Wajah tegang Jhen tidak bisa ditutupi. Kali ini ibu Theo sudah mengetahui semuanya. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya.
Theo mencoba memisahkan antara masalah pribadinya dan juga masalah bisnisnya . Dia harus bisa mendapatkan investor yang berpotensi besar untuk resortnya.
Saat Theo sedang berbincang dengan Mr. Peters . Jhen duduk di luar balkon hall . Pikirannya benar-benar penat dan ia tidak memiliki rokok disini.
Kenapa hari ini harus bertemu dengan Bianca. Dan ibu Theo harus mendengarkan semuanya disaat seperti ini. Membuat Theo tidak bisa memusatkan perhatiannya pada para investor. Jhen juga takut membayangkan apa yang terjadi pada Brian. Kemungkinan terburuk untuk dirinya dan Ceci mungkin mereka akan diusir dari rumah Theo. Tapi jika Brian akan diusir juga,tentu saja Jhen akan membawanya serta.
"Mau sebatang?" Tanya adam sambil menyodorkan sekotak rokok di samping Jhen. Jhen menoleh kearah Adam. Jhen belum pernah mengetahui siapa namanya, tapi dia beberapakali pernah menolong Jhen. Jhen melongok melihat kedalam Hall takut jika ada yang melihatnya jika ia merokok disini.
"Tenang saja,mereka tidak akan melihatmu disini." Kata Adam lagi sambil mengangkat lagi bungkus rokok ditangannya.
"Terimakasih." Balas Jhen mengambil sebatang rokok dari kotaknya sambil tersenyum kepada Adam.
Adam menyodorkan korek juga dan diterima oleh Jhen dengan senang hati. Rasanya begitu melegakan bisa menikmati rokok pemberian Adam dalam suasana hatinya saat ini.
"Ah ... Terimakasih Tuhan." Kata Jhen tanpa sadar sambil meniupkan asap rokoknya keudara. Adam tersenyum melihat reaksi Jhen yang begitu senang bisa merokok di malam pesta cocktail.
"Apa ada yang membuatmu merasa frustasi malam ini?" Tanya Adam sambil menyalakan rokoknya juga.
"Entahlah , rasanya penat saja." Jawab Jhen merasa tidak harus menjawab dari pertanyaan dari seorang pria yang baru saja ia temui beberapa kali itu.
"Oh iya. Aku lupa untuk berterimakasih kepadamu. Dan juga maaf." Kata Jhen sambil tersenyum kepada Adam. Adam mengangkat alisnya.
"Yang terimakasih aku tahu. Untuk yang maaf?"
Jhen tertawa mengingat kejadian ketika dirinya buru-buru naik kedalam mobil Adam untuk kerumah sakit waktu itu.
"Maaf , waktu itu aku tidak tahu jika kamu bukan supir taxi online yang aku pesan. Aku langsung masuk saja kedalam mobilmu dan kamu mengantarkanku kerumah sakit waktu itu." Jawab Jhen sambil tertawa mengingat kecerobohannya ketika itu. Adam ingat akan kejadian itu dan ikut tertawa.
"Oh itu.. Tidak masalah. Aku juga mendapatkan tip yang lumayan dari customer ku waktu itu." Sindir Adam dengan nada bercanda.
Untuk sesaat rasanya Jhen merasa lega bisa tertawa lepas setelah rasanya tidak bisa berrnafas setelah kejadian tadi.
Dari kejauhan Bianca melihat kedekatan antara Adam dan Jhen. Hatinya terbakar cemburu dan juga amarah. Adam yang tega meninggalkan dirinya juga anaknya , bisa tertawa dan terlihat dekat dengan wanita lain. Bianca melihat kearah Theo yang sepertinya sudah berbincang santai dengan investornya. Lalu ia berjalan kedekat Theo. Theo melihat kedatangan Bianca dan ia berpamitan sejenak dengan investornya.
"Kita akan bicara lagi nanti. Setelah aku tahu kondisi mamaku ." Kata Theo saat dirinya sudah berhadapan dengan Bianca.
"Aku tidak tertarik membicarakan anak itu. Dan ngomong-ngomong soal keluargamu. Seharusnya kamu bisa lebih mengendalikan istrimu agar tidak terlihat dekat dengan pria lain. Orang-orang bisa salah menilainya nanti." Ujar Bianca sambil menunjuk kearah balkon Hall lalu meninggalkan Theo yang melihat Jhen dan Adam duduk berdua di kursi balkon sambil bercanda bersama.
Theo berjalan dengan langkah cepat dengan kakinya yang panjang kearah balkon. Jhen bisa melihat raut wajah Theo yang gelap dan ia langsung berdiri dari duduknya.
"Theo?" Sapa Jhen dengan terkejut , rasanya seperti orang yang ketahuan sedang berselingkuh. Adam yang juga ikut berdiri berbalik badan melihat kearah sepupunya itu.
"Hai,Bro. Maaf aku hanya menawarkan sebatang rokok kepada Jhen. Dia nampak seperti orang murung tadi." Kata Adam menjelaskan situasinya dan juga Jhen. Theo hanya diam dan mengulurkan tangannya kearah Jhen.
Jhen membuang putung rokoknya keluar balkon dan berjalan menuju Theo. Theo menggenggam tangan Jhen dan melingkarkan tangannya di pinggang Jhen, mengisyaratkan bila Jhen adalah miliknya.
"Sayang, ini adalah Adam,sepupuku." Kata Theo sambil tersenyum pada Jhen yang sudah datang padanya ketika ia mengulurkan tangannya .
" Adam, ini Jhen , istriku." Theo menekankan kalimat itu pada Adam. Adam tersenyum dengan kecemburuan Theo yang terlihat jelas itu.
Jhen baru mengetahui jika pria yang pernah menolongnya itu adalah Adam, sepupu Theo yang juga ayah dari Brian. Jhen melihat Adam yang tersenyum kepadanya itu , namun Jhen tidak membalas senyuman Adam . Perasaan Jhen bercampur aduk.
Malam ini terasa begitu buruk baginya.
"Kami pernah bertemu beberapakali. Waktu itu istrimu salah mengira aku taxi online. Yang kedua ketika ia mendapatkan masalah dengan pria gila di basement parkir hotel." Kata Adam mencoba untuk mencairkan suasana diantara mereka. Theo tersenyum formal.
"Aku tahu. Kau sudah pernah menceritakannya." Balas Theo lalu melihat kearah Jhen yang sedang bingung .
"Aku akan mengenalkanmu pada investorku." Kata Theo dengan lembut.
Kemudian membawa Jhen pergi bersamanya. Adam yang masih berada di balkon menyandarkan tubuhnya pada pagar balkon dan melihat kepergian sepupunya dan Jhen.
"Dia menakutkan jika sedang cemburu begitu. Sepertinya dia benar-benar jatuh cinta pada istrinya sendiri." Gumam Adam pada dirinya sendiri sambil menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya diudara.
---------------------------------
Theo mengenalkan Jhen pada beberapa investornya yang hadir disana.
"Ini investorku yang terakhir." Kata Theo sambil mengajak Jhen berjalan bersamanya kearah Mr. Peters yang sedang tertawa bersama dengan seorang wanita yang nampak anggun dengan gaun abu-abu yang menjuntai kelantai itu.
"Dia investor terbesar di Asia. Tapi sangat sulit untuk mendapatkannya. Dia juga yang membuatku harus jauh darimu selama beberapa hari di singapura ." Bisik Theo ditelinga Jhen.
"Hai, Peters. Let me introduce my beloved wife. (Ijinkan aku mengenalkan istriku tercinta padamu)" Kata Theo sambil mengenalkan Jhen pada Peters.
Peters menatap Jhen saat tangannya menjabat tangan Jhen . Jhen sama terpakunya dengan Peters.
"Hai,Jhen ?"
"Peter?"
Mereka bersamaan menyebutkan nama masing-masing. Peters langsung memeluk Jhen didepan Theo. Theo langsung berdehem sambil menarik tangan Jhen untuk menyudahi pelukan Peters.
"I know your wife for long time ago, we meet in horrible situation. (aku bertemu istrimu sudah lama sekali dan kita bertemu dalam situasi yang mengerikan)" Kata Peters menjelaskan alasan ia bertemu dengan Jhen pada Theo lalu melihat Jhen dengan perasaan senang.
"And what is your decision? I hope you have a good decision for your life. (Dan apa keputusanmu -pada waktu itu- ? Aku harap kamu mengambil keputusan yang bagus untuk hidupmu)" Tanya Peters pada Jhen.
"I take my responsibility of my life and my baby, Pete. Thankyou for your help that day. (Aku mengambil tanggungjawab atas diriku dan juga bayiku,Pete. Terimakasih sudah menolongku di hari itu)" Jawab Jhen sambil tersenyum hangat pada Peters.
"ThanksGod. I proud of you. (Syukurlah,aku bangga padamu)" Kata Peters senang. Peters melihat kearah Theo .
"Don't be jealous ,Theo. We just friend. (Jangan cemburu,Theo. Kami hanyalah teman)" Kata Peters melihat rona wajah Theo saat Peters memeluk Jhen.
Theo baru mengetahui pria yang menolong Jhen waktu itu adalah Peters. Sungguh kebetulan yang tidak terduga.
Peters adalah orang yang sulit untuk diajak akrab, tapi ia bisa dengan mudahnya akrab dengan Jhen. Theo merasa dilema antara perasaan bangga dan juga cemburunya pada Jhen.
Peters dan Jhen berbincang-bincang banyak soal kejadian dalam hidup Jhen dulu. Mereka juga membicarakan soal hidup Jhen sekarang, tentang panti asuhan milik Peters , tentang kehidupan Peters yang sekarang juga memiliki pendamping , wanita cantik yang ada disebelah Peters. Tidak lupa Jhen juga membahas masalah investasi Peters untuk resort milik Theo. Peters setuju untuk menginvestasikan sejumlah modal ke resort Theo.
" I'm so happy to meet you again,Jhen. I always thinking about you after we meet before. Wondering what you've decided. And now ... I see your life get better and have a good man to be your husband. You can call me anytime if you need help or if you feel have something to share. (Aku sangat bahagia bisa bertemu denganmu lagi,Jhen. Aku selalu bertanya-tanya keputusan apa yang akan kamu pilih. Dan sekarang aku tahu... Aku melihatmu hidup lebih baik dan memiliki lelaki hebat sebagai suamimu. Kamu bisa menghubungiku kapanpun kamu butuh pertolongan atau ada hal yang ingin kamu bagi denganku)" Kata Peters saat akan berpamitan pulang pada Jhen.
"I will,Pete. So gladd to meet you again.( Baiklah,Pete. Sangat menyenangkan bisa bertemu denganmu lagi)." Balas Jhen sambil menggenggam tangan Peters.
---------------------------------------------------------
Jhen menutup pintu kamar hotel tempatnya dan Theo menginap malam ini. Saat berbalik Jhen hanya bisa terbelalak dan terkejut sampai nafasnya serasa berhenti saat bibir Theo langsung menyerang bibir Jhen dengan cepat dan dalam. Tubuh Jhen terdorong sampai tembok kamar hotel yang dihimpit oleh tubuh Theo.
Aroma cocktail yang manis dan memabukkan seakan bisa Jhen cicipi dari bibir Theo. Dengan tidak sabar Theo membuka gaun yang Jhen kenakan hingga bisa merobeknya. Ciuman Theo begitu kasar dan tidak berirama, nafasnya juga begitu memburu. Jhen bisa memahami suasana hati suaminya saat ini. Jhen tidak akan bisa mengimbangi api amarah dan gairah Theo saat ini, Jhen ingin meredakannya . Jhen membalas ciuman Theo dengan lembut dan hangat.
Gaun itu seakan meluncur begitu saja dari tubuh Jhen hingga jatuh kelantai. Tangan Jhen melingkar di leher Theo dan membelai lembut rambut Theo . Ciuman Theo mulai berirama dengan Jhen dan lembut memagut bibir Jhen yang menggiurkan , Theo menggigit bibir bawah Jhen dengan lembut dan mengecupnya , kemudian Theo memiringkan kepalanya membuat ciumannya semakin dalam ke bibir Jhen. Tangan Theo terasa panas dikulit Jhen yang telanjang dan terpapar dinginnya pendingin ruangan kamar itu.
Tangan Theo melepaskan ikatan pada gulungan rambut Jhen membuatnya terurai dan jatuh di punggung Jhen.
Tanpa berhenti mencumbu Jhen, Theo menggiring tubuh Jhen untuk berjalan ke tempat tidur sambil membuka setelan atas tuxedonya dan melemparkan kelantai dengan sembarangan. Saat hendak membuka kemejanya, nampak Theo sangat tidak sabar . Jika saja Jhen tidak membantunya membuka kancing kemeja itu satu persatu , sudah pasti kemeja Theo akan robek seketika. Mereka sudah berada di tepian tempat tidur tepat saat Theo berhasil melepaskan celananya.
Jhen berbaring diatas tempat tidur sambil mendesahkan nafasnya menikmati sentuhan bibir Theo yang menjelajahi seluruh kulit tubuhnya. Rasanya bagaikan antara surga dan neraka. Theo memberinya rasa nikmat tapi juga menyiksanya dengan kenikmatan itu. Jhen mencengkeram sprei tempat tidur.
"Theo .. Aku benar-benar bisa gila. Ini penyiksaan namanya." Kata Jhen terengah-engah antara berbicara dan juga menahan dirinya untuk tidak kehilangan akal akan siksaan penuh kenikmatan itu.
"Maka nikmatilah." Balas Theo tersenyum senang dengan matanya yang kelam karena gairah..
------------------------------------
"Apa kau tahu , sejak kecil aku selalu dipuji bisa bersikap dewasa dan rasional. Tapi .. Baru kali ini aku tidak bisa rasional jika hal itu menyangkut dirimu." Kata Theo sambil memeluk tubuh Jhen yang berada disampingnya , tidur menyamping memunggunginya. Theo menempelkan hidungnya dipundak Jhen, menghirup aroma manis tubuh Jhen.
"Aku tidak suka pria lain memandangmu seperti menginginkanmu. Aku tidak suka kamu tersenyum ataupun tertawa dengan pria lain. Aku tidak suka pria lain menyentuhmu ataupun melihat tubuhmu. Aku ingin menyimpanmu untukku sendiri." Lanjut Theo mengecup kulit pundak Jhen. Jhen membelai tangan Theo yang melingkar di dadanya dengan lembut.
"Apa kau tidak percaya padaku?" Tanya Jhen dengan kesabaran akan pengertiannya pada Theo.
"Bukan aku tidak percaya. Aku tidak mau oranglain menginginkanmu." Jawab Theo. Jhen tertawa kecil.
"Lalu kamu kira aku tidak? Aku juga tidak suka saat perempuan lain memandangimu dengan mata yang terbelalak seakan-akan akan menelanmu. Tapi aku mempercayaimu , aku berusaha menahan rasa cemburuku."
"Jadi ... Kamu juga cemburu?" Tanya Theo tersenyum senang dan membalikkan tubuh Jhen menghadap kearahnya. Wajah Jhen memerah karena pengakuannya. Jhen bangkit dari posisinya dan duduk dengan kesal.
"Tentu saja. Apalagi ada orang yang dulu kamu cintai disana." Kata Jhen ketus mengarah pada Bianca yang begitu mempesona tadi sewaktu pesta. Theo ikut bangkit dari posisi tidurnya dan duduk disamping Jhen.
"Bee? Kamu cemburu pada Bee?" Theo terlihat antusias dengan topik kali ini. Jhen tidak menjawab dan hanya melirikkan matanya pada Theo.
"Kenapa aku merasa jika kamu cemburu begini, kamu malah terlihat imut dan menggemaskan." Theo tersenyum sambil mencium pipi Jhen.
"Menggemaskan? Aku ini sedang kesal. " Nada Jhen mulai meninggi sambil mendorong tubuh Theo agar menjauh darinya. Theo malah tertawa dan memeluk Jhen , menempelkan kepala Jhen ke dadanya yang masih bergemuruh dengan tawa.
"Iya, kamu sangat menggemaskan." Kata Theo sambil menarik nafas panjang setelah tawanya terhenti. "Bee hanyalah masalaluku ,aku sudah tidak memiliki perasaan apapun padanya. Aku hanya mencintaimu sekarang." Lanjut Theo sambil mencium kening Jhen.
"Sejak kapan kamu mulai mencintaiku?" Tanya Jhen yang sudah lama merasa ingin tahu kapan Theo jatuh cinta padanya. Theo berpikir sejenak.
"Mungkin saat kita mulai sering berbincang saat bertemu diresort." Jawab Theo mencoba mengingat kapan ia mulai merasa tertarik dengan Jhen. Jhen menjauhkan tubuhnya dari pelukan Theo dan memandang Theo dengan curiga.
"Kapan? Semudah itu?" Jhen tidak begitu saja mempercayai perkataan Theo.
"Tidak. Saat itu aku merasa tertarik denganmu , seorang gadis yang dengan berani menendang tamu yang akan melecehkannya." Kata Theo mengingat kejadian satu tahun lalu , saat Jhen terlibat keributan dengan tamu resort Theo. Jhen berusaha mengingat kejadian yang dikatakan oleh Theo. Dan ia mengingatnya.
"Tamu kurang ajar itu ? Itu saat aku awal mendapatkan kontrak tampil di resortmu. Tamu itu mabuk berat. Dan aku mendapatkan teguran di hari pertamaku tampil." Gerutu Jhen mengingat saat itu.
"Mungkin sejak saat itu , aku sering melihatmu . Kita juga kadang-kadang ngobrol dengan santai disaat kita bertemu. Aku merasa kamu gadis yang menarik. Lalu mulai mengetahui tentang masalah yang kamu hadapi dan juga perjuanganmu. " Lanjut Theo.
"Itu bukan jatuh cinta namanya. Itu rasa simpati." Timpal Jhen merasa kesal. Theo tersenyum.
"Kamu orang yang selalu tersenyum dan tertawa. Kamu orang yang mudah marah juga mudah menerima. Mungkin itulah yang membuatku mulai jatuh cinta dengan perlahan tapi pasti." Mata Theo menatap lekat mata Jhen.
"Mungkin yang paling aku rasakan ketika kita bicara dikantor manager personalia. Ingat?" Tanya Theo mengingatkan Jhen disaaat Jhen merasa salah paham akan kepribadian Theo saat itu.
"Aku kira dulu itu.. kamu.. gay." Jawab Jhen dengan jujur.
"Malam itu aku sedang bersama Adam,dia sedang mabuk karena frustasinya akan hubungannya dengan Bee yang tidak direstui orangtua Adam. Tapi kamu malah melihatnya seakan-akan berbuat hal tidak senonoh." Theo memandang Jhen dengan mata menyalahkan Jhen akan pemikirannya itu.
"Setelah malam itu,aku tidak melihatmu tampil di resortku. Tidak melihatmu seakan ada yang kurang dalam hatiku. Aku ingin menghubungimu,tapi takut kamu akan salah paham. Lagipula aku tidak punya alasan untuk menghubungimu. Aku menunggu sampai akhirnya kamu muncul kembali."
Theo menggenggam jemari Jhen , memainkannya ditangannya.
"Mungkin terdengar licik,aku memanggilmu keruangan manager personalia dengan alasan kontrak band mu. Tapi hanya itu yang terlintas dalam pikiranku untuk bisa berbicara lagi denganmu. Membuatmu terikat dengan klausal yang rancu dan pasti akan datang menemuiku lagi. Disanalah hatiku mulai merasakannya,tapi aku tidak menyadarinya. Mengetahui betapa lembut hatimu saat kamu mau menerima permintaanku untuk mengasuh Bree. Sampai aku mengakuimu sebagai istriku didepan mantan pacarmu dan ... secara tidak langsung aku juga memanfaatkan kesalahpahaman mama agar bisa mengikatmu." Kata Theo matanya terlihat sayup oleh rasa bersalah.
"Kamu tahu? Semakin harinya perasaanku tumbuh dan makin membuatku ingin kau berada disisiku selalu. Mulai merasa takut kehilanganmu, mulai berpikir impulsif dan posesif. "
Jhen hanya diam dan mendengarkan apa yang ingin disampaikan padanya. Theo juga tersiksa akan apa yang ia rasakan. Jhen menangkup wajah Theo dengan kedua telapak tangannya. Menengadahkan wajah Theo agar sejajar dengan wajahnya,
"Mencintai seseorang bukan hal yang salah. Membuat seseorang yang kita cintai selalu dekat dengan kita juga hal yang wajar. Tapi aku takut jika posesifmu nanti suatu saat akan membuat kita saling terluka." Kata Jhen dengan lembut.
"Aku bukan manusia yang sempurna, banyak kekurangan dalam diriku . Kamu pernah bilang kita akan saling melengkapi dan berusaha menjadi sempurna bersama. Bisakah kita mulai hal itu dari sekarang?" Tanya Jhen dan mendapatkan anggukan dari Theo.
"Lalu .... Kapan kamu mulai jatuh cinta padaku?" Theo bertanya balik pada Jhen. Jhen melepaskan tangannya dari wajah Theo.
"Aku menyukaimu sejak pertama bertemu." Jawab Jhen
"Apa yang membuatmu jatuh cinta padaku?"
"Siapa yang tidak akan jatuh cinta dengan pria yang tampan,tinggi, kaya,single,bertubuh bagus dan juga ramah?" Balas Jhen dengan jujur. Theo menyipitkan matanya pada Jhen.
"Jadi kamu akan jatuh cinta dengan siapa saja yang seperti itu?" Nada tidak mengenakkan mulai terdengar dari kalimat yang Theo ucapkan. Jhen tersenyum senang bisa menggoda Theo.
"Tidak. Aku hanya jatuh cinta padamu." Kata Jhen dengan tatapan penuh rasa sayang pada Theo.
"Disetiap aku tampil di resortmu,mataku selalu mencari keberadaanmu tanpa disadari. Berharap kamu ada disana. Aku mengagumimu pada awalnya , lalu mulai berharap mendapatkan perhatianmu , tapi aku tidak pernah berani memimpikan untuk bisa menjadi istrimu seperti sekarang, aku terlalu tidak sempurna untuk memimpikan hal itu. Tapi sekarang kamu tidak akan pernah tahu betapa bersyukurnya aku menjadi istrimu. Setiap hari aku hanya berharap ini semua bukan mimpi. Dan aku tidak ingin rasa bahagiaku terenggut secepat aku mendapatkannya."
Mendengar pengakuan Jhen membuat jantung Theo berdebar seperti remaja yang baru jatuh cinta. Theo mengecup kening Jhen.
"Kamu juga tidak akan tahu betapa bahagianya aku saat bisa mengikatmu sebagai istriku. Semuanya bukan mimpi dan kita akan bahagia selamanya bersama dengan anak-anak." Ujar Theo. Jhen teringat akan ibu Theo yang sudah mengetahui soal kebenaran tentang Brian.
"Bagaimana kita akan menghadapi mama dan papa?" Tanya Jhen penuh khawatir.
"Papa sudah tahu semuanya sebelum hari ini. Aku yakin papa akan membantu kita menjelaskan semuanya pada mama. Kita akan menemui mama besok setelah emosi mama stabil." Jawab Theo.
------------------------------------------
Share this novel