggak kayak kamu, mesum, jahat dan pemaksa,” Nisa kembali menjawab ketus.
“Yang benar saja, kamu harusnya sudah tahu. Bukannya tadi kamu sudah mendengar pengakuan Aldo. Aku nggak bohong, aku memang pacarmu. Dari sejak kuliah, sampai kamu menghilang dan sekarang kamu kembali, posisi itu nggak pernah berubah, Azni. Kamu tetap satu-satunya orang yang aku cintai,” ucap Leon terdengar tulus.
Sekali lagi Nisa dapat merasakan ketulusan Leon. Hanya saja dia masih tetap belum bisa mengingat Leon. Nisa tidak tahu kenapa ingatan Leon saja yang terhapus dari ingatannya.
“Sebenarnya apa yang terjadi 5 tahun lalu? Aku juga penasaran dan ingin tahu. Kenapa aku hanya gak ingin laki-laki ini?” Kembali Nisa termenung saat ditatap secara intens oleh Leon.
Share this novel