~Bab 16~

Romance Completed 14748

Iman mengusap tanah pusara di hadapannya. Perasaan sayu menyesak di dada. Bertahun-tahun dia tidak menjeguk pusara arwah Ibunya itu. Aryan sekadar memerhati Iman yang menunduk ke tanah. Perlahan-lahan tubuh gadis itu menggigil. Dia tahu, Iman sedang menangis. ' menagislah sayang...lepaskan semuanya..,'.

" kau yakin ke ni?..," Aryan bertanya bimbang.
" nak tak nak..aku kena jumpa dieorang..." Iman mengeluh sebelum membetulkan topinya. Awal pagi ini, dia mengajak Aryan pulang ke rumah lamanya. Tempat yang begitu banyak menyimpan kenangan pahit.
" tak apa..kalau apa-apa jadi..aku akan cover kau..," Aryan cuba meyakinkan Iman. Gadis itu tersenyum sumbing.
" tak payah risau lah...aku Iman..bukan Hamani yang dieorang buli dulu..., aku cuma nak minta ayah jadi wali aja...itu pun kalau dia mengaku aku ni anak dia..," walaupun kedengaran kata-kata yang keluar dari mulut Iman itu agak bersahaja, tetapi hatinya tidak begitu. Dia masih takut dan gerun mahu berhadapan dengan insan yang di panggil Ayah itu.
" okay..apa-apa pun..kau kena kuat..," Aryan masih bimbang.

Rumah separuh kayu, separuh batu itu di pandang lama. Iman masih diam membisu. Aryan mengeluh sebelum mencapai tangan tunangnya. Tangan itu di usap lembut, cuba memberi semangat.
" kau tunggu sini..biar aku masuk sorang..,"
" aku ikut...mana boleh kau masuk sorang..kalau dieorang...,"
" Aryan...biar aku selesaikan masalah aku sendiri...," Iman berkata tegas, memotong kata-kata Aryan. Lelaki itu mengeluh. Berat hati melepaskan tunangnya itu masuk seorang diri.
" kalau ada apa-apa terus lari dekat aku..," Iman menjawab dengan anggukan sebelum keluar dari perut kereta.

"Assalamualaikum..," Iman memberi salam dengan hati berdebar-debar.
"waalaikumsalam..," selang beberapa saat, ada satu suara lelaki menjawab salam.
" Zahim?," Iman terkejut bila Zahim muncul di muka pintu rumah. Zahim juga terkejut melihatnya. Lelaki itu merenungnya atas bawah.
" Ha..Hamani?..Iman Hamani?," tergagap-gagap dia memanggil nama Iman.
" siapa tu abang?," terdengar suara yang amat di kenali Iman. Huda muncul di sebelah Zahim.
" Huda..," Bisik Iman. Huda mengecilkan matanya sambil melihat Iman.
" siapa? Abang, siapa ni? kawan abang ke?," Huda bertanya, menandakan dia tidak mengenali Iman. Apa tidaknya, gaya Iman dan Hamani jauh beza. Jika dulu, Hamani di kenali dengan sifat lemah-lembut dengan rambut panjang mengurai. Iman pula, berambut pendek dan seperti lelaki.
" Err..dia ni..," Zahim serba salah untuk menjawab. Iman tertanya-tanya, ' kenapa Zahim ada dekat sini?'
" kalau kawan abang..jemput lah dia masuk..kenapa biar dia berdiri aja dekat luar...jemput masuk lah bang..sarapan sekali..," Huda berkata ramah. Iman sekadar mengangguk sebelum menanggalkan kasutnya. Zahim masih kaku di pintu.
" abang!!..apa tercegat dekat situ..kata nak sarapan tadi..," Huda memanggil.

" ishh..siapa pulak lelaki tu? Ibu tak pernah cerita pun yang Iman ada adik beradik lelaki?..hishh..kenapa aku rasa tak sedap hati ea?," Aryan menggigit hujung jarinya sambil memerhati Iman dari dalam kereta. Dia meletakkan kereta agak jauh dari rumah atas permintaan Iman.
" kalau setengah jam dia tak keluar..aku rempuh je..," Aryan berkata nekad.

" abang dari mana? tak pernah nampak pun?," Huda bertanya ramah. Iman sekadar tersenyum. Dia masih kekok bila duduk di meja makan bersama Zahim.
" berdua aja ke?," Iman mula bertanya. Soalan Huda tadi tidak di jawab.
" ehh..tak lah...mama pergi pasar...ayah pulak..biasalah..sejak tak boleh berjalan ni..dia duduk dalam bilik aja..," Huda menjawab tanpa ragu-ragu. Iman terkejut bila mendengar jawapan dari Huda. ' Ayah tak boleh berjalan?..apa yang dah berlaku?,'
" Bapak mertua aku kena angin ahmar masa menjala ikan...dah berbulan juga dia terlantar tak boleh berjalan..," Zahim menjelaskan perkara sebenar bila melihat wajah Iman yang penuh tanda-tanya.
" aku nak jumpa dia..," Huda dan Zahim saling berpandangan bila mendengar ayat yang keluar dari mulut Iman.
" tapi..," Huda serba-salah.
" kalau nak jumpa boleh...tapi sekejap ajalah..takut bapak mertua aku tak selesa..," Zahim melirik wajah Huda yang tidak keruan.
" jangan risau..aku nak tengok aja...," Iman menjawab. Hatinya mula di buru rasa sebak.
" Biar Huda tengok ayah dulu..,"
" tak apa..biar abang tengokkan..Huda kata nak ke klinik..pergi lah dulu..temu janjinya pukul lapan kan? bila kawan abang dah balik..abang datang menyusul..," Zahim berkata tenang.
" tak apa ke?," Huda masih keberatan.
" tak apa...Huda pergi lah..nanti biar abang yang uruskan ayah..," akhirnya Huda mengangguk setuju sebelum berlalu ke biliknya. Selang beberapa minit, dia keluar dengan bag di tangan.
" Huda pergi dulu abang..," dia mencapai tangan Zahim untuk bersalam.
" hati-hati..," Huda mengangguk sebelum mengatur langkahnya ke pintu rumah. Iman sekadar memerhati.

"Mana Hamani menghilang? puas abang cari..," Zahim memulakan bicara bila Huda sudah tiada. Iman mengeluh panjang.
" tak payah nak berabang dengan aku.." Zahim sedikit terkejut dengan kata-kata Iman. Jauh beza..Iman Hamani yang dulu dan sekarang.
" Iman okay? "
" tak payah nak berbasa basi..aku datang ni cuma nak jumpa ayah aku...," Iman bingkas bangun dari kerusi. Dia menapak ke arah bilik utama.
" ayah Hamani tak ada dalam bilik tu..," Zahim berkata sedikit kesal.
" apa maksud kau?," Berkerut kening Iman mendengar kata-kata Zahim.
" mama dan Huda letak ayah dekat bilik belakang..,"
" bilik belakang?..mama letak ayah dekat bilik stor?," Iman bertnya tidak percaya. Bila melihat Zahim menganggukkan kepalanya, dia terus berlari menuju bilik yang bersebelahan dengan dapur itu. Zahim mengekorinya dari belakang.

" Ayah!!!..." Iman menjerit sebelum meluru mendapatkan Hashim yang terlantar di atas katil bujang. Dia memeluk tubuh kurus ayahnya dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi.
" kau siapa?," Terketar-ketar Hashim bertanya.
" ini Hamani..Iman Hamani..anak ayah..," Iman menjawab sambil mengusap pipi cengkung Hashim.
" Hamani...maafkan ayah..," air mata Hashim tiba-tiba mengalir. Dia memegang pipi Hamani. Wajah anaknya itu di tatap sayu.
" ayah..jom ikut Hamani..kita keluar dari sini..biar Hamani jaga ayah...hujung bulan depan Hamani nak kahwin...Ayah kena jadi wali Hamani...mesti Aryan tak kisah kalau Hamani jaga ayah..biar ayah sihat macam dulu..nanti Hamani bawak ayah jalan-jalan..," Hamani berkata ceria. Bengkak hatinya melihat keadaan ayahnya seperti itu. Jelas wajah terkejut Hashim begitu juga Zahim.
" Hamani dah nak kahwin?," Hashim bertanya sebelum mengukir senyum. Jauh di lubuk hatinya, dia memanjatkan rasa syukur pada Allah.
" Iman!!..," tiba-tiba terdengar suara Aryan menjerit namanya di luar.
" aku dekat sini!!," Iman menjawab. Selang beberapa saat, Aryan muncul di pintu bilik. Dia memandang Zahim sebelum menghulurkan salam pada lelaki itu. Dalam teragak-agak Zahim menyambut.
" Iman..kenapa lama sangat?," Aryan bertanya bimbang.
" Aryan...ayah aku lumpuh...dia tak boleh jalan.., kita bawak dia balik ea..aku nak jaga dia..," Iman berkata dalam tangisan yang masih bersisa. Aryan menghampiri Iman dan Hashim. Dia mencapai tangan Hashim dan menciumnya.
" Ayah..saya Aryan..tunang Hamani..," Aryan memperkenalkan dirinya. Wajah Zahim tiba-tiba berubah. Hashim pula mengangguk dengan senyuman di bibir.
" syukurlah..," hanya itu yang mampu di ucapkan.
" Aryan..kau tak kisah kan kalau aku bawak ayah aku?..boleh kan?," Iman merayu.
" aku tak kisah...janji kau bahagia.., lagipun ayah akan jadi wali masa kita nikah nanti..," Aryan menjawab sebemum tersenyum lebar.
" ayah ikut Hamani balik ye... nanti kita...,"
" Huda!!!...Huda!!!..mana pulak budak ni?..Huda!!!...ambil sayur dengan ayam ni..," Tiba-tiba tersengar suara Azizah menjerit dari luar.
Iman terkelu. Dia hampir terlupa tentang ibu tirinya itu. Tidak lama kemudian Azizah muncul di muka pintu.
" Zahim..mana bini kau? puas aku jerit..tak muncul-muncul..," Azizah bertanya sebelum sedar dengan kehadiran Iman dan Aryan di situ.
" Siapa pulak dieorang ni? kenapa kau bagi orang luar masuk bilik orang tua ni?," Azizah bertanya dengan nada marah. Iman mula hilang sabar.
" sampai hati makcik buat ayah saya macam ni.., kenapa makcik letak ayah dalam bilik stor? ayah kan tak sihat..," Iman bangun dari duduknya di ikuti Aryan.
" kau..?," Azizah mengecilkan anak matanya.
" saya Hamani...takkan makcik dah lupa budak perempuan yang makcik jual dulu...," Kali ini hilang terus rasa hormatnya pada Azizah. Wanita itu tidak layak di panggil mama. Hashim dan Zahim terkejut dengan kenyataan dari Iman itu. 'rupanya..Hamani bukan lari rumah..tetapi di jual oleh Azizah?,'
" ohhh..Hamani...hidup lagi rupanya..., kenapa kau lari malam tu? tak pasal aku kena pulang balik duit si Leman...memang dah lama aku nak cari kau.., mana kau pergi?," Azizah tiada langsung rasa bersalah. Aryan yang berang mendengar kata-kata dari Azizah itu, melangkah ke hadapan, tetapi di halang Iman.
" saya nak bawak ayah balik...saya tak sanggup tinggalkan ayah dengan orang macam makcik.., jom ayah..kita keluar dari sini.., Aryan tolong aku angkat ayah..," Iman kembali menghampiri Hashim.
" Berambus!!!!," tiba-tiba Hashim menjerit. Iman dan Aryan terkejut.
" a..ayah..,"
" berambus dari rumah aku...kau bukan anak aku lagi..berambus!!!...jangan berani jejak dekat sini lagi..," Hashim menjerit-jerit sambil menolak tubuh Iman yang berhampiran dengannya. Iman terkesima.
" Ayah kenapa tiba-tiba..," Iman tidak percaya dengan perubahan Hashim itu.
" haa..kau dengar sendiri kan...kesian betul kau ni Hamani...sampai skarang pun kau jadi anak terbuang...apa lagi yang kau tunggu?.. berambus lah!!!..," Azizah menjerit, tidak ubah seperti dulu.
" tapi..ayah..," Hashim memalingkan wajahnya dari Iman.
" jom lah Iman...kita keluar dulu..," Aryan berkata sebelum memegang ke dua bahu Iman. Tubuh tunangnya itu sudah menggigil. Mungkin terkejut dengan perubahan Hashim.
" Hamani..," Zahim tidak mampu berkata-kata. Iman menurut kata-kata Aryan dan mengatur langkahnya keluar dari rumah itu.' maafkan ayah Hamani..ayah tak sanggup susahkan kamu lagi...biarlah ayah menghabiskan sisa hidup ayah dalam neraka ciptaan ayah sendiri...kamu berhak hidup bahagia...ayah yakin Aryan akan bahagiakan kamu..,' Hashim berbisik dalam tangisan yang di tahan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience