Sudah tiga minggu berlalu, sejak kepergian Azki malam itu Khenet menjadi sosok yang lebih menakutkan, Satria di buat kelabakan dengan setiap sikap dan tingkah laku Khenet yang kerap sekali marah-marah tak jelas. Seperti saat ini, ia menyembur habis setiap pegawai perusahan saat sedang meeting tak terkecuali Satria juga terkena imbas nya.
"Tinggalkan perusahan ini jika kalian sudah tidak ingin bekerja di sini lagi! karena kecerobohan kalian perusahan mengalami kerugian sebesar ini!" teriak nya dengan kilatan marah.
"Maafkan saya Sir, saya janji akan segera menemukan celah yang telah di tinggalkan hacker tersebut." ucap salah seorang dengan menunduk takut dengan peluh yang mulai bercucuran.
"Buktikan jika kalian memang bisa di andalkan, waktu kalian 1x24 jam jika kalian tidak bisa menemukan siapa sosok di balik kekacauan ini, maka kalian akan tau akibatnya!" ancam nya dan berlalu pergi tanpa menutup rapat tersebut.
Para staf terkait dan beberapa direksi pun bernafas lega saat melihat sang pemimpin telah berlalu pergi. Satria pun dengan langkah mantap mengikuti kemana pergi nya sang Tuan, ia yakin sebentar lagi dirinya lah yang akan menjadi sasaran kemarahan Tuan nya.
Tatapan Khenet tampak tajam dan begitu mengintimidasi, mendapat tatapan itu nyali Satria menciut dengan sendiri nya, berulang kali ia mengatur nafas nya dan menghembuskan dengan perlahan.
"Apa tidak ada yang ingin kau beritahukan?" tanya Khenet dingin.
"Ehh, masalah nona Azki yang anda minta saya mohon maaf Sir, saya tidak menemukan petunjuk apapun mengenai keberadaan nya dan juga Paman Murat." jelas Satria dengan takut, ia yakin sebentar lagi diri nya akan di maki habis habisan oleh pria di depan nya.
"Dasar bodoh! mencari seorang wanita saja kau tidak becus, kau sungguh tidak bisa di andalkan Satria!" ejek Khenet dengan tatapan sinis.
"Maaf sudah mengecewakan anda, Sir." hanya ucapan itu yang terus keluar dari mulut Satria seharian ini.
"Sudahlah! apa ada kemajuan dengan perusahan Azki?" tanya Khenet yang hampir lupa dengan perusahan yang di titipkan Azki kepada nya.
"Perusahan kembali berjalan normal, tekanan demi tekanan pun mulai teratasi setelah saya memecat Jerry, tapi kini Vania mulai menunjuk kan taring nya Sir." jelas Satria dengan serius, ia bahagia karena telah berhasil menendang Jerry dari perusahan Azki namun ia melupakan jika di sana ada seorang wanita ular yang terus menerus mendatangkan masalah di perusahan.
"Permalukan Vania, jika perlu lakukan hal yang dapat membuat diri nya enyah dari perusahan Azki dengan sendiri nya!" titah nya dengan datar.
"Baik Sir, jika tidak ada lagi saya kembali dulu, ada beberapa file yang harus saya periksa sebelum menyerahkan nya kepada anda." balas Satria dan pamit dari ruangan tersebut.
"Pergilah!" balas Khenet singkat padat dan jelas.
Di awal-awal kepindahan nya, Azki tampak menghabiskan waktu nya bersama sang Ayah, dengan telaten Azki menyuapi pria paru baya itu, tanpa terasa bulir air mata perlahan lahan jatuh.
"Maafkan Ayah nak, maaf. Andaikan saat itu Ayah mendengarkan ucapan mu mungkin semua ini tidak akan menimpamu. " ucap Murat dengan lirih nya, ia merasa bersalah dengan apa yang menimpa sang anak saat ini.
"No! ini semua bukan salah Ayah. Semua yang terjadi saat ini sudah suratan takdir." bantah Azki, ia tak ingin sang Ayah merasa bersalah atas apa yang menimpa diri nya.
Murat mengelus surai kecoklatan sang anak dengan penuh kasih sayang, ia berulang kali mendaratkan kecupan kecil di puncak kepala anak perempuan nya.
"Sudahi kesedihanmu, berbahagialah Nak. Ayah yakin kau akan menemukan kebahagian setelah ini selesai." kedua mata tua itu terlihat berembun. Bagi seorang Ayah kebahagian putri kecil nya adalah yang utama. Namun siapa sangka jika keputusan yang terkesan buru-buru mengakibatkan sebuah luka di hati sang anak.
"Aku mencintainya Ayah. Tapi dia-," Azki terisak, ini adalah air mata kedua dari kesakitan nya yang di pendam nya selama beberapa minggu yang lalu. Selama ini Azki berusaha kuat dan tidak ingin di anggap lemah, bahwa semua telah ia berikan pada sang suami namun balasan yang di terima nya adalah sebuah pengkhianatan yang amat melukai hati nya.
"Lupakan pria itu! dia tidak pantas mendapatkan cinta tulus dari kamu, Nak."
Azki semakin mengeratkan pelukan nya, tangisan tanpa suaranya mengiringi usapan lembut sang Ayah di kepala nya. Azki mencoba menguatkan hati dan raganya, ia berharap Jerry akan segera menanda tangani surat gugatan perceraian yang di kirim oleh orang kepercayaan nya.
Murat sempat tidak percaya jika Jerry tega mengkhianati sang putri, di lihat dari segi mana pun Azki adalah kandidat terbaik untuk di jadikan seorang istri, sudah cantik, karir yang menjanjikan dan kaya raya, namun kenapa Jerry bisa melakukan hal keji itu terlebih wanita yang menjadi selingkuhan nya ialah sang keponakan, tanpa Azki lihat ada seringai jahat yang tercetak di wajah sang Ayah.
Murat berjanji akan membalaskan rasa sakit Azki, ia akan menghancurkan Jerry beserta Vania dan juga orang-orang di belakang mereka.
'Akan ku buat hidup kalian hancur sehancur nya! tunggulah kehancuran kalian!' janji Murat kepada diri nya sendiri untuk membalas semua rasa sakit yang di terima Azki.
Share this novel