"Bajingan biadab itu... Dia juga buat keributan disini. Sepertinya dia sengaja mengalihkan perhatian kita." Kata Moa dengan emosi yang meletup-letup ketika Theo menghubunginya dan memintanya untuk terus mengawasi keluarganya karena insiden di resort yang ada hubungannya dengan Putra.
Bar Moa juga mengalami kerusakan karena kerusuhan yang terjadi semalam. Semalam sekelompok orang yang tiba-tiba datang dan membuat onar di barnya. Untung saja anak buah Moa sigap dan siaga akan mengatasi keonaran itu sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah lagi.
"Kamu tidak perlu khawatir soal keamanan Jhen dan juga mama Jhen. Anak buahku sudah bersiaga disana. Jo juga yang akan mengantar jemput Ceci selama sekolah." Kata Moa sambil melihat anak buah dan juga karyawannya membersihkan seluruh ruangan di bar nya.
"Kamu tenang saja. Kita juga tidak boleh gegabah, sepertinya juga ini hanya pengalihannya saja. Kita tidak boleh terkecoh begitu saja. Putra itu orang yang licik. " Lanjut Moa memperingatkan Theo.
"Aku tahu . Terimakasih atas bantuanmu , Moa." Balas Theo .
"Oh iya, Jangan beritahu Jhen soal masalah ini. Dia baru saja menjalani terapinya. Aku takut dia akan merasa terbebani lagi dan malah akan menghambat menyembuhannya." Kata Theo ketika hendak menutup pembicaraannya.
"Kamu kira aku sebodoh itu ? Untuk apa aku memberitahu Jhen soal tindakan Putra yang tidak berguna ini. " Jawab Moa dengan ketus.
"Terimakasih , Moa ."
-------------------------------------------
Theo sudah memperketat keamanan dalam resortnya. Keamanan keluarganya juga terjamin. Masalah kerusuhan di bar resortnya juga sudah teratasi. Tinggal masalah kerjasama dengan Biro perjalanan yang belum terselesaikan. Theo tidak bisa menghubungi ayahnya , namun ia bisa menghubungi supir pribadi ayahnya. Ayahnya sedang bernegosiasi dengan pemilik Biro.
Sudah berjam-jam Theo menunggu namun tetap tidak ada kabar dari ayahnya. Tiba-tiba pintu ruang kerja Theo terbuka , ayahnya datang dan masuk kedalam ruangannya dengan wajah tidak senang. Negosiasi gagal. Itulah yang tersiratkan di raut wajah ayah Theo.
"Pa,bagaimana?" Tanya Theo berdiri dari duduknya dan duduk di sofa berseberangan dengan ayahnya.
"Tidak bagus." Jawab ayah Theo dengan singkat.
"Dia gila diumurnya yang makin tua." Kata ayah Theo dengan kesal .
" Kami saling mengenal mulai sejak kami bersekolah bersama. Aku tahu kebanyakan tamu-tamu dari resort kita adalah tamu dari Bironya. Tapi persyaratan yang ia ajukan kali ini benar-benar diluar akal . Bukan seperti ini yang akan dilakukan pembisnis. Sebenarnya apa yang dia inginkan ? "
"Ada apa ? Apa yang dia inginkan sampai papa begitu kesal ? " Tanya Theo dengan penasaran.
Ayah Theo memandang lekat putranya.
"Dia ingin kamu dan Jhen bercerai." Kata ayah Theo. Membuat Theo merasa heran dan bingung akan persyaratan itu. Tidak ada yang mengetahui pernikahannya kecuali keluarganya dan juga ... Putra.
"Mengapa pernikahanku masuk dalam negosiasi ini. Pernikahanku bukan urusan bisnis." Ucap Theo terlihat kesal dengan persyaratan bisnis yang menyangkut pautkan pernikahannya.
"Lalu papa menjawab apa?" Tanya Theo walaupun tahu apa yang akan dijawab oleh ayahnya.
"Kamu pikir papamu ini apa? Aku tahu resort ini memang penting dalam usaha keluarga kita. Tapi keluargaku lebih penting. Aku menolaknya seketika ketiak ia meminta hal itu. Dan aku bertanya kenapa persyaratan itu tiba-tiba terlontar darinya. Ternyata keponakannya adalah tunangan Jhen terdahulu." Kata ayah Theo dengan wajah kesal.
"Tunangan?" Theo tertawa masam .
"Jhen tidak pernah bertunangan dengan siapapun. Dan aku tahu siapa dibalik ini semua."
