Chapter 18

Romance Completed 3114

Ini sudah ke dua kalinya Roy terbangun dari tidurnya dengan nafas terengah-engah.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Sheila yang ikut terbangun ketika Roy tiba-tiba terbangun dengan panik.

"Apa kau mimpi buruk? Ini sudah keduakalinya. Apa kau ingin kuambilkan obat?"

Roy menggengam tangan Sheila dengan erat sambil menggeleng dan berusaha mengatur nafasnya untuk kembali normal.

"Tidak apa-apa. Maaf membuatmu terbangun juga." Kata Roy berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Mau kuambilkan air?" Tanya Sheila sambil membelai punggung Roy.

Roy melihat wajah Sheila yang begitu khawatir akan dirinya dan mengangguk pelan. Sheila langsung turun dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar tidur mereka menuju ke dapur kecil yang tidak jauh dari kamar tidur.
Tidak lama Sheila kembali dengan membawa segelas air putih yang langsung ia berikan kepada Roy.

"Apa kau ingin menceritakan apa yang ada dimimpimu? Sepertinya mimpi buruk?" Tanya Sheila ketika Roy meminum minumannya.

"Tidak. Aku tidak apa-apa. Hanya sekedar mimpi buruk saja." Jawab Roy sambil memberikan gelas minumannya kepada Sheila.

"Roy, aku istrimu. Aku ingin tahu apa yang sedang kau rasakan." Bujuk Sheila sambil membelai lengan Roy dengan lembut setelah meletakkan gelas minuman itu dimeja lampu tidur disamping tempat tidur mereka.

"Aku tidak mau membahasnya." Bentak Roy tiba-tiba, membuat Sheila terkejut akan sikap Roy.

Roy melihat ekspresi wajah Sheila yang terkejut dan juga takut akan bentakannya yang muncul secara spontan.
Roy memeluk Sheila dengan seketika.

"Maaf, maafkan aku. Aku sudah membentakmu. Aku tidak marah kepadamu. Maaf." Kata Roy dengan perasaan bersalah setelah melihat istrinya ketakutan akan apa yang ia lakukan.

Sheila hanya mengangguk memahami apa yang Roy katakan. Hanya saja Sheila terkejut akan sikap Roy yang begitu sensitif akan mimpi yang ia alami.

"Tidak apa-apa. Kalau kau tidak ingin menceritakannya,aku tidak akan memaksa." Kata Sheila sambil menenangkan Roy.Roy melepaskan pelukannya dari Sheila, memandang Sheila dengan penuh makna.

Roy mengambil nafas panjang dan mulai ingin menceritakan apa yang ada dimimpinya kepada Sheila.

"Aku memimpikan ibuku. Ibu kandungku." Roy mulai menceritakan apa yang ada dalam mimpinya.

"Sudah lama aku tidak memimpikan ibu kandungku." Senyuman sinis tercipta di bibir Roy.

"Apa kau tidak ingin mengingatnya?" Tanya Sheila dengan lirih.

"Tidak . Aku tidak ingin mengingatnya, aku ingin melupakannya." Jawab Roy sedikit emosional sambil memandang kearah lain. Sheila membelai wajah Roy.

"Jika itu menyakitkanmu, jangan kau ingat. Apakah kau sering mengalami mimpi buruk ini?" Tanya Sheila, Roy menatap Sheila dengan pandangan yang begitu dalam.

"Apa kau akan tetap menemaniku? Sekalipun aku bukan orang yang normal seperti pada umumnya?" Tanya Roy dengan penuh harap kepada Sheila. Sheila tersenyum kepada Roy.

"Apa kau akan membuangku jika aku memiliki masalalu yang tidak banyak oranglain miliki?" Sheila berbalik tanya kepada Roy. Roy langsung menarik tangan Sheila dan mengenggamnya dengan erat.

"Tidak." Jawab Roy dengan tegas. Sheila masih tersenyum kepada Roy.

"Aku juga begitu kepadamu. Seburuk apapun dirimu, aku sudah memilih untuk berada disampingmu. Aku yang akan menanggung segala konsekuensinya." Kata Sheila sambil membelai tangan Roy yang menggenggam tangannya.
"Setiap orang memiliki masalalu dan lukanya sendiri. Yang terpenting adalah hari ini dan hari esok. Aku hanya berharap kita tidak akan saling melukai dan berbahagia bersama."

"Kemarilah." Kata Roy sambil menarik Sheila untuk bersandar di dadanya.

Roy memeluk tubuh Sheila dari belakang. Roy menempelkan dagunya pada bahu Sheila yang telanjang karena Sheila hanya mengenakan pakaian tidur yang tanpa lengan.

