Bab 28

Romance Completed 1452

Jhen merasakan tangannya di tarik oleh sebuah tangan yang kekar untuk keluar dari mobil yang membawanya selama hampir seharian ini. Tubuh Jhen terasa letih sekali. Dia benar-benar tidak memiliki tenaga untuk melawan ataupun berpikir sedang berada dimana dia sekarang. Ia hanya merasakan tubuhnya terasa begitu lemas.

"Kenapa kalian begitu kasar? Aku membayar mahal bukan untuk memperlakukannya dengan kasar seperti ini." Suara itu tidak asing ditelinga Jhen. Penutup matanya dibuka , begitu juga ikatan tangannya. Mata Jhen sedikit demi sedikit beradaptasi dengan cahaya disekitarnya.

Dan benar saja ... yang dihadapannya kini adalah Putra. Putra tersenyum lebar pada Jhen. Putra memeluk Jhen dengan hangat penuh kerinduan. Sebuah pelukan yang akan begitu menenangkan jika saja mereka adalah pasangan normal yang saling mencintai. Tapi pelukan Putra membuat Jhen merinding dan merasa jijik. Perasaan yang bercampur aduk itu membuat Jhen merasa mual.
"Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Putra penuh perhatian pada Jhen setelah melepaskan pelukannya dari Jhen dan memegang kedua bahu Jhen dengan tangannya.

"Kenapa kamu melakukan ini,Putra?" Tanya Jhen dengan lemas,jika saja Putra tidak memegangi tubuhnya mungkin Jhen akan jatuh ke tanah saat ini.

Terdengar bunyi rem mobil dibelakang mereka. Seorang pria turun dari sana , Jhen tidak mengenal pria itu. Ia begitu terlihat arogan dan sedang dalam situasi hati yang benar-benar tidak baik. Putra membawa Jhen kesampingnya.

"Bawa dia masuk. Biarkan dia beristirahat." Kata Putra pada anak buahnya yang kemudian membawa Jhen pergi dari tempat itu menuju kedalam sebuah villa yang cukup besar.

"Kau sudah menjebakku!!" Kata Lheon dengan penuh amarah pada Putra.

"Aku sudah melakukan sesuai dengan kesepakatan kita. Aku hanya ingin kau membawa Jhen kepadaku, aku memberikan sahamku padamu juga anak buahku untuk membantumu mengambil seorang bayi yang menjadi penghalang posisimu diperusahaan. Lalu apa maksudmu dengan aku menjebakmu?" Tanya Putra dengan santai.

"Rumah Theo penuh dengan cctv yang masih aktif." Balas Lheon dengan amarah yang tidak bisa ia kendalikan.

"Aku tidak mengatakan akan mematikan cctv dirumah Theo kan?" Putra nampak begitu santai akan amarah Lheon seakan sudah bisa menduga hal ini akan terjadi. Lheon berjalan maju kearah Putra untuk menyerang Putra , namun dihalangi oleh anak buah Putra yang sudah bersiaga sedari tadi.

"Kau sengaja menjebakku agar aku yang menjadi tersangka utama dalam hal ini. Sekarang semua orang sudah mencariku." Kata Lheon sambil menunjukkan telunjuknya kedadanya. Putra tersenyum sinis.

"Itu karena kamu begitu bodoh. Kamu seharusnya tidak perlu terlibat dalam proses rencana kita didalam rumah Theo. Jangan menyalahkan aku disaat kesalahan yang terjadi adalah karena perbuatanmu sendiri. Kesepakatan kita adalah aku memberikan semua sahamku untukmu juga bantuan anak buahku agar aku bisa mendapatkan Jhen kembali dan kamu ingin menyingkirkan penghalang kecil itu dari hidupmu. Aku sudah membuat celah untukmu beraksi , aku membakar bar wanita siluman itu sampai mengirimkan para bandit-bandit kecil untuk mengecohkan perhatian mereka sementara. Seharusnya kamu bisa bergerak lebih cepat dan juga efisien. Kenapa kamu harus ikut memperlihatkan dirimu disana? Kalau bukan karena kamu yang begitu idiot tentu saja semuanya akan lancar dan terkendali." Kata Putra sambil memandang kearah Lheon yang masih emosi.

"Aku pria yang menepati janji. Karena kamu menepati janjimu padamu, aku akan membantumu. Aku akan mengurus kepergianmu keluar negeri untuk sementara waktu sampai situasinya aman. Surat pencarian dan penangkapanmu juga belum keluar , mungkin besok hal itu pasti akan diproses. Kamu masih memiliki waktu untuk pergi keluar negeri sekarang." Lanjut Putra mencoba membuat Lheon tenang . Lheon melepaskan dirinya dari anak buah Putra dan memperbaiki kemejanya yang tidak rapi.

"Baiklah aku akan menerima tawaranmu. Jangan lupakan janjimu tentang semua sahammu." Kata Lheon yang sudah tidak memiliki pilihan lain lagi. Karena sudah jelas istrinya tidak akan menerimanya lagi.
----------------------------

Jhen begitu lelah dan hanya bisa terbaring di tempat tidur kamar yang disiapkan oleh Putra untuknya. Seakan ia akan menghadapi hukuman mati. Apa yang akan dilakukan Putra padanya jika Putra tahu dirinya tengah mengandung anak Theo. Mata Jhen terasa berat namun ia tidak bisa tertidur. Sampai akhirnya Putra membuka pintu kamar itu ,Jhen langsung bangun dari posisinya dan duduk di tepi tempat tidurnya. Putra menghampiri Jhen sambil duduk berlutut dilantai depan Jhen.

"Maafkan aku melakukan hal ini padamu. Aku tidak memiliki cara lain." Kata Putra dengan lembut pada Jhen sambil mengenggam tangan Jhen.

"Kau apakan Bree?" Tanya Jhen tanpa memperdulikan dirinya sendiri.

"Bree? Bayi itu? Aku tidak ada urusan dengan dia. Lheon yang menginginkan bayi itu. " Jawab Putra dengan acuh.

"Lheon? Siapa dia? Apa yang akan ia lakukan pada Bree?" Tanya Jhen yang langsung berdiri dari duduknya seolah mendapatkan kekuatan tambahan untuk menyelamatkan Brian.

Putra menyentuh lembut pundak Jhen dan langsung membuat Jhen untuk duduk kembali ditepian tempat tidur itu.

"Tenanglah,tidak penting Lheon itu siapa. Bree mu baik-baik saja. Dia tidak sempat mengambil Bree karena ada kebodohannya sendiri. Kamu tampak begitu pucat. Beristirahatlah,tidak baik untuk bayimu juga."Kata Putra dengan begitu lembutnya. Tubuh Jhen langsung kaku , Putra tahu ia sedang mengandung anak Theo. Putra tertawa kecil.

"Aku tidak akan melenyapkan anakmu itu. Aku tidak mau mengulangi kesalahanku lagi. Kita akan bersama lagi Jhen, aku akan menerima anak itu jika itu bisa membuatmu bersamaku. Kita buka lembaran yang baru Jhen. Setelah keluar dari kota ini,kita akan menikah seperti yang kita rencanakan dulu. Kita akan hidup bahagia bersama lagi." Putra menyentuh wajah Jhen dengan kedua tangannya. Jhen tidak bisa melawan Putra ataupun membantahnya. Setidaknya dirinya dan janinnya akan aman kali ini jika ia diam dan menuruti keinginan Putra.

"Besok setelah kamu beristirahat kita akan pergi ketempat yang aku janjikan dulu. Apa kamu masih ingat?" Tanya Putra pada Jhen. Jhen mencoba mengingat apa yang dimaksud oleh Putra.

Dulu ia dan Putra memunyai impian jika mereka akan menikah, mereka akan pergi kesebuah pulau kecil yang cantik dengan pemandangan laut yang indah. Jhen mengangguk pelan. Putra tersenyum senang,Jhen mengingatnya .

"Beristirahatlah,Sayang. Besok kita akan melakukan perjalanan panjang. Apa yang kau inginkan sebelum kita berangkat besok?"

"Jangan sakiti aku dan anakku." Pinta Jhen begitu putus asa pada Putra. Putra membelai rambut Jhen yang lembut .

"Aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi Jhen. Aku janji. Aku akan benar-benar bersikap baik padamu, aku akan menuruti semua keinginanmu selama kamu selalu bersamaku." Putra mengecup kening Jhen dengan lembut. Lalu berdiri dan meninggalkan kamar itu. Jhen bernafas lega. Dia akan baik-baik saja , anak dalam kandungannya juga baik-baik saja.

"Bersabarlah sebentar sayang,papamu akan datang untuk menjemput kita." Bisik Jhen pada janinnya sambil memeluk perutnya sendiri.
----------------------------

"Aku sudah menghubungi rekanku yang berada dikota itu , dia akan membantu kita menemukan Jhen." Kata Moa sambil memasukkan kembali ponsel kedalam saku jaketnya. Theo mengangguk sambil terus berkonsentrasi menyetir.

"Aku juga sudah memberikan informasi itu pada polisi. Mereka akan mulai memproses surat pencarian dan penangkapan Lheon. Bukti rekaman cctv itu sudah cukup kuat untuk menahan Lheon. Dia tidak akan bisa pergi kemana-mana. Aku masih tidak bisa memahami kenapa Lheon menculik Jhen. Seharusnya jika itu Lheon,ia hanya akan membawa Bree." Balas Theo sambil menambah kecepatan mobilnya.

Perjalanan menuju villa pribadi Lheon rasanya sungguh panjang. Langit juga sudah mulai terang.
Ponsel Theo berbunyi,Theo menyambungkannya pada bluetooth speaker di mobilnya.

"Theo, Lheon tidak ada hubungannya dengan Bee. Aku sudah mendatangi Bee. Dia juga sama terkejutnya mengetahui berita ini. Bee memang menemui Jhen hari itu,hanya untuk memastikan hatinya jika ia ingin melakukan test DNA untuk Bree. Bee saat ini sedang disampingku." Kata Adam dari telepon. Theo merasa lega setidaknya Bianca tidak selicik itu untuk menghancurkan keluarganya.

"Oh iya, aku juga baru mengetahui dari sekretaris mamaku, jika Lheon selama ini memiliki hubungan bisnis dengan Putra. Mungkinkah penculikan istrimu ada hubungannya dengan Putra?" Lanjut Adam memberikan informasinya kepada Theo.

Mendengar hal itu , Theo mencengkeram erat setir mobilnya.

"Sudah pasti itu ada hubungannya dengan bajingan itu."Jawab Theo dengan geram. Seharusnya ia sudah bisa menebak hal ini dari awal.
"Terimakasih untuk bantuanmu." Kata Theo lalu menutup pembicaraan mereka.

"Tolong bantu aku menyisir seluruh Villa yang ada didaerah yang aku sebutkan tadi. Jangan lewatkan satupun. Periksa semuanya satu persatu . Foto mereka juga sudah aku kirim padamu... Oke. Thanks Bro" Kata Moa menutup pembicaraannya dengan rekannya di kota yang akan dituju oleh mereka.
"Mereka tidak akan berada ditempat yang sama. Putra tidak menyukai orang asing berada bersama dengan dirinya dalam satu atap. Kita akan mendapatkan informasi dari rekanku sebentar lagi." Moa melihat kearah Theo.
"Berapa lama lagi kita sampai?"

"2 jam....." Jawab Theo lalu menginjak gasnya dan mulai menyalip mobil yang berada didepannya ".....Kurang." Lanjut Theo.
-----------------------------------
Adam meletakkan ponselnya setelah menghubungi Theo di atas meja diruang kerja Bianca.

"Apa kamu juga menilai aku orang yang begitu tidak manusiawi?" Tanya Bianca pada Adam . Seakan sudah tidak ada lagi kepercayaan diantara mereka.

"Mengingat kamu membuang anak kita. Iya. Aku sempat memikirkan hal itu." Jawab Adam dengan perasaan bersalah. Bianca menarik nafas panjang dan menyisir rambutnya kebelakang.

"Aku memang memberikan anak kita kepada Theo. Karena aku percaya Theo pasti akan merawatnya. Dia tidak akan pernah tega membuang Bree. Apalagi saat aku tahu dia menikahi wanita itu, walau enggan aku akui, aku merasa lega jika dia yang mengasuh dan merawat Bree. Aku datang kerumah Theo hanya untuk memastikan Bree bahagia disana." Bianca memalingkan wajahnya dari Adam. Berusaha menahan airmatanya yang mulai menerobos keluar dari mata cantiknya.

"Kamu tidak akan mengerti perasaanku. Aku melihat anakku bersama dengan wanita lain dan memanggilnya mama. Bukan padaku. Jhen.. Wanita itu ... Dia tulus menyayangi Bree. Dia bahkan memikirkan hal yang tidak terpikirkan olehku sebelumnya. Aku merasa begitu malu sebagai ibu kandung Bree, aku bahkan tidak mau mempertahakan Bree untuk berada bersamaku, tapi dia bisa. Kamu tahu keluarga kita begitu menakutkan. Keluargamu gila akan harta dan kedudukan. Keluargaku gila akan martabat dan derajat. Apa jadinya jika Bree harus berada didalam keluarga kita yang tanpa kasih sayang dan hanya ada topeng kemunafikkan. Tidakkah kau juga merasa lelah ,Adam?" Bree menatap mata Adam yang sedari tadi hanya diam mendengarkan Bianca berbicara.

"Keluarga Theo berbeda dari kita . Mereka penuh kasih sayang dan saling melindungi. Saat papa Theo datang pada papaku dan meminta bantuannya untuk membantunya , aku hanya ingin memastikan. Kemana Bree harus bernaung. Maka dari itu aku memutuskan untuk melakukan test dna dan juga memberikan pernyataanku untuk hak asuh Bree. Setidaknya aku ingin anakku mendapatkan keluarga yang benar-benar menyayanginya tanpa kepalsuan seperti yang kita alami." Lanjut Bianca penuh keteguhan menatap Adam yang ada dihadapannya.

Adam menundukkan kepalanya,menarik nafas panjang dan mengangkat kepalanya lagi menatap Bianca.

"Apa kita tidak bisa menjadi orangtua yang layak untuk Bree? Kita bisa memulainya kembali." Kata Adam masih mengharapkan dirinya untuk kembali membangun hubungannya bersama Bianca. Bianca tersenyum sinis.

"Bisakah kau meninggalkan keluargamu dan hidup mandiri tanpa bayang-bayang ibumu? Bisakah kamu meninggalkan semuanya? Aku tidak bisa. Kita tidak akan bisa , Adam." Jawab Bianca masam. Adam berdiri dari duduknya dan mendekati Bianca .

"Tidak bisakah kita memulainya lagi dari awal,Bee? Tidak bisakah kita sama-sama belajar untuk menjadi orangtua yang layak untuk anak kita? Aku akan meninggalkan semuanya dan memulai lembaran baru untuk kita jika kamu menginginkannya. " Kata Adam sambil menyentuh tangan Bianca. Bianca terdiam sesaat dan melepaskan tangannya dari Adam.

"Aku mencintaimu . Dan aku membenci diriku sendiri atas perasaanku padamu. Aku tidak ingin terluka lagi ,Adam. Biar kita seperti ini saja. Kita menjalani kehidupan masing-masing dan tenang dengan alur keluarga kita masing-masing. Lepaskanlah Bree , biarkan Theo dan keluarganya yang membesarkan Bree. Jangan membebani Theo dengan hal-hal yang tidak perlu lagi. Dia sudah begitu baik mau menanggung tanggungjawab yang seharusnya kita lakukan." Kata Bianca sambil tersenyum namun matanya mengatakan hal yang berlawanan.
-------------------

Theo dan Moa sampai di villa pribadi milik Lheon. Disana sudah kosong saat rekan Moa yang sudah datang teelebih dahulu menggeledah villa itu. Theo yang sudah begitu lelah dan frustasi ikut masuk kedalam villa itu untuk melihat sendiri jika memang sudah tidak ada orang disana.

"Dia belum lama meninggalkan villa , baru saja rekanku mengatakan jika Lheon sepertinya baru saja pergi ketika anak buah rekanku datang kemari. Sepertinya juga lokasi Putra dan Jhen tidak jauh dari sini. "Kata Moa mengajak Theo untuk segera mencari keberadaan Jhen dan juga Putra.

Theo langsung bergegas mengikuti Moa. Kali ini Moa yang menyetir , baru saja Theo hendak menutup pintu mobilnya, Moa sudah menginjak gas mobil. Moa tidak mau buang-buang waktu dan kehilangan jejak mereka. Moa tidak ingin sahabatnya mengalami hal yang sama seperti saat dulu ia tidak segera menemukan Jhen 7 tahun lalu. Moa menyetir seperti orang kesurupan. Membuat Theo yang kalut dan emosi itu menjadi lebih mengkhawatirkan keselamatanya saat ini. Jika dia mati sekarang , dia tidak akan bisa menyelamatkan Jhen dan juga tidak akan bisa melihat anaknya yang masih dalam kandungan Jhen.

"Moa , bisakah kau menyetir seperti manusia normal?" Tanya Theo sambil berpegangan pada gantungan diatasnya.

"Tidak ada waktu." Balas Moa dengan singkat.
-----------------------

Putra membangunkan Jhen yang sedang tertidur dengan lembut.

"Sayang,ayo bangun . Kita akan berangkat sekarang." Kata Putra sambil membelai lengan Jhen.

Jhen membuka matanya. Sungguh bukan wajah Putra yang ia harapkan ketika ia membuka matanya. Putra membantu Jhen untuk bangun dari tidurnya. Dan dengan enggan Jhen menuruti perintah Putra. Jika ia ingin dirinya dan bayinya baik-baik saja, dia harus mengikuti apapun yang Putra inginkan sementara ini.
Jhen mengikuti Putra untuk keluar dari villa itu . Tepat ketika mereka keluar dari sana mobil Theo sudah berhenti didepan pintu villa.

"Kenapa mereka selalu mengganggu kita?" Tanya Putra dengan raut muka tidak suka .
"Masuklah kedalam." Putra memberikan Jhen pada anak buahnya dan menutup pintu itu tepat dibelakangnya.

Theo turun dari mobilnya begitu juga dengan Moa.

"Mana istriku?" Tanya Theo dengan segerra menghampiri Putra namun dihalangi oleh anak buah Putra.

Dengan segera Theo melayangkan pukulannya kearah pria yang menghalanginya itu . Membuat pria itu jatuh dalam 2 pukulan. Moa juga menghadapi anak buah Putra yang berusaha menghalanginya.

"Disini yang ada hanyalah calon istriku. Dia milikku. " Kata Putra sambil tertawa dan kemudian meninggalkan Theo juga Moa menghadapi anak buahnya. Putra masuk kembali kedalam villa dan segera menarik tangan Jhen dengan kasar .

"Putra,lepaskan aku. Kita tidak mungkin bersama. Hentikan semua ini." Pinta Jhen dengan putus asa. Putra tidak mgindahkan permintaan Jhen dan tetap menyeret Jhen untuk mengikutinya menuju halaman belakang villa. Disana ada sebuah mobil teraprkir di sebelah danau yang sepertinya sudah disiapkan oleh Putra jikalau rencananya tidak berhasil.

"Masuk." Kata Putra dengan kasar memaksa Jhen untuk masuk kedalam mobil itu bersamanya. Tepat saat supir Putra menginjak gas, disaat itu pula rem mobil terinjak dengan tiba-tiba karena Lheon menghalangi mobil mereka.

"Tabrak saja!" Perintah Putra pada supirnya.

"Kalau kau tidak membawaku serta." Teriak Lheon dari luar mobil Pura,lalu Lheon mengeluarkan pistol dari belakang punggungnya.
"Aku akan berbuat nekat,Putra."

Sang supir yang bingung tidak mampu memberi keputusan saat itu. Putra mendesis marah.

"TABRAK!! " Perintah Putra sambil berteriak kepada supirnya. Dengan spontan supir Putra menginjak gas , dan Lheon juga menarik pelatuk pistolnya. Jhen berteriak histeris sambil menutup telinga dengan kedua tangannya sambil menutup matanya. Peluru itu menembus kaca mobil dan mengenai lengan kiri supir Putra . Membuat supir Putra semakin dalam menginjak rem mobil yang akhirnya menabrak Lheon dengan keras,supir Putra mulai tidak sadarkan diri dan membanting setirnya kekanan,tepat kearah danau. Kepala Jhen dengan keras terbentur kaca mobil membuatnya tidak sadarkan diri. Mobil itu melaju dengan cepat menuju danau.

Theo berusaha mengejar ketinggalannya karena harus berhadapan dengan anak buah Putra yang ukurannya lebih besar dan jumlah yang lebih banyak daripada dirinya dan Moa. Theo berlari menuju halaman belakang villa itu dan mendengar letusan senjata api. Membuat kakinya terasa lemas untuk sesaat membayangkan kepada siapa tembakan itu ditujukan. Theo berlari makin kencang dan melihat Lheon terkapar direrumputan dengan kesakitan dan mobil Putra yang jatuh kedalam danau perlahan-lahan tenggelam disana.

Jhen juga berada disana. Theo terjun kedalam danau. Berharap bisa menyelamatkan Jhen sebelum terlambat. Air danau yang keruh dan dingin seperti hembusan angin ditubuh Theo , ia mencari kenel pintu mobil Putra saat melihat Jhen berada didalamnya. Theo menarik dengan sekuat tenaga namun tidak berhasil. Theo bisa melihat air danau mulai memenuhi mobil Putra bagian dalam. Putra tersenyum kearah Theo yang berusaha keras tanpa hasil untuk membuka kenel pintu mobilnya. Putra memeluk Jhen yang sudah tidak sadarkan diri itu , mengisyaratkan bahwa Jhen akan ikut bersamanya jika itu artinya mereka akan mati bersama. Theo kehabisan oksigen dari paru-parunya . Dadanya serasa terbakar. Theo kembali lagi ke permukaan danau dan mengambil nafas. Saat ia mendengar teriakan Moa.

"Theo, gunakan ini." Teriak Moa sambil melemparkan pistol yang tadi digunakan oleh Lheon. Theo menangkap pistol yang dilemparkan oleh Moa. Lalu kembali menyelam kedalam danau. Mobil itu tenggelam makin jauh kedasar danau dan mendarat tepat dipasir didasar danau. Theo mengaitkan kakinya di bebatuan yang ada disana berusaha untuk bisa membidik dengan tepat pelurunya agar tidak sampai melukai Jhen. Theo menarik pelatuk pistol itu sekuat tenaga, peluru itu menembus kaca mobil Putra hanya membuat retakan tanpa memecahkannya. Retakan itu cukup bagi Theo untuk menghancurkan kaca itu dengan pukulan tangannya. Ketika kaca jendela mobil itu sudah memiliki celah yang cukup , Theo memasukkan tangannya kedalam dan meraih kenel pintu mobil dari dalam sambil menarik pintu itu dibantu dengan kakinya.

Putra masih dengan erat memeluk Jhen yang sudah tidak berdaya itu didalam air . Theo menarik tangan Jhen dan menendang tubuh Putra agar menjauh dari Jhen. Beban didalam air yang begitu berat tidak menghalangi Theo untuk memberikan pukulannya pada Putra agar melepaskan istrinya.

Saat Jhen sudah terlepas dari Putra, Theo membawa Jhen kembali ke permukaan. Nafas Theo terengah-engah , paru-parunya meronta mencari oksigen yang ada diudara. Moa membantu Theo menarik Jhen ke tepian danau. Theo yang baru saja naik ketepian danau langsung meraih tubuh Jhen.

"Rekanku sudah memanggil polisi dan juga ambulans." Kata Moa memberitahu Theo jika setelah ini situasi sudah dapat dikendalikan. Theo mengguncang tubuh Jhen, mendengarkan nafas Jhen yang tidak berhembus ditelinganya. Ditempelkan telinganya di dada Jhen yang basah akan air danau. Jantungnya masih berdetak. Theo merebahkan tubuh Jhen diatas rerumputan yang basah dan dingin itu. Tangan Theo mengepal dan menekan dada Jhen beberapa kali,Theo menutup hidung Jhen dan meniupkan udara di bibir Jhen yang terasa begitu dingin. Namun tidak ada reaksi.

"Tidak..Jhen.. Jangan tinggalkan aku.." Kata Theo dengan lirih lalu mencoba CPR nya sekali lagi dan lagi. Jhen terbatuk-batuk sambil memuntahkan air dari mulutnya hingga tubuhnya menyamping . Jhen berusaha mencari udara untuk mengisi rongga paru-parunya yang penuh dengan air. Theo memeluk Jhen sekuat tenaga, seakan Jhen akan menghilang dari hidupnya.

"Kau masih hidup.... Kau harus hidup." Kata Theo berulang-ulang .
----------------------------------

Setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit terdekat. Theo membawa Jhen untuk dirawat dirumahsakit dikotanya. Dia tidak ingin berada satu tempat bersama dengan Putra ataupun Lheon yang masih dalam kondisi kritis dirumah sakit itu.
Polisi dan ambulans datang tepat saat Theo bisa membuat Jhen bernafas lagi. Mereka membantu Lheon dan juga Putra untuk mendapatkan pertolongan medis.
Jhen sudah mendapatkan perawataan khusus. Tapi tidak juga sadarkan diri selama beberapa hari setelah kejadian itu.