"Apa itu mantan Jhen yang katamu seorang psycopat itu?" Tanya ayah Theo sambil mencondongkan tubuhnya kearah Theo. Theo mengangguk.
"Kejadian di resort hari ini juga karena ulahnya. Mulai dari kerusuhan di bar , pembatalan booking kamar yang kemudian para rombongan datang , dan juga soal kerjasama kita dengan Biro perjalanan itu." Jawab Theo dengan ketus.
"Apa sebenarnya maksud dari pria ini? Kenapa dia begitu terobsesi dengan istrimu?"
"Dia masih menginginkan Jhen. Dan aku tidak akan membiarkannya. Aku juga akan memikirkan cara agar kita mendapatkan Biro yang lebih baik , juga investor yang lebih mumpuni untuk resort kita." Kata Theo dengan keyakinan penuh pada ayahnya.
Ayah Theo mengangguk dan memahami pemikiran anaknya.
------------------------------------------
Putra sengaja datang ke resort Theo untuk melihat reaksi Theo akan apa yang sudah ia lakukan. Theo yang saat itu baru saja keluar dari ruangan meeting bertemu dengan Putra yang hendak menemuinya di ruangan kerjanya. Theo terdiam sejenak melihat Putra yang ada dihadapannya.
"Apa kau sedang sibuk?" Tanya Putra dengan santai.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Theo tidak menjawab pertanyaan Putra dan menghampiri Putra dengan emosi yang ia pendam.
"Aku hanya datang untuk bernegosiasi. Apa itu salah? Bukankah kita partner dalam industri yang sama." Jawab Putra dengan santai sambil memasukkan kedua tangannya didalam saku celananya.
Seolah ia akan menerima jika Theo hendak memukulnya. Theo tidak bodoh, ia tidak akan membiarkan emosi menguasai dirinya disaat seperti ini.
"Aku tidak memiliki partner bisnis sepertimu dalam dunia kerjaku." Kata Theo sambil mengatupkan rahangnya dan berusaha untuk tetap tenang.
"Jadi kamu akan tetap bertahan dengan keputusanmu?" Tanya Putra masih begitu santai saat berhadapan dengan Theo.
"Jangan bersantai kalau begitu. Karena ini cuma awalnya saja. Kamu akan tahu , aku tidak akan pernah berhenti hanya untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku orang yang teguh." Lanjutnya sambil menepuk pundak Theo dengan sikap yang seolah-olah begitu bersahabat. Theo menepis dengan dingin tangan Putra.
"Kamu juga akan tahu,aku orang yang teguh dalam mempertahankan apa yang menjadi milikku." Balas Theo dengan tegas.
"Dan aku juga peringatkan padamu,tidak baik menginginkan hal yang bukan MILIKMU." Lanjut Theo sambil menekankan telunjuknya kedada kiri Putra.
Theo tersenyum melihat ekspresi Putra yang goyah oleh kata-katanya. Lalu Theo menepuk pundak Putra dengan gerakan tegas.
"Jangan terlalu memaksakan keinginanmu pada hal yang tidak akan pernah menjadi MILIKMU."
Theo meninggalkan Putra yang berdiri disana dengan wajah marah. Putra mengepalkan kedua tangannya didalam sakunya.
"Apa yang bukan milikku? Jhen adalah milikku. Kamu yang berani merebutnya dariku. Maka aku juga akan merebut semua yang menjadi milikmu. Agar kamu merasakan apa itu yang dinamakan kehilangan milikmu yang berharga." Kata Putra dengan pelan sambil tersenyum licik , berbalik melihat Theo yang berjalan meninggalkannya.
-------------------------------
Theo merencanakan mengumpulkan investor dan juga Biro perjalanan yang akan bekerjasama dengan resortnya. Ia mengumpulkan semuanya dalam sebuah pesta cocktail yang ia adakan di salah satu resortnya yang berada diluar kota.
Theo mengajak Jhen untuk ikut menemaninya di pesta cocktail malam itu. Theo mengenakan setelan tuksedo berwarna hitam yang membalut tubuh tegapnya dengan pas dan sempurna, rambut Theo disisir kebelakang dengan pomade layaknya lelaki eropa di era kolonial.
Jhen mengenakan gaun cocktail berwarna merah yang kontras dengan warna kulitnya, berpotongan dada tinggi namun menampakkan punggungnya yang indah dan juga lengannya yang langsing, Rambutnya di gulung rapi dan menyisakan beberapa helai rambutnya yang dibentuk bergelombang menghiasi sepanjang garis punggungnya .
Sejak Theo dan Jhen datang banyak pasang mata yang melihat mereka dan mulai bertanya siapa wanita yang menemani Theo malam ini. Ayah dan ibu Theo juga hadir dalam acara itu. Karena ayah Theo adalah pendiri utama resort yang dikelola oleh Theo.
"Kenapa mengenakan gaun ini?" Tanya Theo berbisik di telinga Jhen. Jhen menoleh kearah Theo dengan wajah panik.
"Kenapa? Apa tidak pantas? Apa aku membuatmu malu?" Balas Jhen merasa dirinya melakukan hal yang salah dengan gaunnya. Padahal dirinya sudah berusaha semaksimal mungkin sampai pergi kesalon untuk menata makeup dan juga rambutnya agar tidak membuat kesalahan tentang penampilannya malam ini.
"Kamu bisa membuat semua laki-laki disini menjulurkan lidahnya melihat pemandangan tubuhmu malam ini." Jawab Theo dengan tidak senang.
Jhen melihat panjangnya gaun yang ia kenakan. Tidak ada yang salah dengan semua ini. Gaunnya begitu panjang,hingga membuatnya sulit untuk berjalan dengan cepat.
"Aku tidak memakai baju yang mini,Sayang. Ini sudah panjang sampai kakiku saja tidak terlihat ujungnya." Balas Jhen.
"Punggungmu. Itu terlalu terbuka . Aku tidak suka." Kata Theo sambil merengkuh pinggang Jhen agar tubuh Jhen berada didepannya. Jhen tertawa melihat reaksi Theo yang mulai berlebihan tentang gaun yang ia kenakan.
"Lihatlah seisi ruangan ini. Semuanya memakai baju yang hampir sama denganku. Malah ada yang lebih terbuka lagi." Jhen membela dirinya sambil menyapukan pandangannya keseluruh ruangan itu. Banyak para wanita yang datang malam itu dengan gaun-gaun yang malah lebih terbuka daripada Jhen.
"Aku tidak peduli dengan mereka. Tapi kamu istriku,tidak ada yang boleh melihat tubuhmu dan setiap inchi kulitmu kecuali aku." Kata Theo sambil memeluk Jhen dari belakang.
Jhen terkekeh dengan kecemburuan Theo.
Terdengar ayah Theo berdehem dari belakang mereka. Theo dan Jhen melihat kearah ayah dan ibu Theo yang berdiri dibelakang mereka.
"Apa kamu ingin memamerkan kemesraan pengantin baru didepan publik sekarang?" Tanya ayah Theo sambil berpura-pura terlihat tidak senang.
"Aku tidak suka dengan gaun yang Jhen kenakan. Ini terlalu terbuka." Jawab Theo sambil melepaskan pelukannya dari Jhen dan menghampiri ibunya untuk mencium pipi ibunya.
"Tidak ada yang salah dengan gaun Jhen. Dia cantik dan anggun mengenakan gaun itu. Dan lagi.. Mama sendiri yang membelikan Jhen gaun itu." Kata ibu Theo sambil melihat dengan senang kearah Jhen.
"Sesuai perkiraan mama, gaun itu pas sekali dengan tubuh Jhen."
Jhen membalas senyuman ibu Theo dan menghampirinya kemudian mencium pipi ibu Theo dengan sayang.
"Terimakasih,Ma. Aku sangat suka gaunnya." Kata Jhen pada ibu Theo.
Ayah Theo menarik pelan tangan Theo agar menjauh dari Jhen.
"Berikanlah istrimu ruang. Dia sudah pasti bosan selama ini berada dirumah saja." Kata ayah Theo sambil tersenyum melihat Theo yang terlalu posesif pada menantunya itu. Dengan enggan Theo membiarkan Jhen pergi dengan ibunya membaur dengan tamu-tamu yang lain.
"Jangan sampai dia merasa terkekang oleh rasa cemburumu. Nanti dia bisa lari." Tambah ayah Theo memberikan sedikit nasehat untuk putranya.
"Putra datang ke kantorku beberapa hari lalu." Kata Theo mulai mengalihkan pandangannya dari Jhen dan beralih pada ayahnya.
"Dia dengan terbuka menyatakan perangnya padaku. Aku akan menghadapinya tanpa membuat resort kita merugi."
"Jadi ini yang kamu rencanakan?" Ayah Theo mengambil minuman yang diberikan oleh waiter yang berkeliling untuk membagikan minuman di acara itu.
"Aku mengumpulkan mereka semua untuk bergabung dengan kita. Mereka para investor yang bonafit. Dan juga memiliki banyak relasi yang akan menguntungkan kita nantinya." Theo yang juga mengambil minuman itu menyesap minumannya. Theo menyapukan pandangannya keseluruh ruangan pesta berusaha mencari sosok investor utamanya.
"Mr. Peters juga datang malam ini." Kata Theo sambil melihat kearah seorang pria bertubuh tegap dan tinggi , ia mengenakan setelan jas hitam dan berwajah tampan khas pria Thailand dengan kulit sawo matang yang terlihat exotis dan sexy. Peters adalah pria keturunan Thailand dan Cina. Ia tumbuh besar di dua budaya berbeda dan sukses menjadi pengusaha di singapura.
"Kamu yakin dia akan mau bergabung dengan kita?" Tanya ayah Theo. Theo terlihat ragu.
"Aku tidak yakin ,tapi akan aku yakinkan dia untuk bergabung dengan kita malam ini."
---------------------------
"Kau tahu , Theo sangat mirip dengan ayahnya sewaktu muda dulu." Kata ibu Theo sambil berbisik kepada Jhen yang sedang mengambil sebuah kudapan di meja pesta.
"Sangat posesif dan juga selalu cemburu dengan segala hal. Awalnya kamu akan merasa senang,lalu kamu akan merasa terkekang dan sulit untuk merasa bebas. Tapi lama-lama kamu akan terbiasa. Pahamilah saja apa yang ia rasakan . Jika ia mencintai seseorang, segala pola piikir rasionalnya benar-benar hilang." Lanjut ibu Theo sambil mengedikan salah satu matanya kepada Jhen.
Jhen tersenyum lebar mengetahui hal baru lagi tentang Theo dari ibu mertuanya.
"Jadi memang itu sudah menjadi sifat turunan." Kata Jhen tersenyum lebar dan hampir tidak bisa menahan tawanya. Ibu Theo ikut tertawa .
"Untuk yang satu itu memang susah untuk dihilangkan. Bahkan cenderung menjengkelkan. Tapi bersabarlah,Jhen. Itu adalah ungkapan rasa sayang mereka kepada kita." Kata ibu Theo sambil membelai lengan Jhen dengan lembut.
Ibu Theo sangat cantik dengan kecantikan yang elegan. Walaupun saat ini ia berusia 60 an dan kulitnya tidak sekencang dulu. Tapi bisa terlihat sewaktu muda , ibu Theo sangat cantik dan ramping.
"Iya,Ma" Jawab Jhen. Jhen memang merasa Theo terlalu cerewet soal dirinya. Mulai cara berpakaian , siapa saja yang Jhen hubungi, kemana Jhen akan pergi. Jhen awalnya merasa senang dengan kecemburuan Theo, tapi adakalanya Jhen merasa lelah.
"Tante Maria." Sapa seorang wanita tinggi , ramping dan cantik dengan gaun cocktail berwarna hitam , berpotongan dada rendah dan roknya setinggi atas lututnya. Ibu Theo menoleh kearah sumber suara yang memanggil namanya.
Itu adalah Bianca. Jantung Jhen seakan berdebum sekali dengan kencang saat melihat Bianca tepat didepan matanya lagi. Terakhir kali mereka bertemu saat ia menyerahkan Brian ditaman yang berakhir dengan insiden mengerikan.
"Hai Bee. Lama kita tidak bertemu. Kapan kamu kembali ke indonesia?" Ibu Theo dengan ramah sambil mencium pipi Bianca.
"Baru 3 hari ini tante." Kata Bianca , dan Jhen tahu itu dusta. Bianca melihat kearah Jhen.
Ia juga terkejut tadi Jhen datang ke acara ini dan bersama dengan Theo. Jhen tidak mengucapkan apapun pada Bianca , ia tidak tahu harus mengatakan apa , harus berpura-pura tidak kenal atau bagaimana. Ibu Theo berpaling pada Jhen , tangannya dengan hangat merengkuh pinggang Jhen .
"Oh iya, ini Jhen. .Dia istri Theo." Kata Ibu Theo dengan bangga memperkenalkan Jhen.
"Jhen, ini Bianca yang mama ceritakan waktu itu."
Bianca tampak shock mengetahui Jhen disini hadir sebagai istri Theo , mantan tunangannya. Bianca berusaha tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Jhen.
"Hai , aku Bianca . Panggil saja Bee." Kata Bianca berpura-pura baru mengenal Jhen hari ini. Jhen menerima jabatan tangan Bianca.
"Aku Jhen." Balas Jhen singkat. Jhen bukan orang yang pandai untuk memanipulasi ekspresinya. Terlihat wajah Jhen tegang karena ia tidak suka melihat Bianca lagi,selain dia adalah orang yang dicintai Theo dulu. Ia juga pernah membuat Brian hampir kehilangan nyawa.
"Aku tidak tahu jika Theo sudah menikah?" Tanya Bianca tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Sudah lama sebenarnya mereka menikah,tapi menyembunyikannya dari tante. Sekarang mereka sudah menempati rumah Theo sudah 3bulan ini." Jawab ibu Theo menceritakan detail kecil peristiwa pernikahan anaknya.
"Oh iya?" Bianca tampak sangat meragukan kata-kata ibu Theo namun memaksakan diri untuk tetap tersenyum.
"Kamu juga harus lihat Bree , dia anak Theo dan Jhen. Kalau kamu melihat Bree , kamu akan jatuh hati padanya." Ibu Theo terlalu senang untuk memamerkan cucunya sampai tidak menyadari ekspresi antara Bianca dan Jhen.
"Theo sudah punya anak?" Tanya Bianca dengan senyum masam .
"Selamat ya tante." Ekspresinya berubah pura-pura ikut bahagia, ia tersenyum lebar namun matanya melirik tajam kearah Jhen.
"Terimakasih Bee." Balas ibu Theo dengan tulus.
Seseorang memanggil ibu Theo yang sepertinya adalah kenalan lama ibu Theo. Ibu Theo berpamitan dengan Jhen untuk bergabung sebentar dengan teman lamanya itu. Setelah ibu Theo pergi , Bianca mendekatkan jaraknya dan Jhen.
"Hai, lama tidak bertemu." Sapa Bianca sambil mengangkat gelasnya kearah Jhen.
"Bukannya kita tidak saling mengenal disini?" Balas Jhen dengan dingin.
"Terimakasih untuk tidak mengatakan apapun tentang aku pada ibu Theo." Kata Bianca dengan tulus kali ini.
"Aku tidak tahu kalau kau akan menikah dengan Theo, walaupun kalian tidak sederajat. Apa karena anak sial itu?" Nada bicara Bianca benar-benar membuat Jhen naik darah.
"Bree anakku, dia anak kami. Jangan pernah membahas Bree dengan mulutmu. Apaplagi menyebutnya dengan kalimatmu yang tidak pantas." Kata Jhen dengan tegas dan wajahnya memerah karena amarah.
"Apa kamu lupa? Aku yang melahirkan anak itu,bukan kamu. Aku bisa sesuka hatiku menyebutnya dalam panggilan apapun." Balas Bianca dengan sombongnya.
"Bree anak kami." Kata Theo dari belakang Bianca dan berjalan kearah Jhen, berdiri tegap disamping Jhen sambil merangkul pinggang ramping Jhen.
"Dia anak kami yang sah secara hukum. Dan kamu tidak pantas menyebutkannya lagi , apalagi dengan panggilan yang tidak baik seperti itu. Aku bisa menuntutmu." Lanjut Theo dengan nada dingin kepada Bianca.
Bianca terkejut dengan kehadiran Theo yang mendadak itu. Dan Theo yang dulu selalu membelanya juga melindunginya kini bersikap dingin padanya.
"Tapi aku adalah orang yang melahirkannya." Tegas Bianca.
"Kamu bahkan tidak pantas disebut sebagai seorang ibu. Kamu juga yang mengatakan sendiri jika kamu sudah melepaskan Bree." Jelas Theo dengan wajah yang tidak bersahabat kepada Bianca.
"Apa yang kalian katakan?" Tanya ibu Theo yang entah hadir dari mana. Mendengarkan apa yang dikatakan Theo baru saja.
"Mama." Theo dan Jhen terkejut bersamaan. Ibu Theo terhuyung kebelakang yang kemudian dibantu oleh ayah Theo.
"Sayang,kamu tidak apa-apa?" Tanya ayah Theo khawatir dengan istrinya yang sepertinya akan pingsan itu.
"Apa yang baru saja aku dengar tadi?" Tanya ibu Theo seakan hal yang ia dengarkan adalah hal yang mengerikan ditelinganya. Ayah Theo tidak menjawab pertanyaan istrinya.
"Aku akan bawa mamamu beristirahat dulu. Kalian selesaikan permasalahan ini tanpa membuat onar." Ayah Theo memperingatkan dengan tatapan tajam.
"Dan kamu, selesaikan juga masalah perusahaan dengan para investor malam ini" Lanjutnya sambil menatap kearah Theo.
----------------------------------
Share this novel