Setelah selesai sarapan,Jhen merasa ini waktu yang tepat untuk membahas masalah kontrak kerja. Belum jhen membuka mulutnya. Theo sudah membuka pembicaraan terlebih dahulu.
"Kita bahas masalah klausal dikantor saja" Kata Theo lalu bangkit dari duduknya dan langsung berjalan terlebih dahulu. Jhen mengikuti dengan terburu-buru karena dia harus mengepak tas dan kertas kontrak kerjanya.
Sesampainya dikantor Theo,Mia sedang tidak berada disana,sepertinya Mia sedang beristirahat. Theo merasa ada yang aneh dengan ruangan kantornya. Ketika Theo membuka pintu ruang kerjanya,ada tangisan bayi di kantornya. Disofa kantornya,ada box jinjing bayi berwarna biru muda dan terlihat tangan mungil menggapai-gapai dari dalam box itu. Dengan langkah cepat Theo menghampiri box itu dan melihat bayi mungil yang lucu dengan pipi gemuk yang merah seperti apel,bayi itu menangis menjerit-jerit. Jhen yang mengikuti Theo dari belakangpun penasaran dengan bayi itu. Theo berbalik melihat Jhen yang juga sama-sama bingung.
Jhen menunjuk kearah bayi itu.
"Anak Bapak?" Tanya Jhen polos. Theo menggeleng .
"Tunggu disini sebentar. Jaga dulu bayi ini." Kata Theo lalu dengan cepat Theo meninggalkan kantornya. Menuju ke kamar tempat Bianca menginap.
Jhen menolehkearah bayi yang menangis itu,jiwa keibuannya muncul. Secara spontan Jhen menggendong bayi itu.
"Sini sayang,cup cup. Jangan menangis." Kata Jhen menenangkan bayi itu sambil menggendongnya dengan lembut. Ditempelkannya bayi itu di dadanya. Sambil ditimang-timang perlahan. Dan tangisan bayi itupun mereda.
-----------------------------------------------------------
Langkah Theo yang panjang dan cepat kearah kamar tempat Bianca menginap selama ini. Theo mengetuk-ngetuk berulang kali namun tidak ada balasan. Sampai akhirnya Theo meminta anak buahnya untuk membuka pintu menggunakan master key.
Setelah dibuka kamar itu hanya berantakan namun tidak ada orang di dalamnya. Theo mencari keluar kamar dan rasanya sudah percuma,sepertinya Bianca sudah keluar dari resort.
"Cepat periksa kamera cctv sekitar kamar sampai pintu keluar resort." Peintah Theo dengan tegas kepada anak buahnya.
"Baik Pak"Jawab anak buah Theo dengan patuh. Lalu anak buah Theo langsung melaksanakan perintah Theo.
Theo kembali kedalam kamar itu dan melihat sepucuk surat diatas meja rias. diambilnya kertas itu
-Theo aku titipkan bayi itu padamu,terserah mau kamu asuh atau kamu buang. Aku sudah benar-benar membuangnya dari hidupku. Terimakasih . Bee -
Theo menghela nafas panjang dan menendang pintu kamar itu dengan frustasi.
Theo berjalan dengan emosi kearah kantornya,disana dia melihat Jhen sedang bersama bayi itu. Bayi itu sudah tenang tertidur dalam pelukan Jhen. Jhen menatap penuh tanya pada Theo. Theo menutup pintu kantornya. Dia berjalan mondar-mandir didalam ruangannya itu. Berusaha berpikir jernih,bagaimana mencari jalan keluar dari masalah yang ditinggalkan Bianca kali ini. Theo melihat lagi kearah bayi itu. Lalu memejamkan mata dan menjatuhkan tubuhnya diatas kursi kerjanya. Theo memijat-mijat pangkal hidungnya dengan jempol dan telunjuknya. Lalu tertawa pahit. Selama beberapa menit keheningan terjadi dalam ruangan itu ,Jhen pun tidak berani bersuara dan hanya bisa menggendong bayi mungil yang sudah tertidur itu.
"Jhen?" Akhirnya Theo bersuara memecahkan keheningan yang terasa panjang itu.
"Ya Pak?" Balas Jhen pelan,takut membangunkan bayi itu.
"Aku ingin meminta bantuanmu." Kata Theo sambil memandang kearah Jhen dan bayi itu.
"Tolong rawat bayi itu untuk sementara waktu,nanti masalah biaya,aku akan kirimkan ke rekeningmu."
"Tapi pak.."
"Aku minta tolong padamu. Dan tolong rahasiakan semua ini." Tatapan mata Theo terlihat tak berdaya dan benar-benar memohon pertolongan dari Jhen.
Jhen melihat kearah bayi dalam pelukannya lagi. Bayi yang tidak berdosa mengingatkannya pada Ceci ketika dulu. Jhen tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan siapa bayi itu. Pandangan Jhen beralih kepada Theo lagi. Jhen hanya mengangguk menyetujui permintaan Theo.
"Terimakasih Jhen" Theo menghembuskan nafas lega dan tatapan berterimakasih mendalam pada Jhen.
"Setelah ini,kamu pulanglah dulu. Nanti biar supirku yang akan mengantarkan kamu pulang. "
"Iya Pak" Jawab Jhen.
"Nanti aku akan menghubungi kamu." Lanjut Theo. Theo kemudian meminta supirnya untuk bersiap mengantarkan Jhen dan bayi itu pulang kerumah Jhen.
Sebelum Jhen meninggalkan ruangan Theo,Jhen pun bertanya pada Theo.
"Siapa nama bayi ini ?"
Theo terdiam sejenak.
"Brian" Jawab Theo singkat. Brian , perpaduan nama antara Bianca dan Adam.
Jhen mengangguk dan melihat bayi mungil itu
"Hai Brian. ayo kita pulang." Kata Jhen pada Brian dengan lembut.
Sekilas terbesit sebuah rasa yang tidak bisa dibayangkan oleh Theo mendengar kalimat Jhen pada Brian saat itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sesampainya dirumah,mama Jhen terkejut melihat Jhen pulang dengan membawa bayi dalam gendongannya.
"Anak siapa ini,Jhen?" Tanya mama Jhen sambil melihat bayi itu
"Aduh lucunya"
"Anak temanku,Ma,dia menitipkan bayi ini untuk sementara , katanya mau ada urusan penting. Sementara dititipkan padaku dulu." Jawab Jhen berbohong karena tidak mungkin menjelaskan yang sebenarnya kepada mamanya. Jhen juga tidak tahu cerita sebenarnya tentang bayi itu dan Theo. Jhen bersedia membantu karena tidak tega dengan ekspresi Theo saat itu dan juga Brian yang terlihat menggemaskan tanpa dosa.
"Memangnya ada urusan apa sampai anak bayinya dititipkan padamu? Memangnya dia tidak memiliki keluarga? Suaminya bagaimana?" Tanya mama Jhen yang penasaran dengan keluarga sang bayi.
"Sepertinya dia akan melakukan longtrip untuk menyanyi di luar negeri, Ma. Suaminya sudah tidak ada." Jelas Jhen berharap mamanya tidak bertanya lagi. Mama Jhen hanya mengangguk mencoba mengerti keadaan teman palsu Jhen itu.
"Sini biar mama gendong,kamu ganti baju dulu. " Kata mama Jhen sambil mengambil Brian dari pelukan Jhen.
"Namanya siapa? Umurnya berapa?" Tanya mama Jhen sambil melihat Brian dengan gemas.
"Brian namanya ma. Umurnya mungkin masih sebulan. " Jawab Jhen singkat sambil berusaha menerka umur Brian.
Dari dapur,Ceci berjalan menghampiri Jhen.
"Mama sudah pulang?" Tanya Ceci sambil mencium pipi Jhen. kemudian pandangan Ceci beralih kepada Brian.
"Lucunya..anak siapa ma?"
"Anak teman mama,sementara dia nginap disini dulu,Ceci bantu jaga dan rawat adik bayi ini ya?" Kata Jhen dengan lembut sembari mengelus rambut Ceci kemudian menyentuh dahi Ceci.
"Kamu tidak panas lagi kan?"
Ceci hanya menggeleng da tetap fokus pada Brian.
"Oma,aku boleh gendong tidak?" Tanya Ceci antusias melihat Brian.
"Boleh,tapi sambil duduk ya , adiknya masih sangat kecil" Jawab mama Jhen.
Jhen meninggalkan mamanya dan Ceci yang sedang terserang euforia kedatangan Brian itu ke kamarnya untuk berganti pakaian.
Banyak hal terlintas dalam pikiran Jhen didalam kamarnya.
"Siapa sebenarnya Brian ini? Apa dia anak Pak Theo dengan perempuan itu? Tapi kenapa ditinggalkan dikantor Theo gitu aja? Jangan-jangan hubungan mereka tidak direstui? Ah aku terlalu banyak melihat drama korea memangnya akhir-akhir ini." Batin Jhen.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Theo sedang melihat rekaman cctv yang dibawakan anak buahnya untuk melihat kemana Bianca pergi. Bianca keluar dari kamarnya membawa Brian dan sengaja meletakkan Brian kekantornya. Lalu kembali kekamarnya lagi untuk mengepak barang kemudian pergi meninggalkan resort dengan segera.
"Tolong hapus semua rekaman cctv bagian ini." Kata Theo pada anak buahnya.
"Baik Pak" Jawab anak buahnya patuh.
"Dan cari tau kemana Bianca pergi"
"Baik"
Theo melambaikan tangannya dengan tegas , memberi isyarat kepada anak buahnya untuk meninggalkan ruang kerjanya. Kemudian Mia masuk kedalam ruangan Theo.
"Maaf pak,tadi saya diberitahu Ibu Bianca,kata beliau Bapak memanggil saya ke Ballroom. Saya tidak tahu bila itu tidak benar." Mia memberikan keterangan bagaimana dia tidak ada dimejanya ketika jam kerja masih berjalan.
"Lainkali jika bukan aku yang memberi perintah,kamu harus konfirmasi dulu kebenarannya" Theo menatap tegas kearah Mia. Mia hanya tertunduk merasa bersalah.
"Baik Pak. Maafkan kelalaian saya"
"Kembalilah bekerja" Perintah Theo. Mia pun kembali ke meja kerjanya.
Theo menopang kepalanya dengan kedua telapak tangannya yang mengepal. Setidaknya saat ini Brian ada ditangan yang tepat. Jhen adalah orang yang bisa dipercaya. Brian juga terlihat nyaman berada dipelukan Jhen. Theo ingat kalimat yang diucapkan Jhen pada Brian tadi.
"Hai Brian. Ayo kita pulang"
Kalimat sederhana namun membuatnya tenang membiarkan Brian dalam asuhan Jhen. Jhen bukan ibu kandung Brian tapi mau membawa serta Brian pulang dengan sukacita. Sementara ibu kandungnya sendiri menelantarkannya dan enggan membawa Brian pulang.
Theo berdiri menghadap ke jendela kantornya,melihat pemandangan resortnya dari jendela kantor. Mulai menyusun langkah selanjutnya tentang Bianca,Adam dan Brian.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Oke,susu sudah,botol sudah,bedak bayi sudah,sabun sampho sudah,minyak telon sudah,pempers sudah,baby oil sudah,tisu basah sudah,tisu kering sudah,baju bayi sudah... Apa ya yang belum?" Gumam Jhen ketika mendorong trolinya disupermarket. Kemudian Jhen memutar trolinya untuk kembali mengelilingi perlengkapan bayi lagi.
Jhen memang sudah memiliki anak namun Ceci sudah besar sekarang,dan Jhen sudah agak melupakan kebutuhan utama bayi.
Saat sedang berkeliling, ponsel Jhen berbunyi . Dilihatnya dari layar ponsel siapa yang menghubunginya. Nomor baru. Jhen pun menjawab panggilan itu.
"Ya halo?"
"Ini aku,Theo."
Untuk sesaat jantung Jhen terasa meletup mendengar suara Theo.
"Iya Pak. Ada apa?"
"Kamu ada dimana? Brian bagaimana?"
"Saya sedang berada di supermarket membeli kebutuhan Brian. Brian dirumah bersama mama saya. Dia sangat tenang , Pak, tidak rewel sama sekali"
"Oh baguslah. Tolong kirim nomor rekeningmu. Nanti aku akan transfer untuk kebutuhan Brian."
"Baik Pak"
Hening sejenak.
"Kamu di supermarket mana?"
"Didekat rumah pak."
"Oh. Ok. " Balas Theo singkat lalu menutup pembicaraan. Jhen lalu memandagi layar ponselnya
"Oh,OK? Kalimat apa itu?" Kata Jhen pada dirinya sendiri. Lalu Jhen menyimpan nomor telepon Theo dan mengirim pesan berisi nomor rekening tabungannya kepada Theo.
hanya berselang 3menit. Jhen sudah mendapatkan pesan bila sejumlah uang sudah masuk dalam rekeningnya.
"Huwaow.. orang kaya memang berbeda sekali bilang transfer langsung kirim seketika." Kata Jhen kagum pada jumlah uang yang di transfer oleh Theo.
"Oke Brian,,papamu sudah kirim uang.. kita beli keperluan kamu sebanyak-banyaknya."
--------------------------------------------------------------
Jhen terkejut ketika melihat Theo berada di parkiran supermarket tempat dia berbelanja.
"Pak Theo?" Sapa Jhen ketika menghampiri Theo.Theo terlihat tidak bersemangat.
"Bagaimana Bapak bisa ada disini?" Tanya Jhen sambil menjinjing belanjaannya. Theo menoleh kearah supirnya memberi isyarat untuk membawakan bawaan Jhen.
"Ada yang perlu aku bicarakan. Ada waktu?"
"Iya,tentu" Jawab Jhen singkat sambil mengangkat bahu.
Jhen masuk kedalam mobil Theo, duduk bersebelahan dengan Theo.
"Kita bicara didalam mobil saja. Aku merasa lelah hari ini"
"Iya Pak" Balas Jhen sambil melihat betapa terlihat lelahnya Theo.
Mobil Theo pun melaju dengan kecepatan sedang.
"Brian... " Theo memulai pembicaraan dengan ragu. Jhen menantikan kelanjutan kalimat Theo.
"Tolong jaga Brian sampai aku menemukan ibunya." Kata-kata Theo seperti bukan kalimat permintaan lebih kepada perintah yang tidak menerima kata 'tidak' .
Jhen berpikir sejenak,
'sampai ibunya diketemukan adalah waktu yang tidak bisa diprediksi' .
Theo melihat reaksi Jhen lalu melanjutkan.
"Masalah biaya,kamu gausah khawatir. Aku tidak akan terlambat mengirimkan ke rekeningmu."
Mendengar kalimat Theo,Jhen tertawa kecil. Theo pun langsung menyipitkan matanya dan bertanya-tanya kenapa Jhen tertawa.
"Maaf,Pak." Kata Jhen lalu berhenti tertawa.
"Bukan masalah biayanya. Saya suka merawat bayi apalagi lucu dan tidak rewel seperti Brian. Hanya saja saya takut ."
"Takut? Kamu takut apa? Brian bukan anak yang bermasalah dengan kriminal. Dia juga jelas asal usulnya.Kamu tidak perlu takut kalau akan terkena masalah dengan itu " Jelas Theo dengan serius. Jhen tersenyum.
"Bukan itu pak. Saya takut jatuh cinta pada Brian,takutnya kalau saya sudah terlanjur sayang,saya menjadi egois dan serakah. Saya tidak rela bila Brian diambil." Jawab Jhen dengan tulus. Theo terpana dengan jawaban Jhen.
"Setidaknya saya harus tau pasti sampai kapan Brian akan saya asuh ? Agar saya bisa mempersiapkan diri." Lanjut Jhen dengan mata sedikit sendu dan Jhen menggigit bibir bawahnya,menandakan dia sedang mempersiapkan diri akan sesuatu hal yang dia takutkan.
Theo mencoba berpikir cepat untuk memberikan jawaban pada Jhen.
"Satu bulan." Jawab Theo singkat dengan tegas.
"Selama 1 bulan,rawatlah Brian. Setelah itu aku akan mengambil Brian."
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Share this novel