"Rebecca!" teriak Khenet dengan suara menggelegar.
Gadis cantik itu pun terperanjat kaget kala mendengar suara nyaring atasan nya tersebut, ia berulang kali menggeleng geleng kepala, teriakan itu bukan kali pertama di dengar oleh Rebecca, ia yakin dan percaya jika saat ini pasti sang bos sedang dalam suasana tidak baik dengan gesit nya gadis tersebut berlari ke arah sang bos.
Setelah mengatur nafas nya yang sempat ngos-ngosan, ia pun mengetuk pintu atasan nya.
Tok.. tok..
"Masuk!" sahut Khenet dengan datar nya.
"Apa ada yang bisa saya bantu Sir?" tanya Rebecca dengan bodoh nya. Sudah tau jika teriakan itu sebagai tanda alarm berbahaya masih saja ia bertanya.
"Pertanyaan apa itu! jika saya tidak memerlukan kamu sudah pasti kamu tidak saya panggil!" sembur Khenet dengan wajah garang nya.
'Ya Tuhan, untung saja dia bos saya, jika tidak sudah gue tapok mulut nya pake comberan.' gerutu Rebecca diam-diam.
"Cari di mana Satria saat ini! jangan kembali jika kamu tidak mendapatkan informasi mengenai Satria saat ini!" titah nya dengan penuh penekanan.
"B-baik Sir." jawab Rebecca dengan gugup, setelah nya gadis itu pun pamit dan berlalu meninggalkan ruangan tersebut.
Ya, sejak pagi tadi Satria tak kunjung kembali ataupun menginformasikan apapun hingga sore hari dan itu berhasil membuat seorang Khenet kesal bukan main. Ia meminta Satria mencari Azki dan membawa gadis itu ke hadapan nya. Khenet bertekad akan memberikan hukuman kepada Azki yang sudah bermain main dengan nya.
"Tarik investasi saya yang berada di Murat Company, buat guncangan di perusahan itu, namun tetap jaga kestabilan perusahan itu!" titah nya kepada salah seorang yang menjadi lawan bicara nya.
Tanpa menunggu jawaban dari lawan bicara nya Khenet pun memutuskan sambungan telpon itu secara sepihak.
'Aku yakin setelah ini kau pasti akan menemui aku dengan sendiri nya!' gumam Khenet dengan tersenyum sinis.
Di lain tempat, tepat nya di sebuah rumah kecil tampak seorang pria sedang mencambuk wanita paru baya yang menjadi tawanan adik sepupu nya.
"Katakan apa kau juga terlibat dalam sabotase jet pribadi milik Gio, hah!" tanya Satria dengan terus mencambuk wanita paru baya itu.
"Baik jika kau tak ingin mengatakan nya, mari kita bermain main Erika Manov!" seru Satria lagi dengan senyum tipis yang terlihat bak seperti seorang psikopat.
Ke empat orang yang berada di balik pintu pun terkejut dengan ucapan Satria, mereka saling pandang satu dengan yang lain nya.
"Dari mana kak Tria tau jika wanita rubah itu adalah Manov? apa kau sudah menceritakan segala nya kepada kak Tria?" tanya Nay dengan bingung, pasal nya baru kemarin mereka mengetahui identitas asli Erika dan sekarang Satria pun seperti mengetahui sesuatu.
"Aku nggak ada ngomong kok sama kakak." jelas Azki saat ketiga sahabat nya menatap nya dengan penuh tanya. " Aku bakalan tanya maksud kakak mengenai apa yang terjadi kepada kak Gio." ucap Azki lagi, ia tak sabar ingin mengetahui apa yang sebenar nya menimpah almarhum sang kakak yang sangat di sayangi nya.
"Jerry pasti akan membunuh kau dan juga wanita mandul itu! dan sampai kapan pun aku nggak bakalan ceritain apa yang sebenar nya terjadi!" balas Erika ketus.
"Baik, kita lihat sampai di mana kamu akan terus bungkam!" seru Satria dengan penuh bahaya, pria itu pun merogoh sesuatu di balik jas nya.
"Oh god!" pekik Nay dengan mata melotot saat tau pria yang di cintai nya juga memiliki senjata api.
Dor
Dor
Dua tembakan mengenai tungkai kaki kanan dan kiri Erika, wanita paru baya itu berteriak kesakitan dan bulir air mata pun tak dapat di tahan oleh nya lagi.
"Arrrggh.... sakit! A-zki tolong Tante nak! pria psikopat ini udah nyakitin Tante!" teriak Erika dengan tubuh bergetar di ikuti beberapa kali meringis kesakitan.
Prokk...
Prokk...
"Apa kamu sedang meminta pertolongan kepada ku, Erika?" tanya Azki dengan sinis nya.
Mendengar suara sang adik, Satria pun melempar senyum ke arah nya, sejenak Satria lupa dengan perintah Tuan nya.
"Sejak kapan kakak bisa menggunakan senjata api? setau Azki kakak tipikal pria lemah lembut yang tidak suka dengan nama nya dunia bawah tanah. Dan satu lagi ceritakan apa yang sebenar nya terjadi kepada kakak ku?" kini Azki mencecar Satria dengan banyak pertanyaan.
Deg
Jantung Satria seakan memompa lebih cepat karena mendengar rentetan pertanyaan Azki, ia kelabakan untuk menjawab pertanyaan terakhir Azki mengenai kematian Gio, setelah mengatur emosi nya Satria pun mulai menjawab rentetan pertanyaan tersebut, namun sebelum itu ia memukul tengkuk Erika agar wanita licik itu pingsan.
"Kita bicarakan itu di ruangan ku saja kakak." ucap Azki dan berlalu kembali masuk ke ruangan di mana ada ketiga sahabat nya. Satria pun mengangguk dan mengekori sang adik sepupu.
Satria tak terkejut saat mendapati dua orang pria beserta satu wanita di dalam ruangan itu. Aura permusuhan sangat terasa di ruangan itu karena kisah masa lalu di antara Satria dan juga Fadel. Fadel menatap tak suka saat melihat Satria duduk bersama mereka. Fadel pun beranjak dan hendak pamit, namun langkah nya terhenti saat Azki menatap nya dengan tajam.
"Fadel!" pekik Azki dengan kesal nya.
"Kalian bicaralah, aku ingin mengontrol sistem keamanan di ruang kendali." kilah Fadel.
"Dasar pecundang!" sindir Satria telak dan berhasil memprovokasi Fadel.
"Dasar pengkhianat!" balas Fadel dengan dua kata yang sangat di benci oleh Satria.
Braakkk..
"Aku tak pernah mengkhianati kamu, Fadel Algostov! semua yang kau liat tidak seperti kenyataan nya!" Satria geram dengan sikap kekanak kanakan Fadel yang terus mengatai nya sebagai pengkhianat.
Azki, Nay dan juga Boston tampak geram melihat tingkah kedua pria itu. Sudah 9 tahun berlalu kedua nya masih larut dalam permasalahan semasa mereka kuliah.
"Berhentilah! jika kalian masih menghargai kami di ruangan ini!" ucap Azki dengan dingin nya.
"Redam semua permusuhan dan kemarahan kalian sejenak saja, kita berkumpul di sini untuk membantu Kila bukan untuk mendengar perdebatan di antara kalian berdua!" ketus Nay yang merasa sedih saat mendengar Satria dan Fadel yang terus saja bermusuhan karena asmara masa lalu.
Kedua pria itu pun kembali duduk, suasana di ruangan itu tiba-tiba terasa hening seketika. Melihat kecanggungan di antara mereka, Boston pun mulai mencairkan suasana tersebut dengan memulai pertanyaan.
"Apa ada yang ingin kamu sampaikan kepada kami, Sat?" tanya Boston dengan wajah serius.
"Mengenai rentetan pertanyaan Azki, gue bakalan jelasin semua nya tapi tidak dengan pertanyaan Azki mengenai kematian Gio." balas Satria dan itu berhasil menarik atensi Azki.
"Gio kakak ku, apapun itu kakak seharusnya tidak menyembunyikan apapun dari aku. " tekan Azki yang menuntut penjelasan kakak sepupu nya.
"Ok, kakak akan menceritakan apa yang menimpa Gio, namun tidak semua nya. Bagaimana?" jawab Satria pada akhir nya.
Satria sungguh melupakan perintah Khenet, ia terlalu terbawa suasana di markas Azki, ia sibuk menjelaskan segala nya kepada Azki mengenai sejak kapan ia mengendalikan senjata api hingga ia mengetahui segala nya tentang Erika, dan ke empat orang itu tampak terkejut mendengar setiap penjelasan Satria, hingga atensi mereka teralihkan saat dering ponsel berbunyi.
Share this novel