Ceci sangat bahagia memiliki keluarga yang utuh sekarang. Dia punya papa dan adik kecil yang ia sayangi,juga Oma dan Opa nya yang baru. Tak henti-hentinya Ceci bermain bersama Brian. Lalu dengan ibu dan ayah Theo. Kemudian papa barunya. Sampai ia kelelahan.
Ibu Theo sudah menyiapkan kamar tidur tamu untuk mama Jhen dan Ceci ketika Theo meminta kepada ibunya itu agar mereka menginap dirumah mereka malam ini .
Perasaan Theo tidak nyaman sejak melihat pesan Putra pada Jhen siang tadi. Mungkin sebaiknya bila mama Jhen dan Ceci menginap dirumah mereka malam ini. Atau sampai Theo merasa semuanya aman. Mungkin sebaiknya Theo menghubungi polisi untuk mengajukan perlindungan untuk mama Jhen ? Tapi atas dasar apa ? Satu-satunya di pikiran Theo yang bisa membantunya adalah Moa.
Theo ingat,ia masih menyimpan ponsel Jhen disaku jasnya.
Saat ini Jhen sedang bersama ibunya juga Brian. Jhen sama sekali tidak ingat dengan ponselnya. Kesempatan bagi Theo untuk melihat nomor ponsel Moa di ponsel Jhen. Theo ke kamarnya untuk melihat ponsel Jhen yang ia simpan disaku jasnya.
Saat Theo membuka ponsel Jhen. Banyak pesan yang ada disana dari Putra. Tanpa membacanya,Theo menghapus semua pesan itu. Setelah mendapatkan kontak Moa yang kemudian ia simpan dalam ponselnya. Theo meletakkannya kembali kedalam saku jasnya.
Brian sudah tidur terlelap di dalam box nya. Ceci dan mama Jhen juga sudah tertidur. Ayah dan ibu Theo berada di beranda depan,sedang berbincang mesra. Jhen kini yang bingung harus kemana. Ia sekarang memiliki suami. Apa yang harus dilakukannya?.
Wajah Jhen memerah seketika mengingat hal apa yang akan dilakukan oleh pengantin baru. Kejadian saat ia dan Theo berdansa tadi saja sudah membuatnya merasa malu bila bertemu dengan Theo. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan didepan Theo nanti. Sengaja Jhen berlama-lama dikamar Brian. Kemudian ibu Theo datang ke kamar Brian.
"Jhen? Belum istirahat?" Tanya ibu Theo.
"Ma? Iya,tadi aku baru akan meninggalkan kamar Bree. Mama tidak istirahat?" Jhen merasa salah tingkah sendiri. Ibu Theo mengangguk dan menengok Bree yang sedang terlelap.
"Perawatnya Bree tadi kemana?" Tanya ibu Theo lagi.
"Tadi aku memintanya untuk beristirahat saja,ma. Aku mau menemani Bree. Aku rindu sama Bree." Jawab Jhen mencari alasan untuk tidak berada satu kamar dengan Theo. Ibu Theo sudah menyewa babysitter untuk mengasuh Bree tapi tetap dalam pengawasannya.
"Iya mama tahu,tapi Bree sudah tidur. Kamu juga harus istirahat. Theo juga mungkin sedang menunggumu dikamar." Kata ibu Theo sambil menepuk lembut tangan Jhen.
Jhen tidak bisa menolak kata-kata ibu Theo. Jhen mengangguk pelan. Lalu meninggalkan kamar Brian. Langkah Jhen terasa lambat berjalan menuju kamarnya dan Theo. Sesampainya didepan pintu kamar, Jhen menarik nafas panjang dan membuangnya,ia lakukan hal itu berulang-ulang sampai sepuluh kali . Lalu memberanikan diri membuka pintu kamar itu. Jhen melangkah kedalam kamar , didalam kamar yang luas itu ia tidak melihat Theo. Jhen merasa lega namun kecewa. Jhen menutup pintu kamar. Melihat dengan seksama isi kamarnya. Kamar itu terlihat luas untuknya. Kamar itu berwallpaper putih dengan corak lengkungan-lengkungan yang indah. Tempat tidurnya sederhana namun elegan berlapiskan sprei berwarna biru muda dan selimut yang berwarna lebih gelap dari warna sprei dengan meja kecil dan lampu tidur di sisi kanan dan kirinya.
Disudut ruangan terdapat meja rias bernuansa klasik, Jhen melihat dari dekat meja rias itu,disana ada perlengkapan makeup yang biasa ia gunakan juga dengan krim wajahnya.Didekat meja rias itu ada jendela kamar yang tinggi dengan tirai berwarna biru langit. Di sebelah kanan ada lemari pakaian dari kayu mahogani yang berukuran besar, Jhen membukanya satu persatu. Ada pakaian-pakaian milik Theo dan di bilik lain lemari itu ada pakaian-pakaian wanita nampak masih baru . Jhen berjalan kearah kamar mandi didalam kamar itu. Seperti kamar mandi yang sering dilihat Jhen dalam film-film. Ada bilik kaca untuk shower, bathub yang terbuat dari marmer putih bersih. Dan juga wastafel dengan cermin yang lebar lengkap dengan lemari handuk disana. Jhen merasa lelah hari ini. Ia ingin berendam dalam bathub dengan air hangat. Jhen menyalakan kran air panas dan dingin bersamaan. Sambil menunggu air hangat memenuhi bathub, Jhen melepaskan bajunya, meletakkannya di gantungan besi dekat wastafel lalu menggulung rambutnya keatas. Jhen membasuh wajahnya dengan air di wastafel lalu membersihkan wajahnya dengan sabun wajahnya yang biasa ia pakai untuk membersihkan makeup dan sudah tersedia disana. Jhen sempat berpikir, segala yang biasa ia pakai mulai dari pakaian,makeup,sampai perlengkapan mandi yang biasa ia gunakan. Semuanya sudah tersedia di kamar ini.
Air dalam bathub sudah cukup untuknya berendam. Jhen suka berendam dengan air bersuhu agak panas,bisa membuat syaraf-syaraf tubuhnya rileks. Jhen memutar kran untuk menghentikan laju airnya. Jhen mencelupkan kaki kanannya terlebih dahulu kemudian kaki kirinya. Lalu merendamkan seluruh tubuhnya sampai leher dalam air hangat di bathub. Rasanya sungguh nikmat. Rasa lelahnya seharian seakan terbayar lunas oleh rendaman air hangat dalam bathub ini.
Theo masuk kedalam kamarnya,dia baru saja menghubungi Moa. Dan mereka akan bertemu besok lusa untuk membicarakan masalah Putra karena saat ini Moa sedang berada diluar kota. Sementara ini semuanya aman karena anak buah Moa pasti akan menjaga mama Jhen bila mama Jhen kembali kerumahnya lagi. Theo menutup pintu kamar dan mendengar suara air mengalir kemudian berhenti dari dalam kamar mandi kamarnya .
"Jhen sudah berada didalam kamar rupanya." Batin Theo sambil tersenyum pada dirinya sendiri.
Theo melepaskan kemejanya dan meletakkannya dalam keranjang pakaian kotor yang sudah tersedia disamping lemari pakaian. Kemudian Theo mengambil t-shirts polos putih yang biasa ia gunakan ketika akan tidur. Mengganti celananya yang ia kenakan tadi dengan celana katun berwarna hitam panjang.
Saat Theo berjalan ke arah tempat tidur, pintu kamar mandi terbuka. Jhen keluar dengan keadaan memakai sehelai handuk putih dengan rambutnya yang tergulung keatas membuat beberapa helai rambutnya terjuntai di antara kulit leher Jhen yang lembab karena air hangat,wajah Jhen tampak polos tanpa makeup yang biasa Theo lihat. Theo menatapnya seolah terpaku disana. Jhen juga sama terkejutnya dengan Theo. Dengan spontan Jhen menutupi atas dadanya yang tidak tertutupi handuk.
Theo sering melihat wanita-wanita di club resortnya memakai pakaian yang lebih minim daripada handuk yang Jhen kenakan malam ini. Tapi Jhen bisa membuat Theo merasakan rasa hangat yang menjalari seluruh tubuhnya. Rasa itu sudah ada ketika ia mencium bibir Jhen tadi,saat Jhen membalasnya. Rasa hangat itu seakan menjadi panas di sekujur tubuhnya.
Theo berdehem sambil menggaruk belakang kepalanya , dengan berat hati memalingkan pandangannya dari Jhen.
"Kalau kamu tidak merasa nyaman,aku akan tunggu diluar." Kata Theo tanpa melihat Jhen.
Jhen dengan kikuk mencoba berpikir dengan cepat apa yang sebaiknya ia lakukan.
"A.. aku akan berganti pakaian dulu." Kata Jhen gugup sambil kembali membuka pintu kamar mandi,lalu ia ingat bila belum membawa baju ganti kekamar mandi tadi. Dia terlalu kagum melihat kamar ini tadi. Jhen berbalik lagi.
"Aku mau .. ke lemari. Pakaian.." Kata Jhen dengan tergagap.
Theo tahu maksud Jhen,ia pun melangkah sedikit menjauh dari lemari pakaian. Jhen melewati Theo. Lagi-lagi aroma tubuh Jhen menggoda indra penciumannya. Tubuh Jhen yang hangat dan lembab membuat aroma tubuhnya menjadi begitu manis. Lengan Jhen tanpa sengaja menyentuh lengan Theo saat ia berjalan kearah lemari pakaian. Jhen tidak menyadarinya dan langsung membuka lemari pakaian. Sementara Theo merasakannya dengan jelas ,sentuhan sekilas itu rasanya seperti menuangkan bensin dalam api. Theo berbalik kearah Jhen yang sedang menarik pakaian dari dalam lemari.
"Masa bodoh hatinya untuk siapa,toh kami sudah menikah. Dia juga istri sahku." Batin Theo sambil memeluk tubuh mungil Jhen dari belakang. Jhen terkesiap dengan pelukan mendadak Theo dari belakangnya.
Theo mencium lembut pundak Jhen yang hangat dan lembab. Nafas Jhen benar-benar langsung terhenti merasakan bibir hangat Theo menyentuh kulit pundaknya. Theo makin merapatkan tubuhnya pada Jhen. Tangan dan kaki Jhen terasa lunglai kala bibir Theo mencium punggungnya,rasa geli membuat Jhen membusungkan dadanya. Nafas Theo terasa panas menyentuh kulit Jhen. Saat Theo mencium leher Jhen.
Sekilas muncul kembali kenangan buruk Jhen di masalalu,jantung Jhen berdebar kencang. Rasa takut menjalari pikiran dan tubuhnya. Kembali kenangan-kenangan buruk itu terlintas jelas di dalam pikiran Jhen. Seketika Jhen merasakan nafasnya tercekat,tubuhnya gemetar luar biasa,ia melepaskan tangan Theo dari tubuhnya dengan rasa takutnya.
"Tidak..tidak..tidak.. hentikan.. hentikan.. " Teriak Jhen tiba-tiba menjadi panik,membuat Theo menjauh darinya. Airmata membasahi pipi Jhen. Nafasnya tidak teratur , tubuhnya menggigil hebat. Jhen duduk dilantai sambil memeluk dirinya sendiri dengan wajah bingung dan takut. Ia menekuk kedua kakinya seperti anak kecil yang berusaha melindungi dirinya sendiri.
Theo terkejut dengan reaksi Jhen. Ada yang aneh pada diri Jhen. Jhen menangis ketakutan bersandar pada lemari pakaian sambil gemetar ketakutan dan terus menangis terisak-isak.
"Jhen?" Panggil Theo perlahan mendekati Jhen. Jhen tidak merespon panggilan Theo,tatapannya kosong. Theo berjongkok didepan Jhen.
"Maaf.. maafkan aku." Ucap Theo dengan lembut. Jhen melihat kearah Theo.
"Theo?" Seolah dia baru saja kembali lagi kedunia nyata,airmatanya mengalir deras.
"Maaf.. maaf..maaf" Ucap Jhen berulang-ulang.
Theo memeluk Jhen mencoba menenangkannya. Jhen menangis terisak-isak dalam pelukan Theo.
-----------------------------------------------------
Jhen sudah tenang dan akhirnya tertidur kelelahan menangis. Theo duduk ditepi tempat tidur,menemani Jhen yang sudah berganti pakaian itu sampai tertidur lelap. Wajah Jhen yang tertidur menyamping ditimpa cahaya temaram dari lampu tidur disampingnya. Dalam tidurpun airmata Jhen tetap menetes. Theo menyeka airmata Jhen dengan jempolnya.
"Apa yang terjadi padamu,Jhen?" Gumam Theo menggenggam tangan Jhen yang sedari tadi menggenggam tangan Theo sampai ia tertidur.
"Seberapa berat beban yang kamu hadapi dulu?" Theo mencium tangan Jhen dengan lembut. Theo ingin tahu dengan apa yang terjadi pada Jhen di masalalunya. Jhen selalu tersenyum,selalu ceria, selalu ekspresif dimatanya. Yang Theo saksikan tadi seperti bukan Jhen yang ia kenal. Seperti seorang gadis kecil yang ketakutan dan tak berdaya akan sesuatu hal yang mengerikan. Bahkan tatapan Jhen tadi begitu kosong. Seperti jiwanya hilang entah kemana. Theo mungkin bisa menanyakan hal ini besok pada mama Jhen. Dia mungkin bisa membantu Jhen untuk meringankan bebannya selama ini.
Theo tidak ingin mengganggu Jhen. Ia pun memutuskan untuk tidur di sofa dekat jendela kamarnya sembari menatap wajah tenang Jhen yang tertidur tepat di seberangnya.
------------------------------------------
Paman Putra langsung datang ketika Putra menelponnya menceritakan tentang apa yang ia lakukan pada gadis penghibur itu.
"Apa yang kamu lakukan,Put?" Tanya pamannya sambil melihat gadis yang sudah tak bernyawa itu.
"Paman bisa membereskan semuanya seperti biasa." Jawab Putra enteng.
"Putra,kamu tahu apa yang akan dilakukan ayahmu jika dia tahu kamu melakukan hal seperti ini lagi?"
"Ya jangan sampai ayahku tahu." Balas Putra sambil menyunggingkan senyum sinisnya.
Paman Putra memejamkan matanya,kepala terasa berat. Keponakannya memberinya masalah disaat segalanya sudah terasa tenang beberapa tahun ini.
Pamannya merasa telah salah mengambil keputusan bersedia menjamin kesehatan mental Putra telah pulih pada ayah Putra dengan jaminan jabatan tinggi dalam bisnis perdagangan yang di kelola oleh ayah Putra.
"Putra,mungkin lebih baik kamu kembali lagi ke Jerman dan memulai perawatanmu lagi." Kata paman Putra,merasa menyerah dengan kebiasaan keponakannya yang diluar nalar manusia normal itu.
"Aku tidak sakit,untuk apa aku kesana?" Tanya Putra dengan santai memainkan kuku-kuku jarinya .
"Apa ada penyesalan kamu sudah menghilangkan nyawanya?" Pamannya menunjuk kearah mayat yang mengenaskan itu.
"Bereskan saja paman. Aku pergi dulu. Ada banyak hal yang harus aku lakukan." Kata Putra lalu meninggalkan pamannya yang sedang menelpon anak buah kepercayaannya untuk membersihkan masalahnya itu.
"Lalat yang mengganggu sudah selesai . Sekarang aku harus menyelesaikan urusanku dengan Jhen. " Putra berjalan menyusuri lorong hotel dengan santai sambil memainkan kunci mobilnya.
Paman Putra akhirnya juga menghubungi ayah Putra. Masalahnya hal ini terjadi di hotel yang ia kelola. Keponakannya benar-benar sudah tidak tertolong jiwanya. Putra sungguh seperti berjiwa iblis. Yang ia pedulikan hanya Jhen. Bahkan walau Putra mencintai Jhen pun,ia bisa membunuh Jhen bila tidak sesuai dengan keinginannya. Perasaan cinta Putra pada Jhen berubah menjadi obsesi dan lebih parah lagi sejak Jhen meninggalkannya dulu. Paman Putra tidak bisa mengatasi emosi Putra yang tidak terkendali seperti ini.
"Kak,maaf. Sepertinya aku salah soal anakmu. Dia mulai berulah lagi . Kali ini dia membunuh seorang wanita penghibur di hotelku." Kata Paman Putra pada ayah Putra.
"Bukannya kamu yang bilang dokter itu bisa menyembuhkan Putra? Dan dia didiagnosis sudah stabil. Hingga dia bisa kembali membaur pada masyarakat lagi." Balas ayah Putra tidak menutupi amarahnya.
"Hasil test memang menunjukkan Putra sudah bisa menstabilkan emosinya. Bisa juga Putra memanipulasi hasil test nya."
"Aku akan membawanya kembali ke Jerman. Kau uruslah masalah disana dulu." Jawab ayah Putra dengan dingin.
----------------------------------------
Share this novel