Mendung siang hari itu membuat hati Jhen resah. Ia sudah berada dirumah Theo sekarang ini. Rumah yang lebih sederhana daripada rumah orangtua Theo. Ibu Theo menempatkan pembantu dirumah itu menemani Jhen juga perawat bayi untuk Brian. Jhen menunggu kedatangan Theo dan Ceci yang tak juga pulang kerumah.
Jhen menunggu dikamar Ceci. Kamar yang khas dengan anak perempuan , dindingnya berwallpaper merah muda bercampur birumuda, tempat tidur bernuansa putri dongeng berwarna merahmuda. Jhen terharu dengan semua perhatian dan kasih sayang orangtua Theo untuk dirinya dan anaknya. Mereka begitu baik dan hangat . Rasanya seperti beban, Jhen berbohong soal ibu kandung Brian pada Ibu Theo. Jhen sadar suatu saat pasti akan ada masa dimana kebohongannya akan terungkap. Jhen berusaha mempersiapkan hal itu pada dirinya sendiri. Jhen mulai belajar untuk menghadapi apa yang harus ia hadapi sejak tragedi mengerikan yang menimpanya dulu. Dia pernah jatuh, bahkan terpuruk tapi bisa bangkit lagi. Kemudian Jhen teringat kejadian semalam dengan Theo. Jhen mengira sudah tidak merasakan traumanya lagi setelah sekian lama,namun ternyata tidak.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak mau terus hidup dalam ketakutan akan masalalu." Batin Jhen sambil memeluk dirinya sendiri dan melihat kearah luar jendela kamar Ceci. Hujan mulai turun perlahan tapi pasti,angin membawa butir-butir air hujan menerpa kaca jendela.
"Apa yang akan dipirkan Theo tentang aku? Sejak pagi tadi dia sudah bersikap dingin padaku." Jhen mulai terhanyut dalam lamunannya sendiri.
-----------------------------------------------------
Semua yang Moa ceritakan membuat Theo terdiam didalam mobilnya. Hujan mulai turun, Theo memandangi wiper yang bergerak menyapu sepanjang kaca depan mobilnya. Suara air hujan yang jatuh tepat di mobilnya seolah menjadi teman bicaranya saat itu.
Ia sangat terkejut dengan apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya dahulu. Hal itu diluar bayangan dan dugaan Theo. Dia tumbuh besar dalam keluarga yang berada dan harmonis. Tidak pernah Theo mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, kecuali tunangannya yang mencintai sepupunya sendiri. Hidupnya mulai kacau ketika Brian hadir dalam hidupnya. Dia harus membohongi ibunya karena kesalah pahaman yang terjadi. Tapi tanpa Brian,ia juga tidak bisa bersama dengan Jhen seperti saat ini.
Sejujurnya Theo masih belum bisa memahami perasaannya pada Jhen. Theo masih bingung. Yang ia rasakan hanyalah ia senang melihat Jhen tersenyum, ia senang Jhen selalu berada disisinya. Ia tidak menyukai jika oranglain memandangi Jhen dengan tatapan seperti kucing melihat ikan bakar, ia tidak menyukai Jhen bersama lelaki lain.
"Perasaan apa ini?" Tanya Theo pada dirinya sendiri. Saat ia tahu kejadian yang begitu menyakitkan Jhen seperti itu dahulu.
Hatinya terasa sakit,ia ingin marah namun tidak tahu pada siapa. Yang ia lakukan semalam malah membuat Jhen membuka luka lamanya lagi. Membuat Theo merasa bersalah. Theo juga tidak tahu bagaimana perasaannya setelah ini kepada Ceci. Theo juga bertanya-tanya bagaimana Jhen menghadapi semuanya selama ini? Banyak pertanyaan berkelebat didalam otak Theo.
Tiba-tiba ponsel Theo berbunyi. Mia menelponnya.
"Ada apa?" Tanya Theo sambil menyisir rambutnya kebelakang.
"Pak,sepertinya ada masalah dengan proposal yang kita ajukan waktu itu pada Mr. Peters. Baru saja pihak Mr. Peters menghubungi untuk menemui Bapak." Kata Mia.
"Satu jam lagi aku akan sampai kantor." Balas Theo kemudian menutup pembicaraan mereka.
Theo hendak menghubungi Jhen untuk memberitahukan bila ia akan ke kantor dan yang akan mengantarkan Ceci pulang kerumah setelah berkemas adalah supirnya. Namun Theo mengurungkan niatnya, rasanya sangat canggung jika ia harus mendengarkan suara Jhen saat ini. Theo hanya mengirimkannya lewat pesan singkat pada Jhen.
------------------------------------------
Putra tahu Jhen sudah berada dirumah lelaki yang kini menjadi suaminya itu. Dia juga tahu dimana rumah Theo. Dalam mobilnya,Putra mengawasi rumah itu dari jauh didalam mobilnya yang terparkir jauh dari rumah Theo. Ia tahu Theo tidak berada bersama Jhen saat ini,
"Dia pasti sibuk dengan pekerjaannya dan melupakanmu. Tidak tahukah dia bila kamu sangat takut hujan dan petir,Jhen?" Gumam Putra seolah-olah ia sedang berbicara dengan Jhen. Putra memutar lagu kesukaan Jhen dulu,ia mendendangkan lagu itu.
".... Don't leave me in all this pain. Don't leave me out in the rain ...." Putra melanjutkannya dengan gumaman sambil tersenyum melihat kearah rumah Theo.
Tidak peduli Jhen telah menjadi apa,bagi Putra Jhen tetap miliknya. Hanya Jhen yang bisa mengerti dirinya. Sejak kecil,Putra selalu mendapatkan siksaan dari ibu tirinya, ayahnya tidak pernah memperdulikannya, saudara-saudara tirinya sering menjadikannya bahan siksaan.
Ketika ia mengenal Jhen, Jhen menyayanginya, memperlakukannya selayaknya manusia. Memberinya harapan baru untuk memulai hidup sebagai manusia normal lainnya. Jhen selalu tersenyum padanya,selalu menyambut hangat setiap kehadirannya. Hanya Jhen dunianya ketika itu. Ia tidak akan segan menyingkirkan siapapun yang ingin mendekati Jhen, jangankan mendekati Jhen. Jika mereka berani melihat Jhen saja,mereka bisa mendapatkan balasan yang setimpal. Saat Jhen menjauhinya,jiwanya makin gelap. Segala cara akan dilakukan Putra untuk mendapatkan Jhen kembali,dan Jhen selalu kembali padanya. Putra berjanji pada Jhen akan berusaha untuk menjadi lebih baik untuk Jhen. Namun ketika Jhen yang ia temui waktu itu setelah menghilang selama tiga hari, ia tidak bisa menepati janjinya pada Jhen.
Hatinya merasa senang bisa menusuk berkali-kali pria yang berani menyentuh wanitanya. Kemudian dia ditahan , dipisahkan lagi dari Jhen. Apa yang dilakukannya hanyalah melindungi wanita yang ia cintai, itu saja. Kenapa semua orang menyalahkannya. Ayahnya orang yang punya kuasa besar,hanya butuh sedikit intrik untuknya agar bisa lekas keluar dari tahanan. Putra menemui Jhen lagi,ingin Jhen menikahinya. Jhen pasti sangat berterimakasih padanya karena telah melenyapkan pria yang membuatnya terluka. Putra kecewa karena Jhen menolaknya hanya karena ia mengandung anak pria itu. Mungkin akan lebih baik jika anak itu menghilang,maka Jhen akan kembali padanya.
Jhen menolaknya lagi.
Putra mencintai Jhen,jika mereka tidak akan bersatu di dunia ini,maka Putra akan bersamanya di kehidupan yang akan datang. Semuanya karena Moa yang hampir membunuhnya. Ayahnya akhirnya mengirimnya ke Jerman untuk pengobatan kejiwaan. Putra mempelajari cara pemikiran orang-orang disana selama 5tahun lamanya,berhasil membuat mereka percaya ia sudah bisa berbaur dengan masyarakat lainnya. Ia meyakinkan ayahnya untuk memulai usaha sendiri di bidang Biro Travel dan kembali ke tempat Jhen berada. Saat Putra kembali ingin menemui Jhen , Jhen sudah tidak ada disana. 2 tahun Putra mencari keberadaan Jhen sampai akhirnya ia menemukannya. Namun ia bersama dengan pria lain. Putra masih bisa menahan jiwa hitamnya karena masih memikirkan ultimatum dari ayahnya.
Semakin lama Putra tidak bisa menahan jiwanya yang hitam itu lagi. Jiwa itu muncul lagi ketika ia menerima pukulan dari Adam yang membantu Jhen ketika itu. Jiwa nya benar-benar haus akan kehangatan Jhen yang dulu.
Putra melihat mobil Theo memasuki halaman rumah itu,matanya terlihat tidak senang,hanya kebencian yang ada disana. Putra akhirnya melajukan mobilnya menuju tempat yang menjadi rencananya nanti.
-----------------------------------------------
Ceci masuk kedalam rumah dengan wajah cemberut. Bahkan Jhen yang menyambutnya juga tidak dihiraukan.
"Ada apa?" Tanya Jhen setelah mereka berada didalam kamar Ceci.
"Papa sudah berbohong. Katanya tadi mau menungguku." Kata Ceci kesal sambil melipat tangannya didepan dadanya.
"Papa tadi ada urusan dikantor. Jadi buru-buru kesana. Papa juga minta maaf karena sudah ingkar janji sama Ceci." Kata Jhen menenangkan anaknya yang sedang merajuk itu. Ceci melirik kearah Jhen.
"Semuanya gara-gara Moa." Kata Ceci dengan kesal. Jhen mengernyitkan keningnya,kenapa Moa ada dalam pembicaraan ini?
"Moa mengajak papa pergi,jadinya papa ingkar janji." Lanjut Ceci dengan bibirnya yang mengerucut.
"Moa tadi bertemu Papa?" Tanya jhen terkejut.
Kenapa Moa menemui Theo?. Perasaan Jhen mulai merasa ada yang tidak beres.
"Jangan marah lagi sayang. Coba lihat kamar Ceci ini, Oma loh yang bikin." Kata Jhen mengalihkan perhatian Ceci. Ceci melihat seisi kamarnya dan tiba-tiba moodnya menjadi senang sekali. Ia mulai mengomentari ini dan itu yang ada dikamarnya,Jhen hanya tersenyum menanggapi setiap kata-kata Ceci namun pikirannya melayang ketempat lain.
Ketukan pintu terdengar dan memecahkan pikiran Jhen yang melayang entah kemana. Jhen keluar dari kamar Ceci dan menemui supir pribadi Theo.
"Ada apa pak?" Tanya Jhen sambil menutup piintu kamar Ceci.
"Kata Bapak Theo, Bapak minta untuk mengepak beberapa pakaian dan juga passpor bapak,Bu."
"Bapak mau pergi?" Tanya Jhen sedikit kesal,mengapa Theo tidak memberitahunya soal ini.
"Iya bu,sepertinya akan keluar urusan bisnis di singapura. Ada yang harus diselesaikan." Lanjut supir Theo.
"Tunggulah dibawah. Aku akan mengemasi baju suamiku." Kata Jhen sambil berjalan kearah kamar utama. Jhen membuka lemari pakaiannya dan Theo , menarik koper kecil dari rak paling bawah.
"Apa dia sedang menghindariku?" Jhen bertanya dalam hati. "Dia mau menghindar berapa lama?" .
Lalu Jhen mendorong koper itu kembali ketempatnya. Dan menarik koper yang lebih besar. Jhen mengepak
pakaian dan keperluan yang dibutuhkan Theo dalam jumlah yang banyak,seperti orang yang hendak bepergian jauh dalam waktu lama. Entah mengapa Jhen merasa sangat kesal pada Theo.
Supir Theo sudah mengantarkan koper Theo. Jhen menenangkan dirinya didapur , ia mengambil air dingin dari dalam kulkas dan meminumnya . Ponsel Jhen bergetar , ada pesan masuk dalam ponselnya. Pesan itu dari Theo.
-Aku akan berangkat ke Singapura. Ada beberapa urusan bisnis yang harus aku selesaikan disana.-
Theo memberitahunya lewat pesan,mungkin memang ia ada urusan yang harus segera diselesaikan. Jhen duduk di kursi bar dapur sambil memandangi gelasnya yang sudah kosong itu. Theo mungkin tidak menghindar untuk bertemu dengannya,mungkin memang ada urusan yang mendesak. Tapi untuk apa Moa bertemu dengan Theo tadi. Jhen langsung menghubungi Moa saat itu juga.
"Moa..."
"Suamimu sudah tahu tentangmu dan semuanya. Maaf aku memberitahunya. Aku tidak bisa membiarkan mama yang menceritakannya ketika ada Ceci juga." Moa langsung menjawab bahkan tanpa Jhen menanyakannya.
Jantung Jhen serasa berdetak satu kali dengan kencang. Bagaikan menerima pukulan yang membuatnya terdiam sesaat.
"Apa yang dikatakan Theo?" Tanya Jhen lemas. Berharap mendengarkan jawaban Moa namun juga tidak mengharapkannya.
"Dia terkejut,tentu saja." Jawab Moa dengan jujur. Jhen merasa lemas dengan jawaban yang Moa berikan.
"Tapi jika dia benar-benar mencintaimu,dia akan tetap bersamamu Jhen." Tambah Moa.
Kejujuran Moa seperti memiliki dua sisi. Dari satu sisi menenangkan Jhen, disisi lain seakan memberinya peringatan.
Jhen tidak memberikan respon apapun. Membuat Moa memikirkan hal yang ia takutkan.
"Apa dia menyakitimu? mencampakkanmu karena masalalumu?" Tanya Moa dengan emosi yang begitu menggebu.
"Tidak , Moa. Aku hanya... Tadi.. Nanti saja aku ceritakan. Nanti malam aku akan ke bar milikmu." Jhen bingung harus mengatakan apa pada Moa.
"Oke, nanti biar Jo yang menjemputmu. Kirimkan alamat barumu padaku. Ceci bilang kalian sudah pindah dari rumah mama." Kata Moa. Jhen mengangguk
"oke."
--------------------------------------------------
Theo sedang sibuk menyiapkan beberapa keperluannya untuk menemui investornya di Singapura saat Adam mengetuk pintu dan memasuki ruangan Theo. Theo melihat sekilas kearah Adam,lalu sibuk mencari beberapa arsip yang akan ia bawa pergi.
"Ada apa?" Tanya Theo dengan dingin.
"Apa kau masih marah soal waktu itu?" Adam mendekati Theo dan berhenti di meja kerja Theo. Theo tidak menjawab ataupun merespon pertanyaan Adam.
"Aku menyesali semua perkataanku waktu itu juga perlakuanku pada Bee." Kata Adam pada akhirnya. Tidak mudah bagi Adam untuk mengakui kesalahannya.
"Apakah itu berguna saat ini?" Balas Theo acuh. Adam terdiam. Kemudian melihat jari manis Theo yang dihiasi oleh cincin emas putih.
"Kau sudah menikah?" Adam menerka namun juga terkejut. Membuat Theo terdiam sesaat.
"Urusi saja urusanmu."
"Kau menikah dan tidak mengundangku?" Adam tidak peduli dengan sikap sarkastis dari Theo. Theo tidak memberikan balasan apapun pada Adam.
"Kau menikahi Bee?" Tanya Adam ragu-ragu. Theo seketika menghentikan kesibukannya dan melihat kearah Adam.
"Aku tidak menikahi Bee. Aku sudah melepaskannya sejak ia bersamamu. Kami tidak ada hubungan apa-apa lagi sekarang." Jelas Theo dengan tegas. Adam memahami Theo, Theo bukan tipikal orang yang akan mengingkari kata-katanya sendiri.
"Kau akan pergi? Kemana?" Tanya Adam lalu duduk di sofa kantor itu. Theo diam lagi,tidak ada reaksi.
"Paman memintaku untuk membantumu sementara ini di resort." Kata Adam kemudian melihat reaksi Theo yang terkejut memandangnya.
"Kemarin paman menemuiku. Katanya ingin aku membantumu diresort. Meringankan beban kerjamu." Lanjut Adam lagi.
"Aku tidak perlu bantuanmu." Balas Theo lalu memasukkan beberapa tumpukan kertas kedalam sebuah map dan memasukkannya lagi kedalam sebuah tas besar berbentuk kotak .
"Selama kamu tidak berada dikantor beberapa hari ini,aku sudah mulai bekerja disini. Paman yang memberikan ijinnya padaku."
Theo tidak menyangka ayahnya akan meminta bantuan Adam untuk membantunya di resort selama ia sibuk mengurusi pernikahannya dengan Jhen.
"Kalau begitu uruslah lagi selama aku tidak disini. Setidaknya kamu akan menjadi berguna." Kata Theo sambil membawa tas surat-surat itu ke meja utama kantornya.
Supir Theo masuk kedalam kantor sambil mengetuk pintu yang masih terbuka itu.
"Pak,semuanya sudah siap"
"Pakaian dan passpor ku sudah kamu ambil dirumah?" Tanya Theo sambil memberikan isyarat pada supirnya agar membawakan tas berisi surat-surat penting itu. Sang supir melangkah mendekat kearah meja Theo untuk mengambil tas yang ditunjuk Theo.
"Semua sudah siap,Pak. Tadi istri pak Theo sendiri yang menyiapkan semuanya."
Adam benar-benar terkejut mengetahui Theo sudah menikah.
"Kamu benar-benar sudah menikah? Dengan siapa? Kenapa aku tidak tahu? Kapan?" Tanya Adam dengan tidak sabar.
"Aku tidak suka mengekspos kehidupan pribadiku. Diamlah dan kerjakan saja tugas yang diberikan papaku padamu." Jawab Theo lalu meninggalkan ruang kerjanya diikuti oleh supirnya.
"Tapi kan aku saudaramu,kita keluarga. Seharusnya kan aku tahu dengan siapa kamu menikah." Kata Adam namun tidak digubris oleh Theo.
"Aku jadi penasaran dengan siapa dia menikah. Mungkin jika aku kerumahnya aku akan tahu siapa wanita yang bisa menembus hati si gila kerja itu." Gumam Adam pada dirinya sendiri setelah Theo mulai tidak terlihat lagi.
------------------------------------------
Share this novel