Chapter 25

Romance Completed 3114

Sheila dan juga Teddy sudah sampai di tempat yang sudah di janjikan oleh orang yang menghubungi untuk mengontrak hasil karya Sheila. Setelah menunggu selama lima belas menit seseorang datang menghampiri meja Sheila dan Teddy. Seorang pria berperawakan tegap dan mengenakan pakaian casual , kemeja berwarna putih dengan celana hitam . Berpotongan rambut cepak dan disisir kebelakang dengan minyak rambut sehingga terlihat mengkilap dan juga terlampau rapi.

"Apa ... Kau pengarang itu?" Tanya pria yang baru saja datang menghampiri meja tempat Sheila dan Teddy duduk saat ini.

"Ya , benar." Jawab Sheila sambil mengangguk sementara Teddy mengawasi dengan siaga disamping Sheila. Dengan cepat pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Sheila.

"Perkenalkan, aku Zack. Aku yang menghubungimu lewat email minggu lalu." Kata pria itu sambil tersenyum lebar kepada Sheila. Sheila menjabat tangan Zack setelah dirinya berdiri dari duduknya dan membalas senyuman Zack.

"Oh , Hallo. Senang bertemu dengan anda? Maaf saya tidak mengenali anda sebelumnya. Kita hanya bertukar email saja selama satu minggu ini. Kita juga tidak sempat bertukar foto." Kata Sheila sambil mempersilahkan Zack untuk duduk didepannya.

Dengan santai Zack duduk di kursi yang berseberangan dengan Sheila. Sementara Teddy mengernyitkan keningnya merasa ada yang janggal disini.

"Bagaimana kau bisa mengenalnya jika kalian tidak pernah bertukar foto?" Tanya Teddy dengan tidak ramah kepada Zack.

"Kami membuat janji di meja dekat dengan jendela luar restaurant dan memakai pakaian putih." Jawab Zack sambil tersenyum kearah Teddy sambil menunjuk kearah pakaian yang dikenakan oleh Sheila pagi ini.
Sheila tersenyum canggung kearah Zack.

"Oh, Zack. Perkenalkan ini Teddy dia adalah teman baikku. Kebetulan dia juga baru saja sampai disini kemarin malam. Mungkin dia mengalami sedikit kelelahan." Kata Sheila berusaha menutupi sikap tidak mengenakkan dari Teddy.

"Tidak masalah. Mungkin temanmu juga merasa waspada karena jaman sekarang banyak sekali penipuan yang mengatasnamakan kontrak kerja yang akhirnya berakhir dengan perebutan hak cipta. Aku memahami itu. Santai saja." Balas Zack dengan santai dan tetap tersenyum kepada Sheila.

Sheila tersenyum dan mengangguk kearah Zack merasa berterimakasih atas pengertian Zack akan sikap Teddy yang begitu tidak ramah kepada Zack. Sheila menendang kecil ujung kaki Teddy mengisyaratkan agar Teddy bersikap sedikit ramah kepada Zack namun Teddy tidak mengidahkannya.

"Jadi ... Aku sudah mengungkapkan namaku. Apa aku boleh berkenalan dan berbincang santai saat ini denganmu?" Tanya Zack dengan sopan.

"Oh tentu. Namaku Sheila. Apa kau ingin memesan sesuatu?" Balas Sheila dengan sopan kepada Zack sambil menyodorkan buku menu kepada Zack.

Zack menerima buku menu itu dan membaca daftar menu yang ada disana.

"Ted, bisakah kau bersikap sedikit ramah? Ini tentang pekerjaanku , hal yang aku impikan sejak lama. Jangan kau kacaukan." Bisik Sheila dengan nada kesal kepada Teddy.

"Ada yang janggal disini. Aku hanya berusaha melindungimu saja." Balas Teddy sambil berbisik juga kepada Sheila.

"Ted, kumohon." Pinta Sheila sambil berbisik kepada Teddy.

"Baiklah. Aku akan berusaha bersikap ramah , tapi kau juga harus berhati-hati dalam membaca setiap klausal yang ada dalam kontrak. Ingat , ini adalah kontrak pertamamu. Jangan gegabah hanya karena nominal yang ia tawarkan kepadamu." Kata Teddy sambil melirik kearah Zack yang masih sibuk dengan daftar menu yang ia pegang saat ini.

"Terimakasih." Balas Sheila sambil tersenyum kepada Teddy.

Zack sudah selesai menentukan pilihannya untuk minuman dan juga kudapannya pagi ini. Lalu ia melambaikan tangan kepada pelayan restauran dan langsung mengatakan pesanannya kepada pelayan. Setelah pelayan itu pergi , Zack mengaitkan jemarinya dan menumpukan siku nya di atas meja makan.

"Sampai dimana kita tadi?" Tanya Zack sambil mengernyitkan kening dan mengatupkan bibirnya.

"Kita masih perkenalan tadi." Jawab Sheila mengingatkan Zack.

"Ah , iya." Zack mengangguk dan memfokuskan pandangannya ke arah Sheila lalu beralih ke Teddy dan kembali lagi pada Sheila.
"Apa kalian sepasang kekasih?" Tanya Zack seakan ingin mengetahui tentang status Sheila dan juga Teddy. Terutama ketika Sheila dan Teddy saling berbisik ketika dirinya melihat daftar menu.

"Kami hanya teman baik , Zack." Jawab Sheila seketika ketika mendengarkan pertanyaan Zack sambil dengan segera menoleh kearah Teddy untuk memepertegas pernyataannya. Dengan enggan Teddy menganggukkan kepalanya tanpa menjawab apapun.

"Baiklah , kita akan membahas tentang kontrak kita." Kata Zack sambil mengeluarkan amplop kertas berwarna coklat dari dalam tas yang ia bawa dan meletakkannya di hadapan Sheila .
"Kau baca saja dengan perlahan."

Sheila menerima amplop kertas itu dan membukanya kemudian membaca setiap klausal dengan seksama. Teddy yang berada disamping Sheila juga ikut membaca setiap klausal yang tertera disana.

"Kenapa aku tidak pernah mendengar tentang perusahaanmu ini?" Tanya Teddy ketika membaca nama perusahaan Zack didalam surat kontrak yang Sheila pegang.

"Perusahaan kami masih baru. Mungkin juga belum begitu terkenal. Anda Teddy bukan?" Balas Zack dengan sigap kepada Teddy. Teddy hanya menganggukkan kepalanya , Zack tersenyum.
"Kau bisa mengecek kebenaran tentang perusahaanku. Dalam kontrak juga kami tidak akan merugikan Sheila sebagai pemilik naskah. Kebetulan novel karya Sheila banyak disukai oleh kaula muda dan juga beberapa staff yang melakukan survey memilih novel Sheila untuk dijadikan sebagai film layar lebar yang akan di sponsori oleh rumah produksi kami." Lanjut Zack sambil menatap kearah Teddy.

Sheila melihat kearah Zack dengan perasaan bersalah.
"Maaf, Zack. Teddy hanya berhati-hati saja. Tolong jangan kau masukkan kedalam hati." Kata Sheila dengan pandangan penuh permintaan maaf yang tulus. Zack membalas senyuman Sheila.

"Santai saja. Wajar bagi seorang artis yang sudah terkenal untuk waspada , terutama untuk rumah produksi yang terbilang baru." Mata Zack penuh dengan pengertian yang membuat Sheila merasa bersyukur. Setidaknya Zack tidak terpengaruh oleh sikap sarkastik yang diutarakan secara terang-terangan oleh Teddy.

"Kau mengenalku?" Tanya Teddy masih penuh dengan curiga.

"Tentu saja. Kau begitu terkenal di tanah air kita. Terutama ketika film layar lebar pertama yang kau bintangi meledak tahun lalu. Dan juga berita sensasionalmu ketika kau menggugat mantan pacarmu sendiri, Katarina atas kasus pencemaran nama baik dan juga perbuatan tidak menyenangkan . Siapa yang tidak akan mengenalmu ? Apalagi bagiku yang bergelut didunia perfilman juga." Jawab Zack dengan santai sambil menyandarkan punggungnya di punggung kursi yang ia duduki.

"Kau menggugat Katarina? Kenapa aku tidak tahu soal ini?" Tanya Sheila sambil menatap kearah Teddy.

Teddy dengan cepat memperbaiki posisi duduknya dan berdehem kecil.

"Bukan hal yang perlu kau ketahui." Balas Teddy sedikit salah tingkah didepan Sheila.
"Lanjutkan saja membaca klausal kontrak kerjamu." . Teddy menunjuk kearah lembaran kertas yang sedang dipegang oleh Sheila.

Pandangan Sheila langsung teralihkan kearah lembaran yang ada dihadapannya.

"Aku sudah membacanya dan aku rasa kontrak kerja ini cukup adil dan juga cukup memuaskan." Kata Sheila kepada Zack.

Zack menganggukkan kepalanya dan tersenyum lebar kearah Sheila.

"Kalau begitu kita bisa menandatangani kontrak ini. Kau tenang saja kontrak ini legal dan terlindungi secara hukum yang berlaku. Jika aku melakukan hal yang tidak seharusnya , tentu saja aku akan mendapatkan masalah yang besar nantinya. Kau juga akan mendapatkan salinan kontrak kerja ini." Zack mencoba meyakinkan Sheila agar menandatangani kontrak kerja bersama dengan dirinya .

Zack mengeluarkan pena dari dalam tasnya dan meletakkan pena itu disamping tangan Sheila. Sheila mengambil pena yang diberikan Zack dan menandatangani kontrak itu sebanyak dua kali. Satu lembaran asli dan satu lagi lembaran salinan asli yang akan ia pegang. Zack tersenyum begitu lebar hingga membuat wajahnya bisa saja terbelah oleh senyumannya sendiri.

"Keputusan bijak." Kata Zack sambil menepuk tangannya sendiri.

Sheila melihat kearah Zack yang tersenyum begitu gembira melihat dirinya menyetujui kontrak kerja mereka. Sheila membayangkan jika seperti itulah ekspresi dirinya saat ini ketika ia mendapatkan suatu apresiasi untuk hasil karyanya sendiri. Zack mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Sheila lagi. Sheila meraih tangan Zack untuk menerima jabatan tangan atas kerjasama mereka .

"Jadi.. Apakah kau tinggal disini? Kau menetap disini selama ini? Kau cukup misterius untuk seorang penulis cerita yang begitu menarik." Kata Zack ingin mengetahui tentang kehidupan Sheila.

"Iya, aku tinggal disini sekitar satu tahun ini." Jawab Sheila sambil menghitung berapa lama dia sudah berada di kota kecil di negeri yang jauh dari tempatnya berasal.

"Cukup menarik. Disini sangat damai , sungguh terpecil namun sangat menyenangkan. Aku bisa memahami mengapa kau memilih untuk tinggal disini." Zack menganggukkan kepalanya seperti memahami mengapa Sheila memilih tinggal dikota kecil yang sangat jauh dari negara mereka.
"Terkadang jiwa seniman tidak bisa ditebak." Lanjut Zack sambil menjentikkan jarinya.

"Disini sangat damai. Aku menyukainya , penduduknya juga sangat ramah dan hangat." Balas Sheila akan penilaian Zack kepada dirinya.

Disini sangat tenang dan nyaman , namun hati Sheila sangat kesepian dan terasa hampa. Sekuat apapun dirinya berusaha untuk bangkit , Sheila masih merindukan sebuah sosok yang ia tidak bisa lupakan. Hal itu benar-benar menyiksanya , hanya dengan menulis novel saja yang membuat dirinya merasa teralihkan akan rasa yang ia alami selama ini.

"Sesuai dengan kontrak, jika nanti film ini sudah mulai pengerjaannya , kami membutuhkan kehadiranmu disana agar film ini bisa sesuai dengan naskah karyamu. Aku sangat menantikan kedatanganmu kembali ke Indonesia. Aku juga mengharapkan film ini nantinya akan laku keras seperti film layar lebar yang dibintangi oleh Teddy." Kata Zack sambil melihat kearah Teddy.

"Apa aku harus hadir disana? Apa tidak bisa kita melakukan via telekomunikasi saja?" Tanya Sheila dengan ragu.

"Tidak bisa tentu saja. Karena kamu yang menulis ini dan juga memiliki emosi dan sudut pandang sebagai penulisnya. Jika kamu tidak datang disana , jelas akan menghambat jalannya proses pembuatan film." Jawab Zack dengan serius kali ini.

"Aku tidak melihat penulis naskah dalam setiap proses pembuatan film yang aku mainkan. Jarang sekali . Seharusnya hal ini bisa di toleransi." Kata Teddy menentang tanggapan Zack tentang kehadiran Sheila selama pembuatan film.

"Jarang. Bukan sama sekali tidak ada kan? Aku hanya mengutamakan profesional kerja , Teddy. Akan lebih baik jika penulisnya juga ada disana. Dia yang lebih memahami sudut pandang alur cerita. Jika kita melakukan telekonferensi via video call sungguh sangat tidak efesien terutama sang penulis berada di tempat yang sangat jauh seperti saat ini. Aku juga baru mengetahui jika disini sangat minim untuk sinyal , bukankah lebih baik jika Sheila berada disana selama proses pembuatannya?" Zack memberikan alasannya kepada Teddy dan Sheila.

"Baiklah, aku mengerti. Aku akan datang kesana selama proses pembuatan film ini." Kata Sheila menengahi debat pendapat anatara Zack dan juga Teddy.

Sheila sudah merindukan suasana negara asalnya juga neneknya. Mungkin bukan ide yang buruk jika ia kembali sebentar ke Indonesia untuk bekerja. Walaupun dalam hati kecilnya ia juga ingin melihat Roy walau hanya sekilas saja.

"Baiklah , kita sudah membahas masalah tentang pekerjaan. Kali ini kita akan membahas masalah yang lebih santai saja. Tidak baik jika kita harus tegang ketika akan menikmati sarapan pagi." Kata Zack sambil tersenyum lebar.

"Baiklah. Kita akan membicarakan tentang kegiatan yang paling aku sukai selama tinggal disini saja." Balas Sheila sambil tersenyum kearah Zack dan juga Teddy.

Teddy dan Zack mulai terlihat sedikit santai mendengar perkataan Sheila.
Setelah mereka berbincang - bincang santai sambil menikmati beberapa kudapan dan juga minuman hangat , Zack berpamitan kepada Teddy dan juga Sheila.
Wajah Zack tidak berubah , tetap hangat dan penuh senyuman walaupun sangat jelas Teddy tidak menyukai dirinya.

"Dimana kau tinggal? Aku akan kembali ke tanah air besok siang. Bolehkah aku mampir kerumahmu sejenak?" Tanya Zack dengan wajah yang polos dan mengharapkan dari Sheila.

"Tentu saja."
"Tidak."

Sheila dan Teddy membalas secara bersamaan. Sheila mengernyitkan keningnya kearah Teddy. Membuat Teddy harus menahan dirinya.

"Kau boleh datang kerumahku. Walau mungkin tidak akan seperti yang kau bayangkan, tapi disana cukup nyaman. Mampirlah besok jika kau memiliki waktu sebelum kepulanganmu, aku akean mengirimkan alamatku padamu lewat chat email saja." Kata Sheila sambil tersenyum kepada Zack.

"Baiklah." Ucap Zack sambil memasukkan kedua tangannya kedalam kantung mantel yang ia kenakan karena hawa dingin yang ada diluar restoran yang tiba-tiba datang.
"Kau orang yang menyenangkan, Sheila. Kita akan berjumpa besok." Kata Zack lalu pergi meninggalkan Sheila dan juga Teddy.

Setelah Zack pergi , Teddy berbalik melihat kearah Sheila.

"Aku tahu apa yang akan kau katakan. Aku tidak akan mendengarkannya." Kata Sheila sebelum Teddy melontarkan protesnya kepada dirinya. Sheila berbalik dan berjalan menuju ke tempat parkir restoran.

Teddy mengikuti Sheila dengan perasaan kesal dan berusaha menumpahkan kekesalannya akan sikap ramah Sheila yang begitu berlebihan kepada Zack.

----------------------------------

Roy sudah berada di restoran itu sebelum Sheila dan Teddy datang. Melihat Teddy bersama Sheila datang bersamaan sudah membuat dirinya ingin menarik Sheila dari sana dan menjauhkannya dari Teddy.

Namun Roy menahan keinginannya itu , ia harus bersabar jika dirinya ingin membawa Sheila untuk pulang bersamanya kali ini. Jika ia tidak bisa mengatasi emosinya sendiri , maka kesempatan untuk membawa Sheila akan sia-sia. Zack adalah orang yang sengaja Roy perintahkan untuk menemui Sheila agar Sheila mau menandatangani kontrak kerja dengan perusahaan anak cabang miliknya.

Ingin rasanya Roy menghampiri Sheila dan memeluknya , merasakan hangat tubuhnya , lembut bibirnya dan wangi aroma yang Roy rindukan dari Sheila selama ini. Butuh usaha yang begitu keras saat Roy menahan semua itu. Terutama ketika Sheila tersenyum dan tertawa didepan pria lain , Sheila juga terlihat sangat dekat dengan Teddy. Hal itu jika Roy tidak memiliki kendali penuh akan emosinya , tentu saja Roy akan membakar restoran ini. Tidak sia-sia terapi yang ia jalani selama ini. Roy mulai bisa mengontrol emosinya dan sudah bisa menerima luka masalalunya , yang terpenting adalah dia sudah mengingat segalanya tentang Sheila.

Ketika Sheila menghilang dari kehidupannya , segalanya begitu kosong dan dingin dalam hidup Roy. Segala upaya sudah ia kerahkan untuk mengetahui keberadaan Sheila namun selalu menemui titik buntu. Sekarang Roy bisa menemukan Sheila setelah sekian lama , namun masih tidak bisa menyentuhnya , Roy masih harus bersabar jika tidak ingin kehilangan Sheila lagi. Roy juga ingin membuktikan kepada Sheila jika dirinya kini sudah sembuh dari luka masalalunya dan Sheila tidak bersalah atas apa yang sudah ia alami selama ini.

Meskipun saat ini Sheila sedang bersama Teddy , Roy percaya jika Sheila tidak akan mengkhianatinya. Walau berpisah namun secara hukum dirinya masih berstatus sebagai istri sah Roy.

Walau menyakitkan bagi dirinya harus melihat Sheila dan Teddy terus bersama , Roy berusaha keras menahan dirinya untuk berlari kearah Sheila dan menunggu waktu yang tepat untuk muncul dihadapan Sheila , membawanya pulang tanpa bisa ditolak oleh Sheila.

----------------------------------------------

Teddy sudah datang pagi sekali kerumah Sheila. Mengantarkan sarapan untuk Sheila dan menikmati kopi pagi disana.

"Kau tidak ada jadwal syuting akhir-akhir ini?" Tanya Shelia sambil menguap dan berjalan kearah dapurnya setelah membukakan pintu rumahnya untuk Teddy.

"Tidak ada." Jawab Teddy dengan santai.
"Jadwalku hanya untuk mengejarmu lagi mulai hari ini."

"Ted, jangan memulai hal yang tidak perlu untuk hidupmu." Balas Sheila sambil melihat kearah Teddy dengan tatapan yang tajam.

"Kau boleh menolakku berkali-kali. Itu hakmu. Dan juga hak ku untuk memutuskan akan mengejarmu atau tidak." Ucap Teddy sambil meletakkan bungkusan berisi roti dan bahan makanan lainnya didapur Sheila.

Sheila menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya.

"Jika kau bersikeras seperti ini , mungkin lebih baik kita tidak berteman lagi." Kata Sheila dengan serius kepada Teddy.

"Kalau begitu kita pacaran saja seperti dulu." Balas Teddy dengan senang hati.

"Aku serius,Ted. Aku tidak memiliki ruang dihatiku untukmu. Aku tidak ingin kau juga terluka." Sheila dengan tegas menolak gagasan Teddy untuk menjalin hubungan asmara dengan dirinya lagi.

"Aku juga serius, Ciya. Kau hanya sedang tidak memiliki ruang di hatimu saja. Aku akan menunggu hingga ada ruang disana untukku." Mata Teddy benar-benar memancarkan keteguhan yang begitu kuat akan perkataan yang baru saja ia lontarkan .

"Kau sedang menghiburku atau sedang menyiksaku?" Ucap Sheila dengan putus asa dan berjalan kearah kamar tidurnya.
"Aku akan mandi. Setelah itu kita akan sarapan. Kau membuatku sakit kepala di pagi hari."

"Aku akan menyiapkan sarapan." Kata Teddy dengan semangat yang hanya dibalas dengan lambaian tangan Sheila yang tidak melihat kearahnya sama sekali.

Teddy tersenyum dengan penolakan Sheila. Walaupun Sheila menolaknya , tapi Teddy memiliki harapan untuk kembali bersama dengan Sheila. Roy hingga detik ini tidak bisa menemukan dimana keberadaan Sheila juga akhirnya akan menyerah dalam hubungan yang tidak jelas diantara mereka. Sheila juga tidak akan menemui Roy. Hal ini membuat dirinya memiliki sedikit harapan untuk bisa mendapatkan hati Sheila kembali. Ia bisa menunggu selama bertahun-tahun untuk bersama Sheila walaupun akhirnya mereka berpisah , tidak masalah baginya jika harus menunggu beberapa tahun lagi untuk mendapatkan hati Sheila kembali. Kali ini sekalipun orangtua Teddy tidak akanmenyetujui hubungannya dengan Sheila , Teddy juga tidak akan menyerah begitu saja. Dirinya memiliki banyak keberanian sekarang. Ia tidak akan menyerah untuk kesekian kalinya.

Terdengar bunyi bel rumah Sheila berbunyi ketika Sheila baru saja keluar dari kamarnya dan Teddy selesai dengan menata meja untuk sarapan mereka berdua.

"Aku saja yang membuka pintu. Mungkin itu Zack , bukankah dia berkata akan kemari sebelum berangkat ke bandara?" Kata Teddy sambil berjalan kearah pintu rumah Sheila . Sheila menganggukkan kepalanya dan dengan santai berjalan kearah dapur.

"Ajak juga dia untuk sarapan bersama." Balas Sheila sambil melihat kearah Teddy. Teddy menjawab dengan anggukkan kepala yang enggan.

Teddy tidak menyukai Zack yang tiba-tiba merasa begitu akrab dengan Sheila. Teddy tidak menyukai pria manapun sepperti itu kepada Sheila . Semenjak Sheila meminta bantuannya hari itu hingga detik ini , Teddy tidak membiarkan pria manapun mendekati Sheila , dia tidak ingin merusak kesempatannya sendiri untuk mendapatkan hati Sheila kembali.

Teddy membuka pintu rumah Sheila dan mendapati Zack yang tersenyum dengan lebar.

"Ah benar ternyata ini adalah rumah Sheila. Aku sempat ragu tadi untuk menekan bel."Kata Zack dengan ramah kepada Teddy yang masih tidak ramah kepadanya.

"Kau berkata ragu tapi masih menekan bel pintu ini." Gumam Teddy dalam hati.

"Apa Sheila ada? Apa kalian berada satu rumah?" Tanya Zack lagi.

"Aku menginap di penginapan dekat sini, kebetulan aku sedang membawakan sarapan untuk Ciya. Masuklah." Jawab Teddy dengan dingin dan enggan mempersilahkan Zack untuk masuk kedalam rumah Sheila.

"Terimakasih." Kata Zack yang masih tersenyum lebar kepada Teddy. Teddy bahkan berpikir mungkin Zack memiliki gangguan saraf karena dirinya tidak pernah berhenti untuk tersenyum walaupun Teddy sudah bersikap begitu kasar kepadanya.

"Ah iya, aku juga membawa temanku kemari. Kamu tidak keberatan kan?"Tanya Zack sambil memiringkan tubuhnya kearah samping menunjukkan teman yang ia bawa pagi itu.

Teddy terlihat terkejut mengetahui teman yang dibawa oleh Zack adalah Roy.

"Roy?" Tanya Teddy dengan rasa tidak percaya yang begitu terlihat.

"Beliau adalah Roy .Dia adalah pemilik perusahaan utama tempat perusahaanku bernaung. Mungkin kalian sudah saling kenal , kalian juga pernah berada dalam beberapa proyek film yang sama." Kata Zack tanpa rasa bersalah sambil menunjuk kearah Roy. Kemudian Zack langsung masuk kedalam rumah Sheila walaupun Teddy tidak mempersilahkannya.

"Apa Sheila ada didalam? Kami sudah mengobrol di chat semalam, kami juga akan sarapan bersama." Ucap Zack dengan santai dan melewati Teddy begitu saja.

Roy yang mengenakan setelan casual dan mantel berwarna hitam menampakkan tubuhnya yang tegap dan bersahaja.

"Lama kita tidak bertemu." Kata Roy kepada Teddy yang masih terpaku melihat kehadirannya di depan rumah Sheila.
"Kau tidak mempersilahkan aku masuk? Bukankah tidak sopan jika membiarkan tamu berdiri terlalu lama didepan pintu rumah?"

"Apa kau yang merencanakan semua ini? Kau berusaha menjebak Ciya dengan kontrak kerja bersama Zack?" Tanya Teddy dengan pandangan yang tidak senang akan kehadiran Roy disana.

Roy menaikkan alisnya dengan santai dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku mantelnya. Roy juga tidak senang melihat Teddy yang membukakan pintu rumah Sheila di hari yang masih pagi , seakan Teddy tinggal satu atap dengan Sheila.

"Aku hanya ingin menjemput istriku saja. Istriku sedang main petak umpet denganku. Dan sekarang aku menemukannya." Jawab Roy dengan santai.

"Ciya adalah mantan istrimu." Balas Teddy dengan nada menekankan status Sheila dihadapan Roy.

"Aku tidak pernah menceraikannya. Dia masih istriku." Ucap Roy dengan tegas.
"Tidak akan." Roy memperjelas kembali keputusannya akan hubungannya dengan Sheila walaupun mereka harus terpisah selama satu tahun lamanya.

Roy langsung berjalan masuk kedalam rumah Sheila tidak peduli walaupun Teddy tidak mempersilahkannya untuk masuk.

"Saranku. Jangan mengharapkan hal yang tidak mungkin akan menjadi milikmu. Aku disini untuk menjemput milikku yang paling berharga." Roy memperingatkan Teddy sambil menepuk pundak Teddy saat berjalan melewati Teddy yang berdiri diambang pintu rumah Sheila.

Wajah Sheila terlihat begitu terkejut melihat Roy yang datang bersama dengan Zack saat dirinya membawakan minuman hangat untuk Zack di ruang makannya.

"Kau tidak menawarkan aku minuman hangat juga?" Tanya Roy sambil tersenyum melihat Sheila yang tertegun melihat kehadiran Roy dirumahnya.

"Kau... Bagaimana bisa ..Kau.. " Sheila tidak tahu apa yang akan ia ucapkan kepada Roy saat ini. Dirinya tidak bisa mempersiapkan mentalnya untuk bertemu kembali dengan orang yang begitu ia rindukan selama ini.

Zack dengan cepat meraih mug berisi minuman hangat yang dipegang oleh Sheila sebelum minuman itu jatuh kelantai.

"Hati-hati ,Nona. Ini lumayan panas." Kata Zack sambil mengambil mug itu dari tangan Sheila yang gemetar.
"Ini adalah Roy, dia pemilik perusahaan pusat dari perusahaan tempatku bernaung." Lanjut Zack dengan senyuman khasnya.

Sheila melihat kearah Zack dengan pandangan bertanya kemudian memahami kondisi yang saat ini tengah ia alami. Dengan cepat Sheila melihat kearah Roy lagi.
"Kau..Kalian menjebakku." Kata Sheila dengan kecewa.

"Aku tidak sedang menjebakmu. Aku hanya melakukan pekerjaanku." Jawab Roy dengan santai dan duduk di kursi depan meja makan Sheila.
"Karyamu banyak diminati oleh banyak orang saat ini, akan sangat bagus untuk menjadikannya sebuah film." Lanjut Roy sambil menaikkan sebelah alisnya kearah Sheila.

"Kontrak dibatalkan. Ini tidak sesuai dengan prosedur." Kata Teddy sambil berjalan masuk ke ruang makan dan berdiri disamping Sheila.

"Tidak bisa dibatalkan. Kontrak sudah sesuai dengan prosedur dan juga sudah dikirimkan melalui fax ke kantor pusat. Nadia juga sudah membuat wacana tentang peluncuran film ini di media sosial. Kau bisa mengeceknya di media sosial milikmu." Kata Roy dengan santai sambil mengambil mug yang ada didepan Zack dan meminum minuman hangat itu.

"Jika aku tahu itu anak dari perusahaanmu , aku tidak akan menandatangani kontrak kerja itu." Kata Sheila dengan menyesal.

"Aku tahu. Maka dari itu aku meminta bantuan Zack untuk menandatangani kontrak kerja itu denganmu. Jika kau tahu itu adalah perusahaanku kau tidak akan mau bekerjasama." Balas Roy sambil menatap tajam kearah Sheila.

"Kau hanya menipunya untuk menariknya kembali disisimu." Kata Teddy dengan nada tajam kepada Roy.

Ucapan Teddy langsung mendapatkan tatapan menusuk dari Roy dan juga tatapan terkejut dari Sheila.
Sheil amenyentuh keningnya yang sudah mulai berdenyut karena paginya yangbegitu mengejutkan kali ini. Selama satu tahun hidupnya sudah berangsur tenang dan terkendali walau batinnya tersiksa oleh rasa rindu yang tidak bisa ia jelaskan. Sekarang Roy bahkan muncul dihadapannya dengan cara yang tidak bisa ia duga. Ini bukanlah pertemuan yang Sheila persiapkan ketika harus bertemu Roy kembali.

"Ted , aku rasa ..."

"Kontrak sudah di tandatangani tidak peduli aku menipunya atau tidak. Hal ini sudah berjalan. Dan aku kira Ella sudah tahu harus bagaimana jika ia benar-benar profesional dalam bekerja." Kata Roy masih sanggup menahan emosinya saat ini kemudian melihat kearah Sheila yang tampak bingung ketika dirinya memanggil nama Sheila dengan sebutan yang biasa ia katakan sepanjang pernikahan mereka.

"Ella." Roy menaikkan alisnya kearah Sheila yang masih tidak bisa berkata apa-apa ketika mengetahui secara tidak langsung jika Roy sudah mengingat dirinya.

"Kau ... Sudah mengingatnya." Sheila mengerjapkan matanya yang mulai terasa perih karena terlalu lama terbelalak oleh keterkejutannya sendiri.

"Apa kau tidak senang ketika suamimu sudah mengingat kembali tentangmu?" Tanya Roy dengan sedikit nada menyindir pada Sheila dan melirik kearah Teddy.

"Kita bicarakan hal ini nanti, bukankah kita akan sarapan saat ini?" Lanjut Roy sambil menyandarkan punggungnya ke punggung kursi dan menyilangkan jari-jarinya di atas meja makan.

Sheila memejamkan matanya. Hal yang mengejutkan terjadi begitu tiba-tiba.

"Kalian semua keluar dari rumahku!" Kata Sheila sambil memijat pangkal hidungnya dengan telunjuk dan ibu jarinya.

Tidak ada yang membalas perkataan Sheila . Sheila menunjuk kearah Zack kemudian Roy.

"Keluar dari rumahku sekarang juga." Kata Sheila lagi dengan nada sedikit meninggi dan menoleh kearah Teddy.
"Kau juga."

Karena tidak ada yang beranjak dari posisi masing-masing , akhirnya Sheila menghela napas.
"Terserah kalian." Sheila lalu berjalan kearah kamarnya dan membanting pintu dengan kencang.

"Dia mengatakan padamu untuk keluar dari sini." Kata Teddy kepada Roy.

Roy melipat tangan didepan dadanya dan makin membuat nyaman posisinya saat ini.

"Dia juga mengatakan hal yang sama padamu. Kenapa kau tidak pergi dari sini?" Balas Roy dengan senyuman sinis yang tersungging di bibirnya.

Teddy memahami bahasa tubuh Roy yang menandakan ia memiliki hak untuk tetap berada disini. Tapi Teddy tidak bisa menerima hal itu. Dirinya baru saja mempersiapkan diri untuk mendapatkan hati Sheila namun Roy sudah hadir kembali secepat ini.

"Aku akan menemani Ciya sampai dia bisa menenangkan pikirannya." Jawab Teddy yang kemudian duduk disamping Zack yang kali ini sudah tidak bisa mengembangkan senyuman khas miliknya lagi dan berhadapan dengan Roy.

"Jangan memprovokasiku. Aku sedang berbaik hati mengontrol emosiku dua hari ini." Kata Roy dengan rahang terkatup.

"Ciya bahkan tidak ingin melihatmu , apa yang akan kau lakukan? Menyeretnya untuk kembali bersamamu? Itu memang ciri khasmu. Selalu memaksakan kehendakmu walaupun Ciya tidak menginginkannya. Sekarang pikirkanlah , wanita mana yang menginginkan dirinya tidak bahagia? Apalagi ia memiliki saingan cinta yang begitu berat." Balas Teddy yang menuju kearah membahas Tonny.

"Jangan memicuku ,Teddybear." Kata Roy dengan sangat berhati-hati akan emosinya.
"Aku pasti akan bisa membawa istriku kembali walau tanpa pemaksaan. Aku bisa merebut hatinya lagi dan membuatnya bahagia."
-------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience