Bab 26

Romance Completed 1452

Kedatangan Theo dan Jhen sudah disambut oleh kehebohan ibu Theo yang mengetahui jika Jhen dibawa dengan ambulance kerumah sakit semalam.
Ibu Theo langsung memeluk Jhen yang baru memasuki ruang tamu dikediamannya itu.

"Bagaimana keadaanmu? Kamu sudah tidak apa--apa? Apa ada yang terluka? Kenapa bisa pingsan sampai harus dibawa ke rumah sakit?" Ibu Theo langsung memborbardir Jhen dengan banyak pertanyaan setelah melepaskan pelukannya dari Jhen. Ia juga langsung melihat kearah Theo.
"Kamu juga bagaimana kamu menjaga istrimu sampai bisa terjadi seperti ini?" Ibu Theo menatap tajam kearah Theo yang ada disamping Jhen .

"Ma,aku tidak apa-apa. Salahku sendiri tidak memperhatikan kesehatanku. Theo sudah sangat memperdulikanku, hanya saja akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dengan perasaanku sendiri." Kata Jhen menenangkan ibu Theo yang terlihat begitu khawatir itu.

"Kamu juga harus memperhatikan kesehatanmu, mama tahu kamu sangat kehilangan mamamu. Tapi kamu juga harus bisa memperhatikan kesehatanmu. Anak-anakmu juga membutuhkanmu." Ibu Theo membelai rambut Jhen dengan sayang. Jhen merasa rindu juga akan belaian dari ibunya ketika ia sedang sakit ataupun merasa lelah.

"Jhen memang harus banyak beristirahat dan juga banyak makan,Ma. Dia pingsan karena kurang nutrisi dan juga dehidrasi. Dan dia juga sedang hamil muda." Kata Theo sambiil tersenyum senang kearah ibunya. Mata ibu Theo membelalak terkejut akan ucapan Theo.

"Benarkah? Jhen hamil? Kalian tidak membohongi mama lagi?" Ibu Theo tidak bisa menahan kegembiraannya. Jhen menggeleng pelan dan menyentuh tangan ibu Theo.

"Tidak ma, kami tidak berbohong. Kami juga baru mengetahuinya saat aku masuk UGD kemarin." Jawab Jhen lembut lalu mengeluarkan foto usg dari tas kecil pemberian dari rumah sakit ketika ia pulang tadi. Ibu Theo menerima selembar foto usg janin Jhen itu dengan tangan bergetar karena begitu gembira. Tangan ibu Theo menutup bibirnya yang juga bergetar menahan harunya.

"Ini cucu mama?" Tanya ibu Theo tidak beralih memandangi foto janin Jhen.

"Mama bahagia?" Tanya Theo sambil merangkul pundak ibunya.

"Tentu saja mama bahagia." Jawab ibu Theo dengan begitu emosional , airmata menggenangi matanya.

"Terimakasih Jhen" Kata ibu Theo memandang Jhen dengan sayang dan haru.
"Aku akan melihat anak-anak dulu." Kata Theo lalu meninggalkan ibunya dan Jhen berdua disana.

Ibu Theo mengajak Jhen untuk duduk di sofa berdampingan dengan dirinya.

"Kamu harus benar-benar menjaga kesehatanmu dan juga kandunganmu. Jangan terlalu lelah dan juga stress." Kata ibu Theo ambil menyentuh tangan Jhen.
"Tentang mamamu, mama juga kehilangan dia,mamamu sudah mama anggap seperti teman akrab mama dan juga saudara mama. Seperti yang kamu tahu, kami sempat bertemu di restaurant sebelum kejadian itu terjadi. Kami membahas tentang kebohonganmu dan juga Theo. Aku memang kecewa sekali saat itu,aku ingin menemui mama mu bukan dengan maksud buruk . Entahlah . aku hanya ingin berbagi kekesalanku saat itu dengan mamamu. Kalau saja hari itu aku tidak mengajak mamamu untuk bertemu diluar,mungkin hal ini tidak akan terjadi."
"Aku mengatakan hal ini bukan karena aku merasa bersalah ataupun berpura-pura. Aku menyayangimu dengan tulus seperti anakku sendiri saat melihat Theo yang mencintaimu dengan tulus. Aku juga menyayangi Bree dan Ceci. Aku orang yang tidak akan membenci orang yang sudah aku sayangi. Aku memiliki banyak kesamaan dengan mamamu. Kami sama-sama naif dan juga egois. Terakhir kali kami bertemu waktu itu, ia mengatakan segala yang ia rasakan selama ini padamu. Ia merasa bahagia saat melihatmu bahagia hidup bersama dengan Theo dan anak-anakmu. Keinginannya dalam hidup ini adalah melihatmu bisa berbahagia dihidupmu." Kata ibu Theo sambil menatap mata Jhen yang mulai berair memmbayangkan ibunnya yang mengatakan itu.

"Aku ... Sudah sangat bahagia. Walaupun aku juga sangat kehilangannya. Apakah aku juga egois jika aku bahagia bersama keluargaku disaat aku juga kehilangan mamaku?" Tanya Jhen sambil meneteskan airmatanya. Ibu Theo menyeka air mata Jhen yang membasahi pipinya.

"Stt.. Jangan berkata seperti itu. Kematian seseorang memang sudah suratan. Keinginan mamamu adalah ia ingin kamu benar-benar merasakan bahagia dalam hidupmu. Jangan menyalahkan dirimu sendiri." Ibu Theo berusaha menguatkan hati Jhen.

"Terimakasih sudah menemani Theo disaat ia membutuhkan bantuan saat mendapati Bree waktu itu. Kalian pasti juga bingung saat hal itu terjadi. Aku juga malah memperkeruh keaadaan. Karena begitu menginginkan seorang cucu dari anakku sendiri. " Kata ibu Theo sambil menepuk tangan Jhen.

"Mama kan juga punya cucu dari Sarah?" Tanya Jhen mengingat Theo juga memiliki seorang adik perempuan yang sudah menikah dan tinggal diluar negeri saat ini bersama dengan suami dan anak-anaknya.

Ibu Theo menengadah memandang Jhen sambil menggigit bibir bawahnya. Seperti ragu akan mengatakan sesuatu.

"Sarah... Bukan anak kandung kami. Dia adalah adik kandung Bianca. Waktu itu ayah Bianca memiliki wanita simpanan,wanita itu meninggal ketika melahirkan Sarah. Ayah Bianca adalah teman baik kami,ia kemari malam itu sambil membawa bayi cantik dan tidak berdosa itu kemari. Dia tidak tahu harus menitipkan pada siapa lagi, tidak ada yang ia percayai selain kami untuk mengasuh anaknya.Sarah datang tepat disaat aku sedang kehilangan bayi yang aku kandung waktu itu. Aku mengalami kecelakaan dan harus kehilangan bayi yang aku kandung dan juga rahimku. Jadi kupikir tidak ada salahnya jika harus merawat anak dari Jefri sebagai anakku sendiri." Ibu Theo menatap mata Jhen dengan penuh pengertian.
"Tapi kami benar-benar menyayanginya seperti anak kami sendiri , begitu juga Theo."

Sekarang Jhen bisa tahu darimana sifat penyayang Theo berasal. Orangtua Theo adalah orang-orang yang tidak memandang status ataupun derajat seseorang untuk memberikan kasih sayang ataupun bantuan.

"Ceci dan Bree ....." Jhen ragu untuk meneruskan kalimatnya pada ibu Theo.

"Mereka juga cucu mama. Mama juga pasti akan menyayangi mereka sama seperti ketika mereka datang kemari. Kamu juga.. walaupun tidak bisa menggantikan posisi mamamu, aku juga mamamu ,Jhen. Jangan pernah sungkan padaku ataupun papa. Kami semua menyayangimu." Tangan kanan ibu Theo lembut menyentuh pipi Jhen. Jhen hanya mengangguk sambil terharu. Sungguh ia bersyukur memiliki Theo dan juga keluarganya.

"Jaga baik-baik cucu mama ya?" Pinta ibu Theo sambil menyentuh perut Jhen.

"Iya ma." Jawab Jhen sambil mengangguk penuh bahagia.
---------------------------

Adam sedang berada di resort Theo sedang mempersiapkan rapat dengan para direksi bersama dengan ayah Theo. Disana juga ada Lheon, ayah tiri Adam. Salah satu orang yang tidak ingin Adam temui.
Sesampainya diruang rapat , ia harus bertatap muka dengan Lheon dan juga Bianca. Bianca juga hadir disana mewakili orangtuanya yang juga memiliki bagian dari resort Theo.

"Theo ini juga kenapa harus tidak datang kekantor disaat sedang rapat direksi seperti ini?" Batin Adam dengan kesal. Selama rapat berlangsung , Adam juga diam-diam melihat kearah Bianca. Dia tampak semakin cantik setelah lama mereka tidak bertemu.

Bianca nampak begitu dingin dan tidak memperhatikannya. Diseberang Bianca ada Lheon yang begitu ia benci seumur hidupnya. Dia adalah lelaki parasit yang bertengger pada kehidupan ibu Adam. Seorang pria yang hanya memanfaatkan kekayaan keluarga Adam saja. Yang dikerjakan Lheon adalah menjadi penjilat ibu Adam dan juga hobinya adalah berfoya-foya dan bermain wanita. Ibu Adam bukannya tidak tahu, tapi lebih menutup matanya dari kelakuan suaminya itu.

Setelah rapat usai, Bianca sengaja menunggu ruang sepi untuk berbicara dengan Adam. Adam mengirim pesan kepada Bianca untuk menemuinya setelah rapat usai.

"Apa lagi yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Bianca dengan dingin sambil melipat tangannya di depan dada.

"Soal anak itu .. " Kata Adam mencoba menjawab pertanyaan Bianca lalu melihat sorot mata Bianca yang tajam penuh kebencian kepadanya.
" Anak kita." Ralat Adam dengan seketika.

"Bukannya kamu sudah bilang kita sudah tidak ada hubungan. Dan juga anak itu , aku sudah membuangnya. Kalau tidak aku tidak akan bisa kembali pada keluargaku. " Balas Bianca dingin. Adam terkejut Bianca tega membuang anak mereka begitu saja.

"APA?" Teriak Adam seketika.
"Kamu membuangnya? Dia anakmu. Dan semudah itu kamu membuangnya?" Adam begitu terkejut sampai tidak bisa mengontrol emosinya.

"Apa hakmu untuk marah? Kamu yang membuang kami terlebih dahulu. Sudah begitu lama kenapa kamu baru mempertanyakan anak itu? Kamu kira bagaimana aku bisa kembali kepada keluargaku dan memperoleh kembali statusku?" Bianca berdiri dari duduknya sambil memukul meja yang ada dihadapannya.

"Aku ... waktu itu.. " Adam terbata-bata berusaha mencari kata-kata untuk membela dirinya.
"Aku terlalu kacau waktu itu. Posisiku sedang tidak bagus dalam keluargaku. Aku juga jelas tidak bisa membawamu juga anak itu kehadapan mamaku. Aku tidak bisa berpikir jernih. Sekarang aku sudah memiliki kekuatan untuk membawamu dan anak itu. Tapi kamu..." Kata Adam sambil mengusap belakang kepalanya dengan frustasi.
"Kamu malah membuang anak kita."

Bianca tidak menyangka jika Adam tidak berdiam diri selama ini terhadapnya dan juga anaknya.
"Kamu juga tidak pernah memberitahuku , Adam. Jangan pernah menyalahkanku. Aku juga tidak punya pilihan saat itu,aku juga harus melanjutkan hidupku. Dan aku tidak bisa melakukan semua itu jika anak itu bersamaku." Bianca membela dirinya sendiri.

"Tapi tidak bisakah kamu mempertahankan anakmu sendiri? Aku bisa memahami posisimu untuk bisa bertahan hidup dalam keluargamu. Tapi tidak punyakah kamu memiliki hati seorang ibu untuk anak kita? Kamu bisa bertahan waktu kita kabur bersama dulu,kenapa untuk anak yang kau lahirkan sendiri kamu tidak bisa mempertahankannya meskipun aku meninggalkanmu." Kata Adam dengan frustasi.

Selama ini susah payah ia meyakinkan ibunya untuk bisa bersama dengan Bianca lagi. Adam juga sudah mengatakan pada ibunya bahwa ia memiliki seorang putra dengan Biancaa. Akhirnya ibu Adam mau menyetujui Adam untuk menikahi Bianca.
Tubuh Bianca gemetar mendengar kata-kata Adam. Tapi baginya nasi sudah menjadi bubur , semuanya sudah terlanjur terrjadi. Bianca sudah membuang jauh hatinya untuk Brian ketika ia kembali kepada keluarganya.

Walau sejujurnya begitu berat bagi Bianca untuk melepaskan Brian dari pelukannya, tapi bagi Bianca, keputusannya sudah tepat menitipkan anaknya pada Theo. Theo tidak akan bisa membuang anaknya karena Bianca paham akan sifat Theo yang tidak akan tega pada dirinya. Apalagi saat ini Theo juga sudah menikah dengan wanita yang merawat anaknya itu. Anaknya juga sudah resmi menjadi anak Theo secara hukum. Bianca tidak akan pernah khawatir akan masa depan anaknya lagi.

"Semuanya sudah terlambat , Adam. Mungkin memang kita tidak ditakdirkan untuk bersama. Anggap saja masalalu kita sebagai pembelajaran hidup." Kata Bianca lalu berbalik dan meninggalkan ruang rapat itu.

"Kamu buang kemana dia? Jika kamu tidak mau merawatnya , aku akan membawanya." Kata Adam menghentikan langkah Bianca. Lama Bianca terdiam, lalu ia berjalan kearah pintu ruang rapat dan membukanya.

"Theo dan istrinya yang merawatnya." Kata Bianca lalu menutup pintu itu , membiarkan Adam disana dengan keadaan bingung juga frustasi.

Tanpa mereka sadari, Lheon sedang berada diruang sebelah untuk menguping pembicaraan mereka. Lheon berulang kali mencoba menjatuhkan Adam agar bisa meraih posisinya saat ini, mendapatkan kepercayaan istri bodohnya yang kaya itu. Ia mengetahui pembicaraan antara Adam dan istrinya malam itu saat Adam menemui istrinya diperpustakaan rumahnya. Istrinya ternyata memiliki niat untuk menyingkirkannya dan mempercayakan semuanya pada Adam , ditambah sekarang Adam memiliki seorang putra yang bisa menjadi penerusnya. Lheon tidak menyukai situasi ini, dia tidak akan membiarkan posisinya yang ia raih dengan susah payah akan menghilang begitu saja. Ia harus bisa menyingkirkan penghalang kecil itu agar posisinya bisa aman.
---------------------------------------------------------------------------------

Bel rumahnya berbunyi berkali-kali dan juga bunyi pintu yang dipukul dengan kencang. Theo terbangun dari tidurnya yang nyenyak bersama istrinya.

"Siapa malam-malam begini datang kemari dengan tidak sopan?" Tanya Theo sambil bangun dengan malas.

"Coba kamu lihat dulu. Bibi juga sepertinya juga sudah tidur." Balas Jhen yang juga ikut bangun karena bunyi yang gaduh itu.

Theo turun dari tempat tidur dan mengenakan jubah tidur nya. Lalu keluar dari kamarnya. Pembantu rumah tangga Theo sudah membukakan pintu rumah , dan Adam langsung masuk kedalam rumah Theo dengan emosi yang membabi buta.

"Mana Theo?" Teriak Adam saat memasuki rumah Theo.

"Kenapa kamu membuat onar dirumahku malam-malam begini?" Tanya Theo dari lantai 2 dan mulai menuruni tangga.

Jhen yang baru saja keluar kamar langsung meminta pembantu rumah tangganya untuk menemani Ceci dikamarnya berjaga-jaga jika ada keributan, Ceci akan ada yang menemani untuk tetap berada didalam kamar.

"Beraninya kamu menyembunyikan hal sepenting ini dariku." Kata Adam lalu melayangkan pukulannya kearah Theo yang tidak siap akan serangannya. Theo begitu terkejut dengan pukulan Adam yang begitu tiba-tiba dan menyakiti wajahnya.

Jhen menjerit terkejut suaminya diserang begitu saja oleh Adam. Jhen berlari menuruni tangga dengan panik. Theo menoleh dengan cepat kearah Jhen yang menuruni tangga.

"Jangan berlari. Tetap disana." Theo memerintahkan Jhen dengan tegas sambil menunjuk kearah Jhen, membuat Jhen langsung berhenti seketika. Theo menegakkan tubuhnya dan bersiap menghadapi Adam.

"Apa yang kamu inginkan?" tanya Theo dengan tegas pada Adam walaupun ia sudah jelas tahu apa yang dimaksud oleh Adam. Adam sudah mengetahui keberadaan anaknya.

"Mana anakku?" Tanya Adam tanpa menjawab pertanyaan Theo.

"Tidak ada anakmu disini. Disini hanya ada keluargaku." Jawab Theo dengan rahang terkatup. Tatapan mata Theo tajam dan mengerikan.

"Bee sudah menceritakan semuanya padaku. Dia menitipkan anak kami padamu." Kata Adam sambil berusaha melangkah melewati Theo untuk mencari anaknya. Namun Theo menghalanginya dengan tubuhnya.

"Jaga kelakuanmu . Ini rumahku." Kata Theo sambil merentangkan tangannya , menghalangi Adam untuk melangkah lebih jauh kedalam rumahnya.

"Mana anakku?" Tanya Adam lagi dengan mata yang tidak kalah menyeramkannya dengan Theo .
Terdengar tangisan Brian dari dalam kamar Brian. Membuat Jhen menoleh kearah kamar itu dan segera menuju kamar Brian. Adam hendak menyusul Jhen , namun ditahan oleh Theo.

"Pergilah dari sini sekarang juga. Aku tidak mau kedamaian keluargaku terusik." Theo masih berusaha menahan amarahnya pada Adam.

"Aku akan pergi setelah membawa anakku bersamaku." Adam mendorong tubuh Theo dengan kasar. Theo membalas dorongan Adam dengan tenaga yang lebih kuat.

"Kamu dan Bee sudah membuangnya. Kalian dengan tidak bertanggungjawab sudah menelantarkannya. Kenapa baru sekarang kamu mencari anakmu?"

"Kamu kira selama ini aku tidak berusaha? Aku susah payah meyakinkan mamaku untuk bisa membawa Bee dan anak kami kedalam keluargaku. Sekarang aku ingin membawa anakku kembali bersamaku,walaupun Bee sudah memberikannya padamu." Adam bersikesras akan keadaannya pada Theo .

"Bee sudah melepaskannya , dia bahkan ingin membawa Bree untuk mati bersamanya. Dia sekarang adalah anakku, tidak ada seorangpun yang akan menyentuh anakku. Apalagi membawanya dari sini. Aku memperingatkanmu Adam, dulu kamu sudah memiliki kesempatan untuk menerimanya tapi kamu menyia-nyiakannya. Sekarang sudah tidak ada kesempatan lagi. Bree anakku , bahkan secara hukum aku memiliki kewenangan penuh atas Bree." Kata Theo sambil menunjuk dada Adam dengan telunjuknya.

"Tapi dia adalah ANAKKU !!" Teriak Adam sambil memukul dadanya sendiri dengan telapak tangannya.

"Keluarlah sekarang juga !! Aku akan berbaik hati hari ini mengingat keluargaku juga butuh ketenangan dan mengingat kita masih memiliki hubungan yang baik dimasalalu . Jangan paksa aku untuk melakukan hal akan membuatmu menyesal ,Adam." Theo memperingatkan Adam dengan nada mengancam.
Adam duduk dilantai rumah Theo dengan bersila.

"Tidak . Aku tidak akan keluar dari sini sebelum aku membawa anakku bersamaku." Kata Adam dengan keras kepala.

"Maka kamu akan mencari mati disini." Kata Theo denan mata berkilat kemarahan pada Adam. Theo meraih kerah kemeja Adam , menariknya hingga berdiri dari duduknya lalu melayangkan tinjunya pada wajah Adam. Membuat Adam tersungkur kelantai. Adam bangkit dan bersiap membalas pukulan Theo namun Theo sudah melayangkan tinjunya lagi kearah rahang Adam. Sampai Adam meludahkan darah segar dari bibirnya kelantai marmer itu.

"Jangan pernah datang lagi dan menganggu keluargaku. Sedikitpun kamu tidak memiliki hak untuk menyentuh anakku!!" Theo memperingatkan sambil menarik tangan Adam dan menyeret Adam keluar dari rumahnya. Theo membanting dengan keras pintu rumahnya dan memutar kunci rumahnya dengan emosi yang masih tersisa.

Theo naik ke lantai 2 dan menuju kekamar Brian, disana ada Jhen yang sedang menggendong Brian dengan penuh rasa khawatir dan takut. Theo mendekati istrinya dan memeluknya juga Brian.

"Apa kamu baik-baik saja? Anak kita tidak apa-apa?" Tanya Theo begitu khawatir akan keadaan Jhen yang tadi berlari menuruni tangga untuk menjemputnya. Jhen menggeleng.

"Aku baik-baik saja. Anak kita juga baik-baik saja. Kenapa Adam tiba-tiba datang kemari dan berkata akan membawa Bree?" Jhen menyandarkan kepalanya pada dada Theo yang begitu menentramkan hatinya yang begitu kacau akan kedatangan Adam tadi.

"Dia sudah tahu jika Bee memberikan Bree pada kita." Jawab Theo melihat Brian yang sedang bermain dengan rambut Jhen.

"Apa dia akan mengambil Bree dari kita?" Tanya Jhen dengan perasaan takut kehilangan Brian. Makin erat Jhen memeluk Brian.

"Tidak, aku tidak akan membiarkannya. Bree anak kita. Dia tidak berhak atas Bree. Aku tidak akan membiarkannya merusak kebahagiaan keluarga kita." Theo berjanji pada Jhen.
-------------------------------------

Theo tidak mengira jika Adam mengirimkan surat tuntutan pada dirinya lewat pengacara ibu Adam. Atas tuduhan penganiayaan dan perampasan anak.

"Dia sudah gila." Kata Theo setelah membaca surat tuntutan itu didepan pengacara muda yang ada dihadapannya.
"Aku juga akan menuntut balik, dia yang lebih dulu membuat kekacauan dirumahku. Dan menghajarku terlebih dahulu. Aku juga punya saksi dan bukti cctv. Untuk perampasan anak, aku juga punya saksi dan bukti sah Brian sebagai anakku yang sah secara hukum." Lanjut Theo sambil melemparkan surat itu kehadapan pengacara muda.

"Tuan Adam akan melakukan test DNA untuk membuktikan bila anak yang ada pada anda adalah anak kandungnya dan akan secara resmi mengajukan tuntutan itu pada kepolisian hari ini." Balas pengacara itu dengan kaku. Theo tertawa sinis mendengar kata-kata pengacara itu.

"Aku juga akan menggunakan pengacaraku untuk masalah ini. Kau kembalilah dan katakan pada Bosmu untuk segera melakukan apa yang ingin dia lakukan. Aku juga akan melakukan apa yang harus aku lakukan untuk keluargaku." Kata Theo dengan tegas dan dingin.

"Kalau begitu saya pamit dulu." Kata pengacara itu sambiil berdiri dari duduknya. Theo mengangkat tangannya dan menunjukkan kearah pintu ruang kerjanya,. menunjukkan pintu keluar kepada pengacara itu.
Setelah pengacara itu pergi,Theo meminta Mia untuk menghubungi pengacara keluarganya untuk segera datang menemuinya.

Kali ini Theo yang membutuhkan bantuan dari Bianca untuk menjadi saksinya atas Brian yang sudah ia lepaskan. Hanya saja Bianca bersedia membantunya atau tidak.
------------------------------------

Theo memberitahukan hal ini kedua orangtuanya saat berada dikediaman orangtua Theo sepulang dari resort.

"Dia tidak bisa semudah itu mengambil Bree dari kita." Kata Ayah Theo dengan geram.

"Bukannya dia sendiri yang tidak mau mengakui anaknya dan meninggalkan Bree begitu saja?" Tanya Ibu Theo dengan emosi yang tinggi.

"Dia mengatakan selama ini dia hanya sedang mengusahakan untuk meyakinkan mamanya untuk bisa menerima Bianca dan juga Bree. Karena saat ini bibi Karin sudah mengetahui keberadaan Bree sebagai anak kandung Adam dan juga penerus keluarga mereka, bibi Karin menggunakan pengacaranya untuk menuntut aku atas dasar perampasan anak Adam." Kata Theo menjelaskan tentang apa yang ingin diminta oleh ibu Adam yang juga adik ayahnya itu.

"Mereka hanya ingin Bree karena penerus keluarga dan juga bisnisnya? Yang benar saja adikmu itu !!!" Kata ibu Theo dengan penuh emosi.

"Kamu sudah menghubungi pengacara keluarga kita?" Tanya ayah Theo kepada Theo. Theo mengangguk.
"Lalu apa solusinya?"

"Jika test DNA membuktikan Adam adalah ayah kandung Bree, maka aku akan bisa terjerat hukum atas perampasan anak kandungnya walaupun aku memang sudah menjadi orangtua Bree yang sah secara hukum. Kami tidak memiliki surat adopsi ataupun surat persetujuan dari orangtua kandung Bree untuk menjadikan Bree anakku secara sah." Jawab Theo menyampaikan apa yang dikatakan oleh pengacaranya tadi. Ibu Theo memejamkan matanya merasa frutasi dengan apa yang mereka hadapi kali ini.
"Tapi hal ini bisa kita hadapi jika kita memiliki kesaksian Bianca sebagai ibu kandung Bree yang memberikan sepenuhnya Bree padaku. Masalahnya adalah apakah Bee mau bersaksi?"
Mereka bertiga seakan mendapatkan jalan tapi tanpa tujuan.

"Aku akan menemui Jefri. Aku kira dia akan bisa membantu kita dalam situasi ini. Yang dilakukan putrinya sama dengan yang ia lakukan dulu pada kita." Kata ayah Theo memikirkan hanya ini solusi terbaik untuk saat ini.

"Apa Jhen sudah tahu tentang ini?" Tanya ibu Theo khawatir akan kondisi Jhen .

"Belum,aku belum memberitahunya . Dia sudah cukup terkejut dengan kedatangan Adam semalam yang akan membawa Bree pergi bersamanya. Aku tidak mau menambah beban pikirannya lagi." Kata Theo sambil menahan dagunya dengan tangannya yang terkepal ditahan oleh kedua kakinya. Ibu Theo setuju dengan pemikiran Theo.

"Bianca jelas tidak akan mau memberikan kesaksiannya. Dia tidak akan pernah mau mengakui Bree sebagai anak kandungnya. Sudah pasti akan banyak orang yang tahu akan rahasianya." Kata ayah Theo memperkirakan apa yang akan terjadi jika Theo meminta bantuan dari Bianca soal Brian.

"Jika memang terpaksa,kita juga bisa menguji DNA pada Bee." Sambung Theo pada orangtuanya.

"Nanti malam aku akan menghubungi Jeff untuk meminta bantuannya. Dia harus membantu kita dalam situasi ini." Kata ayah Theo.
--------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience