Bab 16

Romance Completed 1452

Sejak kejadian malam itu,Theo menjaga jarak dari Jhen. Jhen sendiri juga merasa canggung jika dekat dengan Theo. Saat sarapan bersama,mama Jhen pamit untuk kembali kerumahnya karena banyak pesanan yang harus ia kerjakan.
"Kenapa harus buru-buru kembali kerumahmu?" Tanya ibu Theo.

"Banyak pesanan yang harus aku kerjakan." Jawab mama Jhen sambil tersenyum hangat pada ibu Theo.
"Terimakasih untuk kebaikan kalian selama aku disini." Kata mama Jhen menyapukan pandangannya pada ayah dan ibu Theo.

"Jangan begitu,kita kan keluarga. Kapan-kapan jika ada waktu mampirlah kemari. Pintu rumah kami akan selalu terbuka untukmu." Balas ayah Theo dengan tulus. Mama Jhen mengangguk sambil tersenyum senang.

Keluarga ini sangat baik dan penuh kasih sayang. Jhen dan Ceci akan baik-baik saja walau tanpanya.

"Oh iya. Rumah Theo sudah selesai direnovasi. Besok sudah bisa kalian tempati." Kata ibu Theo memandang Jhen.

"Iya,ma" Jawab Jhen singkat sambil susah payah menelan sarapannya. Mungkin lebih baik bila ia dan Theo bisa pindah kerumah Theo secepatnya. Jhen lebih nyaman jika menjaga jarak dari Theo. Bila dirumah orangtua Theo,mereka harus benar-benar terlihat harmonis.

"Untuk sekolah Ceci,apakah kamu tidak mau memindahkannya disekolah yang mama rekomendasikan?" Tanya ibu Theo pada Jhen lagi.

"Kalau soal itu... Mungkin nanti biar Ceci yang memilih ,Ma. Takutnya Ceci merasa tidak nyaman jika harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru." Jawab Jhen sedikit ragu,takut menyinggung hati mertuanya itu.

"Ceci, Ceci mau tetap disekolah yang lama atau yang baru?" Tanya ibu Theo pada Ceci yang sedang duduk disamping Jhen dan Theo. Ceci berhenti memakan sarapannya dan mulai berpikir.

"Aku tidak begitu suka dengan teman-temanku yang lain. Mereka suka mencari gara-gara denganku." Kata Ceci dengan jujur. Ibu Theo mengernyitkan keningnya,ingin tahu seperti apa teman-teman Ceci memperlakukan Ceci disekolah.

"Jadi?" Ibu Theo masih menunggu keputusan Ceci soal keputusannya.

"Aku ingin pindah Oma,tapi disana ada teman baikku. Dia baik sekali padaku. Kalau aku pindah nanti dia akan sedih." Lanjut Ceci wajahnya nampak murung.

Ibu Theo menghembuskan nafas kecewa akan pilihan Ceci. Ibu Theo ingin Ceci bersekolah di sekolah pilihannya. Sekolah terbaik dikota itu dan juga dekat dengan rumahnya. Jhen merasa sedikit bersalah melihat ekspresi ibu Theo yang kecewa, tapi Jhen selalu menghargai keputusan anaknya. Ayah Theo menepuk lembut tangan istrinya.

"Sudahlah,biarkan Ceci memilih sendiri. Yang menjalani kehidupan sekolah kan Ceci,bukan kita." Ayah Theo mencoba menengahi suasana yang terasa serba salah ini. Ibu Theo menghela nafas dan memandang Ceci.

"Nanti kalau Ceci mau pindah sekolah, Ceci bilang sama Oma yah?" Tawar ibu Theo masih bersikeras dengan ide nya akan pilihan sekolah untuk Ceci. Ceci mengangguk sambil tersenyum lebar.

"Iya,Oma."

Theo berpamitan untuk mengantarkan mama Jhen pulang bersama Ceci. Sebenarnya dengan sengaja Theo mengantarkan mama Jhen pulang karena ingin menanyakan hal yang mengganggunya sepanjang malam. Sampai dirumah mama Jhen,Theo ikut turun membantu mama Jhen membawa barang bawaan mama Jhen.

"Terimakasih ,Theo." Kata mama Jhen tersenyum penuh rasa terimakasih.

"Ma,ada yang mau kutanyakan." Kata Theo lalu melirik kearah Ceci yang dari tadi melekat disampingnya.

Theo membungkuk kearah Ceci.
"Ceci,bisa Ceci ambilkan papa air minum yang dingin?" Tanya Theo mencoba mengalihkan perhatian Ceci darinya. Ceci tersenyum mengangguk pada papa barunya.

"Anak pintar." Puji Theo sambil mengusap puncak kepala Ceci. Saat Ceci sibuk berlari kearah dapur, Theo menegakkan tubuhnya dan memandang mama Jhen.

"Ada apa?" Tanya mama Jhen penasaran apa yang ingin ditanyakan Theo padanya.

"Apa ada yang terjadi pada Jhen dulu?" Theo langsung kepada intinya. Mama Jhen merasa bingung harus menjawab apa pada menantunya itu.

"Biar Jhen sendiri yang akan menceritakannya padamu. Bila Jhen tidak menceritakannya padamu,maka mama juga." Jawab mama Jhen dengan gelisah.

"Jhen mimpi buruk semalaman. Dia berteriak dan menangis ketakutan." Kata Theo dengan nada pelan,takut Ceci mendengarkan. Mama Jhen mendongak pada Theo setelah mendengarkan alasan Theo ingin mengetahui masalalu Jhen.

Ceci kembali dengan membawa segela air soda dingin dan memberikannya pada Theo. Theo menerimanya dengan tersenyum lebar.
"Terimakasih,Ceci."

Mama Jhen menghela nafas panjang. Mungkin Theo harus tahu tentang yang sebenarnya soal Jhen. Bagaimanapun Theo adalah suami Jhen .

"Ceci,kamu lihat kartun dikamar oma dulu yah." Pinta mama Jhen pada Ceci. Ceci melihat sendu pada papanya,mencengkeram celana Theo.

"Papa mau pergi?" Tanya Ceci dengan sedih.

"Tidak. Papa akan menunggu Ceci bawa semua barang-barang Ceci. Bukankah kita akan tinggal bersama sama mama dan adik Brian." Jawab Theo dengan sabar. Jawaban Theo membuat senyum bahagia merekah diwajah Ceci. Dengan cepat Ceci bergegas masuk ke dalam kamar.
"Duduklah." Mama Jhen mempersilahkan Theo untuk duduk disofa. Mereka duduk berhadapan.

Mama Jhen masih ragu untuk mengutarakan yang sebenarnya pada Theo. Dia juga takut Ceci akan mendengarkan pembicaraan mereka. Setelah terdengar suara televisi yang menyala agak kencang.
Mama Jhen mulai memberanikan diri untuk memberitahukan hal yang menjadi rahasia dan beban hidup jhen pada Theo.

"Apakah Ceci anak dari Putra?" Tanya Theo menerka-nerka. Mama Jhen menggeleng perlahan.

"Sudah lama Jhen tidak bermimpi buruk. Kenapa sekarang kembali lagi?" Tanya mama Jhen pada dirinya sendiri. Theo menundukkan kepalanya.

"Maaf itu salah saya." Jawab Theo. Mama Jhen tidak akan menanyakan lebih lanjut. Ia fokus pada bagaimana ia menyapaikan semuanya pada Theo.

"Jhen dan Putra kenal sejak SMA. Mereka sangat dekat dan akhirnya berpacaran. Mereka saling mencintai. Aku pikir itu hanya cinta anak sekolah saja." Mama Jhen membuka cerita lembaran lama Jhen. Ada rasa nyeri di dada Theo mendengar kalimat dari mama Jhen.

"Setelah lulus SMA mereka juga mendaftar kuliah di fakultas yang sama. Tidak lama Putra datang kepadaku meminta Jhen untuk menikah dengannya. Aku pikir mereka masih muda,jalan juga masih panjang. Aku meminta Putra untuk menunggu hingga saat kelulusan mereka dari fakultas baru mereka boleh menikah. Putra waktu itu marah sekali padaku,Jhen membelaku. Mereka berdua bertengkar hebat sampai-sampai Moa datang untuk melerai. Setelah itu mereka berpisah,Jhen mendapatkan tawaran beasiswa oleh asisten dosennya. Dia hanya memikirkan bisa meringankan bebanku jika dia mendapatkan beasiswa untuk kuliahnya. Malam itu tanpa sepengetahuanku,Jhen menemui asisten dosen itu.. dan.. " Mata mama Jhen mulai berkaca-kaca.

"HAI CECI !!!! " Teriak Moa tiba-tiba datang masuk dari depan mengejutkan semua yang ada disana. Tangannya melambai kearah Ceci yang ternyata mengintip mama Jhen dan Theo sedang berbincang.
Moa melirik tajam kearah Theo memberikan semacam peringatan pada Theo. Moa mencium pipi kanan dan kiri mama Jhen sambil membisikkan kata.

"Biar aku yang ceritakan padanya ma. Disini Ceci menguping." Bisik Moa pada mama Jhen. Lalu Moa menghampiri Ceci.

"Hai kecil ,kamu sedang apa? Menguping itu dosa loh." Kata Moa seperti teman bermain Ceci.

"Aku sedang melihat papaku,Moa. Aku takut dia pergi." Jawab Ceci dengan berkaca-kaca. Dia takut akan kena marah jika ketahuan melanggar perintah dari oma nya. Moa menyentil hidung Ceci.

"Memangnya papamu mau hilang kemana? Papamu tidak akan hilang. Kalau dia hilang,aku akan mencarinya dan menyeretnya kedepanmu." Kata Moa dengan gaya superhero. Ceci mengernyitkan keningnya.

"Jangan!! Itu papaku, Moa tidak boleh seperti itu sama papaku." Kata Ceci sambil melipat tangannya didepan dadanya yang kecil. Theo tersenyum mendengar kalimat Ceci. Khas Jhen sekali sikap dan sifatnya.

"Ouw.. Jadi sekarang aku punya lawan yang bagus." Kata Moa sambil ikut menyilangkan tangan didepan dadanya.

"Ceci,kamu siapkan semua barang-barangmu dulu. Setelah ini papa akan menjemputmu." Kata Theo paham akan maksud Moa kemari. Ceci mengangguk dengan patuh pada Theo. Lalu mengernyitkan hidungnya pada Moa sambil berjalan masuk kedalam kamar.

Moa berjalan ke arah mama Jhen. Menepuk pundak mama Jhen sambil tersenyum,lalu melihat Theo .

"Kita bicara di Bar." Kata Moa serius.
-----------------------------------------

Beerhouse Moa nampak sepi di pagi hari, disana yang ada hanyalah beberapa karyawan Moa yang terlihat sedang membersihkan bar itu. Moa mengajak Theo masuk ke kantornya.

"Duduklah, abaikan jika tidak nyaman." Kata Moa dengan acuh sambil memberikan sebotol bir hitam di meja depan Theo. Lalu Moa duduk didepan Theo.

"Kenapa kamu tidak menanyakannya padaku saja?" Tanya Moa dengan kaku kepada Theo.
"Mama Jhen sangat rapuh. Dia tidak akan bisa menceritakan semuanya padamu. Lagipula disana ada Ceci. Kalau dia mendengarkan semuanya. Dia akan lebih hancur. Jika Ceci hancur , maka Jhen akan mati." Kata Moa sambil menyalakan korek api pada rokoknya.

"Aku tidak tahu jika Ceci akan menguping. Menunggumu datang juga terlalu lama. Aku tidak bisa menunggu." Balas Theo merasa bersalah tapi juga membela diri.
"Aku ingin tahu apa yang terjadi pada istriku dimasa lalu. Aku ingin meringankan bebannya."

"Putra dan Jhen memang berpacaran. Putra sungguh tergila-gila pada Jhen. Cintanya berubah menjadi obsesi yang menakutkan. Jhen memang sudah berniat meninggalkan Putra saat itu tapi selalu tidak tega. Putra sangat licik,dia tahu Jhen orang yang tidak tega jika oranglain membutuhkan bantuannya. Dia selalu menggunakan alasan intimidasi ayahnya untuk merebut simpati dari Jhen. Berulang kali mereka putus sambung. Sampai akhirnya Putra meminta Jhen untuk menikah dengannya namun ditentang oleh mama Jhen. Hari itu mereka bertengkar hebat. Dan Putra mengancam akan membuat Jhen meninggalkan fakultas itu. Jhen masuk fakultas itu dengan usahanya sendiri. Dengan susah payah. Saat pihak kampus memberi surat untuk mengeluarkan Jhen dari kampus. Jhen benar-benar terpukul." Moa meniupkan asap rokoknya ke udara.

"Sampai akhirnya seorang asisten dosen itu mengirim pesan pada Jhen untuk menemuinya. Dia bilang pada Jhen akan memberinya jalan agar Jhen bisa mendapatkan beasiswa dan kuliah lagi. Jhen menuruti permintaan asisten dosen biadab itu. Jhen bukan tipe orang yang menaruh curiga pada oranglain,dia sangat polos. Baginya semua orang baik. Sungguh naif." Moa tertawa masam.
"Jhen tidak tahu bila asisten dosen itu punya niatan buruk padanya. Awalnya mereka berbincang di teras rumah asisten dosen itu. Dia tidak sadar minumannya diberi obat tidur." Moa membuang putung rokoknya dengan kesal mengingat kejadian waktu itu.

Theo juga merasakan amarah dalam dirinya mendengarkan cerita Moa , dia menegak minuman yang diberikan Moa padanya. Menatap Moa lagi menantikan kelanjutannya.
"Jhen tidak pulang selama tiga hari. Mama Jhen mengira Putra membawa Jhen kabur. Lalu datang kerumah Putra. Ternyata dia tidak disana. Putra juga akhirnya ikut mencari Jhen. Sampai akhirnya ada yang memberitahukan kepada kami bila sebelumnya asisten dosen itu bertemu Jhen di rumah kontrakannya. Saat kami sampai disana.. " Moa berhenti sejenak berusaha menghilangkan sakit hatinya melihat pemandangan saat itu.
" .... Jhen sudah dalam kondisi menyedihkan. Tubuhnya penuh lebam. Mulutnya di tutupi oleh lapban,tangannya terikat. Dan..jiwanya tidak disana. Dia disekap selama tiga hari dan diperkosa oleh asisten biadab itu" Lanjut Moa dengan nada bergetar.

"Siapa asiten dosen itu? Siapa namanya?" Tanya Theo sambil mengatupkan bibirnya dan rahangnya mengeras,matanya benar-benar terlihat berbahaya.
Moa bisa melihat hal itu dengan seketika,ia berpengalaman dengan berbagai macam jenis orang dalam dunianya.

"Kamu tidak akan bisa menemuinya." Ucap Moa sambil menghisap rokoknya lagi.
"Dia sudah mati. Putra yang membunuhnya. Didepan Jhen dan aku." Lanjut Moa sambil melihat arah langit-langit kantornya.

Kali ini Theo merasa berterimakasih pada Putra atas apa yang dilakukannya pada laki-laki yang sudah membuat Jhen terluka sebegitu parahnya.

"Jhen hanya seorang gadis polos berusia 19 tahun. Harus menghadapi hal mengerikan seperti ini. Mama Jhen membawa Jhen ke dokter jiwa untuk menyembuhkannya. Jhen tidak mau berbicara, bertemu orang ataupun keluar kamarnya. Setiap hari menjadi gelap dia akan menangis dan berteriak ketakutan. Tidak mudah baginya untuk bisa kembali pada dirinya yang dulu dan menerima kenyataan. Sampai langkah terakhir yang digunakan dokter itu adalah hypnoterapi. Perlahan Jhen mulai mau berbicara,mau bertemu denganku. Mau kembali melangkahkan kakinya keluar kamar dan rumah." Moa mematikan rokoknya dengan perasaan kesal harus membuka luka lama Jhen.

"Setelah empat bulan masa penyembuhan Jhen. Kami semua baru mengetahui jika Jhen sedang hamil. Mengetahui ia mengandung anak orang yang begitu ia benci, Jhen menghilang.Kami semua juga bingung harus bagaimana. Kami hanya takut saat itu Jhen akan melakukan hal-hal yang nekat,kami takut dia akan bunuh diri. Atau apapun hal terburuk yang terlintas dipikiran kami tentang Jhen. Esok siangnya Jhen kembali kerumah dengan pakaian lusuh karena hujan tapi itu wajah Jhen yang dulu dan dia mengatakan kepada mama dan aku bila dia ingin membesarkan anaknya." Moa kembali menyalakan rokoknya.
"Kemana dia selama menghilang? Kenapa dia bisa memutuskan hal itu?" Tanya Theo begitu ingin tahu.
Moa menggeleng sambil mengeluarkan asap rokok dari hidungnya.

"Tidak ada yang tahu kemana Jhen pergi ketika itu,sampai saat ini dia tidak pernah memberitahuku ataupun mama. Jhen menyayangi janinnya. Lalu Putra datang lagi setelah keluarganya mengeluarkannya dari penjara. Dan apa kau tahu ... Dia marah besar saat tahu Jhen sedang hamil. Putra memohon pada Jhen untuk kembali padanya,namun Jhen menolak. Dan dia mulai dengan kegilaannya. Dia membawa Jhen diam-diam dari rumah ketika tidak ada orang dan menyeret Jhen kerumah sakit. Dia sudah memesan kamar operasi untuk menggugurkan janin Jhen yang saat itu berusia 7 bulan. Jhen bisa kabur dengan mengancam akan bunuh diri dengan pisau dikamar operasi itu. "

Theo merasa bulu kuduknya berdiri merasakan apa yang dirasakan Jhen ketika itu. Dia hanya seorang gadis biasa yang sedang berjuang untuk bangkit dari tragedi yang mengerikan.

" Mama Jhen melaporkan hal itu kepada polisi dan mereka mau memberikan perlindungan untuk Jhen. Tapi hanya untuk sesaat. Ketika usia kandungan Jhen hampir 9 bulan. Putra berulah lagi. Dia membawa Jhen yang hendak melahirkan itu keatap rumah sakit dan berniat untuk mati bersama." Moa berhenti ditengah cerita,wajahnya merah karena marah akan peristiwa itu.
"Aku dan mama datang terlambat,saat itu pisau yang dibawa Putra menancap di dada kiri Jhen. Untungnya dokter bisa menyelamatkan Jhen dan Ceci. Kurang 1inchi lagi pisau itu bergeser ke jantung Jhen. Mungkin dia sudah tidak bernyawa. Aku menghajarnya habis-habisan,memukulnya dengan pipa besi yang aku temukan disana. Jika saja para security itu tidak hadir. Si gila itu sudah mati. Setelah itu dia koma selama berbulan-bulan." Kata Moa dengan senang.
"Orangtua Putra tidak terima anaknya menjadi koma dan akhirnya aku dipenjara. Selama dipenjara ,aku punya banyak pendukung. Aku bisa keluar lebih cepat karena berkelakuan baik dan patuh. Selama di penjara , Jhen selalu rajin menjengukku, anak bodoh padahal hidupnya sendiri tidak aman masih mengkhawatirkan oranglain." Moa menggeleng kecil mengingat masa itu.

"Setelah aku keluar,aku baru tahu bila Putra dibawa oleh ayahnya berobat keluar negeri. Setidaknya hidup Jhen dan keluarganya akan tenang. Dikota itu rasanya sudah tidak nyaman. Selain takut Putra akan menemukan Jhen dan mengusiknya lagi. Disekitar Jhen,semua orang mengintimidasi dia dan anaknya. Jhen hanyalah korban,dia sudah berjuang untuk bertahan hidup. Tapi kenapa orang-orang selalu menyakitinya? Akhirnya Jhen dan keluarganya pindah ke kota ini. Jhen tidak bisa mendaftarkan Ceci menjadi anaknya karena takut pandangan orang-orang akan status Ceci." Moa menegak minumannya dalam sekali tenggak.

"Dalam hidupku tidak ada oranglain yang begitu memperdulikan aku seperti Jhen dan mama. Jadi aku mengikuti mereka datang ke kota ini. Aku juga bertekad akan melindungi mereka dari siapapun yang mengganggu ataupun menyakiti mereka" Kata Moa sambil menatap tajam Theo.
"Sekalipun itu kamu!" Tambahnya sambil menunjuk kearah Theo.

Theo masih berusaha menerima cerita masalalu Jhen yang begitu pedih. Dia merasa ingin marah. Tapi kepada siapa? Hatinya juga terasa hancur mengetahui apa yang dialami Jhen sebelumnya.
------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience