Lamaran Leon

Romance Completed 22858

“Selamat pagi,” suara lembut dan kecupan di kening membangunkan Nisa yang masih asik dengan tidurnya.

Gadis itu membuka matanya dan melihat Leon tersenyum padanya, “Aku mau meresmikan hubungan kita, maukah kamu menikah denganku?” Mata Nisa mengkrejap tidak percaya. Leon tidak ingin membuang waktu lagi, dia ingin segera menjadikan Nisa istrinya.

“Jangan bercanda, Leon, ini bukan hal kecil dan nggak main-main,” Nisa bangun dan menutupi tubuhnya dengan selimut.

“Aku selalu serius dengan hubungan kita, sejak kita bertemu pun sama. Harusnya ini aku lakukan 5 tahun lalu. Aku ingin menikah denganmu sejak dulu. Kalau nggak ada kejadian itu dan aku kehilangan kamu, mungkin sejak 5 tahun lalu kamu sudah menyandang nama Faraniza Aznii Pratama,” jawab Leon tanpa ragu sambil mengusap pipi Nisa.

“Kamu gila, aku masih kuliah tingkat akhir 5 tahun lalu dan nggak mungkin juga aku mau sama anak bocah kayak kamu,” cibir Nisa, di memajukan bibirnya sedikit.

“Hahahaha, bocah, tapi kamu suka sama aku kan? Aku nggak peduli, kalau saat ini kamu menolak pun aku akan tetap memaksa. Aku nggak mau nikah kalau nggak sama kamu. Aku hanya mau kamu, sayang,” Leon menarik tangan Nisa dan menariknya ke pangkuan. Meskipun selimut yang menutupi tubuhnya sedikit mengganggu.

“Jangan bercanda,” Nisa agak menjauhkan diri, dia tahu kalau sikap Leon sudah seperti itu kemungkinan besar akan meminta sesuatu.

“Ada apa? Aku hanya ingin memeluk calon istriku. Kita akan urus hari ini segalanya. Aku sudah mengatur Bisma untuk semuanya,” Leon tetap ingin bergegas dan tidak mau ada halangan lagi. Dia hanya ingin menjadikan Nisa sebagai istrinya.

Leon sudah memegang kepala gadisnya dan jelas sekali dia mendorong kepalanya agar lebih dekat lagi dengan dirinya. Kening mereka sudah beradu, Leon memainkan hidung Nisa dengan hidungnya.

Wajah Nisa dilihat lebih dekat semakin terlihat seperti kobaran api yang menyala. Nisa malu. Jantungnya tidak dapat dicegah untuk berdebar makin kencang. Mungkin saat ini, debaran itu terdengar oleh Leon.

Kesalahan fahaman diantara mereka pun sepertinya Leon sudah menganggap tidak masalah. Leon hanya tidak ingin memiliki jarak lagi. Ingatan Nisa juga berangsur pulih dan bisa dipastikan, sebenarnya mereka tidak ada masalah sebelumnya. Yang Leon tidak tahu adalah Nisa memiliki riwayat penyakit yang disembunyikan oleh Aldo, tapi Nisa yakin saat ini semua sudah terkendali berkata adanya Raka di sisinya 5 tahun lalu.

“Aku mau sarapan pagi, boleh?” lebih tepatnya itu bukan ucapan tapi permintaan Leon. Sebelum Nisa menjawab, tangannya sudah perlahan menyibak selimut yang menutupi tubuh polos Nisa, “sarapan susu di pagi hari sepertinya enak,” kata Leon meneruskan tangannya sudah berhasil menyentuh satu benda kenyal milik Nisa.

Leon menundukkan kepalanya sedikit dan ujung lidahnya mulai terukur menjilati ujung pucuk benda kenyal milik Nisa, “Uhm!” lenguhan sedikit panjang tapi tidak ditolak oleh Nisa. Dia membiarkan Leon melakukan. Kali ini dia tidak merasa terancam seperti sebelumnya sebab Nisa sudah bisa mengingat kalau memang Leon adalah mantan pacar atau lebih tepatnya mereka belum putus.

Semua terjadi akibat kecelakaan dan memisahkan mereka. Leon yang sudah mencarinya kemanapun tidak mendapatkan jejak karena Nisa seolah hilang di telan bumi.

Nisa meremas rambut Leon dan Leon sedikit mengangkat tubuhnya agar bisa memberikan akses untuk pedang miliknya yang mulai kokoh, kuat dan berotot. Nisa merasakan itu karena itu seperti meronta untuk minta dilepaskan.

Pasrah dengan apapun. Karena sepenuh hati Nisa yakin, laki-laki di depannya akan bertanggung jawab penuh padanya. Nisa juga sudah tidak ada keraguan seperti dulu. Yang akan membandingkan Leon dan Aldo, kali ini, itu tidak akan pernah terdengar lagi.

Nisa yakin, laki-laki ini, 5 tahun lalu akan selalu ada disisinya asalkan dia sedikit terbuka dan bercerita. Nisa hanya ragu karena mereka Aldo adalah cinta pertama yang kembali ke kehidupannya.

“Mah, aku sudah yakin. Aku akan memperkenalkan dia denganmu,” bisik Nisa sambil membiarkannya pedang itu bersiap memasuki bibir bawahnya yang sudah mulai dibuat basah kembali oleh Leon.

Sentuhan Leon, sejak pertama pun, meski Nisa menolak, memaki ataupun mengumpat, dia tidak akan pernah bisa menghindari kalau tubuhnya merespon apapun yang dilakukan oleh Leon.

“Ummm ahh, sayang, milikmu benar-benar sempit, aku suka dan candu umm,” lengguhan itu dengan suara parau Leon bercampur gejolak yang tak bisa mereka lukisan lagi, Leon sudah gila oleh tubuh gadisnya.

“Ahh umm … teruskan jangan berhenti,” Nisa menjawab dengan suara yang tidak bisa digunakan dengan benar karena sudah mulai terbang kembali ke langit ke tujuh.

Suara ketukan pintu mau tidak mau mengganggu aktivitas mereka. Leon tetap tidak menjawab ketukan tersebut, dia tidak ingin diganggu oleh suara itu.

“Tante, Tante Nisa ….”

Nisa sedikit terpengaruh oleh suara kecil Nata yang mengetuk dan memanggil namanya.

“Le–Leon uhh aah biss— ssshhh ahhh!” Nisa di hantam berputar oleh benda pusaka milik Leon, dia tidak menggubris permintaan Nisa dan terus melanjutkan aksinya.

“Biarkan keluar dulu sayang ahh sebentar lagi aah !” dengan hentakan cukup cepat dan Nisa hanya bisa pasrah dan tidak berani menolak. Dia membiarkan Leon melakukan pertarungan paginya.

Nisa mengatur nafasnya, dia tidak mau terdengar aneh saat menjawab panggilan Nata, “Iya, Nata, sebentar ya, Tante Nisa baru bangun, Tante mandi dulu,” sekiranya Nisa hanya bisa menjawab seperti itu. Dia tidak boleh membiarkan anak kecil itu menunggu.

Tujuannya berada di rumah Aldo adalah karena Nata. Dia harus bisa membujuk dan memenangkan rasa kehilangan Nata pada ibunya, Sofia.

“Sayang, hari ini aku mau kita pulang, ok?” Nisa mengangguk, dia juga tidak mau lama-lama di rumah Aldo apalagi setelah pengakuan mengejutkan dari Aldo semalam.

Nisa bergegas dan saat dia membuka pintu, dia terkejut karena Aldo sudah ada di dalam kamar bersama dengan Leon sedang bertatapan dengan serius. Sepertinya ada yang Aldo ingin sampaikan pada Leon.

Jantung Nisa sedikit berdebar, jika dia ingat terakhir kali mereka seperti itu, 5 tahun lalu saat Aldo dengan penuh percaya diri meminta Nisa dari Leon. Saat itu Aldo meminta Leon untuk menuntaskan hubungan dan membiarkan Aldo kembali menjalin hubungan dengan Nisa.

"Kenapa seperti ini? Apa yang kalian lakukan?" Nisa berdiri dihadapan mereka, yakin saat itu juga Leon menolak. Dan yang terjadi mereka malah saling baku hantam dan pada akhirnya, mereka memperlakukan Nisa seperti barang taruhan. Atau piala bergilir.

Leon dan Aldo menatap Nisa dengan tatapan sama seperti 5 tahun lalu.

"Nggak, jangan bilang ...," Nisa menggelengkan kepala.

"5 tahun lalu belum selesai, Az, kita belum tahu siapa yang berhak memiliki kamu," kata Aldo yang lebih dulu menjawab.

"Hah, jangan gila, Aldo, ini nggak mungkin kita lakukan. Kamu sudah tahu jawab aku semalam kan?" Nisa membulatkan matanya, kali ini dia tidak akan mau jadi alat pertandingan mereka.

"Apa yang kalian bicarakan semalam, Az?" kini Leon bertanya dengan melipat kedua tangan dan keningnya berkerut.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience