Bab 13

Romance Completed 1452

Perlakuan kedua orangtua Theo sangat membuat Jhen nyaman dan juga merasa tidak nyaman secara bersamaan. Mereka menjamu Jhen dengan baik walaupun itu dirumah sakit. Mereka juga sama sekali tidak menanyakan latar belakang Jhen. Walaupun Jhen tahu sebenarnya mereka ingin mengetahui latar belakang Jhen,namun tidak ingin mengutarakannya.

Setelah hari menjelang sore ,Jhen baru bisa pulang dari rumah sakit. Sesuai perkataan ibu Theo,Brian ikut pulang bersama ibu Theo. Dan Jhen diantarkan pulang oleh Theo.

Jhen masih terserang euforia pelukan Theo tadi. Dan sekarang mereka berduaan lagi didalam mobil. Tiba-tiba Jhen merasa hawa dalam mobil terasa panas.

"Apa Theo tidak menyalakan AC nya?" Tanya Jhen dalam hati,melirik kearah pengatur suhu AC mobil Theo. AC menyala dalam suhu sedang.

"AC nya nyala,tapi kenapa rasanya panas sekali?" Jhen masih berkutat dengan pikirannya sendiri.

Theo melihat Jhen yang sedang melihat kearah pengatur AC mobilnya. Wajah Jhen terlihat merah. Secara spontan Theo memeriksa suhu tubuh Jhen dengan menempelkan tangan kirinya di dahi Jhen. Reaksi Jhen adalah seketika itu menjauh dari sentuhan Theo.

"Kamu sakit? Demam?" Tanya Theo terlihat khawatir. Jhen menggeleng.

"Tidak Pak. Mungkin karena AC nya kurang dingin." Jawab Jhen sambil menunjuk kearah kisi-kisi AC mobil Theo. Theo mengernyitkan keningnya.

"Ini sudah dingin kok." Kata Theo menempelkan punggung tangannya di depan kisi-kisi AC mobilnya.
"Wajahmu merah. Apa sedang demam? " Tanya Theo lagi. Jhen menggeleng dengan cepat.

"Tidak,Pak. Mungkin karena kurang tidur semalam." Jawab Jhen dengan asal.

"Mulai sekarang,panggil namaku saja." Kata Theo kurang menyukai cara Jhen memanggilnya.

"Apa? Tapi.."

"Panggil saja namaku atau mau memanggilku dengan sebutan 'sayang' ?"

"Sepertinya nama saja,Pak." Jawab Jhen dengan cepat. Theo melihat kearahnya.
"Theo." Ralat Jhen seketika. Theo terlihat tersenyum senang dengan reaksi Jhen.

"Kenapa tidurmu tidak nyenyak semalam? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Theo mencoba memancing Jhen dengan harapan Jhen akan menceritakan insiden semalam padanya.

"Oo.. Tidak. Tidak ada apa-apa." Jawab Jhen cepat sambil memutar-mutar cincin di jari telunjuknya lagi.

"Apa yang harus aku katakan pada ibumu nanti?" Tanya Theo mulai serius.

"Aku ... Sejujurnya aku juga bingung harus berkata apa pada mamaku. Jika jujur mungkin mama tidak akan merestui. Tapi berbohongpun besok mamaku dan orangtuamu akan bertemu." Kata Jhen terlihat frustasi saat hendak membawa Theo kehadapan ibunya lalu mengatakan mereka akan menikah secara hukum besok.
"Mungkin lebih baik kita jujur saja dan katakan saja kalau...kita tidak direstui maka dari itu kita mengadopsi Bree. " Lanjut Jhen. Theo menggelengkan kepalanya mendengar ide Jhen.

"Aku saja yang bicara dengan ibumu." Theo mulai menyusun strateginya didalam pikirannya sendiri.

"Bagaimana? Apa yang mau kamu katakan nanti? " Tanya Jhen penasaran. Theo tersenyum hangat kearah Jhen sambil menyetir.

"Percayakan padaku." Ucap Theo dengan percaya diri.
-----------------------------------------------------------------------------

Mama Jhen terkejut sekaligus senang melihat Jhen pulang bersama dengan seorang laki-laki yang kemudian dikenalkan padanya.

"Ma,ini Theo." Jhen mengenalkan Theo pada mamanya.
"Theo,ini mamaku" Kata Jhen pada Theo. Theo menjabat tangan mama Jhen dengan senyuman khasnya.

"Maaf,tante tidak menyiapkan apa-apa untuk tamu hari ini. Jhen ga bilang kalau akan bawa tamu." Kata mama Jhen dengan malu. Theo tersenyum kepada mama Jhen.

"Tidak apa-apa. Tidak perlu repot." Theo tidak melupakan sopan santunnya ketika datang kerumah Jhen.

Mama Jhen mempersilahkan Theo untuk duduk di sofa ruangtamu. Theo melirik Jhen,mengisyaratkan agar Jhen tidak mengganggu pembicaraannya dengan mama Jhen. Jhenpun langsung masuk kedalam kamarnya dengan enggan. Didalam kamarnya,Jhen menguping pembicaraan antar ibunya dan juga Theo. Ia menempelkan telinganya dekat dengan pintu kamarnya.

"Maafkan kedatangan saya yang tiba-tiba ini. Saya kemari karena ingin menikahi putri Ibu" Kata Theo tanpa basa-basi. Membuat Jhen yang menguping dikamarnya benar-benar terpaku. Jantungnya seperti akan keluar dari rongga tenggorokannya. Mama Jhen juga tampak terkejut dengan perkataan Theo.

"Apa? Saya tidak salah dengar? Kamu mau menikahi Jhen? " Tanya mama Jhen seakan tidak percaya akan apa yang didengarkannya. Dia lelaki tampan dengan tinggi badan yang semampai dari penampilannya bisa dilihat juga dia orang berada. Mama Jhen terlihat ragu.

"Iya,Bu. Sebenarnya kami sudah dekat sejak Jhen melakukan longtrip di singapura dulu." Kata Theo lagi meyakinkan mama Jhen.

Jhen tidak tahu darimana Theo tahu dia pernah melakukan longtrip ke singapura setahun lalu. Jhen mengingat-ingat lagi. Pernahkah mereka bertemu disana? Sebelum Jhen mulai tampil di resort Theo, Jhen memang melakukan longtrip ke singapura selama hampir 9 bulan lamanya. Kemudian Jhen kembali ke indonesia dan memulai penampilannya lagi setahun terakhir ini di resort Theo. Disanalah Jhen pertama kali bertemu Theo. Sebelumnya dia tidak pernah bertemu dengan Theo. Jhen penasaran lalu menempelkan telinganya lagi di daun pintu kamarnya.

"Jhen sama sekali tidak pernah bercerita soal itu." Mama Jhen mulai merasa ragu.

"Kami memang merahasiakannya. Karena Jhen juga bekerja di resort saya. Tidak akan nyaman jika ada yang mangetahui hubungan kami disana. Hal itu juga akan mempengaruhi kinerja Jhen di lingkungan entertaint."Theo menjabarkan alasannya. Membuat mama Jhen mulai bisa memahami situasi mereka.
"Sebenarnya kami juga memang merencanakan akan menikah,tapi orangtua saya memiliki beberapa kesalahpahaman. Jadi kami memutuskan untuk mempercepat pernikahan kami." Lanjut Theo.

"Kesalahpahaman?" Tanya mama Jhen dengan perasaan khawatir yang nampak jelas di wajahnya.

"Iya,semua karena Putra yang tiba-tiba datang menemui Jhen ketika di resort." Kata Theo memulai cerita yang dia susun,tidak sepenuhnya bohong. Ekspresi mama Jhen terlihat sangat terkejut mendengar nama Putra disebutkan oleh Theo,wajahnya mulai terlihat pucat pasi. Theo melihat situasi ini sesuai dengan naskah dalam otaknya selama perjalanan tadi.

"Dia baru pergi setelah kami mengatakan padanya bila kami sudah menikah. Kemudian orangtua saya mendengar hal itu. Merekapun salah paham soal status kami dan meminta kami menikah secara resmi." Theo melanjutkan perkataannya pada mama Jhen.

"Apa kamu tahu Jhen memiliki seorang putri?" Tanya mama Jhen menatap Theo serius. Theo menganggukkan kepalanya.

"Saya tahu,Ceci berusia 6tahun saat ini. Saya juga memiliki seorang anak. Bree,yang pernah saya titipkan pada Jhen dulu." Ujar Theo sambil menatap lurus kepada mama Jhen. Mama Jhen terkejut dan juga merasa senang saat tahu bila Brian adalah anak Theo dan nantinya akan menjadi anak Jhen juga.
Siasat Theo untuk menyetarakan status antara Jhen dan dirinya mulai berhasil pada mama Jhen. Terlihat dari cara mama Jhen menghembuskan nafas lega.

"Orangtuamu tahu soal Ceci?"

"Saya akan mencari cara untuk memberitahu orangtua saya soal Ceci. Dan Ceci akan memiliki status sebagai anak kami juga nantinya." Janji Theo pada mama Jhen. Mama Jhen terdiam sejenak.

"Lalu ibu dari anakmu?" Tanya mama Jhen,takut kalau-kalau Jhen hanya menjadi pelarian saja.

"Saya juga belum pernah menikah. Ibu dari Bree melarikan diri,waktu itu Bree saya titipkan pada Jhen sementara agar saya bisa memastikan waktu yang tepat untuk mengatakan pada kedua orangtua saya. Tapi kesalahpahaman itu terjadi. Orangtua saya mengira Jhen adalah ibu kandung Bree" Jawab Theo dengan jujur.

Mama Jhen memalingkan wajahnya kearah pintu kamar Jhen yang tertutup. Masadepan putri dan cucunya setidaknya akan bisa lebih baik jika menikah dengan pemuda yang saat ini berada di hadapannya.

"Apa kamu mencintai putriku? Apapun yang dia alami di masalalu,kamu akan tetap menerimanya dan menjaganya?" Mama Jhen kembali menatap Theo.

Jhen menanti apa jawaban dari Theo pada mamanya.

Dengan yakin Theo mengangguk pada mama Jhen.
"Iya. Kami juga sudah berjanji akan bersama apapun yang akan terjadi." Jawab Theo dengan tegas. Hati Jhen terasa seperti mentega yang dicairkan. Ucapan Theo bukan dusta ataupun karangan. Memang mereka sudah menyepakati syarat yang mereka ajukan masing-masing. Termasuk syarat dari Theo bahwa tidak akan ada perceraian dalam pernikahan mereka nantinya. Walaupun hal yang dikatan Theo pada mamanya bukan hal yang bohong,tapi semuanya itu juga bukan berarti Theo mencintainya.

"Orangtua saya juga menyukai Jhen. Mereka tidak akan mengintimidasi Jhen."

"Baguslah,setidaknya Jhen akan memiliki keluarga yang lebih baik dan juga suami yang akan mencintai jhen apa adanya dan menjaganya. Selama ini dia sudah terlalu berat menopang semua beban hidupnya sendirian. Sudah waktunya kamu bahagia,Jhen." Kata mama Jhen dalam hati.

"Kapan pernikahan kalian dilakukan secara resmi?" Tanya mamaJhen.

"Besok. Orangtua saya juga akan menemani kami disana. Mama Jhen seketika merasa panik.

"Besok? Apa tidak bisa diundur lagi? Aku belum ada persiapan apapun."

"Ibu tidak perlu melakukan persiapan apapun,semuanya sudah disiapkan oleh orangtua saya. Setelah dari catatan sipil,ibu hanya perlu datang dengan Ceci kerumah kami untuk perayaan kecil-kecilan." Kata Theo menenangkan kepanikan mama Jhen. Mama Jhen menghembuskan nafas lega sekaligus merasa malu. Bahkan ketika Jhen menikahpun,ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk putrinya.

"Setelah kami resmi menikah, kami akan tinggal sementara dirumah orangtua saya. Nanti setelah rumah saya selesai direnovasi,ibu dan Ceci bisa ikut tinggal bersama kami." Kata Theo memberitahukan soal bagaimana mereka akan tinggal nantinya pada mama Jhen.
"Saya juga meminta Ibu untuk merahasiakan soal Bree dari orangtua saya. Takutnya nanti mereka akan shock." Pinta Theo pada mama Jhen.

Mama Jhen mengangguk menyanggupi permintaan Theo. Mama Jhen merasa terlalu banyak menuntut untuk Theo ,apa salahnya jika hanya menuruti satu permintaan dari Theo.
"Lalu bagaimana dengan Ceci? Aku akan memperkenalkannya sebagai siapa pada orangtuamu?" Mata mama Jhen menunjukkan rasa penuh harap. Theo berusaha memutar otaknya lagi.

"Apa boleh Ceci dikenalkan sebagai anak angkat Jhen untuk sementara ini?" Tanya Theo dengan hati-hati. Mama Jhen merasa itu bukan ide yang buruk,setidaknya Ceci diakui sebagai anak Jhen dimata orangtua Theo.

"Tidak apa-apa, Theo. Setidaknya Ceci akan mendapatkan status anak dimata orangtuamu." Jawab mama Jhen penuh rasa terimakasih pada Theo.

Jhen juga mendengar jawaban Theo. Ini pertama kalinya seorang pria mau menerima anaknya. Selama ini pria-pria yang mendekatinya hanya menginginkan bersama dirinya saja,tidak anaknya. Jhen merasa terharu terlepas Theo tulus atau tidak dalam mengatakannya. Mata Jhen terasa mulai buram oleh airmatanya,Jhen mengusap airmatanya yang hendak menetes. Dia merasa terlalu sentimentil akhir-akhir ini.

"Oma,aku pulang. " Terdengar suara Ceci yang baru pulang sekolah memasuki rumah. Theo melihat seorang gadis kecil berambut ikal,bermata coklat lebar seperti mata Jhen,hidungnya mancung dan berlesung pipit di pipi kanan dan kirinya. Gadis kecil itu tersenyum melihat Theo. Mama Jhen berdiri menghampiri Ceci,mengenalkan Ceci pada Theo. Theo juga berdiri dari duduknya,tersenyum melihat kearah Ceci.

"Theo,ini Ceci." Kata mama Jhen pada Theo. Mama Jhen melihat Ceci dengan sayang.
"Ceci ini ... Calon papa kamu." Nada suara mama Jhen sedikit bergetar menahan harunya. Mata Ceci melebar dan tersenyum lebar melihat neneknya dan juga Theo secara bergantian.

"Aku punya papa sekarang?" Tanya Ceci tidak percaya tanpa menyebunyikan senyumannya yang lebar. Mama Jhen mengangguk sambil tersenyum mengiyakan pertanyaan Ceci. Ceci melompat kecil dengan senang sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Airmatanya terlihat mengalir di pipinya yang merah merona karena reaksinya akan memiliki seorang papa dalam hidupnya.
Theo mengangkat kedua tangannya dengan lebar sejajar tulang rusuknya kearah Ceci. Ceci dengan bahagia berlari kearah Theo,memeluk Theo erat-erat. Wajahnya menempel diperut Theo,Theo membalas pelukan gadis kecil itu.

"Aku punya papa sekarang. Aku punya papa." Kata Ceci berulang-ulang dengan bahagia. Theo membelai rambut ikal Ceci yang lembut.

"Kamu bahagia?" Tanya Theo pada Ceci. Ceci tidak melepaskan pelukannya dari Theo,ia hanya mengangguk dengan cepat berulang-ulang. Theo merasa bahagia ketika melihat Ceci menyambutnya sebagai ayah barunya.

Jhen keluar dari kamar,melihat pemandangan anaknya yang bahagia mendapatkan ayah yang selama ini dia damba-dambakan. Theo yang juga mau menerima Ceci dan menyambut Ceci dengan hangat. Hatinya merasa hangat dan bahagia. Mungkin memang bukan keputusan yang salah dia menerima tawaran Theo.
Lama,baru Ceci melepaskan pelukannya dari Theo. Kemeja Theo basah oleh airmata Ceci. Theo menekuk kakinya dan berjongkok didepan Ceci. Mengusap airmata Ceci dengan jarinya.

"Kenapa menangis? Apa kamu tidak suka punya papa?" Tanya Theo. Ceci menggeleng

"Bukan,aku bahagia." Jawab Ceci sambil terisak. Ceci menatap mata Theo.
"Boleh aku memanggil 'papa' ?" Tanya Ceci penuh harap.

"Tentu saja boleh." Balas Theo sambil tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang tertata rapi.

"Aku senang punya papa. Nanti teman-temanku tidak akan memanggilku anak haram lagi. Karena aku punya papa." Kata Ceci dengan polos.

"Siapa yang mengatakan hal seperti itu padamu? Nanti biar papa kasih pelajaran." Ucap Theo seolah-olah jengkel dan mengepalkan tangannya ke udara. Ceci tertawa melihat ekspresi ayahnya.

"Aku punya papa yang akan membelaku kalau ada yang menjahiliku sekarang." Kata Ceci dengan bangga.
Theo membelai puncak kepala Ceci.

"Tenang saja,siapapun yang menjahilimu akan berhadapan dengan papa sekarang." Ucap Theo membesarkan hati Ceci. Theo melihat jam tangannya.
"Aku pamit dulu. Masih banyak yang harus disiapkan untuk besok." Kata Theo kemudian berdiri dan berpamitan dengan mama Jhen. Ceci menarik kemeja Theo.

"Papa tidak tinggal disini?" Tanya Ceci

"Nanti setelah semua urusan beres,kita akan tinggal bersama ya?" Balas Theo menyentuh pipi Ceci. Kemudian Theo meninggalkan rumah Jhen di antarkan oleh Jhen,Ceci dan mama Jhen hingga depan pagar rumah. Saat hendak membuka pintu mobil,Ceci berlari kearah Theo. Membuat Theo memalingkan wajahnya kepada Ceci. Dan membungkuk untuk mengetahui apa yang diinginkan Ceci. Theo terkejut saat Ceci memeluk lehernya lalu mencium pipi Theo kemudian melepaskannya.

"Papa hati-hati yah." Kata Ceci dengan polos seperti seorang anak yang tidak mau kehilangan mainan baru yang lama diinginkannya. Untuk sejenak Theo terdiam. Dia tidak pernah memiliki seorang anak,hidupnya hanya seputar pekerjaan dan keluarganya saja. Sejak merelakan Bianca,dia tidak pernah bermimpi akan memiliki keluarganya sendiri.Saat ini dia akan menikah dengan seseorang dan memiliki 2 anak sekaligus. Dalam situasi rumit ini. Seorang anak perempuan kecil seperti mencuri hatinya. Dia merasa bahagia ketika anak itu dengan kegembiraan yang luar biasa menyambutnya dan merasa membutuhkannya. Mungkin karena Theo tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penyayang dan toleran,dia juga akhirnya memiliki naluri untuk menjadi orangtua walaupun anak itu bukan anak kandungnya.

"Besok kita akan bertemu dirumah oma dan opa yang ada disana ." Kata Theo lembut. Theo menegakkan tubuhnya dan melihat Jhen memandangnya dengan tatapan yang membuat hatinya terasa hangat,jantungnya juga mulai tidak berirama lagi detaknya. Theo memalingkan wajahnya dari Jhen dan langsung masuk kedalam mobilnya. Meninggalkan rumah Jhen.

Jhen merasa berterimakasih dalam hatinya kepada Theo. Entah itu sungguhan ataupun pura-pura. Karena sudah membuat Ceci begitu bahagia. Ceci tidak pernah sebahagia ini sebelumnya. Ketika Jhen melihat wajah Theo sebelum dia pergi,Theo malah memalingkan wajahnya begitu saja dari Jhen. Apakah Theo merasa terbebani dengan kehadiran Ceci? Atau Theo mungkin merasa lelah hari ini. Dia harus menghemat tenaga dan fikirannya hari ini. Besok adalah sebuah hari yang panjang. Hari pernikahannya yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
------------------------------------------
Jantung Jhen berdebar-debar menatap wajahnya di depan cermin. Hari ini adalah pernikahannya dengan Theo. Secara hukum,hari ini adalah hari terakhirnya menjadi seseorang yang bebas dan akan menjalani kehidupan sebagai istri Theo di sepanjang hidupnya nanti. Jhen merias wajahnya yang mungil dengan makeup minimalis,sederhana namun menawan. Rambutnya ditata rapi,dibiarkan tergerai dengan dihiasi jepit rambut mutiara berbentuk persegi panjang mengikat setengah rambut Jhen yang panjang sepinggang berwarna hazelnut nampak seperti tirai jendela dalam dongeng-dongeng pengantar tidur. Karena dia akan menikah disebuah kantor sipil,ia memilih mengenakan pakaian yang ia sukai. Sebuah setelan sederhana berwarna khaki, berlengan panjang, berpotongan agak rendah menampakkan kulit leher dan sedikit kulit pundaknya yang bersih dan lembab, roknya berbentuk span sepanjang bawah lutut dengan belahan samping sepanjang 4cm diatas lutut Jhen,membentuk sempurna tubuh Jhen yang mungil dan menampakkan setiap lekukan sempurna tubuh Jhen. Untuk sepatunya,Jhen lebih memilih mengenakan stiletto dengan tinggi 5cm berwarna putih susu. Jhen mengamati dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sudah sempurnakah penampilannya hari ini? Apa yang dia kenakan terlalu sopan? Atau ia harus mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai? . Jhen melihat kearah jam dinding , dia tidak ada waktu untuk mengganti pakaiannya. Theo dan keluarganya sudah menunggu di kantor catatan sipil.
Jhen berangkat dari rumah bersama mamanya dan juga Ceci diantarkan oleh supir Theo yang sudah datang untuk menjemput mereka dengan tepat waktu.

Untuk kesepuluh kalinya Theo melihat jam tangannya dan melihat kearah gerbang masuk kantor catatan sipil. Walau ekspresinya tampak tenang,namun ibunya tahu ia sedang gelisah menanti Jhen.

"Memangnya Jhen akan kabur?" Goda ibu Theo pada putranya yang sedari tadi menunggu kedatangan Jhen didepan pintu masuk kantor catatan sipil.

"Seharusnya mereka sudah sampai 15menit lalu." Kata Theo pada ibunya.

"Mungkin juga masih macet. Inikan jam istirahat makan siang. Kenapa kamu tidak menghubungi Jhen saja ?" Tanya ibu Theo dengan sabar tapi juga ikut melihat kearah gerbang masuk,berharap melihat mobil yang membawa Jhen dan keluarganya datang. Theo mengangguk dan mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya. Saat hendak menekan nomer ponsel Jhen di ponselnya,ibunya menepuk pundaknya.

"Itu mereka sudah datang." Kata ibu Theo dengan antusias. Mobil yang mengantarkan Jhen dan keluarganya memasuki area kantor itu dan berhenti tepat di depan tempat Theo dan ibunya menunggu sejak tadi. Pintu mobil terbuka disebelah kanan terlebih dahulu. Mama Jhen keluar dari sana mengenakan terusan berlengan 3/4 berwarna putih sepanjang lututnya. Rambutnya yang berwarna hitam mengkilap di gelung dengan sederhana dan sempurna . Lalu disusul Ceci yang memakai gaun berwarna pink,berhiaskan bunga-bunga kecil tersebar di seluruh atas dan rok gaun yang melebar seperti rok balerina dan rambut ikalnya di gelung keatas dengan beberapa helai rambut ikalnya yang bandel mencuat di beberapa sisi membuat Ceci nampak seperti malaikat kecil yang langsung mencuri perhatian ibu Theo.

"Halo siapa namamu?" Tanya ibu Theo pada Ceci.

"Ceci." Jawab Ceci sambil tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi depan atasnya yang hilang 1.

"Cantik sekali." Kata ibu Theo sambil mencubit pipi Ceci dengan lembut.
"Panggil saja aku 'oma' sama seperti kamu memanggil oma mu" Lanjut ibu Theo dengan penuh kasih.

Theo sudah menjelaskan tentang status Ceci pada kedua orangtuanya semalam setelah kembali dari rumah Jhen.
Rasanya ada ruang yang benar-benar luas untuk bernafas bagi mama Jhen saat melihat perlakuan ibu Theo kepada Ceci saat itu. Jhen sudah berada ditempat yang benar sekarang,kalaupun ia harus meninggal saat ini. Dia merasa tidak akan ada penyesalan lagi.

"Aku punya dua oma?" Tanya Ceci tanpa malu memperlihatkan giginya yang tanggal 1 itu.

"Kamu juga punya Opa. Dia sedang berada didalam,nanti kita akan menemuinya. Juga ada adik Bree." Jawab ibu Theo lembut. Ceci tampak melihat kanan kiri dan sekitarnya.

"Mana Bree,Oma?" Tanya Ceci dengan kecewa.

"Bree ada dirumah. Dia sedang tidak enak badan,nanti Ceci ikut kerumah Oma dan ketemu sama Bree." Ibu Theo berusaha meredakan rasa kecewa Ceci karena tidak melihat Brian disana. Ibu Theo menegakkan badannya dan menyapa mama Jhen penuh kehangatan.

"Senang bertemu denganmu." Kata ibu Theo lalu memeluk mama Jhen.
"Terimakasih sudah memberikan restumu untuk pernikahan anak kita." Ucap ibu Theo melepas pelukannya dan menggenggam erat kedua tangan mama Jhen. Mama Jhen tersenyum tak kalah hangatnya dengan ibu Theo.

" Kenapa saya harus tidak merestui. Ketika mereka saling mencintai." Jawab mama Jhen melihat kearah Theo yang sedang berjongkok didepan Ceci,mereka berbincang seperti ayah dan anak yang akrab. Mama Jhen melihat ibu Theo. Sedikit meremas tangan Ibu Theo.

"Saya yang harusnya berterimakasih. Terimakasih sudah mau menerima Jhen dalam keluarga anda dan menyayanginya." Kata mama Jhen sambil menahan airmata harunya. Ibu Theo menepuk pelan pundak mama Jhen.

"Sudahlah. Ini hari berbahagia. Jangan seperti ini. " Kata ibu Theo menenangkan emosi mama Jhen.
Theo yang sedang berbicara dengan Ceci dapat melihat dari sudut matanya,Jhen masih berada didalam mobil. Terlihat gelisah dan tidak nyaman. Berulangkali melihat layar ponselnya lalu meletakkannya lagi. Rasanya ada yang salah dengan Jhen. Theo meminta Ceci untuk masuk kedalam kantor catatan sipil terlebih dahulu bersama kedua oma nya. Setelah Ceci bersama kedua Oma nya. Theo berjalan kearah pintu sebelah kiri mobilnya dan membuka pintu itu ,membuat Jhen terperanjat sampai Jhen mengelus dadanya karena terkejut. Wajah Jhen terlihat pucat ,tangannya menggenggam ponsel nya dengan gemetar. Jhen berusaha tersenyum pada Theo.

"Maaf,aku sudah akan turun tadi. Ada beberapa urusan..." Kata-kata Jhen terputus ,Theo meraih siku tangan Jhen dengan lembut ,membantu Jhen keluar dari dalam mobil.

"Semuanya sudah menunggu didalam. Sementara jangan menyalakan ponsel dulu. " Kata Theo lalu mengambil ponsel dari tangan Jhen. Tangan Jhen terasa sedingin es. Theo memasukkan ponsel Jhen kedalam sakunya. Dan menggenggam tangan Jhen sambil berjalan bersama memasuki kantor catatan sipil dan menemui keluarga mereka.

Ketika Jhen sibuk diajak bicara dengan ibu dan ayah Theo. Theo melihat ponsel Jhen. Apa yang membuat Jhen begitu khawatir dan pucat pasi. Ketika layar ponsel Jhen sudah tidak terkunci. Theo melihat dikotak pesan .
Seseorang mengirimkan banyak foto kepada Jhen. Mulai dari Jhen,mama Jhen, Ceci, bahkan ada foto dirinya juga ayah dan ibu Theo. Sepertinya seseorang sengaja mengikuti mereka semua untuk mengancam Jhen.
Karena Theo melihat pesan terakhir yang masuk adalah foto Jhen saat berada di rumah sebelum berangkat ke kantor catatan sipil hari ini. Walau tidak bernama ,Theo tahu itu dari Putra. Dalam pesannya Putra menuliskan.

-Berbahagialah hari ini,sayangku. Suatu hari aku akan tetap menjemputmu. Kamu akan tahu betapa besar artimu untuk hidupku. Dan kamu akan sadar,hanya aku didunia ini yang sanggup melakukan apapun untukmu-
-------------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience