Hujan peluru terus saja memenuhi ruang kamar Derill. Azki tidak bisa bergerak lebih untuk saat ini, hanya pistol lah yang bisa dia andalkan. Azki berdecak kesal dalam hati, pasal nya saat ini isi peluru tinggal 4 dan para bodyguard Derill melebih 10 orang. Kesadaran nya hampir habis kala darah segar mengalir terus di beberapa titik tubuh nya.
"Baik, mari kita selesaikan sekarang juga!" gumam nya pelan sembari menekan luka tembak di perut nya.
Dengan gerakan cepat, Azki pun mulai menembak, namun sasaran nya kali ini adalah jendela yang berjarak sepuluh meter dari tempat persembunyian nya yang berarti jarak para pria itu juga hampir sama dengan nya. Dengan membabi buta Azki terus saja membidik ke arah anak buah Derill, dan seketika dia pun meloncat ke luar dari jendela tersebut.
Mata nya di pejam seiring tubuh nya yang berguling ke tanah, Azki yakin setelah aksi gila nya ini, tubuh nya pasti akan mengalami patah tulang karena keberanian nya melompat dari jendela yang berada di tingkat dua Villa Derill yang lumayan tinggi.
Bayang akan wajah dua orang pun melintas seiring tubuh nya yang mendarat cukup kuat di rerumputan, ia tidak ingin mati untuk saat ini, masih ada misi besar yang harus ia tuntaskan sebelum memohon maaf kepada kedua bocah kecil nya.
"Tunggu Mommy, Nak. Mommy mencintai kalian melebihi apapun." gumam nya sepersekian detik, tubuh nya terasa begitu sakit setelah menghantam rerumputan.
Dengan sisa kesadaran nya kali ini, Azki dengan perlahan bangun dan berjalan setengah berlari, ia yakin saat ini anak buah Derill pasti akan segera mengejar nya, Azki tersenyum kala dapat melihat gerbang Villa tersebut.
Tubuh nya tak kuat lagi menahan rasa sakit di sekujur tubuh nya, pakaian yang di kenakan nya pun yang semula berwarna putih kini berubah menjadi merah karena deras nya darah yang terus mengalir.
"Ben, putar balik mobil nya, ada rekam medis yang aku lupakan, dan itu sangat di perlukan untuk proses operasi malam nanti." titah seorang gadis cantik kepada sang supir.
"Baik, Nona." balas sang supir dan mulai memutar balik mobil tersebut.
Pandangan gadis cantik itu kembali ke layar ponsel, saat mendengar sapaan dari kejauhan sana.
"Sayang, kamu di mana? Sean dan Sena sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu." suara seorang pria terdengar dari layar ponsel sang gadis.
"Maaf ya sayang harus buat kalian menunggu dengan waktu lama, ada berkas yang tertinggal dan saat ini aku meminta Ben untuk kembali ke mansion terlebih dahulu." jelas sang gadis dengan suara pelan.
"Ya, sudah kami akan menunggu mu. Minta Ben mengemudi den-"
Decitan ban mobil cukup memekakkan telinga, tubuh gadis itu terhuyung ke depan saat sang supir mengerem dengan tiba-tiba.
"Ben, apa yang terjadi?" tanya sang gadis dengan jantung berdebar tak karuan.
"Maafkan saya Nona, tapi ada seorang perempuan yang tiba-tiba berdiri di depan mobil kita." jelas Ben dengan takut.
"Sayang apa yang terjadi, kenapa kau bisa terhuyung ke depan seperti itu?" tanya sang pria dengan raut wajah khawatir.
"Tidak apa-apa sayang, hanya saja Ben mengerem mendadak, karena ada seseorang yang berdiri di depan mobil kami." jelas sang wanita dengan wajah berbinar saat mendapat perhatian dari pria nya.
Raut bahagia di wajah gadis itu memudar kala melihat seseorang yang duduk di samping nya entah sejak kapan.
"Pak, jalan. Saya akan membayar kalian berapa pun tapi tolong tinggalkan tempat ini sekarang!" suara nya begitu lemah dan hampir tidak terdengar.
Sang supir tak mengindahkan ucapan Azki, ia pun hendak memprotes, namun saat pandangan nya bertemu dengan sang majikan, ia pun mengurungkan niat nya.
"Ben, kemudikan mobil dengan cepat kembali ke mansion, Nona ini mengalami luka tembak yang cukup serius." titah nya kepada sang supir dengan tangan yang mulai memeriksa sekujur tubuh sang gadis yang sudah tak sadarkan diri.
"Sayang, ada keadaan darurat. Mungkin aku tidak bisa menemui kalian, aku minta maaf." seru nya kepada seorang pria di layar ponsel nya.
"What? jangan gila baby! apa kamu sungguh ingin membuat Sean dan Sena marah terhadap mu!" kesal sang pria yang lagi-lagi harus batal dalam pertemuan mereka.
"Maaf, tapi aku sungguh tidak bisa mengabaikan seseorang yang membutuh kan bantuan ku. Jika kau tidak percaya, lihatlah, tubuh wanita ini penuh dengan luka tembak." jelas sang wanita dan mengalikan kamera ponsel nya ke arah sang wanita yang membutuh kan pertolongan nya.
Sesaat, pria yang berada di balik layar itu hanya berdecak kesal namun saat mata nya tak sengaja melihat sebuah liontin yang di kenakan oleh wanita tersebut, tubuh nya membeku dan nafas nya tercekat. Jantung nya berdebar tak karuan, perasaan khawatir pun mulai di rasakan nya.
"T-tasya, arahkan kamera nya ke arah wajah gadis itu." pinta sang pria dengan suara gugup.
Wanita itu tak membantah, ia pun mengarahkan kamera ponsel ke arah wajah sang gadis.
"Gio, ada apa? apa kau mengenal gadis ini?" tanya sang gadis saat melihat pria nya menangis.
"Minta Ben, mengemudi dengan cepat, aku mohon bantu dia, jangan biarkan sesuatu menimpa nya. Aku akan segera ke mansion mu." pinta sang pria dengan bulir air mata yang terus mengalir dan setelah nya ia pun memutuskan sambungan telpon itu tanpa mendengar balasan dari wanita nya.
Wanita itu bingung, ingin sekali diri nya bertanya namun urung saat melihat kondisi sang wanita yakin kian kritis saat tangan nya terulur mengecek denyut nadi wanita tersebut.
Tak berselang lama, mobil itu pun memasuki pelataran mansion yang begitu megah. Tanpa di minta, Ben segera menggendong tubuh lemah wanita itu menuju salah satu ruangan yang berada di mansion itu. Ben pun menidurkan raga Azki di brankar.
"Keluar lah Ben." titah sang wanita.
"Baik Nona, jika anda memerlukan sesuatu saya berada di depan." balas sang pria dan segera keluar meninggalkan sang majikan.
Hampir satu jam lama nya, wanita itu memberikan pertolongan, setelah berhasil mengeluarkan dua peluruh di perut dan dada kiri wanita itu, ia pun segera menutup luka tembak itu dan kembali fokus pada pundak sang gadis yang juga bersarang satu peluru.
Tak berselang lama, pintu ruangan itu di buka dengan paksa dari luar. Dengan langkah gontai pria itu berjalan mendekat ke arah brangkar, tubuh tinggi dan berotot itu bersimpuh di samping raga lemah itu, ia menangis dalam diam, kecupan demi kecupan ia darat kan ke kening gadis itu.
Deg,
Jantung wanita itu berdebar tak karuan, saat melihat kesedihan pria nya, entah ada hubungan apa di antara gadis yang di tolong nya dengan pria yang menjadi kekasih nya dua tahun belakangan ini, pikiran nya mulai menerawang kesana kemari, tanpa bisa di cegah bulir air mata nya mulai membasahi pipi chubby nya.
"Jangan seperti ini, Kil. Ayo bangun! jangan bercanda lagi, aku tau kau pasti mendengarkan aku, maafkan aku yang lagi-lagi lengah menjaga kamu." pria itu menangis dan terus berucap membangun kan raga sang adik.
"Gi, ayo bangun." ajak tasya yang tak mampu melihat kesedihan pria yang di cintai nya.
Suara bergetar wanita itu menyadarkan Gio, Gio pun segera beranjak, mata nya yang memerah kini berubah menjadi sorot mata tajam, ia berjanji akan menuntaskan segala nya.
"Siapa wanita ini, Gi?" tanya sang wanita dengan lirih nya.
"Ada hal yang harus aku lakukan terlebih dahulu, aku titip Kila, jaga dia untukku, Sean dan Sena. Berjanjilah untuk memastikan keamanan nya selama aku tidak ada di dekat nya." pinta Gio tanpa mau menjawab pertanyaan kekasih nya. Setelah mendapat anggukan dari sang kekasih Gio segera berlalu meninggalkan ruangan itu dengan langkah tergesa gesa.
Entah apa yang akan di lakukan pria itu, Tasya yakin jika Gio akan membuat perhitungan dengan orang-orang yang telah menyakiti gadis yang entah ia tidak tau hubungan nya apa dengan sang kekasih.
Share this novel