"Masa kecilku. Aku tidak pernah merasakan kasih sayang dari ibuku. Bahkan ibuku menganggap aku seperti monster yang mengerikan. Aku tinggal bersama dengan keluarga ibuku . Keberadaanku tidak lebih baik daripada hewan peliharaan yang mereka peliharaan. Mereka juga memperlakukan aku seperti sampah. Setiap hari hanya memberikan aku makanan sisa, mereka memukuliku setiap kali aku melakukan kesalahan walau hanya sedikit. Bahkan jika mereka kesal kepadaku , mereka akan datang kepadaku dan melampiaskannya kepadaku. Tidak ada yang menolongku ataupun membelaku. Mereka ... membesarkanku,menyekolahkan aku , membiarkan aku hidup walaupun sebenarnya menginginkan aku mati. Mereka juga selalu mengambil apa yang aku sukai ,apa yang aku miliki, kemudian mengahncurkannya. Kamarku hanya berupa gudang yang kecil dan sempit." Roy mulai menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dimasalalu kepada Sheila. Mata Roy semakin menerawang jauh.

"Waktu itu umurku baru delapan tahun saat aku memberanikan diri untuk bertanya kepada ibuku tentang siapa diriku yang sebenarnya. Mengapa dia begitu membenciku? Apa sebenarnya kesalahanku padanya? Baru pertama kali itu aku melihat ibuku tersenyum padaku yang setelah aku dewasa aku tahu jika itu adalah senyuman kebencian yang begitu dalam. Dia memberitahuku siapa aku sebenarnya, aku adalah anak yang tidak ia harapkan . Aku bahkan tidak pantas untuk dilahirkan." Roy memeluk Sheila makin erat. Sheila membelai tangan Roy yang memeluknya dengan sayang.

"Apa yang kau lakukan setelah itu? Apa kau tetap berada disana?" Tanya Sheila mencoba memancing Roy untuk menceritakan semua luka yang ia alami selama ini. Roy menggeleng.

"Bibiku memberitahu siapa ayah kandungku dan memberikan foto ayahku kepadaku. Dia hanya berkata jika ayahku tinggal di kota yang jauh dari rumah keluarga ibuku saat itu. Aku tahu maksud bibiku adalah membuatku pergi dari rumah itu. Aku kabur dari rumah ibuku dan mencari ayah kandungku. Aku hidup seperti gelandangan, mencari keberadaan dirinya. Aku hanya berharap jika ayah kandungku akan lebih memperlakukanku dengan baik.Saat itu wajah ayahku terpampang disebuah koran , aku tidak tahu jika dia adalah orang yang begitu memiliki nama besar dan juga disegani. Yang ada diotakku hanyalah aku ingin bertemu dengannya. Susah payah aku akhirnya bisa menemuinya. Bahkan diapun memandang aku seperti anak gelandangan. Jika kau tidak membawa foto ibuku saat itu, sudah pasti aku akan ditendang olehnya. Setelah dia melakukan test DNA , barulah dia mau mengakuiku sebagai putranya. Ternyata dia juga sudah menikah lagi. Aku memiliki ibu tiri dan juga saudara tiri. Di rumah ayahku juga aku tidak mendapatkan perlakuan yang menyenangkan. Hanya saja aku hidup lebih layak disana. Ketika saudara tiriku dan ibu tiriku memfitnahku , ayahku tidak melakukan apapun , malah dia membawaku pergi ke ahli jiwa.Aku memang sering kehilangan kendali akan emosiku. Ironis bukan, aku keluar dari lubang buaya tapi malah masuk ke sarang harimau." Roy tertawa sinis pada dirinya sendiri.

"Apa memang benar aku seharusnya tidak dilahirkan? Apa aku hanya menjadi beban bagi setiap orang? Apa oranglain juga memandang aku sebagai sampah? Pikiran itu selalu berada dibenakku setiap waktu." Kata Roy sambil menghela nafas panjang.

"Kau hanya ingin ada seseorang yang menyayangimu. Tidak ada yang salah. Hanya saja lingkunganmu yang salah memperlakukanmu. Kau sudah sangat berjuang dalam hidupmu.Tidak banyak yang akan bertahan jika dalam posisimu,Roy. Kau hanya ingin bahagia. Setiap orang berhak untuk mendapatkan hal itu. Kau dilahirkan juga bukan salahmu. Tuhan menciptakanmu juga bukan untuk menghukummu atau siapapun." Sheila memahami apa yang Roy rasakan.

Sheila pernah mengalami hal yang sama namun dia lebih beruntung karena mendapatkan kasih sayang dari neneknya.
Sheila mengatakan hal itu kepada Roy seakan ia mengatakan hal itu untuk dirinya sendiri.

"Benarkah?" Tanya Roy sambil mencium pundak Sheila. Sheila bisa merasakan Roy bernafas lega dipermukaan kulitnya.

"Hmm." Balas Sheila sambil tersenyum dan membelai rambut Roy yang ada dibelakangnya.

"Kau tidak membenciku dan menganggapku aneh?" Tanya Roy lagi berusaha meyakinkan Sheila akan pilihannya sendiri.

"Tidak." Jawab Sheila singkat.
"Sekalipun aku menyesalinya aku juga akan menerimanya."

"Jangan pernah menyesalinya, kau sudah berjanji untuk tidak meninggalkanku. Kau harus ingat itu." Kata Roy sambil mendekatkan kepalanya kepada kepala Sheila.

"Hmm." Jawab Sheila dengan lembut.

"Roy, apa kau tidak mencoba menemui dokter untuk mengatasi mimpi burukmu? Kau terlihat begitu tersiksa dengan mimpimu akan masalalumu?" Tanya Sheila mencoba menggiring Roy untuk mengobati trauma yang ia alami.

"Aku hanya butuh kamu." Jawab Roy menenggelamkan kepalanya di bahu Sheila nampak begitu lelah akan dirinya sendiri. Sheila membelai rambut Roy dengan lembut dan sayang.

Sheila baru memahami mengapa Roy begitu keras dalam sikap dan juga tutur katanya. Roy juga begitu menyukai desain kaca disetiap sudut rumahnya dan warna gelap yang begitu identik dengan dirinya. Roy hanya berusaha menyelamatkan dirinya sendiri. Dia hanya ingin bertahan hidup sebisa mungkin dalam hidupnya yang penuh luka.
--------------------------------------------------------

Ibu Teddy khusus menyediakan acara makan malam ini khusus untuk mendekatkan hubungan antara Teddy dan Katarina. Namun Teddy menolak untuk ikut dalam acara malam ini karena jadwal syutingnya yang padat.

"Maaf,Kattie. Teddy tidak bisa hadir malam ini karena jadwal syutingnya yang padat." Kata ibu Teddy sambil menepuk tangan Katarina dengan lembut.

"Tidak apa-apa,Tante. Teddy juga sudah memberitahukan hal ini kepadaku semalam. Kebetulan kemarin kami bertemu dan Teddy mengantarkan aku pulang." Jawab Katarina dengan sopan.

"Jujur saja. Mungkin Teddy agak keras kepala. Harap maklumi saja karena dia baru saja patah hati. Mantan pacarnya meninggalkannya untuk menikah dengan lelaki lain. Tante harap kamu mau bersabar menghadapi Teddy." Kata Ibu Teddy sambil menatap Katarina dengan penuh harap. Katarina tersenyum dan mengangguk.

"Iya, Tante. Aku tahu hal itu. Aku juga bisa memahaminya." Balas Katarina .

"Tapi untung saja Teddy tidak jadi menikah dengan wanita itu. Dari dulu aku bukannya tidak suka dengan dirinya. Hanya saja aku tahu jika dia hanya memanfaatkan Teddy saja. Teddy juga sepertinya sudah dibutakan oleh perasaannya yang hanya sesaat itu. Jika memang berasal dari keluarga yang tidak baik, pasti akan menurunkan sifat yang tidak baik juga." Komentar ibu Teddy dengan nada tidak suka yang begitu jelas.

"Sampai kapan mama akan membenci Ciya? Aku sendiri yang rela memberikan apa yang aku miliki untuk dia. Apa yang sudah Ciya lakukan kepada mama?" Tanya Teddy yang ternyata sudah pulang tanpa sepengetahuan ibunya. Dengan segera ibu Teddy berdiri dari duduknya dan langsung salah tingkah.

"Ted, kamu sudah pulang?" Tanya ibu Teddy dengan lembut. Namun Teddy tidak menghiraukan pertanyaan ibunya dan langsung berjalan kearah tangga menuju kamarnya.

"Jika mama tidak menghubunginya malam itu, kamu tidak akan pernah tahu sifat asli wanita yang kamu bangga-banggakan itu." Kata ibu Teddy dengan emosi. Langkah Teddy terhenti dan langsung melihat kearah ibunya .

"Mama menghubunginya? Kapan?" Tanya Teddy tetap berdiri di tempatnya dengan terpaku oleh ucapan ibunya sendiri.

"Tepat sebelum kau berangkat ke Viena untuk syuting. Seharusnya dari dulu aku mengatakan hal itu kepadanya agar kau tidak harus merasakan terlalu tersakiti olehnya. Buktinya sekarang dia juga menikahi pria lain yang kaya raya dan langsung melupakanmu." Jawab Ibu Teddy dengan lantang.

Teddy baru ingat akan pilihan yang diberikan oleh Sheila siang itu, Sheila ingin Teddy memilih antara Sheila atau keluarga Teddy. Ternyata semua karena ibu Teddy yang sudah menghubungi Sheila agar tidak bersamanya.

"Bagaimana bisa mama melakukan hal ini kepadaku? Bukannya mama sudah memberikan restu kepada kami?" Tanya Teddy seakan tidak percaya akan apa yang sudah dilakukan ibunya sendiri.

"Mama hanya terpaksa merestui kalian karena kamu yang bersikeras untuk menikahinya. Mama hanya tidak tega melihatmu. Mama melakukan semua ini demi kebaikanmu sendiri. Kamu juga sudah melihat buktinya sekarang." Kata ibu Teddy sambil melipat tangan didepan dadanya.

Lidah Teddy terasa kelu dan tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk ibunya. Teddy hanya melangkahkan kakinya keluar dari rumahnya sendiri.

"Teddy, kau mau kemana? Teddy!" Teriak ibu Teddy yang bahkan tidak dihiraukan oleh Teddy.

Teddy langsung masuk kedalam mobil Billy yang tadi mengantarkannya pulang.

"Apa ada yang tertinggal?" Tanya Billy dengan heran, melihat Teddy masuk kembali kedalam mobilnya.

"Tidak ada. Kita pergi dari sini." Kata Teddy dengan frustasi kepada Billy.

"Kemana?" Tanya Billy lagi dengan heran sambil melihat ibu Teddy yang keluar dari rumahnya dengan penuh amarah.

"Jalan saja." Teriak Teddy. Billy dengan segera memindahkan persneling dan langsung menginjak gas mobilnya.

"Ada apa ini , Ted?" Tanya Billy lagi yang masih tidak bisa memahami situasi yang sedang Teddy hadapi.

"Jangan bertanya apapun. Aku hanya ingin ketenangan saat ini." Jawab Teddy sambil menutup matanya dengan lengan kanannya. Billy terdiam dan hanya bisa melihat Teddy lewat kaca spion tengah mobilnya.

"Bill, bantu aku agar bisa menemui Ciya." Kata Teddy setelah beberapa lama ia terdiam.

"Kau gila ,Ted. Bagaimana bisa kau menemui istri bos iblis seenaknya? Lagipula dia tidak akan membiarkan istrinya menemuimu kalaupun kita bisa mencuri peluang untuk menemui istri bos iblis." Jawab Billy dengan cepat.

"Usahakan saja. Aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi." Kata Teddy dengan putus asa.
"Diantara kalian sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi saat ini. Bisakah kau tidak mengusiknya lagi,Ted? Atau apakah ada masalah yang aku tidak tahu tentang kau begitu ingin menemuinya lagi?" Tanya Billy kepada Teddy.

"Ada yang ingin aku tanyakan kepadanya, Bill. Hanya itu saja. Aku ingin bertemu dengannya dan mendengar semua darinya. Aku tidak pernah mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi padanya sebelum ia memutuskan untuk menikah dengan Roy." Jawab Teddy sambil menatap mata Billy lewat kaca spion mobil Billy.

"Apa ibumu mengatakan sesuatu kepada Sheila?" Tanya Billy mencoba menerka-nerka apa yang terjadi sebenarnya antara Teddy dan juga ibunya tadi. Teddy tidak menjawab dan hanya melihat kearah luar jendela mobil disisinya. Billy menarik nafasnya dengan berat.

"Kau ingin pergi kemana?" Tanya Billy yang memutuskan untuk tidak membicarakan ap ayang sudah terjadi pada Teddy dan juga ibunya.

"Antarkan aku kehotel saja. Aku akan menginap dihotel malam ini. Besok belikan baju untuk aku berangkat kelokasi syuting." Jawab Teddy dengan wajah datar.
"Dan aku minta tolong masalah aku ingin berbicara dengan Ciya. Aku serius tentang hal itu."

"Akan aku usahakan,Ted." Balas Billy walaupun tidak yakin apakah dia bisa menciptakan peluang bagi Sheila dan Teddy untuk bertemu. Mengingat Roy sangat protektif terhadap istrinya. Bahkan Billy harus menutupi dari Teddy tentang banyaknya berita tentang betapa Roy menyayangi istrinya.
-------------------------------------

"Ella?" Panggil Roy yang sedang mengaitkan kancing kemejanya didepan cermin kamar.

"Ella?" Teriak Roy dengan panik ketika Sheila tidak menjawab panggilannya.

"Ada apa,Roy? Kenapa berteriak." Jawab Sheila sambil berlari kearah kamar mereka.

"Kenapa kamu tidak menjawab? Darimana saja kamu?" Tanya Roy dengan wajah yang tidak bersahabat.

"Aku sudah menjawab,Roy. Aku sedang didapur tadi. Ada apa?" Balas Sheila dengan penuh kesabaran sambil mendekati Roy.

"Menurutmu mana yang lebih bagus aku kenakan hari ini?" Tanya Roy sambil menunjukkan dua buah dasinya kepada Sheila. Sheila menaikkan kedua alisnya.

"Kau memanggilku sampai berteriak seperti tadi hanya ingin menanyakan soal dasi yang ingin kau kenakan hari ini?" Sheila seakan tidak bisa mengerti apa yang dipikirkan oleh Roy pagi-pagi bengini.

"Menurutmu, yang mana yang lebih bagus untuk aku kenakan?" Tanya Roy lagi .

Sheila berjalan mendekati Roy dan menyentuh kedua dasi yang Roy pegang. Sambil berpura-pura berpikir .

"Suamiku sudah sangat tampan. Tidak peduli dia ingin mengenakan apa, dia tetap tampan untukku." Kata Sheila menggoda Roy.

"Pilihkan satu. Aku akan mengenakan apa yang istriku pilihkan mulai saat ini." Balas Roy sambil mengecup hidung Sheila.

"Pakailah yang ini." Jawab Sheila memilih dasi yang berwarna abu-abu untuk Roy.

"Aku akan menyiapkan sarapan. Setelah selesai memakai dasi, kau harus sarapan." Lanjut Sheila sambil berbalik hendak menuju ke dapur lagi.

"Tunggu." Kata Roy tiba-tiba dan membuat Sheila berbalik kearah Roy.

"Ada apa lagi?" Tanya Sheila sambil mengerutkan pangkal hidungnya.

"Kau belum menciumku pagi ini?" Kata Roy dengan wajah garang. Sheila tersenyum dan berlari kearah Roy. Kemudian mengecup bibir Roy dengan lembut.

"Sudah, cepat bersiap. Sarapan sudah menunggu." Ucap Sheila lalu kembali ke dapur.

Sheila sudah menyiapkan sarapan untuk Roy di meja makan , Roy duduk di meja makan dan mulai meminum jus buah yang sudah disiapkan oleh Sheila.

"Roy." Sheila berusaha untuk memberitahukan Roy perihal menjenguk neneknya.

"Ada apa?"

"Bolehkan aku menjenguk nenekku?" Tanya Sheila dengan ragu. Roy meletakkan gelas minumannya dan menatap Sheila dalam diam.
"Kalau tidak boleh aku akan diam ..."

"Kapan kau akan mengunjungi nenekmu? Aku akan ikut denganmu." Kata Roy sambil mengambil garpu dan pisau makan yang ada di depannya.

"Benarkah?" Sheila merasa lega Roy memperbolehkannya untuk mengunjungi neneknya.Wajah bahagia terpancar diwajah Sheila dengan begitu jelas. Roy tersenyum melihat ekspresi Sheila.

"Kau senang?" Tanya Roy yang heran akan kegembiraan Sheila yang begitu jelas.

"Tentu saja. Suamiku mengijinkan aku untuk menjenguk nenekku." Ucap Sheila senang sambil meminum jus buah miliknya.

"Kau menyayangi nenekmu?"

"Tentu saja."

"Kau menyayangiku atau nenekmu?"

Pertanyaan Roy sungguh menjebak Sheila.

"Kalian orang yang berharga untukku. Aku menyayangi nenekku dan aku mencintaimu." Jawab Sheila sambil mengedipkan matanya pada Roy.

"Lebih berat kepada siapa?" Tanya Roy lagi sambil menatap mata Sheila dengan tajam.

"Kamu. Aku lebih mencintaimu." Jawab Sheila sambil tersenyum kepada Roy.

"Hanya lebih?" Tanya Roy sambil menyembunyikan senyumannya.

"Lebih .. Lebih .. Lebih..." Balas Sheila sambil merentangkan tangannya. Roy tertawa melihat yang dilakukan oleh Sheila.

"Sudahlah. Selesaikan sarapanmu. Setelah ini aku akan berangkat bekerja. Mungkin hari minggu nanti kita akan mengunjungi nenekmu." Kata Roy sambil menyantap sarapannya.

"Baik, Kapten." Ucap Sheila begitu manis sambil tersenyum lebar kepada Roy.

Setelah sarapan Roy langsung mengambil tas kerjanya , tepat ketika ia berjalan menuruni anak tangga sebuah pesan teks masuk di ponselnya.

Pesan itu dari Tonny.

- Mengapa kau tidak pernah menghubungiku? Aku dengar banyak yang mengatakan kau begitu mencintai istrimu. Apa ini juga bagian dari sandiwaramu? Berhati-hatilah mungkin Teddy juga akan mengetahui apa yang kau rahasiakan dengan Sheila.-

"Ada apa? Apa ada yang tertinggal?" Tanya Sheila ketika melihat Roy tiba-tiba berhenti menuruni anak tangga.

"Apa Tonny pernah menghubungimu?" Tanya Roy yang langsung melihat kearah Sheila. Sheila menggeleng dengan setelah terdiam beberapa detik. Roy mempercayai Sheila. Sheila tidak bisa berbohong.

"Jangan menemui siapapun tanpa sepengetahuanku." Kata Roy dengan nada yang dingin. Membuat Sheila merasa mungkin ada yang mengusik pikiran Roy.

"Iya." Jawab Sheila sambil mengangguk agar Roy merasa tenang.

"Aku akan pulang terlambat malam ini. Kau beristirahatlah terlebih dahulu." Kata Roy kemudian menuruni tangga lagi.

Sheila merasa ada yang aneh dari Roy. Ada apa dengan Tonny? Mengapa Roy begitu gelisah dirinya menemui Tonny.
Beberapa hari ini Roy memang sudah tidak mengalami mimpi buruk lagi, tapi sikap Roy sudah seperti anak kecil jika berada didekat Sheila. Roy semakin sulit untuk ditinggalkan barang sejenak. Untungnya Sheila tidak banyak mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hanya saja terkadang Sheila merasa kurang leluasa untuk bernafas. Mungkin ada baiknya jika Roy menemui psikiaternya lagi. Sheila merasa jika Roy semakin overprotective padanya.

Jangankan bertemu dengan orangluar, jika Sheila melihat drama televisi saja Roy sudah merasa cemburu. Tapi bagaimana membawa Roy untuk menemui psikiaternya membuat Sheila benar-benar frustasi.
-------------------------------------------------------

Pikiran Roy berkelana di banyak skema , ia harus mengakhiri hubungannya dengan Tonny. Sedari awal hubungannya dengan Tonny adalah karena ia merasa nyaman bersama Tonny dan juga ia ingin membuat ayahnya kesal. Roy tidak mengira jika Tonny masih menginginkan hubungan ini berlanjut . Dan juga tentang Teddy yang masih tidak menyerah untuk Sheila, hal ini membuat Roy sangat tidak nyaman. Sudah pasti Teddy akan mencoba untuk menemui istrinya lagi. Walaupun Sheila sudah berkali-kali mengatakan tidak akan meninggalkan dirinya, tapi Roy juga tidak ingin hati Sheila goyah.

Sesampainya dikantor Roy sudah menebarkan hawa yang membuat para karyawannya bergidik.

"Jadwal apa saja yang aku miliki hari ini?" Tanya Roy kepada sekertarisnya sambil masuk kedalam ruang kerjanya. Sekertaris Roy dengan segera berdiri dari duduknya sambil membawa tablet kerjanya dan mengikuti Roy masuk kedalam ruangan Roy.
-----------------------------------------------------------

Roy hampir setiap lima belas menit sekali menghubungi Sheila , membuat Sheila tidak bisa berkonsentrasi untuk mengetik naskahnya sendiri.

"Roy, apa perlu aku bersamamu sekarang?" Tanya Sheila yang mulai lelah menerima panggilan dari Roy yang hanya menanyakan tentang sedang apa dirinya saat ini.

"Apa kau tidak suka aku menghubungimu?" Nada suara Roy langsung berubah ketika Sheila menanyakan hal itu kepadanya.

"Sayang, kau sudah menelponku setiap lima belas menit sekali. Dan ini sudah hampir malam. Aku juga tidak pergi kemanapun , aku sedang berada di ruang tamu ,mengetik naskahku dengan tenang. Apa yang begitu kau khawatirkan?" Protes Sheila kepada Roy.

"Aku tidak mau kau menghubungi oranglain." Jawab Roy dengan cepat. Sheila menghela nafasnya.

"Aku berada dengan tenang dirumah. Aku tidak menghubungi siapapun dan aku juga tidak dihubungi oleh siapapun selain dirimu. Kalau kau begitu khawatir ,cepatlah pulang." Kata Sheila sambil meredam emosinya. Sheila harus pandai mengatur emosi jika berbicara dengan Roy. Emosi Roy benar-benar tidak stabil saat ini.

"Aku akan pulang sebentar lagi." Jawab Roy masih dengan nada dingin kepada Sheila.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Sheila yang mulai merasa jika Roy sedang tidak baik-baik saja.

"Aku akan pulang. Kau tunggu aku kembali kerumah." Kata Roy lalu menutup pembicaraan mereka.

Sheila yakin jika penyakit Roy semakin parah setiap harinya. Sheila bahkan tidak mampu mencegah sikap berlebihan dari Roy. Sekalipun Sheila selalu menuruti apa yang Roy inginkan , Roy tetap akan merasa tidak aman akan dirinya.
Roy juga mengalami delusional beberapa kali, sampai Sheila harus menenangkannya dengan obat penenang dari psikiater Roy, Sheila diam-diam terkadang berkonsultasi dengan psikiater Roy tentang kondisi Roy selama ini. Dokter itu juga menyarankan agar Roy melakukan test dan juga pengobatan hypnoterapy. Sheila ingin menyerah namun ia juga tidak ingin meninggalkan Roy. Sheila bahagia ketika melihat Roy tersenyum dan tertawa. Roy seperti menjadi dirinya sendiri.

Sampai kapan Sheila akan bertahan jika Roy tidak mau menyembuhkan dirinya sendiri.
Sheila mendengar suara mobil yang berhenti didepan pintu utama. Dan langkah kaki Roy yang mulai menaiki tangga. Sheila harus tetap tenang dan menyambut Roy dengan sehangat mungkin .

"Ella?" Terdengar suara Roy yang sudah mencarinya walaupun Roy baru saja membuka pintu kaca areanya. Sheila keluar dari kamar tidur dan menghampiri Roy.

"Apa kau lelah? Apa kau ingin makan sesuatu?" Tanya Sheila sambil tersenyum menyambut Roy. Roy menggeleng lalu memeluk Sheila.

"Aku merindukanmu." Kata Roy ditelinga Sheila.

"Aku juga." Balas Sheila. Sheila mengalungkan lengannya ke leher Roy.

"Apa kau lelah? Aku memiliki terapi untuk mengatasi rasa lelahmu. Apa kau ingin mencobanya?" Tanya Sheila begitu antusias sambil menatap lurus mata Roy.

"Terapi apa yang ingin kau lakukan untuk mengatasi lelahku?" Roy memicingkan matanya yang sudah berkilat oleh gairah. Sheila tertawa melihat reaksi Roy.

"Bukan seperti itu." Kata Sheila sambil mencubit ringan hidung Roy.

"Lalu terapi seperti apa untuk lelahku?" Roy mulai penasaran apa yang ada dalam pikiran Sheila.

"Berenang." Jawab Sheila sambil membisikkannya ditelinga Roy. Roy memandang Sheila dengan pandangan heran.

"Ella, ini sudah malam. Dan kau ingin kita berenang? Tidak, aku lelah, kita terapi yang lain saja." Balas Roy sambil mengecup leher Sheila.

"Ayolah,Roy. Berenang dimalam hari dengan pasanganmu bisa menghilangkan lelah setelah seharian bekerja. Kau mau mencobanya?" Sheila masih bersikeras dengan idenya untuk Roy. Roy masih tidak menyetujui ide Sheila.

"Aku bosan beberapa hari ini hanya berdiam diri dirumah saja." Sheila mulai merajuk dengan wajah memelasnya.

"Kau sudah pergi mengunjungi nenekmu kemarin lusa." Balas Roy sambil tersenyum kepada Sheila.

"Setelah itu kita kembali kerumah dan tidak pergi kemanapun." Protes Sheila.

"Lagipula sebenarnya sudah lama aku ingin mencoba kolam renang yang ada di sini."
Roy menghela nafas panjang. Dan memandang hangat Sheila.

"Baiklah. Kita akan berenang malam ini." Jawab Roy akhirnya. Roy mengecup kening Sheila.

"Kenapa kau memiliki permintaan yang tidak bisa aku pikirkan?" Komentar Roy kemudian memeluk Sheila.

Roy menemani Sheila berenang dikolam renang di taman belakang rumah.
"Kau bisa berenang?" Tanya Roy mengejek Sheila . Roy tidak ikut masuk kedalam kolam renang tapi hanya mengawasi Sheila dari kursi yang berada di tepi kolam renang.

"Tentu saja. Aku sampai memiliki baju renangku sendiri." Balas Sheila sambil memamerkan baju berenangnya kepada Roy. Baju berenang Sheila sederhana namun cukup menggoda.

"Apa kau sering menggunakkannya? Dimana biasanya kau berenang?" Tanya Roy dengan mata yang tajam kearah Sheila.

"Tentu saja." Goda Sheila, Sheila terkadang menyukai kecemburuan Roy yang tidak pernah masuk akal ini. Roy langsung berdiri dari duduknya.

"Dimana kau sering berenang dulu?" Roy nampak tidak bisa meredam emosinya ketika menanyakan hal itu kepada Sheila. Sheila tersenyum dan hampir tidak bisa menahan tawanya.

"Aku menggunakannya hanya ketika aku berenang sendirian didalam kolam renang club saja. Tidak ada yang melihatku. Kau tahu aku tidak menyukai keramaian. Terkadang jika aku mulai bosan atau aku tidak memiliki ide untuk naskahku, aku selalu pergi berenang di kolam renang club. Disana hanya ada aku sendiri." Jawab Sheila sambil melihat kearah Roy yang kini sudah terlihat lebih tenang dan lega.

"Apa kau bisa berenang,Roy?" Tanya Sheila sekarang gilirannya untuk mengejek Roy.

"Bisa. Aku hanya malas untuk ikut masuk kesana." Jawab Roy sambil meneguk minumannya.

"Alasan." Gumam Sheila lalu ia mulai menenggelamkan dirinya didalam air kolam dan mulai berenang dari ujung kolam ke ujung yang lainnya.

Ketika Sheila hendak menyentuh ujung kolam untuk mengakhiri putarannya, Sheila merasakan menyentuh yang lain.
Sheila muncul kepermukaan air dan melihat Roy dihadapannya. Roy sudah masuk kedalam kolam.

"Bukannya kau malas masuk kolam?" Tanya Sheila setelah menyeka air yang berada diwajahnya. Rambut Sheila yang ikal mengembang di dalam air kolam. Roy menangkup wajah Sheila dan mengecup ringan bibir Sheila.

"Aku tidak tahan digoda oleh putri duyung." Kata Roy dengan suara yang dalam dan rendah. Sheila tertawa kecil mendengar ucapan Roy.

"Apa aku seperti putri duyung?"

"Hmm." Jawab Roy singkat sambil mengangguk.

"Tapi aku tidak menyukainya." Lanjut Roy lagi sambil merapikan rambut Sheila yang basah didahi Sheila.

"Kenapa? Bukankah putri duyung cantik? Banyak sekali yang menggunakan contoh putri duyung di berbagai ajang sebagai tema utama."

"Putri duyung akan menghilang menjadi buih ketika pangeran tidak mengenalinya dan berpaling dari dirinya. Dia menghilang tanpa mengetahui apakah pangerannya juga mencintainya atau tidak. Putri duyung adalah sosok yang begitu egois. Aku tidak menyukainya."Kata Roy sambil menggenggam tangan Sheila yang berada didalam air.

"Itu hanya cerita versi sedihnya,Roy. Ada juga versi bahagianya. Mereka akhirnya hidup bersama dan bahagia selamanya." Ucap Sheila berusaha merubah sudut pandang Roy.

"Versi bahagianya hanyalah karangan lain yang ingin mengobati rasa sakit hati para pendengar dongengnya saja. Tetap saja pada akhirnya ia tidak akan bisa bersama dengan cinta yang ia inginkan dan menghilang karena apa yang rasakan sendiri."

"Bagaimana jika aku juga seekor duyung?" Goda Sheila bermaksud untuk mengalihkan pemikiran Roy yang terdengar menyedihkan.

"Tidak boleh." Jawab Roy dengan cepat.

"Kalaupun kau seekor duyung, aku akan mengurungmu dalam aquarium ku sendiri. Sekalipun tidak bisa bersama, tapi kau akan tetap bersamaku." Mata Roy terlihat kelam dan pedih.

"Sudahlah. Kenapa kita jadi membahas hal yang tidak masuk akal. Aku ada disini dan kita bersama-sama saat ini dan juga seterusnya. Aku juga tidak akan menjadi buih. Memangnya aku tablet everfeccent?" Kata Sheila sambil tersenyum dengan sedikit memberikan candaannya untuk Roy. Roy tersenyum dan menempelkan keningnya pada kening Sheila.

"Tapi aku terus merasakan ketakutanku sendiri. Jika suatu hari kau meninggalkanku. Entah mengapa aku selalu merasakan perasaan itu, setiap hari aku semakin takut. Maafkan aku jika akhirnya aku malah menyakitimu.Aku hanya takut kehilanganmu." Kata Roy seperti tidak berdaya . Sheila menangkup wajah Roy dan mencium lembut bibir Roy.

"Hanya kamu yang bisa membuatku pergi. Dan kamu tidak akan pernah membiarkan aku pergi dari sisimu. Ketakutanmu juga hanya kamu yang bisa menyingkirkannya. Jika tidak disisimu aku akan berada dimana?" Tanya Sheila menjalin jemarinya di leher Roy.

"Tidak akan berada dimana-mana. Kamu hanya bisa berada disisiku saja. Kalau kau menghilang aku akan mencarimu kemanapun itu dan menemukanmu lalu membawamu kembali pulang." Jawab Roy, matanya kelam dan hangat menatap Sheila.

Roy mencium bibir Sheila , lembut awalnya namun nafasnya semakin memburu. Roy melepaskan bagian atas pakaian renang Sheila dengan cepat. Membelai punggung Sheila yang telanjang didalam air kolam. Mendekatkan tubuh Sheila pada tubuhnya yang juga tidak mengenakan sehelai kainpun.

"Darimana kau tahu terapi jenis ini?" Tanya Roy sambil mengecup pundak Sheila .

"Dari internet." Jawab Sheila dengan susah payah karena nafasnya sudah mulai tidak teratur.

"Jangan pernah pergi kekolam renang sendirian tanpaku." Kata Roy kemudian bibirnya kembali memagut bibir Sheila dan membalikkan posisinya. Kali ini Sheila yang berada di dinding kolam. Dirinya merasa akan tenggelam dalam kolam jika tidak berpegangan pada tubuh Roy.

Ditemani udara malam yang cerah dan juga langit malam yang bertaburan bintang. Sheila bisa merasakan betapa bahagia dicintai dan juga mencintai sekalipun ia harus mengorbankan kebebasan dan juga hidupnya, ia rela.
--------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience