Bab 14

Romance Completed 1452

Akhirnya hari itu Theo dan Jhen resmi menjadi pasangan suami dan istri secara hukum. Jhen melihat Theo yang kini sudah menjadi suaminya,ia mengenakan setelan jas berwarna coklat tua yang pas melekat ditubuh Theo yang tinggi dan berpostur sempurna. Kemeja berwarna putih yang menutup dada Theo yang bidang juga punggunnya yang lebar,dihiasi dasi bercorak elegan berwarna lebih gelap dari jasnya. Rambut Theo di sisir rapi kebelakang seperti biasanya. Memperlihatkan kontur wajah Theo yang maskulin dan bersih. Jhen suka melihat cara Theo tersenyum lebar sampai memperlihatkan barisan giginya yang rapi juga garis di sudut mata Theo yang terlihat begitu menawan yang muncul ketika Theo tersenyum ataupun tertawa.

Jhen merasa bahagia,lelaki itu adalah suaminya kini. Dia juga menjadi ayah dari anaknya. Namun ia juga merasa takut. Takut jika benar-benar akan mencintai Theo,sementara di hati Theo ada oranglain. Membayangkan hal itu,senyum bahagia Jhen seolah menghilang bagai air yang menguap ke udara.
Theo melihat Jhen tersenyum padanya sesaat kemudian senyuman itu hilang,Jhen memalingkan wajahnya saat ibu Theo mengajaknya berbicara. Theo tidak menyukainya,cara senyuman Jhen hilang padanya.
Theo suka cara berpakaian Jhen. Membalut sempurna tubuh mungilnya dan memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang indah. Warna khaki nampak bagus dipakai oleh Jhen,seolah menyatu dengan warna kulit Jhen. Tapi Theo tidak suka cara para pria yang terus memandang dan melirik istrinya selama mereka berada kantor catatan sipil itu. Setelah semua urusan administrasi selesai. Theo menghampiri Jhen sambil melepaskan jas yang ia kenakan. Lalu memakaikan jasnya menutupi pundak Jhen yang terlihat sedikit terbuka itu. Sebenarnya pakaian Jhen tidak begitu terbuka,hanya saja warna pakaian Jhen yang membuat pundak Jhen terlihat begitu menggoda. Jhen melihat Theo dengan wajah penuh tanya.

"Bukannya kemarin kamu tidak enak badan?" Kata Theo menjawab pertanyaan dari ekspresi bertanya di wajah Jhen yang menaikkan alisnya setelah Theo memakaikan jasnya pada tubuh Jhen. Jhen ingat kemarin sewaktu mereka dalam perjalanan pulang dari rumah sakit,wajah Jhen memerah karena perlakuan Theo sebelumnya. Theo mengira dia sedang tidak enak badan.

"Oh itu,tidak.." Balas Jhen sambil hendak melepaskan jas Theo dari tubuhnya. Jas yang Theo berikan padanya terasa hangat,hangat tubuh Theo,Jhen merasa seperti dirinya dipeluk oleh Theo. Namun Theo langsung menyentuh tangan Jhen yang akan melepaskan jasnya dan malah merapatkan bagian atas jas itu di dada Jhen dengan lembut.

"Ac disini dingin. Nanti kamu bisa sakit." Potong Theo lembut sambil tersenyum. Theo mendekatkan wajahnya ketelinga Jhen.
"Kamu disini kan untuk menikah,bukan untuk menggoda laki-laki lain." Sambung Theo. Suara Theo yang rendah dan berat itu terasa menggelitik ditelinga Jhen,nafasnya juga terasa di lehernya. Membuat Jhen menahan nafasnya untuk sesaat. Wajahnya memerah,jantungnya berdetak cepat seperti lari estafet jarak panjang.
Jhen melangkah mundur satu langkah ke belakang,tapi kedua tangan Theo menahannya tetap berada pada tempatnya. Theo tersenyum hangat pada Jhen,kemudian merangkul pundak Jhen.

"Kita kerumah sekarang?" Tanya Theo pada ayahnya.

"Iya,tadi juga sudah kita siapkan semuanya untuk acara hari ini." Jawab ayah Theo.
------------------------------------------------

Acara berlangsung dikediaman orangtua Theo. Dan yang dimaksud sederhana bagi ibu Theo tidak sesederhana dalam bayangan Jhen. Acara itu digelar didekat kolam renang didalam rumah yang luas. Dengan pemandangan taman bunga yang indah mengelilingi sekitaran kolam itu. Ketika itu hari sudah senja,cahaya temaram yang menyinari disambut dengan cahaya lampu-lampu bohlam kecil yang tergantung di atas tempat itu. Ditepi kolam sudah tertata meja persegi panjang bertatakan kain satin berwarna rosegold senada dengan kursi yang juga berselimutkan kain satin rosegold. Diatasnya sudah tertata rapi piring-piring lengkap dengan peralatan lainnya. Lilin-lilin berjajar rapi sepanjang meja makan. Bunga mawar putih tertata cantik didalam vas keramik bernuansa gold.

Diseberang meja makan tersedia dapur terbuka lengkap dengan juru masak di masing-masing menunya. Para pelayan dengan seragam rapi juga sudah berbaris di sebelah meja makan dan dapur terbuka itu.

"Aku tidak tahu makanan kesukaan Jhen,ibunya dan Ceci. Jadi aku meminta mereka untuk menyajikan beberapa menu berbeda hari ini." Kata ibu Theo menyapukan pandangannya pada Jhen, mama Jhen dan Ceci.

"Kami sangat berterimakasih atas kebaikan kalian pada kami. Ini lebih daripada cukup." Balas mama Jhen dengan tersenyum pada ayah dan ibu Theo.

"Jangan begitu sungkan,kita keluarga sekarang." Kata ayah Theo lalu mempersilahkan semuanya untuk duduk dimeja makan.

Ketika makanan disajikan,Jhen melihat sekitar dan tidak melihat Ceci.

"Ceci mana?" Tanya Jhen sambil melihat sekitarnya.

"Tadi sesampainya disini,dia minta bertemu Bree. Sekarang mungkin Ceci sudah ada dikamar Bree." Jawab Theo sembari mengambil potongan daging asap untuk Jhen. Jhen mengangguk dan mengambil garpu dan pisau disamping pirinya.

"Terimakasih" ucapnya pelan pada Theo yang sudah memberikan daging asap padanya.

Mereka berdua tidak sadar sedang diawasi oleh ayah dan ibu Theo dan juga mama Jhen. Yang ikut berbahagia melihat Theo dan Jhen bersama.

"Theo,tadi katanya ada yang ingin kamu berikan pada Jhen?" Tanya ayah Theo ditengah-tengah acara makan malam itu. Membuat semua yang ada disana melihat kearahnya. Theo kemudian mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Sebuah kotak kecil berbahan bludru berwarna biru tua. Dibukanya kotak itu,Jhen melihat sepasang cincin berada ditengah-tengah kotak. Sepasang cincin emas putih dengan model simple ,salah satunya memiliki mata berlian kecil berwarna merah muda. Theo mengambil cincin bermata berlian merah muda itu dari tempat nya,meletakkan kotak itu di meja,meraih tangan kanan Jhen dan mengenakannya di jari manis Jhen. Cincin itu begitu pas dengan ukuran jari Jhen seolah memang dibuat untuknya. Jhen terlalu terkejut untuk berkata-kata. Jhen hanya bisa melihat dengan terkejut cincin yang disematkan Theo di jarinya sambil menutup mulutnya dengan tangan kirinya. Theo mengambil cincin satunya lagi dan memberikannya pada Jhen. Jhen menerimanya dan menyematkan cincin itu di jari manis Theo.

Ibu Jhen tiba-tiba memberikan tepuk tangannya untuk Theo dan Jhen yang kemudian disusul ayah Theo dan mama Jhen. Mama Jhen ikut bertepuk tangan sambil menyeka airmatanya yang mendadak menetes. Ia merasa bahagia sekali hari ini,bisa melihat putrinya mendapatkan seorang pria yang mencintainya dan cucunya,yang akan menjaga mereka berdua.

Setelah makan malam,musik mengalun dari speaker yang terpasang disudut dinding pintu kaca pembatas antara ruangan dalam dan area kolam renang itu.
Theo berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangannya pada Jhen,mengajak Jhen untuk berdansa. Jhen tertawa kecil.

"Aku tidak bisa berdansa." Kata Jhen merasa malu pada kekurangannya itu. Theo tersenyum simpul.

"Aku akan mengajarimu." Balas Theo lembut.

Jhen menerima uluran tangan Theo yang langsung digenggam lembut oleh Theo. Jhen berdiri dari duduknya mengikuti langkah Theo agak menjauh dari meja makan.
Theo melingkarkan tangan kirinya di pinggang Jhen,merapatkan tubuh Jhen pada tubuhnya. Membuat Jhen mendongak melihat wajah Theo dari jarak yang begitu dekat. Tinggi tubuh Theo membuat Jhen harus mendongak untuk bisa melihat wajahnya. Tangan kanan Jhen melingkar di leher Theo dengan lembut. Tangan kanan Theo meraih tangan kiri Jhen,mengenggamnya lembut. Sorot mata Theo begitu lembut. Musik yang mengalun begitu menghipnotis Jhen. Entah musik itu atau kedekatan mereka atau sorot mata Theo yang rasanya bisa merasuk kedalam diri Jhen. Jhen hanya bisa menikmati semuanya seperti naik komedi putar. Jhen mengikuti setiap langkah Theo. Sesekali ia melihat ke bawah untuk memastikan kakinya bergerak sesuai dengan gerakan Theo. Saat kaki Jhen tidak sengaja menginjak kaki Theo,Jhen mendongak melihat wajah Theo mengernyit sedikit,lalu Jhen tersenyum meminta maaf pada Theo. Dia tidak bisa menahan senyumnya saat melihat ekspresi Theo ketika kakinya terinjak oleh kaki Jhen. Mata Theo menyipit kearah Jhen. Sorotnya kali ini berbeda,Jhen tidak bisa membaca sorot apakah itu. Theo menghentikan gerakan dansanya dengan Jhen. Tangannya makin erat merapatkan mereka berdua. Theo bisa merasakan pinggang Jhen yang ramping ditangannya. Pinggang Jhen begitu mungil,begitu menggoda Theo. Tangan kanan Theo tidak lagi menggenggam tangan Jhen. Tangan kanannya berpindah kebelakang kepala Jhen,mendekatkan wajah Jhen padanya. Bibir Theo mencium manis bibir Jhen dengan tiba-tiba namun lembut.

Mata Jhen terbelalak,dia terkejut namun juga terhanyut manisnya ciuman Theo. Rasanya seperti menyesap wine favoritnya. Begitu manis dan memabukkan. Nafas Theo terasa panas menerpa pipi Jhen. Jhen melingkarkan tangan kirinya juga di leher Theo. Jhen memejamkan matanya,membalas ciuman Theo. Tangan kanan Theo turun ke punggung Jhen. Makin membuat mereka makin dekat.

"Manisnya mereka." Kata ibu Theo pada mama Jhen. Ibu Theo melihat mama Jhen menyeka air matanya lagi.

"Apa kamu tidak bahagia mereka bersama?" Tanya ibu Theo dengan hati-hati. Mama Jhen menggeleng .

"Aku sangat bahagia." Jawab mama Jhen lalu menggenggam tangan ibu Theo.
"Terimakasih sudah melahirkan putra seperti Theo untuk putriku. Terimakasih mau menerima Jhen dalam keluargamu." Ucap mama Jhen,air matanya menetes lagi. Ibu Theo memeluk mama Jhen.

"Jhen wanita yang baik,Theo mencintainya. Dia juga adalah menantuku,tentu saja dia adalah anakku juga. Ceci anak yang manis dan juga sopan,aku menyukainya walaupun dia anak angkat Jhen. Kamu tidak perlu khawatir. Kami pasti akan menyanyangi mereka seperti dirimu." Kata ibu Theo menenangkan mama Jhen.

Malam yang indah bagi semuanya. Ditemani sinar bulan dan lampu-lampu mungil. Juga musik yang menghanyutkan. Malam itu tidak turun hujan. Cuaca juga sangat cerah. dengan semilir angin yang menyejukkan. Jhen merasa sedang terbang ke negeri dongeng. Dia hanya berharap ini semua bukan mimpi dan berlangsung selamanya.
-----------------------------------------------

Sejak pagi tadi Putra sudah mabuk dirumahnya. Kemudian pergi ke sebuah bar untuk menenangkan pikirannya. Dia tahu Jhen dan Theo akan mendaftarkan pernikahan mereka. Putra tidak punya ruang untuk bergerak. Anak buah Moa benar-benar bersiaga. Moa adalah orang yang berbahaya,Putra tidak akan menganggap enteng Moa sebagai musuhnya.
Putra hanya bisa mengawasi Jhen lewat orang-orang suruhannya. Dia sungguh tidak terima bila Jhen harus jatuh kedalam pelukan lelaki lain. Tapi sekarang Jhen sudah menjadi istri oranglain.

"Tidak apa-apa. Berbahagialah sekarang. Nanti akan ada waktunya dia kembali padaku." Kata Putra sambil menenggak minuman keras dari slokinya.

"Karena dia milikku. Sampai dia mati dia milikku. Tidak boleh ada yang memilikinya selain aku. Jika dia tidak kembali padaku,maka dia harus mati ditanganku bersama denganku. Dengan begitu kami tidak akan terpisahkan selamanya." Gumam Putra lalu melihat kearah seseorang disebelahnya.

Seorang gadis penghibur di bar itu dengan postur tubuh sama seperti Jhen. Putra tersenyum senang. Bangkit dari duduknya di kursi bar itu dengan terhuyung-huyung. Meraih pundak gadis itu,membalikkan tubuhnya dan memeluknya dengan erat.

"Kamu datang,Jhen." Kata Putra sambil tersenyum senang,mencium rambut gadis itu. Sang gadis tersenyum,mengira dia mendapatkan seorang pelanggan hari ini. Gadis itu memeluk balik Putra.

"Aku tahu kamu akan kembali padaku. Kamu akan meninggalkan laki-laki itu,kembali padaku.." Lanjut Putra tanpa menyadari jika itu bukan Jhen.
"Hanya aku yang pantas untukmu,hanya aku yang bisa mencintaimu."

Gadis itu mengangguk,dia tahu Putra sudah mabuk berat dan itu adalah santapan istimewa untuknya. Sepertinya pelangganya kali ini adalah seseorang yang patah hati,seorang yang mudah untuk dijadikan pundi-pundi uangnya.
Putra ingin melihat wajah Jhen yang ada dipelukannya namun kepalanya terasa terlalu berat untuk berdiri lagi.
Gadis itu menahan tubuh Putra yang tengah mabuk berat itu.

"Aku sudah memilihmu. Lalu bagaimana sekarang?" Tanyanya dengan suara mendesah di telinga Putra. Putra tersenyum senang,sekarang Jhen sudah sadar dan akhirnya kembali padanya.
Merasa tidak mendapatkan jawaban dari pelanggan tampannya,gadis itu membisikkan kata-kata ditelinga Putra lagi.

"Apa kita harus kehotel sekarang?" Bisik gadis itu lagi. Putra mengangguk senang.

Dengan bantuan security,gadis itu berhasil membawa Putra kedalam sebuah taxi menuju ke hotel. Selama perjalanan,Putra mengira yang bersamanya adalah Jhen. Jhen sudah bersamanya tanpa harus ia berbuat hal-hal yang tidak diperlukan dan berbahaya lagi. Putra sama sekali tidak melepaskan tangannya dari gadis itu.

Mereka sampai dihotel berbintang dan mereka memesan kamar deluxe.

Cahaya matahari dari kaca jendela besar kamar hotel itu membuat kepala Putra terasa sakit. Putra bangun dari tidurnya. Dan melihat sekelilingnya. Dalam diam ia berusaha mengingat apa yang dia lakukan semalam. Bagaimana dia bisa berada disini. Dia sedang berada di bar. Lalu Jhen ada disana. Mengingat itu,Putra melihat kesebelahnya. Dilihatnya gadis itu bukan Jhen. Siapa dia? Mana Jhen?
Gadis itu tertidur lelap dan tidak mengenakan apapun selain selimut hotel yang menyelimutinya dan dirinya. Putra juga melihat dia tidak mengenakan apapun.

"Apa yang sudah aku lakukan? Jhen tidak boleh tahu. Jika dia tahu aku bersama oranglain,dia akan lari lagi dariku dan tidak akan kembali lagi padaku." Kata Putra pada dirinya sendiri. Pikirannya mulai kacau lagi.

Putra terdiam,melihat kearah bantal ditempat tidur itu, Putra turun dari tempat tidur dan mengenakan celananya kemudian mengambil bantal di tempat tidur itu lalu membasahinya di kamar mandi hotel. Kemudian menekannya diwajah gadis penghibur itu. Gadis itu yang tadinya tertidur pulas langsung meronta-ronta. Dia mencakar tangan Putra sampai tangan Putra berdarah oleh cakarannya berusaha melepaskan dirinya dari bekapan Putra. Namun Putra tidak bergeming. Semakin gadis itu meronta,semakin dalam Putra membekap wajah gadis itu.

"Kamu..kamu juga akan menghalangiku dan Jhen. Kamu penghalang... Dan aku akan menyingkirkanmu .. Jhen tidak boleh tahu tentang kita. " Kata Putra dengan pelan namun matanya benar-benar mengerikan.

Matanya terlihat bahagia dan bibirnya tersenyum lebar ketika gadis itu meronta-ronta kesakitan tidak bisa bernafas. Sampai cengkraman gadis itu di tangan Putra mengendur dan terkulai. Gadis itu sudah tidak bergerak sama sekali.
Dilepaskannya bantal basah yang ia genggam dari wajah gadis itu. Dilihatnya gadis itu tidak bergerak . Untuk memastikannya lagi,Putra meletakkan jarinya di hidung gadis itu. Dia sudah mati,tidak bernafas.
Putra dengan panik turun dari tempat tidur hotel itu. Memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Berjalan mondar mandir di sekitar tempat tidur itu sambil sesekali melihat kearah gadis yang sudah tidak bernyawa itu.

"Ini salahmu sendiri,kenapa kamu menjadi penghalangku dan Jhen." Kata Putra pada tubuh tak bernyawa itu.
"Tapi,bagaimana aku bisa keluar dari sini? Tanpa ada yang tahu aku sudah bersama dia? Bagaimana membuang mayatnya?" Tanya Putra pada dirinya sendiri.

Putra berhenti dari mondar-mandirnya dan langsung mengambil ponselnya. Ia menghubungi pamannya. Pamannya pasti akan membereskan setiap masalah yang ia sebabkan.
-----------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience