Chapter 16

Romance Completed 3114

Roy membuka matanya dan melihat Sheila yang tidur disampingnya sambil membelakanginya. Roy menarik tubuh Sheila untuk mendekat kepadanya. Wanita itu disisinya, tidak meninggalkannya.

Sheila terbangun dari tidurnya saat Roy menarik tubuhnya untuk mendekat pada tubuh Roy.

"Apa kau tidak apa-apa?" Tanya Sheila sambil berbalik melihat kondisi Roy.

"Tidak apa-apa. Selama kamu tetap disini." Jawab Roy sambil memeluk Sheila dan meletakkan kepalanya didada Sheila dengan nyaman. Seperti seorang anak kecil yang ingin dipeluk oleh ibunya. Sheila membelai kepala Roy.

"Aku disini." Kata Sheila.

"Apa kau tidak ingin menceritakan apa yang terjadi kemarin?" Tanya Sheila dengan ragu.

"Tidak." Jawab Roy dengan cepat.

"Aku ingin tidur lebih lama lagi." Kata Roy tidak ingin melepaskan Sheila dari pelukannya.

"Tidurlah. Aku akan tetap disini." Balas Sheila sambil menempelkan wajahnya pada puncak kepala Roy.

Roy memejamkan matanya lagi dan tertidur sambil mendengarkan detak jantung Sheila.

Sheila merasa Roy begitu rapuh dan ingin dilindungi dari sesuatu. Sikapnya sejak kejadian semalam benar-benar berubah. Sheila hanya merasa jika dia harus tahu tentang apa yang diderita oleh Roy. Hal ini hanya ayah Roy yang mengetahuinya. Namun Sheila tidak bisa menghubungi ayah Roy apalagi bertemu dengan ayah Roy jika Roy terus menempel dengannya seperti ini.

"Apa dia akan kembali menjadi Roy yang dulu jika dia terbangun lagi?" Tanya Sheila dalam hati sambil tetap membelai punggung Roy.

Sheila menunggu hingga Roy tertidur lelap. Ia juga bisa mendengar para pembersih rumah Roy yang mulai membersihkan area pribadi Roy. Dengan hati-hati Sheila melepaskan pelukan Roy dan turun dari tempat tidurnya untuk keluar dari kamar Roy dan melihat apa yang dilakukan oleh para pembersih rumah Roy.

"Kacau sekali disini. Apa menurutmu mereka sedang bertengkar?" Bisik salah seorang yang membersihkan rumah Roy.

"Kepribadiannya semakin hari semakin buruk. Kemarin saja kaca kamarmandinya juga pecah. Apa menurutmu dia akan bercerai dengan istrinya?" Sahut yang lainnya.

"Mungkin. Aku tidak pernah melihat rumah bos iblis ini begini berantakan. Apa dia dan istrinya tidak akur?" Balas yang lainnya lagi sambil membersihkan serpihan-serpihan kaca yang ada dilantai dan juga karpet di ruang tamu.

"Suamiku sedang mabuk kemarin." Kata Sheila tiba-tiba ditengah obrolan para pembersih rumah Roy. Mendengar suara Sheila merekapun langsung berdiri tegap dan terkejut.

"Maaf,Nyonya. Kami hanya asal bicara saja. Kami tidak tahu jika Nyonya juga berada disini." Kata salah satu pembersih rumah Roy.

"Jangan berisik. Suamiku sedang tidur. Kerjakan saja yang menjadi tugas kalian. Jangan membicarakan suamiku bahkan dibelakangnya sekalipun." Kata Sheila lalu menutup pintu kamar Roy.

"Jantungku hampir lepas." Bisik salah seorang pembersih rumah Roy.

"Istrinya juga menakutkan."

"Apa mereka sekarang sudah tidak pisah kamar?"

"Sudahlah kita selesaikan pekerjaan kita. Daripada nanti gaji kita dipotong."

Sheila melihat kearah Roy yang masih tertidur . Mengapa dirinya merasa tidak suka jika oranglain menjelekkan Roy, walaupun Roy begitu menyebalkan.

"Apa yang harus aku lakukan padamu?" Bisik Sheila sambil melihat kearah Roy.

Sheila pergi kekamar mandi Roy. Dia butuh sesuatu untuk menyegarkan pikirannya saat ini. Tepat ketika Sheila pergi, Roy membuka matanya.

Ia mendengarkan apa yang Sheila ucapkan kepada orang-orang yang membersihkan rumahnya.
Sheila membelanya walaupun mengetahui dia sedang tidak stabil saat ini.
Sheila orang pertama yang memperlakukan dia selayaknya barang berharga walaupun Roy sudah menyakitinya berulang kali. Roy berulang kali menghindari perasaan keterikatannya dengan Sheila, ia takut jika penyakit yang ia derita akan muncul kembali. Namun Sheila yang menerobos pertahanan milik Roy berkali-kali.

Apa yang Sheila lakukan untuknya dan Sheila ucapkan, adalah hal yang Roy rindukan namun juga Roy takutkan.
Roy tidak ingin merasakan kepahitan yang sama lagi. Selama ini dia sudah dengan sempurna menutupi rasa sakitnya. Roy tidak ingin merasakan rasa sakit itu lagi.
Pilihannya hanya ada dua. Dia harus mendorong Sheila untuk menjauh dari hidupnya atau semakin membawa Sheila jauh kedalam kehidupannya yang kelam.
--------------------------------------------------

Ayah Roy mengunjungi nenek Sheila yang ia tempatkan di rumah salah seorang anak buah kepercayaannya.

"Hai,Bu?" Sapa ayah Roy kepada nenek Sheila yang sedang menikmati merawat tanaman bonsai yang diberikan ayah Roy kepadanya.

"Kau datang?" Tanya nenek Sheila dengan wajah yang berseri-seri melihat kedatangan ayah Roy.

"Bagaimana kabar Ciya dan juga Roy? Apa mereka baik-baik saja?" Tanya nenek Sheila kepada ayah Roy.

"Mereka sehat-sehat saja dan juga menanyakan tentang kabarmu,Bu." Jawab ayah Roy.

"Bagaimana tinggal disini? Apakah nyaman? Atau mungkin lebih nyaman jika berada di panti jompo pilihan Roy?"

"Aku lebih suka disini.Disini lebih seperti suasana rumah. Tapi aku merindukan cucuku. Apa dia baik-baik saja?" Tanya nenek Sheila dengan khawatir.

"Ella baik-baik saja. Roy sangat menyayangi Ella. Nanti jika mereka ada waktu, aku akan membawa Ibu menemui Ella dan juga Roy." Jawab ayah Roy sambil duduk di samping nenek Sheila.

"Aku bersyukur Ciya bisa memiliki suami yang menyayanginya dan juga keluarga yang mau menerimanya." Kata nenek Sheila sambil menyentuh tangan ayah Roy dengan hangat.

"Dia gadis yang kesepian dan semua orang mengatakan jika dia membawa sial bagi siapapun yang mendekatinya. Sejak kecil Ciya selalu dijauhi oleh semua orang hanya karena kesalahan kedua orangtuanya. Ciya harus menanggung beban itu sendiri. Dia tidak pernah memiliki percaya diri untuk kehidupannya sendiri. Tapi sesungguhnya dia gadis yang baik juga penyayang. Ciya tidak akan menyia-nyiakan orang yang ia sayangi."

"Apa aku boleh menanyakan sesuatu?" Tanya ayah Roy yang ingin memastikan sesuatu kepada nenek Sheila.

"Tentu saja." Jawab nenek Sheila sambil tersenyum kepada ayah Roy.

"Seperti apa orangtua kandung Sheila? Apakah mereka masih hidup?"

"Ayah Ciya adalah seorang seniman, namun ia tidak pernah menganggap Ciya sebagai anaknya. Dia bahkan menuduh ibu Ciya berselingkuh. Setelah meninggalkan ibu Ciya, Ciya lahir dan ibunya selalu menyalahkan kelahiran Ciya atas kepergian suaminya. Ciya tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ibunya dan juga ayahnya. Aku yang akhirnya merawat Ciya walaupun sebenarnya dia bukan cucu kandungku. Aku dan orangtua Ciya bertetangga, kami seperti keluarga." Jawab nenek Sheila sambil mengingat masa itu.

"Waktu itu Ciya berumur 8 tahun ketika melihat ibunya bunuh diri didepan matanya sendiri. Sejak saat itu Ciya selalu menyalahkan dirinya sendiri dan orang-orang selalu mengatakan jika ia adalah anak yang membawa sial. Tidak ada yang mau menemani Ciya bermain ataupun belajar. Hanya Teddy yang setia menemani Ciya. Ciya selalu menutup dirinya dari siapapun, tidak ingin oranglain mengetahui isi hatinya yang sebenarnya.Namun dia selalu melindungi apa yang ia sayangi. Melihat dia berjuang begitu keras dalam merawatku, terkadang membuatku sedih. Dia tahu aku bukan nenek kandungnya tapi tetap saja merawatku walaupun tidak memiliki penghasilan lebih, tapi dia mau merawatku dan menitipkanku di panti jompo yang aku tahu biayanya tidak sedikit." Nenek Sheila menyentuh tangan ayah Roy dengan hangat.
"Sungguh aku bahagia dan bersyukur dia sekarang memiliki suami yang benar-benar menyayanginya dan juga keluarga yang begitu baik seperti dirimu."

"Hidupnya juga memiliki banyak luka. Aku rasa dia juga bisa melindungi Roy." Kata ayah Roy kepada nenek Sheila dan dirinya sendiri.

"Tentu saja. Ciya orang yang sangat setia. Dia tidak akan pernah meninggalkan orang yang ia sayangi meskipun terluka. Itulah kelebihan Ciya dan juga kelemahannya." Balas nenek Sheila sambil menghela nafas panjang dan berat.

Ayah Roy memandang nenek Sheila lalu menepuk tangan nenek Sheila dengan lembut.

"Aku akan kembali bekerja. Nanti aku akan menjemput Ibu, jika akan mengunjungi Roy juga Ella." Kata ayah Roy.
"Ibu jaga kesehatan, jika ada apa-apa langsung hubungi aku saja."

"Terimakasih." Balas nenek Sheila dengan mata yang berkaca-kaca.
----------------------------------------------

Roy sudah pergi ketika Sheila kembali kekamar tidur Roy sehabis mengganti bajunya di lantai tiga. Sheila menghubungi Roy namun Roy tidak menjawabnya.

Roy pergi bahkan tanpa berpamitan dengannya.
Sheila merasa ini saat yang tepat untuk menghubungi ayah Roy. Sheila harus tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Roy, sakit apa yang dideritanya.
Sheila memberanikan diri untuk menghubungi ayah Roy.

"Ada yang ingin kau katakan sampai menghubungiku sendiri?" Tanya ayah Roy kepada Sheila .

"Aku ingin mengajukan perjanjian ulang. Aku akan membantu anda menyembuhkan Roy bahkan tanpa imbalan.Sebagai gantinya lepaskan nenekku sebagai tawanan anda. Nenekku harus lepas dari perjanjian kita." Jawab Sheila mencoba bernegosiasi dengan ayah Roy.

"Apa yang kau miliki sampai berani bernegosiasi denganku?"

"Aku tahu Roy tidak menderita kelainan seksual. Roy menderita penyakit lain yang anda sembunyikan dari semua orang." Kata Sheila berusaha memancing apa benar dugaannya setelah ia melihat Roy semalam.

"Kau punya bukti akan ucapanmu?" Tanya ayah Roy yang mulai waspada.

"Roy nampak aneh beberapa hari ini. Beberapa hari lalu dia sempat pingsan dan sepertinya dia melukai dirinya sendiri. Kemarin malam juga seperti itu malah lebih parah. Semua yang ada didalam ruangannya ia hancurkan sampai membuat dirinya terluka. Apa yang sebenarnya Roy derita? Katakan kepadaku maka aku akan membantu Roy untuk kembali sembuh." Kata Sheila langsung menceritakan apa yang terjadi pada Roy.

"Roy mengalami hal itu lagi? Bagaimana bisa?" Tanya ayah Roy dengan nada meninggi.

"Bagaimana aku bisa tahu? Aku menanyakan hal ini karena aku tahu hanya anda yang tahu persis apa yang Roy derita. Aku tidak bisa membantu jika aku tidak tahu yang sebenarnya. Anda juga sepertinya tahu jika penyakit Roy bukanlah kelainan seksual." Balas Sheila.

"Aku akan menemuimu."

"Roy tidak mengijinkanku untuk keluar dari rumah ini dan tidak ada yang bisa mengunjungiku juga tanpa seijinnya." Sheila merasa sangat putus asa dengan kondisinya saat ini.

"Aku yang akan mengeluarkanmu dari sana. Tunggu beberapa jam lagi." Kata ayah Roy lalu menutup pembicaraan mereka.

Sesuai perkataan ayah Roy. Beberapa jam kemudian seorang wanita paruh baya yang masih tegap berdiri mengenakan setelan anggun mengetuk pintu utama rumah Roy. Sheila juga sudah menanti diruang tamu utama sejak ia menghubungi ayah Roy.

"Silahkan ikut kami." Kata wanita itu dengan ramah. Sheila mengikuti wanita itu masuk kedalam mobil hitam yang tidak asing bagi Sheila. Mereka langsung menuju ke tempat ayah Roy sekarang menunggu Sheila.

Mereka melakukan perjalanan yang lumayan jauh. Tempat ayah Roy ingin menemui Sheila berada di villa yang jauh dari pemukiman. Bahkan sinyal untuk ponselnya saja tidak tersisa.

Sesampainya disana Sheila sudah disambut oleh neneknya yang masih harus duduk di kursi roda dan juga ayah Roy.

"Ciya, akhirnya kau datang? Mana Roy?" Tanya nenek Sheila yang langsung melihat kesana kemari untuk mencari Roy.

"Nek." Sapa Sheila sambil memeluk neneknya dengan rindu yang mendalam.
"Roy sedang sibuk saat ini. Apa nenek baik-baik saja?" Tanya Sheila sambil mencermati neneknya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Nenek Sheila menepuk bahu Sheila.

"Kau ini bicara apa? Mertuamu sangat baik pada nenek. Nenek tentu saja baik-baik saja. Dia bahkan membawaku kemari karena udara disini lebih bagus untuk kesehatanku. Bahkan keluarga yang merawatku juga sangat baik. Kau harus berterimakasih kepada mertuamu dan juga kepada keluarga yang sudah merawatku." Jawab nenek Sheila. Sheila tersenyum dengan terpaksa kepada ayah Roy.

"Terimakasih, Pa... Ayah. Ayah sudah mau merawat nenekku." Kata Sheila kepada ayah Roy.

Pantas saja kemanapun Roy mencari neneknya keseluruh panti jompo yang ada, neneknya tidak pernah diketemukan. Ternyata ayah Roy menyembunyikan neneknya dirumah orang kepercayaannya.

"Ibu, bagaimana jika ibu masuk dulu. Udara sudah mulai panas diluar sini. Aku akan bicara dengan Ella sebentar. " Kata ayah Roy dengan sangat ramah kepada nenek Sheila.

"Kau bawalah nenek kedalam." Perintah ayah Rioy kepada seorang pria bertubuh tambun yang sedari tadi berdiri dibelakang nenek Sheila.

"Aku masuk dulu ya. Nanti kita akan makan bersama." Kata nenek Sheila sambil melambaikan tangannya kearah Sheila.

Sheila mengangguk dan tersenyum kepada neneknya. Setelah nenek Sheila masuk kedalam rumah, ayah Roy mempersilahkan Sheila untuk duduk di kursi yang ada di teras villa itu.

"Waktu kita berbincang tidak banyak. Setelah ini Roy pasti akan mencari keberadaanmu." Kata ayah Roy kepada Sheila yang duduk didepannya.

"Setelah ini aku akan membawa nenekku pergi. Biar aku sendiri yang merawat nenekku. Jangan jadikan dia sebagai tawanan lagi." Balas Sheila dengan serius kepada ayah Roy. Ayah Roy mengangguk sekali menyetujui persyaratan Sheila.

"Ceritakan padaku yang sebenarnya tentang penyakit Roy."

"Aku sudah mendengarkan kisahmu di masalalu dari nenekmu. Kisahmu tidak berbeda jauh dari Roy. Aku dan ibu kandung Roy berpisah ketika Roy masih dalam kandungan karena kesalahpahaman yang aku tidak bisa hindari. Ibu Roy begitu membenciku begitu juga keluarganya. Ketika ia lahir, kebencian ibu Roy semakin besar padaku,karena tidak bisa melimpahkan kebenciannya kepadaku secara langsung, ia mencurahkan kebencian itu pada Roy. Dia dan keluarganya menyiksa Roy tidak perduli jika ia hanyalah seorang anak yang tidak berdosa. Perbedaannya adalah kau memiliki seseorang yang masih bisa melindungimu dan memberimu kasih sayang sekalipun itu bukan keluargamu sendiri. Tapi Roy, dia sendirian di sana. Setiap hari ia mengalami siksaan fisik maupun batin, apapun yang disukai oleh Roy akan direbut dan dihancurkan. Bahkan ibunya tidak pernah menyentuhnya ketika ia dilahirkan. Aku baru mengetahui keadaan Roy setelah ia kabur dari rumah itu dan mencariku, entah bagaimana ia tahu tentangku dan tahu dimana aku tinggal. Keadaannya saat itu bahkan begitu menyedihkan . Aku membawanya kembali dan merawatnya. Sikapnya sungguh aneh untuk anak seusianya, matanya begitu berbahaya dan juga memancarkan kesakitan. Hingga aku membawanya ke psikiater. Dia menderita secara mental. Susah payah aku merubahnya menjadi seseorang yang sempurna agar dia tidak tersakiti oleh oranglain. Dia menjadi seperti yang aku inginkan, tapi dia memberontak menjadi seorang yang menyukai sesama jenis. Berpikir jika aku juga menyakitinya dan merebut apa yang ia miliki. Sudah lama sekali dia tidak mengalami delusional akan bayangan masa kecilnya yang kelam dan juga menyakiti dirinya sendiri. Sekarang dia mulai seperti itu lagi,sudah pasti karena dia memiliki pemicu bagi penyakitnya itu lagi." Kata ayah Roy yang lalu menatap Sheila dengan tajam.
"Apa yang sudah kau lakukan hingga dia sampai menyakiti dirinya lagi?"

Sheila ragu untuk sejenak menceritakan apa yang sudah ia lakukan sebelum Roy menjadi begitu menakutkan semalam. Sheila memahami kondisi Roy sekarang. Sheila juga memahami apa yang dialami oleh Roy. Mungkin memang pemicu kambuhnya Roy adalah dari dirinya.

"Awalnya kami bertengkar karena sesuatu hal yang tidak aku inginkan, aku mencoba untuk keluar dari rumah Roy. Malam harinya Roy berteriak dengan kencang sambil memecahkan apa yang ada dihadapannya. Seluruh ruangan Roy tidak beraturan. Dia juga memelukku seperti anak kecil yang tidak ingin ditinggal pergi oleh ibunya. Menangis seperti anak kecil . Begitu manja seperti anak kecil. Sebelumnya dia tidak pernah seperti ini." Jelas Sheila kepada ayah Roy.

"Apa kau takut? Kau ingin meninggalkannya?" Tanya ayah Roy sambil mengeluarkan sebatang rokok dari kotak rokok miliknya.

"Aku.. Takut.. tapi aku tidak bisa meninggalkannya." Jawab Sheila sambil menunduk melihat cicin pernikahan yang tersemat di jari manisnya.

"Kenapa?" Ayah Roy menghentikan tangannya yang hendak menyalakan rokok miliknya.

"Karena hanya dia keluarga yang aku miliki selain nenekku." Jawab Sheila dengan jujur.

"Dan aku tidak akan meninggalkan keluargaku." Lanjut Sheila sambil melihat kearah ayah Roy.

"Kenapa kau menceritakan semua ini kepadaku? Kau tahu Roy membenciku dan menilaiku seperti apa?" Ayah Roy menyalakan rokoknya tanpa melihat kearah Sheila.

"Aku hanya percaya anda benar-benar menyayangi Roy sebagai ayah kandungnya. Jika tidak anda tidak akan begitu bersusah payah untuk menahanku agar tetap berada disisi Roy. Anda juga masih menjaga rahasia tentang penyakit Roy bahkan kepada istri anda sendiri. Anda hanya berusaha melindunginya. Itu saja cukup membuatku percaya anda tidak akan menyakiti Roy." Jawab Sheila tanpa berdusta.

Ayah Roy tertawa ringan.

"Jarang sekali ada orang yang mengatakan ini kepadaku." Kata Ayah Roy sambil menghisap rokoknya lagi.

"Makan sianglah bersama nenekmu. Lalu bawalah nenekmu kemanapun kau mau. Aku tidak akan menyanderanya lagi. "

"Roy memiliki dokter pribadi yang berada dikota lain. Aku akan memberikan nomor ponselnya kepadamu nanti. Dia akan membantumu jika Roy semakin parah. Sesuai janjimu, kau harus menyembuhkan Roy dan melahirkan cucuku dengan selamat. Setelah itu ... Kau sendiri yang tentukan." Kata ayah Roy sambil berdiri dari duduknya dan masuk kedalam villa.
----------------------------------------------------

Roy sengaja tidak menjawab panggilan dari Sheila. Dia takut dirinya akan semakin terikat dengan Sheila. Membuat sakit yang ia sudah pendam sejak lama muncul kembali. Roy harus menemui dokternya untuk meminta obat anti depresan lagi untuk mengatasi delusi yang terkadang muncul beberapa hari ini. Beberapa tahun ini dia tenang menjadi seseorang yang terkendali, ia menjalin hubungan dengan Tonny, karena Tonny bisa memahami dirinya. Tonny selalu ada dikala ia membutuhkan dorongan mental.Hubungan mereka juga platonis tanpa drama dan juga tanpa kepura-pura an. Tonny juga tidak akan pernah menuntut sebuah ikatan dengan dirinya. Tapi Sheila muncul dalam hidupnya. Sejak mereka tidur bersama , Roy seharusnya sudah menyadari jika suatu saat dia akan terikat dengan Sheila jika terus bersamanya. Mungkin ada baiknya jika Roy menjaga jarak dengan Sheila.

Roy belum memutuskan akan membiarkan Sheila pergi atau tidak. Dia hanya tidak ingin terikat dengan Sheila , namun juga tidak ingin melepaskannya.

Roy pulang dari tempatnya bekerja seperti biasa, ia langsung ke area pribadinya. Roy menengok kearah lantai tiga. Lampu depan pintu kaca area Sheila tidak menyala.
Seperti ada hantaman didada Roy, dengan cepat Roy naik kelantai tiga dan membuka pintu kaca itu dengan kencang sampai pintu kaca itu bergetar.

"Ella?" Panggil Roy namun tidak ada jawaban.

Seluruh ruangan di area Sheila juga gelap. Jantung Roy semakin berdebar kencang, langkahnya panjang dan cepat kearah kamar tidur Sheila , Roy menyalakan lampu kamar tidur Sheila dan melihat tidak ada siapapun disana.

"Ella?" Teriak Roy kali ini dengan kepanikan yang begitu jelas sambil membuka pintu kamar mandi Sheila dan tidak menemukan Sheila disana.

Roy keluar dari kamar Sheila dan melihat di dapur kecil Sheila. Sheila tidak disana. Roy kembali ke kamar Sheila dan membuka lemari pakaian Sheila. Disana seluruh pakaian Sheila masih lengkap bahkan koper Sheila juga masih ada diatas lemari pakaian.

Dengan frustasi Roy keluar dari kamar Sheila . Seluruh ruangan itu terlihat begitu hampa dan menyakitkan bagi Roy.

"Dia meninggalkanku." Kata Roy sambil tertawa pada dirinya sendiri .

Roy meraih sebuah vas bunga disamping nya dan melemparnya ke lantai hinga hancur berkeping-keping. Roy berjalan ke meja rias Sheila dan menyapu semua yang ada diatas meja rias dengan tangannya.

"Dia pergi." Kata Roy lalu melemparkan kursi meja rias itu kearah jendela disampingnya sambil berteriak dengan kencang.

Didepan cermin meja rias Sheila , Roy bisa melihat bayangan ibunya lagi , ibunya tersenyum mengejek kepadanya.

"Roy? Apa yang kau lakukan dengan kamarku?" Tanya Sheila diambang pintu kamar tidurnya sambil melihat seluruh kamarnya yang berantakan dan juga Roy yang begitu kacau dihadapannya.

Melihat Sheila yang berdiri dihadapannya, Roy langsung berjalan kearah Sheila dan menarik Sheila keatas tempat tidur.

"Roy? Kau kenapa?" Tanya Sheila dengan takut.

Roy menindih tubuh Sheila dengan tubuhnya sambil melepaskan jas yang ia kenakan. Roy melemparkan jasnya dengan sembarangan dan membuka kancing bajunya .

"Roy,tenangkan dirimu. Kau ini kenapa?" Sheila masih berusaha untuk menenangkan Roy yang terlihat begitu berbahaya dan juga tidak terkendali.

Roy mencium Sheila dengan kasar dan paksa. Sheila memalingkan wajahnya dan berusaha mendorong Roy menjauh. Namun kedua tangan Sheila ditahan oleh Roy disamping kepala Sheila. Roy mencium Sheila lagi tanpa memberikan Sheila kesempatan untuk berpaling.

"Roy, sadarlah. Kau menyakitiku." Kata Sheila setelah dirinya berusaha berpaling dari ciuman Roy yang membabi buta.

Mata Roy yang gelap perlahan mulai meredup mendengarkan Sheila yang mengatakan jika dirinya sudah menyakiti Sheila. Roy mengatur nafasnya dan melepaskan tangan Sheila . Roy menatap mata Sheila dengan perasaan bersalah.

Kemudian Roy bangkit dari posisinya dan duduk di tepi tempat tidur Sheila sambil menutup wajahnya dengan frustasi.

"Kau bilang kau tidak akan meninggalkanku. Tapi kau tidak ada ketika aku memanggilmu. Aku pikir kau pergi meninggalkanku." Kata Roy tanpa memandang kearah Sheila.

Roy menarik nafas panjang dan menyisirkan rambutnya yang berantakan kebelakang kepalanya.

"Pergilah. Pergilah sebelum aku tidak merelakanmu pergi. Ini kesempatan terakhirmu untuk pergi dariku,sebelum aku menyakitimu lagi." Roy tetap pada posisinya dan tidak melihat Sheila.

Sheila duduk diatas tempat tidurnya. Melihat punggung Roy yang naik turun karena Roy sedang mengatur emosinya sendiri. Sheila juga tidak beranjak dari tempatnya.

Sheila melihat punggung Roy, punggung yang kesepian dan penuh luka.

"Aku bilang pergilah."Teriak Roy kepada Sheila , sebelum Roy berbalik untuk mengusir Sheila lagi. Sheila sudah memeluk Roy dari belakang. Sheila melingkarkan tangannya dipinggang Roy.

"Aku sudah bilang. Aku tidak akan meninggalkanmu. Maafkan aku sudah membuatmu berpikir seperti itu.Maafkan aku, Roy." Kata Sheila sambil menempelkan kepalanya di punggung Roy.

Air mata Sheila yang menetes terasa menembus di punggung Roy. Roy terdiam oleh perlakuan Sheila kepadanya.

"Aku sudah memberikanmu kesempatan untuk pergi. Jangan salahkan aku jika setelah ini kau benar-benar tidak akan pernah bisa pergi lagi." Ucap Roy dengan nada yang lemah.

Sheila melepaskan pelukannya dari tubuh Roy , kedua tangan Sheila menangkup wajah Roy, membuat Roy melihat kearahnya.

"Aku tidak pergi. Dan aku berada disini. Aku tidak kemana-mana. Aku juga tidak akan menyalahkanmu. Jadi tenanglah." Kata Sheila dengan lirih sambil tersenyum kepada Roy lalu Sheila mengecup bibir Roy dengan lembut.

Roy bisa merasakan manis bibir Sheila dan juga asin air mata yang Sheila jatuhkan. Roy berbalik dan memeluk tubuh Sheila, membalas ciuman Sheila dengan lembut. Sheila melingkarkan tangannya di leher Roy dan membelai rambut Roy dengan lembut.

"Kau tidak akan bisa pergi kemanapun tanpaku setelah ini."Kata Roy ketika merebahkan tubuh Sheila dibawah tubuhnya.

"Aku selalu disisimu. Kecuali kau yang melepaskanku,aku tidak akan kemana-mana." Balas Sheila sambil membelai wajah Roy.

"Aku akan menjadi aneh, aku akan secara tidak sadar akan menyakitmu lagi, aku ..."

Sheila menangkup wajah Roy dengan kedua tangannya dan menutup bibir Roy dengan kedua ibu jarinya.

"Aku tahu. Kau satu-satunya yang aku miliki. Apapun yang kau lakukan aku akan bersamamu." Kata Sheila dengan lembut sambil meneteskan airmatanya.

Sheila merasakan sakit yang Roy rasakan. Sheila menekan kepala Roy dengan tangannya dan mencium Roy lagi. Roy membalas ciuman itu dengan lembut dan perlahan berubah menjadi panas dan tak terkendali.

Kali ini sekalipun hujan badai, Sheila tidak takut mendengarkan bunyi air dan angin yang menghantam kaca di rumah Roy.
---------------------------------------------------------------------

"Cut!" Teriak sutradara ketika Teddy sedang menggandeng tangan pemeran wanita utama berlari di tepi pantai.

"Ted, ada apa denganmu? Ini sudah take ke tujuh. Ada apa dengan ekspresimu?" Protes sutradara itu kepada Teddy.

"Kita break dulu sejenak." Teriak sutradara kepada seluruh pemeran dan juga kru film yang ada disana.

"Apa kau baik-baik saja,Ted? Wajahmu terlihat tidak baik." Kata Tonny sambil memberikan sebotol air mineral kepada Teddy.

Teddy menerima botol itu dan meneguk hampir separuh dari isi botol itu seketika.

"Aku baik-baik saja. Mungkin karena cuaca pagi ini begitu terik." Jawab Teddy sambil memberikan botol itu kepada Tonny.

"Kau istirahat dulu sebentar. Wajahmu benar-benar pucat. Apa kau ingin makan sesuatu?" Tanya Tonny lagi dengan khawatir. Teddy menggelengkan kepalanya.

"Tidak perlu. Mungkin aku hanya butuh istirahat sejenak." Kata Teddy sambil duduk di kursi tendanya. Teddy tidak bisa berkonsentrasi karena sejak ia menemui Roy, ia tidak bisa tidur dengan tenang. Apa yang sudah Sheila lalui juga Teddy tidak bisa membayangkannya.

"Tonny." Panggil Teddy kepada Tonny yang langsung mendapatkan respon dari Tonny.

"Apa? Apa kau ingin minum sesuatu atau makan sesuatu?" Tanya Tonny dengan semangat.

"Apa kau tahu nomor ponsel Ciya yang baru?" Teddy memandang Tonny dengan penuh harap. Tonny terdiam dan menggelengkan kepalanya .

"Aku juga menghubungi Sheila melalui Pak Roy. Pak Roy sangat menjaga ketat istrinya jika harus berhubungan dengan oranglain." Jawab Tonny.

Teddy tertawa sinis.

"Memangnya dia kira Ciya itu barang, yang tidak boleh kemanapun dan harus selalu ia simpan sesuka hatinya?" Kata Teddy dengan kesal.

"Ted, mungkin lebih baik kau tidak mengusik Sheila lagi." Tonny memberikan sarannya kepada Teddy.

"Si iblis itu yang mengusikku. Bagaimana bisa dia tidak mencintai Ciya tapi tidak akan melepaskan Ciya. Beraninya dia mengatakan hal itu di hadapanku?"Teddy mengingat apa yang diucapkan oleh Roy kepadanya malam itu.

"Apa kau bisa mencari tahu tentang nomor ponsel Ciya? Aku ingin bicara dengannya sekali lagi." Pinta Teddy kepada Tonny.

"Aku tidak tahu,Ted. Kau tahu perangai Pak Roy. Jelas dia tidak akan membiarkan siapapun mengetahui nomor pribadi istrinya." Jawab Tonny .

"Apa kau tahu dimana rumah si iblis itu?" Teddy masih belum menyerah untuk bertemu dengan Sheila.

"Mau apa kau kesana,Ted? Apa kau gila? Kau ingin mendatangi sarang Singa?" Tonny berusaha mencegah Teddy untuk pergi kerumah Roy.

"Aku hanya ingin melihatnya,Ton." Jawab Teddy sambil tertunduk melihat foto Sheila yang berada di post salah satu akun gosip di media sosial.

"Dia sedang apa sekarang?" Tanya Teddy sambil melihat kearah pantai lepas yang disukai Sheila.

"Ted, ada yang mencarimu." Kata Tonny sambil menyentuh pundak Teddy.

Teddy melihat kearah yang ditunjukkan oleh Tonny. Katarina sedang berjalan kearahnya sambil membawa bingkisan minuman dan makanan .

"Mau apa dia kemari?" Tanya Teddy sambil kembali duduk pada posisinya semula.

"Aku membawakan minuman dingin dan juga beberapa makanan ringan untukmu." Kata Katarina sambil meletakkan bingkisannya diatas meja didepan Teddy.

"Aku tidak berminat." Jawab Teddy tanpa melihat kearah Katarina.

Katarina melihat keaarah Tonny, memberikan isyarat agar Tonny meninggalkan mereka berdua saja disana. Tonnypun langsung pergi dari sana menuju ke mobil Teddy yang terparkir jauh dari sana.

"Yakin kau tidak berminat?" Tanya Katarina sambil memberikan beberapa lembar foto Sheila yang sedang bersama dengan neneknya disebuah tempat yang mirip dengan panti jompo namun Teddy tidak familiar dengan tempat itu. Dengan cepat Teddy meraih foto-foto Sheila dari tangan Katarina.

"Katamu kau tidak berminat?" Sindir Katarina sambil duduk di meja di depan Teddy.

"Darimana kau mendapatkan ini?" Tanya Teddy langsung menatap kearah Katarina.

"Aku sudah bilang, aku memiliki orang yang berpengaruh dibelakangku. Jika kau ingin mendapatkan Sheila kembali, kau harus bekerjasama denganku. Aku membantumu merebut Sheila, kau membantuku dalam hal pekerjaanku. Bagaimana,cukup adilkan?" Katarina menyodorkan tangannya kepada Teddy untuk menyepakati kesapakatan yang ia buat. Teddy tidak menjabat tangan Katarina.
"Apa yang sedang kau lakukan? Memata-matai Ciya? Apa yang orang di belakangmu coba lakukan untuk Ciya?" Tanya Teddy sudah mulai curiga kepada Katarina. Katarina menarik tangannya kembali.

"Aku tidak tahu apa yang mereka inginkan dari istri Roy ini. Aku hanya diminta untuk selalu mengikuti apapun yang ia lakukan ketika meninggalkan rumah Roy. Semacam itulah. Aku hanya perlu melaporkannya setiap kali istri Roy melakukan kegiatan diluar saja. Dan juga apa yang Roy lakukan setiap detiknya." Jawab Katarina dengan sejujurnya kepada Teddy.

"Yang kau inginkan bukan popularitas. Kau hanya ingin mendapatkan jaminan perlindungan dariku." Kata Teddy sambil menggenggam lembaran foto-foto itu.

"Kau cepat tanggap juga. Aku butuh perlindungan dari apa yang aku lakukan. Dan itu hanya kau yang bisa menjaminnya." Balas Katarina sambil tertawa ringan.

"Kenapa aku?" Tanya Teddy masih tidak bisa mempercayai Katarina.

"Hanya kau yang bisa melindungi istri Teddy dari mereka. Dan juga otomatis kau juga akan melindungiku." Jawab Katarina.

Teddy masih tidak memahami apa maksud Katarina tapi ia bisa menyerap inti dari informasi Katarina.
"Aku tidak ingin merebut Ciya , aku hanya ingin dia kembali padaku." Kata Teddy sambil menatap bayangan dirinya di kacamata hitam yang dikenakan Katarina.

Setidaknya Teddy bisa melindungi Sheila dari orang yang akan mencelakai Sheila. Teddy bisa menganggap hal ini sebagai penebus kesalahan yang sudah ia perbuat kepada Sheila.

"Aku bersedia." Kata Teddy sambil mengangkat tangannya untuk menjabat tangan Katarina. Katarina tersenyum sambil membalas jabatan tangan Teddy.

"Kau tidak akan menyesalinya." Balas Katarina sambil tersenyum lebar kepada Teddy.
------------------------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience