Setelah menempuh perjalanan hampir sejam, mobil yang di tumpangi Azki pun perlahan lahan memasuki rumah utama Ayah nya. Suasana begitu sepi dan Azki yakin jika para mata-mata Erika sudah tertidur dengan pulas nya. Kedatangan Azki di sambut antusias oleh Raden sang scurity yang tak lain adalah para pekerja yang kerap kali melaporkan aktivitas rumah utama kepada nya.
"Selamat malam, Nona." sapa Pak Raden dengan membungkuk hormat.
"Malam Pak Aden, Pak bisa pastiin nggak di dalam ada siapa saja yang masih terjaga, saya akan membawa Ayah pindah ke suatu tempat." pinta Azki sopan.
"Baik Nona muda." balas Pak Aden.
Pria setengah paru baya itu pun melangkah kan kaki nya memasuki lobby rumah tampak ia mengedarkan pandangan nya ke segala arah, setelah memastikan situasi aman ia pun segera keluar dan memberitahukan Azki.
Sebelum turun Azki menyabotase CCTV yang berada di rumah mewah tersebut, ia tidak ingin meninggalkan jejak apapun sebelum kepergian mereka. Setelah selesai Azki pun turun dan berjalan bersama Nayara memasuki rumah mewah itu. Tak ingin membuang waktu lebih lama lagi ia pun naik ke lantai dua di mana kamar nya berada terlebih dahulu, sedangkan Nayara berbelok arah ke arah kamar utama di mana Ayah sahabat nya berada.
Tok.
Tok..
Meski ia tau jika Ayah sahabat nya sedang terbaring lemah di atas ranjang, ia tetap mengetuk pintu sebagai tanda meminta ijin. Tubuh kekar pria paru baya itu tampak lemas, Nayara menitihkan bulir air mata nya kala sudah berdiri di samping ranjang, ia merasa sakit kala melihat sahabat baik dari mending Ayah nya terbujur kaku, entah obat apa saja yang di berikan Erika sehingga pria yang biasa nya terlihat segar bugar itu tak terlihat lemas dan tak berdaya.
Dengan pelan dan lembut Nayara mengusap pergelangan tangan Murat, hingga tak berselang lama pejaman mata pria paru baya itu perlahan terbuka, ia menatap lamat-lamat wajah gadis itu, hingga tak terasa bulir air mata nya pun mulai berjatuhan.
"Paman, maafkan Nay yang sudah mengganggu waktu tidur Paman." ucap Nay merasa bersalah sudah membangun kan pria paru baya itu.
"Tidak apa-apa Nak, kenapa kamu bisa berada di sini? di mana Kila?" tanya Murat dengan beruntun, pasal nya selama 3 tahun belakangan ini tak satu pun di perbolehkan masuk dengan sembarangan ke rumah nya karena jika itu terjadi Erika pasti akan murka.
"Aku bersama Kila, mungkin sebentar lagi ia kesini, tapi sebelum itu Nay minta izin untuk mengemas pakaian Paman dan keperluan Paman selama kita pergi, apa boleh Nay mengemas perlengkapan Paman? waktu kita tidak banyak, takut nya antek-antek si Nenek tua itu keburu bangun." jelas Nayara, ia tidak yakin jika pria itu akan rela meninggalkan rumah yang terdapat banyak kenangan indah serta kepahitan setelah kedatangan Erika wanita ular itu.
"Apa Kila juga akan pergi bersama kita?" tanya Murat dengan lirih nya, ia merasa bersalah terhadap anak semata wayang nya, ia kerap kali gelap mata saat di provokasi oleh Erika.
"Kita akan tetap bersama Ayah." suara itu bukan berasal dari Nayara melainkan sosok yang sangat di rindukan oleh Murat.
Azki melangkah mendekati ranjang Ayah nya, ia terisak dalam dekapan Ayah nya. Ia tidak menyangka jika Ayah nya akan di perlakukan sedemikian rupa oleh Erika, sorot mata nya berubah tajam, ia berjanji akan membalas kan segala kesakitan yang di torehkan Erika dan Jerry beserta para pengkhianat yang tak lain keluarga sedarah nya.
'Akan ku hancurkan kalian semua, terlebih kamu Paman, kau tega mengkhianati Ayah, kalian akan mendapat kan perlakuan yang lebih buruk dari yang Ayah dapatkan selama ini!' janji Azki dengan kilatan kemarahan.
"Maafkan Ayah nak, seharusnya Ayah mendengar penjelasan mu saat itu, sekali lagi maafkan Ayah." ucap Murat penuh sesal, berulang kali ia mendaratkan kecupan di pucuk kepala anak semata wayang nya.
"Ayah tidak salah, semua ini memang sudah di rencanakan oleh wanita busuk itu beserta Paman dan juga Bibi. Sudahlah, kita akan bahas itu nanti, kita harus segera pergi dari sini." balas Azki, ia pun mengendurkan pelukan hangat Ayah nya setelah melihat Nay yang sudah selesai mengemas keperluan Ayah nya.
"Ayo berangkat." ajak Nayara sembari mengeret koper berukuran besar.
"Tunggu, aku akan membawa semua barang-barang ini terlebih dulu, aku juga ingin memastikan situasi di luar takut nya antek-antek Erika sudah pada bangun dan memulai aktifitas." cegah Azki.
Nay pun mengangguk kan kepala nya. Azki beranjak dan dengan pelan memutar kenop pintu, dengan langkah cepat Azki mengeret kedua koper tersebut, melihat Nona muda nya yang sedang menyeret koper berukuran besar Pak Aden pun melangkah dan mengambil alih kedua koper tersebut.
"Biar saya saja yang memasuk kan koper-koper ini, Nona kembali lah ke dalam." pinta Pak Aden dengan sopan.
"Terima kasih Pak Aden. Oh iya Pak Aden, jika Bapak berkenan ikutlah bersama kami." ucap Azki ia tidak ingin meninggalkan Pak Aden beserta keluarga nya di rumah itu, pasal nya jika Jerry atau pun keluarga nya tau jika Pak Aden bersekongkol dengan nya mungkin nyawa Pak Aden dan keluarga nya akan dalam bahaya.
"Kemana pun Bapak pergi, Pak Aden beserta keluarga akan selalu setia mengikuti Bapak dan juga Nona muda, hidup kami telah kami dedikasikan pada keluarga Bapak dan juga Non. Terima kasih atas kepercayaan Nona muda beserta Bapak." balas Pak Aden, ia telah berjanji untuk mendedikasi kan hidup mereka kepada keluarga Rahzheda.
"Bapak pulanglah, akan ada seseorang yang menjemput keluarga bapak." ujar Azki dan berlalu masuk kembali ke dalam rumah dengan membawa sebuah laptop entah apa yang akan ia lakukan dengan benda kotak tersebut.
"Nay, bawa Ayah ke mobil. Ada sesuatu yang harus aku lakukan sebelum meninggalkan rumah ini." pinta nya kepada sang sahabat.
"Baiklah. Ayo Paman Nay akan membopong Paman ke mobil." balas nya dan mulai melangkah kan kaki nya keluar.
Azki mulai berjalan ke arah belakang walk in closed, sebuah pintu mulai terlihat, Azki pun memindai sidik jari tangan nya ke arah sensor tak berselang lama pintu pun terbuka, wanita itu melangkah masuk ke dalam, ruangan bercat biru itu tampak seperti sebuah laboratorium khusus, di sana juga terdapat banyak sekali senjata api, ia yakin jika pistol tersebut akan berguna kelak nanti, lima menit gadis itu mengutak atik laptop nya dengan serius setelah selesai ia pun bergegas meninggalkan ruangan itu.
Setelah memastikan pintu ruangan tertutup dan menghapus jejak di sensor tersebut, Azki buru-buru keluar namun naas rencana nya sudah di ketahui oleh salah satu antek-antek nya Erika.
"Kau seperti maling saja Nona Azki!" sindir Rebecca dengan nada mengejek.
"Apa aku di larang menginjak kan kaki di rumah Ayah ku sendiri?" tanya Azki dengan datar nya, ia kesal melihat wajah angkuh orang kepercayaan Erika itu.
Rebecca merogoh saku celana nya, ia berencana melaporkan gerak gerik mencurigakan Azki kepada Jerry, namun baru saja ia hendak menempelkan ponsel tersebut, Azki menembak kepala nya, tubuh Rebecca seketika ambruk ke lantai.
"Ciihh!" Azki meludah di samping jasad Rebecca.
Kedatangan Azki dan rombongan sudah di nantikan oleh dua orang pria, mereka pun mempersilahkan Azki dan lain nya masuk ke dalam jet tersebut.
Tatapan Azki terlihat kosong, ini adalah kali kedua nya ia menangis, meski ia benci dengan Jerry namun rasa cinta nya yang begitu besar terhadap pria itu tak mudah untuk ia lupakan, ia masih sangat mencintai pria itu, 5 tahun bukan lah waktu yang singkat untuk menghapus segala rasa di hati nya.
'Selamat tinggal Mas, mungkin ini jalan yang terbaik untuk kita berdua.'
Share this novel