Bab 11

Romance Completed 1452

Pikiran Jhen melayang entah kemana. Malam ini Jhen sedang menyanyi di sebuah resto hotel lain. Konsentrasinya sungguh tidak konstan.
Haruskah dia menerima tawaran Theo? Dia tidak mau mengambil peran sebagai pengganti di hati Theo sementara hati Theo untuk wanita lain. Dia ingin mengasuh Brian,tapi dia juga memiliki hidup sendiri dengan anak kandungnya. Keluarga Theo adalah keluarga terpandang,selama ini Jhen hanya berani memandang kagum pada Theo dari jauh. Tapi untuk bersanding dengan Theo,memang sering diimpikan Jhen,namun kali ini ia merasa sangat rendah diri untuk berdampingan dengan Theo. Dia bukan dari keluarga terpandang,hidupnya juga tidak sesempurna kehidupan Theo. Masalalunya juga rumit. Jika harus menjadi istri Theo,Jhen malah lebih merasa takut jika Theo mengetahui masalalu yang bahkan tidak ingin diingat Jhen lagi. Lalu Theo akan membencinya. Sepertinya Jhen harus memikirkan bagaimana jalan keluar dari masalah ini.
Setelah menyelesaikan penampilannya,Jhen beristirahat sejenak di balkon resto dengan partnernya malam ini. Seperti biasa,Jhen menyalakan rokoknya. Seperti menemukan surganya sendiri.

"Kenapa Jhen? Hari ini sepertinya kamu tidak bisa berkonsentrasi. Banyak salah nada tadi." Kata partner Jhen yang juga ikut menyalakan rokoknya.

"Tidak apa-apa , aku hanya meresa sedikit lelah. Mungkin butuh piknik." Jawab Jhen dengan nada bercanda. Partner Jhen tertawa.

"Pergilah berpiknik ,Jhen. Daripada tidak berkonsentrasi seperti tadi. Jarang sekali kamu melakukan salah nada. Aku saja sampai heran tadi. Lagu standart saja sampai kamu lupa liriknya."
"Iya , mungkin memang aku membutuhkan pergi piknik . Otakku rasanya lelah." Kata Jhen sambil menghembuskan asap rokoknya dan menengadah melihat langit malam ini yang kelabu seperti kabut di otaknya hari ini.

"Makanya carilah pasangan hidup secepatnya. Biar ada yang menemanimu. Biar tidak kerja saja yang kamu lakukan ." Sindir partnernya.
Kenapa partnernya harus berkomentar tentang pasangan padanya disaat otak Jhen sedang menghadapi kemacetan dengan ide Theo yang membuatnya galau. Jhen hanya melirik sinis kearah partnernya.
Kemudian seorang bartender muda mendatangi Jhen,menepuk pundak Jhen pelan. Jhen langsung menoleh kearahnya.

"Hai,Jo" Sapa Jhen pada pemuda itu. Jo bekerja di hotel tempat Jhen menyanyi dan juga bekerja untuk beerhouse Moa.

"Tadi aku sempat melihat Putra disini ketika kamu tampil. Apa perlu aku mengantarkan kamu pulang?" Bisik Jo ditelinga Jhen. Jhen langsung merinding mengetahui Putra ternyata mengikutinya selama ini.

"Iya,Jo. Antarkan aku pulang nanti. Kamu selesai kerja jam berapa?" Tanya Jhen makin cepat menghisap rokoknya.

"Sekitar dua jam lagi. " Jawab Jo sambil melihat jam tangan sporty nya. Jhen mengangguk .

"Aku tunggu disini ya setelah kamu selesai kerja?"

"Oke, Jhen." Balas Jo lalu mengangguk menyapa partner Jhen kemudian kembali ke areanya.

Moa adalah orang yang sangat hati-hati. Dia adalah ketua preman di kota itu. Banyak anak buah Moa yang tersebar dimana-mana,terutama di tempat Jhen bekerja seperti hotel,resto,cafe,pub. Moa sudah mendapatkan peringatan tentang kehadiran Putra lagi ketika itu. Sudah pasti Moa akan bersiaga dengan memberitahukan anak buahnya untuk menjaga Jhen dan keluarga Jhen. Dulu Moa pernah hampir membunuh Putra karena mengajak Jhen untuk mati bersama. Tapi dihentikan oleh Jhen yang akhirnya membuat Moa dipenjara selama enam bulan lamanya. Putra tidak akan berani mendekatinya jika dia terus bersama anak buah Moa.

Putra memang mengikuti kemanapun Jhen pergi sejak saat mereka bertemu lagi di resort milik Theo. Dia juga mengetahui dimana rumah Jhen. Sekolah Ceci. Dan apapun yang Jhen lakukan. Ia tidak menyerah soal mendapatkan Jhen kembali. Walaupun ketika Theo mengaku sebagai suami Jhen,Putra tidak mempercayainya. Dia juga menyelidiki sampai ke catatan sipil. Sampai mengetahui Jhen belum menikah dan anaknya didaftarkan sebagai adiknya dalam kartu keluarga. Malam ini Jhen tampil di sebuah resto milik hotel teman Putra. Sengaja Putra memandangi Jhen dari meja yang Jhen tidak bisa melihatnya. Lalu tanpa sengaja Putra melihat salah satu anak buah Moa , teman baik Jhen yang hampir membunuhnya dulu.

"Sialan. Kenapa anak buah si iblis itu ada disini?" Batin Putra lalu beranjak meninggalkan resto itu.
----------------------------------------
Jhen menerima pesan bila Jo menunggunya di depan lift ground. Jhenpun langsung menuju lift dan menekan tombol G pada dinding lift. Sesampainya di lantai dasar. Pintu lift terbuka dan Jhen langsung keluar dari lift. Betapa terkejutnya Jhen. Seseorang mendekap tubuhnya dari belakang. Secara spontan Jhen menyerang orang itu dengan melayangkan pukulan dengan sikunya dan menjauh dari orang itu. Jhen berbalik dan melihat itu adalah Putra.

"Kamu.."

Putra langsung memeluk erat Jhen dan tidak peduli sekuat apapun Jhen meronta ingin lepas dari pelukannya.

"Kamu rindu aku kan? Aku juga Jhen. Setelah semuanya beres,kita akan bersama-sama lagi." Kata Putra tanpa peduli Jhen memukul-mukulnya. Putra malah tersenyum senang menerima pukulan Jhen.

"Kamu gila Put. Aku tidak merindukan kamu. Aku tidak cinta padamu , Put. Lepaskan aku." Teriak Jhen,tubuhnya mulai terasa dingin,takut akan apa yang akan dilakukan Putra setelah ini. Dengan putus asa,Jhen menendang tulang kering Putra yang akhirnya membuat Putra melepaskan pelukannya dari Jhen.
Jhen bertanya-tanya dimana Jo. Kenapa dia tidak ada disana. Kenapa malah psikopat ini yang ada disini.
"Iya .. aku gila.. iya aku psikopat. Semuanya karna kamu Jhen. Aku melakukannya untuk kamu,untuk kita." Kata Putra sambil memegangi kakinya yang ditendang Jhen tadi. Putra maju mendekati Jhen dengan cepat,meraih wajah Jhen dan mencium bibir Jhen. Jhen memalingkan wajahnya dan mendorong Putra dengan sekuat tenaga. Tenaganya kalah dengan ketakutannya dan kekuatan Putra. Tiba-tiba Putra menjauh dari Jhen dan tubuh Putra dengan keras terhempas ke dinding sebelah lift.


Adam datang ke hotel ketika ingin berkunjung ke bar favoritnya. Sebenarnya bar di resort Theo adalah favoritnya,tapi dia sedang tidak ingin bertemu dengan Theo. Dia tidak ingin memikirkan masalah Bianca dan anak mereka. Dia sudah pusing masalah dengan keluarganya. Setelah memarkirkan mobilnya,Adam berjalan ke arah lift. Dilihatnya seseorang wanita sedang disudutkan oleh seorang pria. Sepertinya pertengkaran pasangan kekasih. Namun sang wanita meronta dan si lelaki memaksa menciumnya. Dilihatnya dengan seksama itu adalah Jhen,penyanyi yang biasa tampil di resort Theo. Mungkin saja ini adalah percobaan pemerkosaan. Adam melangkah cepat kearah mereka dan menarik tubuh Putra kemudian melayangkan tinjunya di wajah Putra hingga Putra terhempas ke dinding sebelah lift.

"Siapa lagi sekarang Jhen? Apa dia suamimu juga?" Tanya Putra sambil melihat kearah Jhen yang terlihat pucat dibalik tubuh Adam. Adam melihat kearah Jhen yang bertatapan marah kearah Putra dengan wajah pucat dan tubuhnya terlihat gemetaran sampai harus bersandar pada dinding dibelakangnya.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Adam pada Jhen. Jhen melihat Adam,berusaha memfokuskan pikirannya.

"Tidak." Jhen menggeleng.

"Apa kamu kenal dengan dia? Apa dia mengganggumu?" Tanya Adam lagi pada Jhen. Jhen mengangguk dengan tubuh yang masih gemetar.
Adam melihat kearah Putra lagi. Putra tersenyum lebar.

"Aku kekasihnya. Ini urusan kami. " Kata Putra sambil mendekati Adam. Adam tidak suka dengan sikap dan ekspresi Putra. Adam menegakkan badannya,bersiap akan menghajar Putra lagi jika dia mencoba berulah lagi.

"Bukan,dia bukan kekasihku." Kata Jhen dengan lantang. Jhen menggenggam kemeja pada punggung Adam.
" Bawa aku pergi dari sini. Kumohon." Ujar Jhen dengan suara lirih. Adam mendengarnya tanpa menoleh kearah Jhen.

Jhen tidak mengenal lelaki yang menolong dirinya saat ini. Dia hanya merasa aman dari Putra ketika ia datang.
Putra mengepalkan tangannya dan melayangkan kearah Adam,namun ditangkis oleh Adam. Dan Adam mengepalkan tangan memukul perut Putra. Membuat Putra membungkuk kali ini. Lalu melayangkan lagi tinjunya kepelipis Putra.

"Kau salah mencari lawan." Kata Adam ketika Putra sudah tersungkur dilantai tak berdaya. Kemudian Putra menggandeng tangan Jhen.
"Ayo kita pergi." Ajak Adam menggenggam tangan Jhen yang sedingin es dan gemetar. Jhen mengikuti langkah Adam yang berjalan menuju mobil Adam. Belum sampai disana,sebuah mobil berhenti didekat mereka. Dan pengemudinya keluar dari sana.

"Jhen?" Kata Jo memanggil nama Jhen. Jhen menoleh kearah Jo,melepaskan tangannya dari Adam.

"Itu Jo temanku" Kata Jhen pada Adam.
"Terimakasih sudah membantuku." Lanjut Jhen sambil tersenyum kepada Adam.

"Katanya kamu menunggu di resto ,kenapa malah disini? Aku sudah mencarimu kemana-mana. Aku sudah takut kamu bertemu orang gila itu lagi." Wajah Jo benar-benar khawatir pada Jhen.

"Dia sudah bertemu dengan orang gila itu tadi. Untung aku datang lalu menghajarnya." Kata Adam tiba-tiba membuat Jhen dan Jo melihat kearahnya. Rasanya Jhen tidak asing dengan kalimat provokatif Adam ini.

Adam mendongakkan kepalanya memberi isyarat untuk melihat kearah depan lift. Jo melihat kearah Putra yang masih duduk dilantai sambil memandang kearah mereka sambil tersenyum lebar. Putra menaikkan dua jarinya sambil mengarahkan kematanya dan kemudian kearah Jhen. Menandakan dia akan selalu mengawasi jhen. Jo sudah akan menghampiri Putra,namun dihentikan oleh Jhen.

"Jo,jangan mencari masalah. Aku tidak mau kamu menerima akibatnya seperti Moa dulu." Jhen menarik tangan Jo sambil melihat Jo dengan mata memohon.
"Antar aku pulang Jo. Aku lelah hari ini." Pinta Jhen. Jo menghembuskan nafasnya dengan emosi. Jika Jhen tidak menghentikannya tadi. Sudah habis nyawa Putra pastinya.
"Ayo naik ke mobilku." Kata Jo pada Jhen. Lalu Jo melihat ke Adam.
"Terimakasih bro untuk bantuannya" Ucap Jo sambil menjabat tangan Adam. Adam membalas jabatan tangan Jo sambil tersenyum.

"Dengan senang hati bro" Balas Adam. Menghajar Putra tadi sekaligus membuatnya senang bisa melampiaskan kekesalannya selama ini. Jo membukakan pintu untuk Jhen lalu menutupnya dan berjalan memutar ke kursi pengemudi.
Mereka lalu meninggalkan area parkir dan juga Adam. Adam melihat kearah tangannya yang terasa perih,sepertinya pukulannya tadi lumayan hebat sampai tangan Adam terlihat merah dan lecet. Adam melihat kembali kearah Putra. Namun dia sudah tidak ada disana,Adam melihat sekeliling area parkir itu namun dia sudah tidak terlihat dimanapun itu. Sayang sekali pikir Adam. Jika dia mau menyerang lagi dengan senang hati Adam akan melayaninya.

"Dia perempuan yang menarik juga." Gumam Adam sambil mengingat ketika Jhen masuk kedalam mobilnya mengira Adam adalah supir taxi online. Lalu sekarang dia menolong Jhen yang sedang mendapat masalah dengan pria gila. Dan sepertinya Jhen tidak mengenali dirinya.
-------------------------------------------------------------------------------------

Hari ini terasa melelahkan bagi Jhen. Raganya lelah,pikirannya lelah,jiwanya juga lelah. Ingin rasanya setibanya dirumah,Jhen merebahkan diri ke tempat tidur dan memejamkan matanya. Jo sudah pergi setelah mengantarkan Jhen pulang. Sepertinya juga Jo akan segera melapor kepada Moa. Jhen harus mempersiapkan mental menerima semua omelan Moa besok.

Besok. Kalimat itu terasa berat saat Jhen ingat dia harus memberi keputusan pada Theo. Dia sudah merasa lah untuk berpikir. Saat melewati kamar Ceci,Jhen membuka pintu kamar Ceci untuk melihat putrinya yang tidur. Itu ritual malam yang selalu dilakukan Jhen ketika ia harus tampil di malam hari. Jhen melihat pundak Ceci yang naik turun dengan cepat. Ceci menangis dalam balutan selimutnya. Jhen menghampiri Ceci dan menyentuh pundak Ceci.

"Kenapa sayang? Kamu sakit? Atau ada yang menggangumu di sekolah?" Tanya Jhen pelan. Berharap putrinya mau menjawab. Ceci membalikkan badan dan membuka selimutnya,menampakkan wajahnya yang sendu berhias airmata dan matanya yang sembab karena menangis. Ceci pun bangkit untuk duduk dan berusaha mengatakan sesuatu pada ibunya itu.

"Mama sudah pulang?" Tanya Ceci sambil sesenggukkan. Jhen mengangguk lalu membelai rambut putri tercintanya itu.

"Bulan depan akan ada acara disekolah. Acara pekan olahraga..." Ceci berhenti sejenak karena nafasnya yang tidak teratur akibat tangisannya.
" Semua anak harus datang dengan orangtuanya. Kata Gladis,aku tidak bisa ikut. Karena aku tidak punya orangtua." Curhat Ceci sambil menyeka airmatanya.

"Anak siapa sih Gladis itu? Selalu saja cari gara-gara." Batin Jhen merasa jengkel dengan kata-kata dari teman Ceci itu.

"Bukannya kamu punya mama. Mama juga selalu datang di acara sekolah Ceci. Kenapa bisa dibilang tidak punya orangtua?" Tanya Jhen sambil ikut menyeka airmata Ceci dengan punggung tangannya.

"Katanya aku anak haram. Aku tidak punya papa seperti teman-teman yang lain." Airmata Ceci meluncur lagi. Jhen mengusap lagi airmata Ceci. Kalimat itu sungguh memberi garam pada luka hati Jhen. Bukan salah Ceci datang kedunia ini,kenapa harus Ceci yang jadi korban dengan kata-kata seperti ini? Jhen menahan dengan sekuat tenaga agar airmatanya tidak ikut keluar.

"Siapa yang bilang anak haram?" Tanya Jhen dengan lembut pada Ceci.

"Semua anak-anak dikelasku ma. Mama-mamanya teman-temanku juga." Jawab Ceci dengan polosnya.

"Dasar mulut-mulut sampah. Nanti pasti aku kasih pelajaran kalau sampai aku ketemu mereka." Pikir Jhen. Namun masih menahan emosinya didepan Ceci.

"Sayang,anak haram itu tidak ada. Mereka itu hanya iri sama Ceci. Lainkali kalau ada yang bilang seperti itu sama Ceci,langsung bilang saja ke bu guru. Atau tidak usah Ceci dengarkan." Kata Jhen dengan sabar.

"Ma,anak haram itu apa? Kata teman-teman anak haram itu yang tidak punya papa. Yang seharusnya tidak ada didunia ini dan nantinya masuk neraka." Ujar Ceci matanya mulai berkaca-kaca lagi.

"Ih mereka itu sok tahu. Anak haram itu tidak ada sayang. Yang masuk neraka itu yang berkata anak haram itu." Jhen berusaha memberi pengertian sederhana pada putrinya.
"Kenapa aku tidak punya papa,Ma?" Tanya Ceci polos. Kali ini Jhen bingung untuk menjawab.

"Tapi Ceci punya mama sama oma."

"Tapi aku suka iri ma lihat teman-temanku yang punya papa. Aku juga ingin punya papa,Ma." Pinta Ceci pada Jhen. Hati Jhen terasa diremas-remas mendengar kalimat putrinya. Jhen memeluk putrinya dengan sayang. Mencium puncak kepala Ceci. Tidak kuasa menahan airmatanya.
"Iya sayang. Nanti ya. Mama akan carikan Ceci papa yang sayang sekali sama Ceci." Jawab Jhen dengan nada agak bergetar menahan laju air matanya.

Semua yang terjadi bukan salah Ceci. Meskipun banyak orang menyalahkan kehadiran Ceci dalam hidup Jhen. Tapi Jhen tidak pernah menyalahkan Ceci. Baginya Ceci adalah hidupnya. Sebuah hadiah dari Tuhan untuk dirinya.
Dan rasanya Jhen sudah memilih untuk menerima tawaran Theo. Setidaknya dia punya hal untuk dinegosiasikan dengan Theo besok.
----------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience