Theo berusaha meredam amarahnya pada Adam namun kali ini Adam memang benar-benar keterlaluan. Theo tahu posisi Adam memang tidak biasa. Adam adalah pewaris tunggal dikeluarganya. Mama Adam juga adalah orang yang memegang kendali penuh atas diri Adam. Theo dan Adam tumbuh besar bersama dan Theo sangat memahami keluarga bibinya itu. Namun setidaknya kali ini seharusnya Adam harus bisa mengambil keputusan yang lebih bertanggung jawab atas wanita yang dia cintai dan juga bayinya. Ketika hendak melampiaskan emosinya,Theo melihat Adam dengan ekspresi tak bernyawa. Theo mengepalkan tangannya dan berbalik memunggungi Adam.
"Keluar !!! Sebelum aku kehilangan kendaliku" Ujar Theo tanpa memandang Adam.
Tanpa sepatah kata,Adam berjalan meninggalkan ruangan Theo. Ruangan itu terasa gelap dan sesak bagi Theo.
Dulu Theo bertunangan dengan Bianca karena perjodohan dari orangtua keduanya. Theo,Adam dan Bianca memang tumbuh besar bersama. Sejak SMA Theo sudah menyukai Bianca. Ketika mengetahui perjodohannya dengan Bianca , Theo sangat bahagia. Tanpa mengetahui bila Bianca mencintai Adam. Theo sangat menyayangi keduanya,dan dia memilih untuk mengalah demi keduanya. Namun ketika dia mengetahui alur kehidupan Bianca menjadi seperti ini,Theo benar-benar menyesali keputusannya.
"Seharusnya saat itu aku mempertahankamu saja. Maka kamu tidak akan semenderita ini,Bee." Sesal Theo dalam hati.
---------------------------------------------------------
Pagi yang mendung,disusul hujan rintik-rintik lembut. Jhen sedang bersiap untuk kembali ke resort menemui Theo. Hari ini Ceci juga sudah keluar dari rumah sakit. Kondisinya juga sudah jauh membaik. Jhen juga mendapatkan pesan dari Mia bahwa dia sudah bisa menemui Theo hari ini. Semoga semuanya berjalan lancar.
Setibanya dikantor Theo,Jhen tidak mendapati Theo dikantornya lagi.
"Pak Theo sedang keluar,Mbak Jhen." Kata Mia.
"Tadi katamu aku bisa ketemu sama Pak Theo hari ini?" Kata Jhen dengan kecewa.
"Iya mbak maaf , tapi tadi tiba-tiba Pak Theo ada tamu. Lalu mereka keluar bersama . Bagaimana kalau nanti sore mbak Jhen datang kesini lagi?" Tawar Mia yang juga merasa bersalah pada Jhen.
Jhen berpikir sejenak .
Datang kekantor Theo tanpa hasil merupakan pemborosan bagi Jhen. Pemborosan biaya transport juga waktu. Mungkin lebih baik jika dia merundingkan hal ini pada Sam terlebih dahulu.
"Oke Mia,nanti saja aku kesini lagi." Kata Jhen lalu meninggalkan kantor Theo.
Jhen segera menghubungi Sam untuk mengkonfirmasi kontrak yang baru itu sambil menceritakan detailnya. Sam pun menyanggupi untuk menemani Jhen untuk mengkonfirmasi klausal baru dalam kontrak kerja mereka itu. Sambil menunggu Sam datang,Jhen menunggu di cafe resort. Mencari tempat bebas merokok. Dan tanpa sengaja Jhen melihat Theo bersama dengan wanita yang keluar dari kantor Theo dengan marah kemarin. Mereka tampak sangat akrab walaupun suasananya tidak terlihat romantis. Jhen tidak berani menganggu mereka,di tetap berjalan menuju ke teras cafe,area bebas merokok. Jhen tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Kira-kira siapa wanita itu? Kekasihnya? Saudaranya? Temannya? Jangan-jangan Theo memang bukan gay?
"Ah..Tapi waktu malam itu kejadiannya sangat jelas kok" Batin Jhen membenarkan diri. Jhen melirik kearah Theo dan Bianca, Bianca menangis dan Theo berusaha menenangkannya.
"Sepertinya dia bukan gay" Pikir Jhen. Separuh hatinya merasa senang Theo bukan seperti apa yang dia bayangkan , namun separuh hatinya lagi merasa cemburu dan iri dengan Bianca.
"Kenapa harus cemburu? Bagaikan pungguk merindukan bulan . Aku hanya bisa mengidolakannya dari jauh." Jhen mendesah sambil mengambil rokoknya. Nampaknya hari ini akan terasa panjang. Hampir setengah jam Jhen menunggu Sam. Jhen mulai merasa bosan.
-------------------------------------------------------
"Pak Theo nanti mbak Jhen akan menemui Bapak soal klausal kontrak kerja Band yang baru." Kata Mia sambil memberikan beberapa lembar kertas laporan pada Theo pagi itu.
"Oh iya.. Nanti suruh langsung masuk saja. " Jawab Theo singkat. Mia hanya mengangguk lalu meninggalkan ruangan Theo.
Tak berapa lama pintu kantor Theo diketuk lalu terbuka,Bianca datang dengan mata sembab dan wajah lesu. Theo menengadah dan tidak terkejut dengan kedatangan Bianca.
Sejak kembail ke Indonesia,Bianca memang menginap di resort Theo karena Bianca tidak berani untuk menghadapi keluarganya sendiri.
"Theo,maaf aku mengganggumu pagi-pagi begini. Ada sesuatu yang mau aku katakan. Bisa minta waktumu sebentar?" Tanya Bianca dengan suara lirih. Theo mengangguk
"Kita ke cafe saja, disana lebih tenang untuk kita bicara." Ajak Theo lalu berdiri dari duduknya kemudian mengajak Bianca ke cafe resortnya.
Sambil berjalan melewati meja kerja Mia. Theo berhenti sejenak.
"Kalau nanti Jhen datang,suruh dia datang kembali sore nanti." Kata Theo pada Mia.
"Baik Pak" Jawab Mia.
Di cafe,Theo memesankan coklat hangat untuk Bianca. Dan american coffe untuk dirinya. Setelah pesanan datang ,Bianca tersenyum pada Theo.
"Kamu masih ingat minuman kesukaan ku ketika aku merasa sedih"
Theo membalas senyuman Bianca.
"Minumlah dulu,Bee. Coklat hangat bisa menenangkan pikiranmu" Kata Theo lembut.
Bianca menyesap minuman coklat hangatnya. Merasa sedikit tenang, Bianca mencoba untuk memulai pembicaraan..
"Aku akan kembali pada keluargaku,Theo" Nafas Bianca terdengar berat menandakan dia telah mengambil keputusan yang besar. Theo hanya mengangguk tidak memberi kalimat apapun. Berusaha memahami posisi dan keputusan apa yang hendak Bianca ambil untuk kelanjutan hidupnya.
"Aku akan menerima segala konsekuensi yang akan diberikan oleh mama dan papa padaku. Aku akan memulai hidup baruku, aku akan mengejar pendidikanku,dan aku akan kembali menjadi aku yang dulu." Lanjut Bianca sambil memandang lurus kearah Theo.
"Lalu anakmu bagaimana?" Tanya Theo hati-hati . Bianca terdiam sejenak. pandangannya beralih kearah luar cafe yang terasa menyilaukan.
Dalam jeda yang terasa panjang itu,Theo menyadari kehadiran Jhen di cafe itu. Aroma parfum Jhen yang sangat dikenal Theo. Theo melihat dari sudut matanya,Jhen sedang berjalan ke arah teras cafe dan duduk disana. Lalu Theo mendengar Bianca menghela nafas panjang.
"Aku menyayanginya,Theo. Ketika dia hadir aku merasa bahagia. Bayi mungil yang tidak berdosa. Tapi dia tidak seharusnya ada di duniaku. Aku menyayangi dan mencintai segala sesuatu yang membuatku hancur Theo." Kata Bianca lalu airmatanya pun mengalir di pipi nya yang sehalus satin. Kalimat Bianca membuat Theo terkejut.
"Bee,tenangkan dulu pikiranmu. Kau sedang kacau saat ini. Jangan mengambil keputusan yang akan kamu sesali. " Kata Theo sambil menggenggam tangan Bianca untuk menenangkannya.
Bianca menggelengkan kepalanya dengan tenang dan menatap Theo dengan mata coklatnya yang belinang airmata.
"Ini sudah keputusanku Theo. Aku tidak bisa kembali pada keluargaku dengan bayiku. Aku tidak akan punya masadepan jika aku bersama bayiku. Dia hanya akan menempakanku dalam kesulitan Theo. " Lanjut Bianca. Lalu Bianca balik meremas tangan Theo.
"Aku mohon Theo bantu aku menyingkirkan bayiku dari hidupku. Ya?" Bianca memohon dengan mata sendunya. Dia sangat tahu bahwa Theo pasti akan membantunya.
Theo melepaskan tangan Bianca dari tangannya. Sorot mata Theo sedingin es.
"Dia darah dagingmu,Bee. Dia anakmu. Terlepas dari semuanya. Dia adalah bagian dari hidupmu. Dia membutuhkanmu. Ayahnya sudah tidak ada harapan lagi untuknya,tapi setidaknya kamu adalah harapannya." Kata Theo berusaha meyakinkan Bianca. Bianca tetap menggelengkan kepalanya .
"Bayi itu dan Adam adalah kesalahan terbesar dalam hidupku,Theo." Kata Bianca dengan tegas.
"Aku tidak bisa membantumu untuk hal ini,Bee" Jawab theo dengan tatapan tajam pada Bianca. Bianca terdiam sejenak, lalu berdiri mengambil tasnya dan beranjak meninggalkan meja.
"Baiklah kalau memang kamu tidak ingin membantuku. Aku bisa memahami rasa sakit hati dan dendammu padaku. Aku juga berterimakasih atas kebaikanmu selama ini mengijinkan aku berada disini selama aku kembali ke Indonesia. Aku pamit Theo. "
Belum Bianca melangkah pergi,Theo bertanya pada Bianca.
"Siapa nama bayimu?"
Bianca tersenyum masam,
"Aku belum dan tidak akan memberinya nama,karena itu akan membuatku terikat padanya." Jawab Bianca lalu meninggalkan cafe itu.
Theo hanya bisa memejamkan mata,merasa semuanya terasa penat. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya beberapa kali ,berusaha menenangkan diri. Sebenarnya bukan masalah dia sakit hati atapun dendam pada Bianca ataupun Adam. Dia hanya menyayangkan keputusan keduanya kepada bayi yang tidak bersalah itu. Tanpa sengaja pandangan Theo tertuju pada arah teras cafe. Dia melihat Jhen sedang duduk santai disana sambil menikmati kopi dan rokoknya.
"Aku kan minta dia datang sore nanti,kenapa sekarang dia ada disini? Siapa yang dia tunggu?" Tanya Theo dalam hati.
Kemudian muncul Sam yang lalu menyapa Theo disana.
"Pak,anda disini? Sudah bertemu dengan Jhen?" Tanya Sam pada Theo sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Theo. Theo membalas jabatantangan Sam sambil tersenyum formal.
"Belum. Tadi saya sedang bertemu tamu. " Jawab Theo sopan. Lalu Theo mempersilahkan Sam untuk duduk didepannya. Sam pun langsung duduk didepan Theo .
"Kami mau mambahas soal klausal dalam kontrak band yang baru Pak" Sam membuka pembicaraan secara langsung. Theo menangkap maksud dari kedatangan Sam yang dinanti oleh Jhen.
"Iya saya tahu. sebenarnya saya membuat 2 kontrak, yang satu untuk band dan yang satu lagi khusus untuk vokalis utamanya. Karena sewaktu lalu saya dengar vokalis utamanya tidak hadir selama 2 bulan,hal seperti itu kan termasuk performa kerja yang kurang bagus. Sepertinya sekretaris saya salah ketik untuk penempatan klausal kontrak kerjanya." Kata Theo sambil mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Mia untuk memberikan kontrak yang baru kepada Sam.
Setelah menutup telepon, Theo memberitahukan kepada Sam untuk datang kekantornya menemui Mia agar bisa menandatangani perpanjangan kontrak secara langsung. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tiga puluh menit lamanya Jhen menunggu Sam. Saat Jhen hendak menelpon Sam,Jhen melihat bayangan seseorang datang mendekatinya.
" Sam,kenapa lama.. " Kata-kata Jhen terhenti ketika melihat yang datang adalah Theo. Mata Jhen terbelalak melihat Theo.
"Ah. Pak Theo. Maaf saya kira tadi anda Sam." Lanjut Jhen sambil berdiri dari duduknya.
Mereka berdiri terlalu dekat. Jhen mengambil langkah mundur hingga pahanya bersentuhan dengan lengan kursi yang dia duduki. Theo tersenyum seperti biasa.
"Tadi aku sudah titip pesan pada Mia,agar kamu datang sore nanti." Kata Theo tanpa bergerak sama sekali dari posisinya. Jhen merasa tidak nyaman akan kedekatan mereka.
"Mungkin Bapak mau duduk dulu sembari kita bicara soal klausal baru itu?" Tawar Jhen sambil menunjukkan kursi disebelahnya. Theo mengangguk,kemudian duduk di kursi yang ditunjuk oleh Jhen.
Jhen duduk kembali setelah Theo duduk terlebih dahulu. Dengan cepat Jhen mengeluarkan surat perpanjangan kontrak keatas meja. Theo hanya melirik sekilas kearah kertas perjanjian itu,lalu melihat kearah Jhen.
Hari ini Jhen mengenakan pakaian casual,kemeja putih berlengan panjang,dilipat sampai bawah siku,celana jeans biru tua yang membalut kaki Jhen yang ramping dan sepatu kets putih polos. Rambut Jhen diikat ekor kuda menampakkan tengkuk Jhen yang indah. Riasan tipis Jhen malah menampakkan kontur muka Jhen yang mungil. Penampilan yang sederhana,namun menarik dimata Theo.
Ini aneh,tapi Theo benar-benar seperti tersedot magnet melihat tampilan Jhen pagi itu.
"Apa yang ingin kamu tanyakan?" Tanya Theo dengan santai sambil mengangkat tangannya memanggil waiter untuk memesan sesuatu.
Tangan Theo yang terangkat naik membuat kemeja Theo makin menampakkan dada Theo yang bidang ,membuat Jhen menelan ludah untuk memusatkan konsentrasinya.
"Jhen,fokus-fokus. Jangan melihat hal yang tidak perlu. Tapi pemandangan begini juga jarang terjadi." Batin Jhen sambil melihat kearah Theo. Lalu Jhen menunduk,berusaha fokus pada kontrak kerjanya.
"Aa.. ini.. apa .. soal klausal yang baru pak. Saya mau bertanya. Apa tidak perlu penambahan kalimat? Waktu saya konfirmasi dengan pak Pras. Kata beliau saya harus bertanya sendiri kepada bapak sebelum saya tanda tangani" Kata Jhen susah payah untuk tidak tergoda melihat kearah tubuh Theo. Belum Theo menjawab,waiter sudah datang ke meja mereka.
"Aku mau sarapan seperti biasanya. Kamu mau apa untuk sarapan?" Tanya Theo pada Jhen. Jhen menggeleng dan melambaikan tangannya.
"Tidak terimakasih Pak. Saya sudah sarapan tadi." Tolak Jhen secara halus.
Theo melihat meja ,disana ada kopi yang tinggal sedikit dan asbak dengan 5 putung rokok bekas Jhen selama menunggu Sam tadi.
"Soal klausal..." Kata-kata Jhen terputus karena Theo melanjutkan bicaranya dengan waiter yang menunggu pesanan dari Theo.
"Dua menu seperti biasa. " Pinta Theo pada waiter itu.
"Saya sudah sarapan tadi sebelum kesini Pak. Tidak perlu.. " lagi-lagi kata-kata Jhen dipotong dengan santai oleh Theo.
"Kalau tidak mau,dia juga akan tetap menunggu disini." Kata Theo sambil menunjuk kearah waiter itu. Jhen merasa bersalah dengan waiter yang dipanggil oleh Theo tadi. Jhen menghela nafas panjang. Ini pemaksaan namanya. Pikir Jhen
"Ya baiklah. Terimakasih pak" Jawab Jhen pada akhirnya.
Theo tersenyum dan melambaikan tangan pada waiter itu sebagai tanda untuk segera membuatkan pesanannya.
Setelah waiter itu pergi,Jhen berusaha melanjutkan perkataannya.
"Pak soal klausal..."
"Tidak baik bicara urusan pekerjaan sebelum sarapan." Kata Theo dengan singkat namun tegas. Membuat Jhen tidak bisa berkata.
"Dia pintar sekali membuat orang menuruti apapun perkataannya. Jiwa kepemimpinannya harus diakui." Kata Jhen dalam hati.
"Rumah kamu jauh dari sini?" Tanya Theo membuka pembicaraan baru dengan Jhen. Dan rasa canggung mulai menjalar dalam diri Jhen. Padahal biasanya juga Jhen berbincang dengan Theo secara santai namun karena insiden malam itu membuat Jhen merasa canggung.
"Lumayan Pak. kira-kira setengah jam dari resort. " Jawab Jhen sambil mletakkan kertas kontrak kerjanya di kursi sampingnya yang kosong.
"Hmm lumayan dekat kalau begitu. Sudah berapa lama kamu di dunia entertain?" Tanya Theo lagi sambil melipat tangannya didepan dada. Jhen menarik nafas pelan. Sungguh pemandangan yang menggoda.
"Sekitar sepuluh tahun pak" Jawab Jhen sembari memusatkan konsentrasinya.
"Situasi macam apa ini?" Batin Jhen merasa salah tingkah dia harus berbuat apa untuk mengisi waktu selama sarapannya diantarkan.
Sejenak terasa hening dan rasanya sangat canggung.
"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu seakan memberi hantaman dalam pikiran Jhen.
"Belum" Kata Jhen dengan senyum sopan santunnya. Theo melihat ekspresi wajah Jhen yang susah dijelaskan antara sedih,enggan,dan tidak suka.
"Kenapa belum? Biasanya kan banyak yang sudah menikah diusia kamu ini?" Theo masih penasaran akan kehidupan pribadi Jhen. Raut wajah Jhen berubah menjadi berbeda .
"Bapak juga belum menikah. Kenapa Pak?" Tangkis Jhen dengan cepat sambil tersenyum simpul. Theo tersenyum merasa serangannya ditangkis sempurna oleh Jhen.
"Belum terpikirkan. Aku sedang sibuk dengan bisnisku." Jawab Theo singkat sambil memandang lurus kearah Jhen. Jhen tersenyum membalas Theo
"Saya juga begitu Pak. Saya sedang sibuk dengan pekerjaan saya." Balas Jhen dengan santai sambil melipat tangannya didepan dadanya.
"Saya suka caramu" Kata Theo sambil tertawa kecil dan mengacungkan jarinya kearah Jhen. Jhen mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum melihat tawa kecil Theo. Theo memang sering tersenyum namun Jhen belum pernah melihat Theo tertawa seperti hari ini. Suara tawa Theo seolah membuat garis pertahanan Jhen luluh.
Waiter pun akhirnya datang membawakan pesanan Theo. Theo mengajak Jhen untuk sarapan bersamanya.
Tanpa Theo dan Jhen sadari dari luar cafe,Bianca melihat kedekatan antara Theo dan Jhen. Bianca tersenyum masam,lalu meninggalkan tempat dia mengawasi Theo dan Jhen.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Share this novel