"Bagaimana kondisi istri saya?" Tanya Theo pada dokter yang menangani Jhen.

"Kondisi istri anda sudah berangsur membaik. Janinnya juga baik-baik saja. Mereka berdua sudah berjuang dengan hebat sejauh ini." Kata dokter itu kepada Theo yang nampak begitu takut dan khawatir.

"Lalu kenapa menantu saya tidak juga sadarkan diri?" Tanya ibu Theo tidak kalah paniknya dengan Theo.

"Mungkin karena shock dan juga benturan dikepalanya , membuat dia merasa nyaman untuk tetap menutup matanya. Pemeriksakan menyuluruh tadi hasilnya baik semua,tidak ada gegar otak ataupun pendarahan dalam . Terkadang alam bawah sadar seringakali mengambil alih untuk memutuskan cepat atau lambat kesadaaran itu datang." Lanjut sang dokter menjelaskan kondisi Jhen saat ini.

"Kita hanya bisa menunggu dan berdoa agar pasien segera sadar."

Theo memandang Jhen yang terbaring tidak berdaya dengan selang infus ditangannya. Wajah itu tanpa senyuman dan juga tawanya. Theo duduk dikursi disamping tempat tidur Jhen. Menggengam tangan Jhen.
Ayah Theo mengajak istrinya untuk meninggalkan Theo berdua dengan Jhen dikamar inap Jhen.

"Maafkan aku , seandainya aku lebih waspada. Aku tidak sibuk dengan pekerjaanku saja. Ini tidak akan terjadi." Kata Theo sambil mencium tangan Jhen

"Apa kamu tidak rindu padaku? Aku sangat merindukanmu. Kenapa kamu tidak membuka matamu? Apa kamu kecewa padaku? Apa kamu marah padaku? Bangunlah Jhen, marahilah aku jika memang kamu ingin marah , jangan hanya diam dan tertidur seperti ini. Kamu tidak rindu Ceci dan Bree? " Tanya Theo seakan putus asa Jhen tidak juga membuka matanya sampai hari ini. Awalnya ia merasa lega Jhen masih hidup walaupun tidak sadarkan diri.

Namun sekarang ia merasa hampa walaupun Jhen ada bersamanya tapi tanpa senyumannya,tawanya,candanya,dan juga sentuhannya.
Theo menundukkan kepalanya sambil menggenggam tangan Jhen yang ia tempelkan didahinya. Tuhan seperti sedang menghukumnya saat ini .
------------------------------

Ibu Theo dan ayah Theo sedang menunggu diluar kamar inap Jhen . Mereka menunggu Theo keluar dari kamar. Karena sudah waktunya mereka yang menjaga Jhen sementara Theo pulang kerumah untuk berbenah diri ataupun mengepak barang yang akan ia bawa selama menjaga Jhen. Moa juga terkadang datang untuk membantu menjaga Jhen. Dokter mengatakan untuk sering-sering mengajak Jhen berbicara walaupun ia tidak merespon,karena hal itu bisa merangsang alam bawah sadarnya.
Ibu Adam terlihat datang dengan terburu-buru menuju kekamar inap Jhen.

"Apa yang kau lakukan disini?"Tanya ayah Theo. Ibu Adam memberikan selembar kertas panggilan kepolisian untuk Theo kepada kakaknya itu.

"Apa ini?" Tanya ayah Theo sambil melihat isi surat yang dibawa oleh adiknya itu.

"Surat panggilan untuk Theo atas tuntutanku." Jawab ibu Adam dengan malas.

"Theo sedang mendapatkan musibah. Dan kau sebagai bibinya bisa-bisanya menambahkan beban seperti ini pada ponakanmu sendiri?" Ibu Theo sungguh geram dengan apa dilakukan oleh adik iparnya itu. Ibu Adam memandang sinis kearah ibu Theo.

"Musibah Theo adalah urusannya sendiri. Dan masalah cucu kandungku adalah urusanku. Walaupun Adam memutuskan untuk tidak menuntut Theo , tapi aku akan tetap menuntut hak cucu kandungku." Jawab ibu Adam dengan acuh sambil melipat tangan didepan dadanya. Ayah Theo menyobek surat panggilan didepan adiknya yang angkuh itu.

"Menantuku sedang dalam kondisi yang tidak bagus saat ini,anakku sedang berduka. Aku yang akan menyelesaikan semua ini denganmu." Kata ayah Theo dengan tegas dan dingin pada ibu Adam. Ibu Adam mendengus kesal.

"Walaupun kamu menyobeknya, itu akan tetap berlanjut. Dan kamu yang akan menyelesaikannya? Silahkan saja. Lagipula aku juga kasihan dengan keluargamu. Ini semua kan kesalahan kalian sendiri . Memilih menantu yang tidak jelas asalusulnya. Bukannya membawa untung malah membawa musibah. Sebelum ada dia , keluarga kalian baik-baik saja , semuanya aman dan tentram. Tapi coba lihat sekarang...."

Ibu Theo menarik rambut Ibu Adam dengan kasar dan cepat membuat ibu Adam tidak bisa melanjutkan kata-katanya , membuat ibu Adam terjatuh kelantai. Rambut ibu Adam tidak lagi rapi seperrti baru datang tadi.

"Argh.. Maria. Kamu gila !! Apa ini yang kau dapatkan dari menantu kampungmu ? Kau menjadi tidak bermoral. Kau berani mempermalukan aku disini dengan menggunakan kekerasan? " Teriak ibu Adam pada ibu Theo.

"Jangan pernah menghina keluargaku. Kamu kira kamu orang suci? Kamu orang yang terhormat? Seluruh orang tahu betapa dangkalnya pikiranmu dan juga moralmu. Jangankan mempermalukanmu, jika kamu menghina keluargaku lagi ,tidak hanya aku akan menarik rambutmu , akan aku gunting juga lidah tajammu itu." Ancam ibu Theo dengan nafas yang tidak teratur karena emosi .

"Jangan menilai sembarangan pada keluargaku. Aturlah sendiri keluargamu yang berantakan itu . Dan selesaikan masalah yang ditimbulkan oleh suami kebanggaanmu yang membuat menantuku mengalami hal mengerikan seperti ini. JIka sampai menantuku dan juga calon cucuku ada apa-apa setelah kejadian ini. AKU sendiri yang akan mendatangimu dan menghancurkanmu." Lanjut ibu Theo dengan menunjukkan telunjukkan kearah muka ibu Adam.

Wajah ibu Adam terlihat pucat melihat kakak iparnya itu benar-benar mengeluarkan emosinya kali ini. Ibu Theo adalah orang yang terkenal lemah lembut dan juga tidak pernah terlihat marah,ia selalu bisa mengontrol emosinya. Namun kali ini ketika ibu Adam menghina keluarganya dan juga memberikan masalah untuk putranya,ibu Theo seperti induk singa yang mengamuk ketika anaknya didekati oleh musuh.
Ibu Adam berdiri dengan sisa-sisa harga diri yang ada sambil membenahi pakaiannya .

"Aku kemari hanya menyampaikan itu , karena kalian tidak ada dirumah dan kalian juga Theo tidak mau menemuiku. Jadi aku kemari untuk memberikan surat itu padamu." Kata ibu Adam tanpa memandang kearah ibu dan ayah Theo.
"Aku pergi dulu. Tempat ini tidak cocok untukku. Apalagi banyak orang-orang bar-bar sekarang ini disekitarku. Itu tidak baik untuk kesehatan jiwa dan mentalku."

"Memang jiwa dan mentalmu tidak pernah sehat sedari awal. Jangan menyalahkan oranglain." Kata Moa yang sedari tadi bersandar di tembok dekat kamar inap Jhen , mengawasi dari jauh kejadian seru yang baru saja terjadi diantara ibu Theo dan juga ibu Adam. Ibu Adam menoleh dengan cepat kearah Moa dan langsung berikap waspada.

"Banteng gila ini lagi. Aku juga akan membuat perhitungan denganmu." Kata ibu Adam memberanikan dirinya , saat Moa melangkah mendekat secara spontan ibu Adam melangkah mundur dan langsung berjalan cepat meninggalkan tempat itu.
"Aku tidak suka tempat ini. Banyak orang-orang gila berkeliiaran. Apa saja sih yang dilakukan pemerintahan negara ini,kenapa banyak orang gila dibiarkan berkeliaran?" Gerutu ibu Adam sambil terus berjalan cepat meninggalkan area itu.

Ayah Theo mencoba menahan tawanya , ia terkejut melihat istrinya bisa begitu brutal saat menyerang adiknya dan juga ekspresi adiknya saat melihat Moa.

"Tante .. Aku kagum padamu." Kata Moa sambil bertepuk tangan dan menggelengkan kepalanya. Ibu Theo menarik nafas panjang dan tersenyum kepada Moa.

"Tidak ada yang boleh mengganggu keluargaku." Balas ibu Theo sambil mengedipkan mata pada Moa.

"Bagaimana Jhen? Apa sudah ada perkembangan?" Tanya Moa pada ayah dan ibu Theo. Ayah Theo menggeleng.

"Belum. Theo malah lebih parah kondisinya daripada Jhen. Aku bisa merasakan betapa putus asanya Theo saat ini." Kata ayah Theo sambil melihat kearah pintu kamar inap Jhen.
--------------------------------

"Theo ... sayang. Kamu sedang apa ? Kenapa belum bangun? Ini sudah siang. Memangnya kamu tidak bekerja hari ini? Kalau kamu tidak bekerja dan malas begini , kamu bisa bangkrut nanti. Anak-anak kita akan bagaimana nantinya? " Suara Jhen begitu terdengar lembut dan ringan ditelinga Theo.

Theo membuka matanya dan melihat cahaya menyilaukan dari jendela menutupi wajah Jhen dan tubuh Jhen yang memakai gaun tidur putih panjang seakan berbentuk siluet yang membuat Theo merasa rindu. Ini adalah mimpinya, sudah lama ia tidak memimpikan bertemu dengan Jhen. Theo tersenyum , setidaknya mereka bisa bertemu dalam mimpi. Theo memeluk Jhen yang terasa begitu hangat di tubuhnya.

"Aku merindukanmu Jhen. Kamu tidak rindu padaku? Apa kamu marah padaku? Apa kamu sedang menghukumku? Kenapa hukuman ini terasa menyakitkan?" Tanya Theo dengan suara parau tanpa melepaskan Jhen dari pelukannya.

"Tentu saja aku merindukanmu. Iya aku marah padamu,kenapa tidak memberitahuku tentang Adam dan ibunya yang menuntutmu,tapi malah Bianca yang datang memberitahuku. Kenapa lama sekali kamu menjemputku pulang?" Balas Jhen sambil melingkarkan tangannya di pinggang Theo dan membelai punggung Theo yang masih sama seperti dulu mereka berdansa bersama.

"Setidaknya kamu datang dalam mimpiku. Aku .... tidak ingin bangun sekarang dan mendapatimu yang hanya diam saja ketika bertemu denganmu." Kata Theo makin mempererat pelukannya.

"Mimpi dari hongkong? Apa kamu habis mabuk semalam? Ini memang sudah siang. Aku harus terbangun sendiri setelah lama tidak sadarkan diri. Malah melihatmu tidur pulas di sofa , tidur hampir setengah hari. Kenapa tidak seperti di film-film yang aku tonton, ketika pemeran utama sedang tidak berdaya dan terbaring lemah,ia akan bangun sambil ditemani oleh orang yang ia cintai disampingnya. Ini malah aku bangun tapi orang yang aku cintai tidur pulas dan berada di sofa pula" Protes Jhen pada Theo.

Theo mengedip-ngedipkan matanya . Ini bukan mimpi. Theo menjauhkan tubuh Jhen dari tubuhnya , melihat Jhen dengan menyeluruh.

"Ini bukan mimpi? Kamu sudah bangun?' Tanya Theo masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.

"Sudah dari tadi pagi aku bangun. Malah suster yang ada disebelahku,bukannya kamu." Balas Jhen sambil memasang wajah cemberut dan mencubit pipi Theo yang masih belum sadar sepenuhnya itu.

Theo menggelengkan kepalanya ,mengerjapkan matanya berulang kali. Membuat Jhen tidak bisa menahan tawanya. Jhen menangkup wajah Theo yang mulai kasar karena ditumbuhi rambut disekitar dagunya. Jhen mengecup bibir Theo dengan ringan.

"Sudah sadarkah kamu sekarang?" Tanya Jhen sambil tertawa kecil .
"Apa aku tidur terlalu lama?" Lanjut Jhen menatap mata Theo dalam-dalam. Theo memeluk Jhen lagi , tidak bisa menahan airmata yang mulai memenuhi matanya.

"Iya terlalu lama. Kamu sungguh jahat padaku. Tahukah kamu, aku ketakutan setengah mati. Aku akan seperti apa jika kamu meninggalkanku,Jhen?" Kata Theo yang memeluk erat istrinya itu. Jhen membelai punggung Theo dengan penuh kasih sayang.

"Siapa yang akan meninggalkanmu? Bukannya aku mendapatkan larangan untuk meninggalkanmu? Lalu aku akan kemana jika meninggalkanmu . Kamu sudah mengikatku erat-erat dengan banyak aturanmu." Balas Jhen menempelkan kepalanya di dada Theo. Tempat favorit Jhen. Tempat yang begitu nyaman didunia.
"Iya , kamu tidak boleh kemana-mana. Tidak boleh meninggalkanku juga anak-anak. Aku akan mengejarmu kemanapun kamu pergi. Aku akan selalu menemukanmu jika kamu bersembunyi." Kata Theo lalu melepaskan pelukannya dan mencium bibir Jhen. Bibir itu terasa manis dan hangat. Tidak dingin seperti di danau itu.

"Kamu tidak boleh jauh-jauh dariku lagi." Kata Theo sambil menempelkan dahinya pada dahi Jhen.

"Kamu kan juga harus bekerja." Goda Jhen.

"Kamu akan ikut denganku."

"Nantinya perutku akan membesar. Aku bisa mudah lelah."

"Aku akan buatkan kamar khusus nanti ruang kerjaku."

"Anak-anak bagaimana?" Tanya Jhen lagi.

"Mereka juga ikut." Jawab Theo singkat.

"Mereka pasti akan bosan."

"Kalau begitu aku akan berada dirumah saja." Balas Theo acuh.

"Tidak bekerja?"

"Aku akan bekerja dirumah. Adam yang akan mewakiliku di kantor."

"Aku akan bosan melihatmu setelah itu." Goda Jhen.

"Walaupun kamu bosan. Terimalah hukuman itu ,kamu sudah menyiksaku dengan hukumanmu. Itu hukuman yang akan kamu terima seumur hidupmu. Kita akan selalu bersama setiap hari."

"Kenapa aku merasa hukumanku begitu indah?" Tanya Jhen sambil tersenyum lebar.

"Karena itu hukuman untuk membuatku jatuh cinta padamu hingga mau mati rasanya." Jawab Theo lalu membungkam Jhen dengan bibirnya. Ciuman Theo begitu hangat dan dalam, ciuman rindunya pada Jhen dan juga rasa cintanya pada istrinya itu.
--------------------------

Sejak Jhen keluar dari rumah sakit , hingga melahirkan Theo junior yang diberi nama Samuel. Theo benar-benar bekerja dirumah. Masalah dengan ibu Adam juga sudah terselesaikan , karena Adam memilih untuk tidak menuntut Theo lagi soal Bree.

Hari ini adalah acara 3 bulan Sam. Tentu saja yang paling bersemangat membuat acara itu adalah ibu Theo. Ceci , Bree ,dan Sam mengenakan baju yang seragam , spesial dibuat oleh ibu Theo. Hari ini cuaca begitu cerah dengan angin yang menyejukkan. Jhen masih begitu cantik dimata Theo , dengan gaun sederhana berwarna merah muda sambil menggendong Sam , Jhen duduk di rerumputan ditaman belakang bersama dengan Brian dan pengasuhnya. Hari ini Sarah dan keluarga kecilnya juga datang , anak-anak Sarah bermain bersama Ceci. Sarah dan ibu Theo sedang menyiapkan beberapa camilan untuk anak-anak. Rumahnya terasa begitu riuh , namun Theo menyukainya.

"Apa yang kau pikirkan?" Tanya ayah Theo sambil merangkul pundak putranya itu.

"Aku merasa kebahagiaanku begitu banyak disini." Jawab Theo sambil menatap seluruh keluarganya yang berkumpul dirumahnya hari ini.

"Menyenangkan bukan? Kadang bukan masalah apa yang akan dapatkan saja , apa yang kita jaga juga adalah hal yang utama. Tidak hanya soal harta dan status , keluargamu adalah hartamu yang paling berharga dan statusmu ditentukan lewat bagaimana kamu memperlakukan keluargamu. " Kata Ayah Theo.

Theo mengangguk menyetujui apa yang dikatakan ayahnya. Tidak lama datang Adam juga Bianca. Jhen yang mengundang mereka untuk datang. Adam menghampiri Bree yang tengah asik bermain bola dengan perawatnya.

"Hai, masih ingat aku?" Tanya Adam pada Brian yang sudah mulai bisa berlari dan berbicara walaupun tidak begitu jelas. Brian tersenyum lebar manampakkan giginya yang kecil dan rapih itu dihadapan Adam.

"Papa adam .. " Jawab Brian dengan senang lalu mendapatkan pelukan dan ciuman di pipinya oleh Adam. Membuat Brian tertawa geli.

"Anak pintar" Balas Adam lalu menurunkan Brian dan menghampiri Theo yang sedang berdiri bersama dengan pamannya itu. Bianca berjongkok sambil memberikan Brian sebuah kotak besar. Brian memandang Bianca dan tersenyum lebar lagi.

"Mama ..Bee" Kata Brian dengan begitu menggemaskan sambil menerima kotak itu dari Bianca, Bianca tersenyum lalu mengecup pipi Brian dengan sayang .

"Anak mama Bee memang pintar." Puji Bianca pada Brian .

Sejak Jhen kembali kerumah setelah ia tidak sadarkan diri,Jhen mengetahui jika Adam menarik tuntutannya pada Theo. Dan Bianca juga bersedia memberikan hak asuh penuh atas Brian. Jhen mengetahui isi hati Bianca walaupun Bianca tidak pernah mengutarakannya , baik Adam maupun Bianca. Mereka juga menyayangi Brian , hanya saja cara mereka menyayangi Brian berbeda dari Jhen.

Akhirnya Jhen memutuskan untuk membiarkan Bianca dan Adam untuk mengunjungi Brian jika mereka ingin dan mengajari Brian untuk memanggil Adam dan Bianca dengan panggilan mama dan papa.

"Ada hadiah juga untuk Sam dan Ceci. Aku meletakkannya di ruang keluarga. "Kata Bianca pada Jhen. Jhen tersenyum kearah Bianca .

"Terimakasih. Kenapa datang begitu terlambat? " Tanya Jhen sambil melirik kearah Adam lalu kembali pada Bianca.

Bianca berdehem ..
"Kebetulan dia mengajak untuk berangka bersama sekalian untuk membeli hadiah untuk Bree. " Jawab Bianca dengan enggan. Jhen tersenyum dengan jawaban Bianca yang begitu kentara.

"Kenapa kalian tidak memulainya lagi. Kalian juga masih saling mencintai." Kata Jhen memberikan sedikit dorongan pada Bianca.

"Aku tidak mau terluka lagi Jhen." Jawab Bianca singkat .

"Bagaimana kamu tahu jika belum mencobanya, aku dengar dari Theo. Adam sudah banyak berubah. Bahkan ibunya sekarang tidak bisa memerintahkan apapun yang Adam tidak kehendaki." Lanjut Jhen sambil berbisik ditelinga Bianca.

Bianca melirik kearah Jhen, dan menarik nafas panjang.

"Kalau saja kamu tidak sebaik ini padaku. Akan lebih mudah bagiku untuk membencimu." Kata Bianca sambil memutar matanya dan mengalihkan perhatiannya pada Brian lagi.

"Memangnya kamu mau menerima resiko untuk membenci Jhen?" Tanya Moa dari belakang yang baru saja datang bersama dengan Jo dan keluarganya.
"Dia lagi." Bianca menghela nafas .
"Aku tidak mau berurusan denganmu dihari yang indah ini." Kata Bianca sambil menggendong Brian.

Moa dan Bianca memiliki sedikit cerita ketika sedang berada dirumah sakit saat Jhen sedang tidak sadarkan diri. Mereka juga bertemu ketika Jhen melahirkan Sam. Mereka sering memiliki pendapat yang berbeda namun mereka sebenarnya memiliki sifat yang sama.

Dari kejauhan Theo tersenyum melihat istrinya ang sedang berkumpul dengan Bianca dan Moa.

"Apa kamu sedang berusaha memperlihatkan rasa cintamu yang membosankan itu pada istrimu didepanku?" Sindir Adam . Theo menoleh kearahnya.

"Tentu saja. Jangankan kamu,semua orang harus tahu itu." Balas Theo . Adam mendengus kesal akan jawaban Theo.

"Lheon mendapatkan hukumannya bulan lalu setelah sidang terakhir. Dan Putra mendapatkan hukuman seumur hidup." Kata Adam pada Theo. Senyuman diwajah Theo menghilang seketika.

"Aku sudah tahu itu. Putra diketahui juga telah membunuh seorang wanita penghibur dan juga melakukan banyak kejahatan lainnya. Tentu saja ia harus menanggung hasil dari perbuatannya."Kata Theo sambil memasukkan tangannya kesaku celananya.

"Kalian bisa hidup dengan tenang sekarang." Ucap Adam dengan tulus.
"Terkadang aku iri melihat keluargamu." Kata Adam sambil menyapukan pandangannya keseluruh keluarga Theo yang berkumpul hari ini.

"Kenapa kamu tidak memulainya kembali dengan Bee?" Tanya Theo

"Dia menolakku hampir sejuta kali ,Theo. "

"Kejar teus jika memang kamu benar-benar mengingkinkannya." Kata Theo dengan semangat .
"Apa kamu ingin aku beritahu cara mengikatnya agar kepelukanmu dan tidak akan pergi? Aku melakukan itu pada Jhen . Dan lihatlah hasilnya." Theo mengedipkan matanya pada Adam. Adam terdiam dan merasa penasaran.

"Apa itu?" Tanya Adam yang akhirnya tidak bisa menahan rasa penasarannya. Theo mendekatkan dirinya pada Adam dan mulai membisikkan sesuatu ditelinga Adam.

"Paksa dia untuk menikah denganmu." JawabTheo dengan singkat .

Ekspresi Adam sungguh seperti orang yang kosong pikirannya. Rasanya seperti mendengarkan nasehat dari orang yang gila. Lalu Adam menggelengkan kepalanya dan meninggalkan Theo begitu saja.
"Hei itu benar-benar akan berhasil" Teriak Theo pada Adam yang hanya mendapatkan balasan lambaian dari tangan Adam.

Hari semakin gelap. Anak-anak juga sudah lelah dan bebrapa sudah mulai terlelap. Jhen dan Theo menikmati kebersamaan mereka setelah hari yang melelahkan ini. Mereka duduk ditepian kolam renang di halaman belakang. Kaki mereka terendam di air kolam yang memantulkan sinar dari lampu taman .

Jhen menyandarkan kepalanya dipundak Theo , Theo melingkarkan tangannya dipundak Jhen sambil menikmati bunyi hewan-hewan malam dimusim kemarau ini.

"Apa kau merasa lelah?" Tanya Theo sambil mengecup puncak kepala Jhen.

"Lelah , tapi begitu menyenangkan. Sarah dan suaminya mengundang kita untuk berlibur kerumahnya jika Ceci sudah libur sekolah nanti." Kata Jhen sambil memainkan jari Theo yang berada di pangkuannya.

"Kita akan kesana begitu Ceci libur sekolah." Jawab Theo.
"Adam sepertinya akan melamar Bee lagi, aku harap mereka bisa bahagia bersama." Ucap Theo dengan tulus.

"Bee perempuan yang baik. Dia sebenarnya berhati lembut. Hanya saja lebih didominasi oleh ego dan harga diri saja." Kata Jhen mengingat bagaimana sebenarnya Bianca dimatanya. Theo tersenyum mendengar kata-kata istrinya itu.

"Kau tahu , Sayang. Aku merasa bersyukur setiap harinya . Memiliki orangtua hebat seperti orangtuaku dan juga mendiang mamamu. Memilikimu dan juga anak-anak. Aku merasa memiliki segalanya dalam genggamanku." Kata Theo sambil mengecup tangan Jhen dengan mesra.

Jhen melihat wajah suaminya yang diterangi oleh cahaya remang lampu taman dan juga bias cahaya dari kolam. Tangan Jhen menyentuh lembut wajah suaminya itu .

"Yang aku tahu adalah aku mendapatkan hadiah begitu besar dan hebat dalam hidupku. Memilikimu, anak-anak dan juga keluargamu yang menyayangiku. Terimaksih sudah hadir dalam hidupku." Mata Jhen menyorotkan perasaan cintanya yang begitu dalam pada Theo. Theo menyentuh tangan Jhen yang berada di wajahnya.

"Terimakasih , my Jhen . Sudah membiarkanku masuk kedalam hatimu , dan memiliki semuanya hari ini ." Kata Theo lalu mencium hangat Jhen dibawah sinar bulan yang terang dan angin yang menyejukkan keduanya.
---------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience