Chapter 2

Romance Completed 3114

Sheila berlari dengan terburu-buru setelah dirinya turun dari sepeda motornya menuju ke tenda utama dilokasi syuting sore itu. Bu Siska menghubunginya dengan nada yang jauh dari melengking, nadanya lebih tinggi dan menyakitkan telinganya. Hari ini karena kelalaiannya, authornya itu harus menghadapi masalah besar. Ketika authornya mengalami masalah besar itu tandanya masalah yang lebih besar lagi untuk Sheila. Sambil berlari Sheila hanya bisa berdoa semoga ia bisa tetap mempertahankan pekerjaannya ini. Apapun yang terjadi dia tidak boleh kehilangan pekerjaannya. Walaupun authornya adalah orang yang kejam, tapi bu Siska adalah sumber pendapatannya selama ini. Sheila tentu saja akan menerima apapun resikonya agar tidak sampai kehilangan sumber mata pencahariannya. Langkahnya terasa begitu lambat dan berat seperti akan berlari tapi seperti berjalan. Tenda utama berada masih lima langkah dari tempatnya berdiri, namun Sheila bisa mendengar suara seorang pria yang begitu menggelegar, membuat Sheila menghentikan langkahnya selama 2detik. Lalu memberanikan diri untuk melangkah lagi. Nasi sudah menjadi bubur, lagi pula yang terjadi hari ini memang karena keteledorannya. Baru saja Sheila memasuki tenda utama, sebuah benda melayang tepat disamping wajah Sheila. Mata Sheila terbalalak kaget dan tubuhnya mendadak kaku seperti gerakan stop motion yang dulu pernah digemari di aplikasi-aplikasi hiburan.
"Jika kalian membuang-buang uangku seperti ini lagi,aku akan menghentikan drama ini. Juga aku akan memastikan kalian semua tidak akan bisa bekerja dimanapun." Teriak Roy dengan lantang. Kehadiran Sheila membuat Roy melihat dengan wajah bertanya kearah penanggung jawab lapangan. Penanggung jawab lapangan melihat Sheila yang datang dengan baju tidak beraturan dan tidak sedap dipandang mata. Sheila mengenakan kaos belel berwarna kuning dengan jaket parasit berwarna gradasi dan celana training berwarna ungu tua juga sepatu yang berbeda jenis, sebelah kanan ia mengenakan sepatu sport putih, sebelah kiri mengenakan sandal kamar berbentuk kelinci berbulu. Rambut Sheila digulung dengan asal-asalan menggunakan karet gelang yang berwarna tidak jelas,antara kuning dan merah.
"Mahkluk apa kamu ini?" Tanya penanggung jawab lapangan yang begitu merasa aneh dengan penampilan Sheila yang tidak beraturan mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sheila menyadari penanggung jawab lapangan itu sedang berbicara kepadanya. Sheila hanya menyadari jika penampilannya terlihat kacau karena ia memakai alaskaki yang berbeda.
"Oh, maaf aku tadi buru-buru datang kemari begitu bu Siska menelponku." Jawab Sheila sambil melihat alas kakinya yang bersebelahan dan berbeda kasta itu. Bu Siska hanya menunduk dan menutup wajahnya dengan sebelah tangan sambil menggelengkan kepalanya. Roy berjalan mendekati Sheila.
"Jadi kamu asisten penulis naskah?" Tanya Roy sambil melihat Sheila dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan mengernyitkan dahi. Sheila secara otomatis menganggukkan kepalanya. Roy melirik kearah bu Siska dengan pandangan meremehkan. Roy menunujukkan telunjuknya kearah Sheila, "Ini adalah asisten penulismu?" Tanya Roy sambil tersenyum mengejek. Lalu melihat kearah Sheila lagi yang memandangnya dengan wajah heran.
"Apa ada yang salah?" Tanya Sheila dengan terheran-heran. Roy memandang Sheila dengan tatapan menghina yang kentara sekali dan Sheila tidak menyukai hal itu.
"Banyak. Tidakkah kamu melihat penampilanmu sendiri? Kamu lihat semua yang ada disini. Apa mereka berpenampilan sepertimu?" Tanya Roy, telunjuknya menyapu seluruh orang-orang yang ada di seluruh tenda itu. Sheila melihat semua orang yang ada disana mengikuti arah telunjuk Roy. Dan Sheila masih tidak memahami apa maksud ucapan Roy.
"Mereka hanya memakai baju yang berbeda dariku. Lalu?" Sheila memandang kearah Roy dengan wajah bertanya-tanya.
"Kamu yang berbeda disini. Penampilanmu, cara berpakaianmu." Jawab Roy. Sheila mengangguk mulai memahami maksud kata-kata Roy.
"Iya,karena aku kemari dengan terburu-buru. Aku tidak sempat berganti pakaian dan salah memilih alas kaki." Kata Sheila sambil sedikit mengangkat kaki kanannya di depan Roy, membuat Roy mundur selangkah dari Sheila. "Lagipula bukannya kita sedang membahas masalah genting. Kenapa malah membahas soal pakaianku?" Sheila menatap lurus kepada Roy dengan wajah polos. Roy tidak membalas kata-kata Sheila dan malah merassa bingung harus membalas apa untuk pertanyaan Sheila. Roy memutar bola matanya.
"Apa authormu tidak pernah mengajari tata cara untuk menjaga penampilan ketika menghadap kepada pimpinanmu?" Roy mulai merasa jengkel dengan kepolosan Sheila. Sheila mengangkat alisnya masih tidak memahami pemikiran Roy.
"Aku kemari karena keteledoranku soal pengiriman naskah untuk syuting hari ini. Sebenarnya semuanya adalah kesalahanku,aku sudah menyelesaikan revisi naskah itu jam 6 pagi,lalu kemudian ada pemadaman listrik dan aku tidak sempat menyimpannya jadi aku tidak bisa mengirimkan revisi naskah itu pada bu Siska." Sheila mulai menjelaskan apa yang terjadi sampai naskah tidak sampai kelokasi syuting tepat waktu.
"Jadi semua karena kesalahan pemadaman listrik?" Roy menyilangkan tangan didepan dadanya.
"Tidak. Semuanya karena salahku sendiri,karena aku tertidur setelah ada pemadaman itu." Jawab Sheila dengan polosnya.
"Jadi kenapa harus menjelaskan dengan detail jika pada intinya itu adalah kesalahanmu?"
"Iya juga ya." Balas Sheila sambil mengedipkan matanya beberapa kali kemudian melihat kearah Roy, " Yah intinya itu memang kesalahanku. Bukan kesalahan dari Bu Siska." Lanjut Sheila memandang Roy lalu menyapu pandangannya ke semua orang yang ada di tenda itu. Semua mata tertuju padanya. Sheila terdiam sejenak baru menyadari jika dirinya telah melakukan hal yang fatal kali ini.
"Karena keteledoranmu mereka semua harus menanggung akibatnya. Aku juga mengalami banyak kerugian akan kesalahanmu. Para artis juga harus kehilangan waktu menunggu naskah yang kau kirimkan. Para kru juga harus kelelahan tanpa hasil dan..." Roy melangkahkan kakinya mendekati Sheila, "Apa kamu bersedia untuk mengganti semua kerugian ini?" Tanya Roy dengan dingin kepada sheila yang melangkah mundur selangkah darinya. Sheila menggenggam erat tali tas ranselnya,ia masih belum bisa berpikir jernih saat ini. Sheila hanya mengira jika dirinya hanya akan datang kelokasi syuting dan menjelaskan tentang kesalahannya maka semuanya akan beres. Ia tidak mengira jika masalahnya akan menjadi begini rumit.
"Sebentar. Kalau aku harus mengganti rugi semuanya. Berapa kira-kira jumlahnya?" Tanya Sheila dengan wajah pucat dan bingung.
"Apa kau sanggup untuk membayarnya?" Roy berbalik tanya dan melangkah lagi selangkah, membuat Sheila juga melangkah mundur selangkah. Langkah Sheila terhenti ketika punggungnya menyentuh sesuatu yang hangat dan keras dibelakangnya, aromanya begitu familiar di hidung Sheila. Sheila menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang berdiri dibelakangnya.
"Tidak bagus jika hanya fokus pada kesalahan dari seorang asisten penulis naskah saja." Kata Teddy dengan suaranya yang serak dan dalam. Teddy menunduk sambil melihat wajah Sheila yang nampak senang bertemu dengannya hari ini ditengah medan perang yang sedang Sheila hadapi. Teddy tersenyum simpul kepada Sheila dan menepuk lengan Sheila dengan lembut, memberikan support untuk membantu Sheila. Lalu Teddy memandang Roy dengan serius.
"Tidak hanya anda dan juga para kru. Kami sebagai para pemain dalam drama ini juga merasa lelah dan kecewa. Karena ini adalah drama striping. Memang kesalahan ada pada asisten penulis yang terlambat memberikan naskah untuk take hari ini, tapi bukan hanya dia yang pantas mendapatkan segala tanggungjawab atas kekacauan hari ini." Lanjut Teddy dengan sopan dan tegas. Roy memasukkan tangannya kedalam saku celananya dan mendongakkan kepalanya.
"Kalaupun para pemain merasa lelah,aku tetap membayar kalian sesuai dengan kontrak kerja. Para kru juga tetap mendapatkan upah mereka sesuai dengan kontrak kerja. Aku yang mengalami kerugian dan merasa dirugikan sekali disini. Jadi wajar jika aku harus mencabut masalah ini dari akarnya." Kata Roy sambil melirik sekilas kearah Sheila,menjelaskan siapa akar masalah dari semua masalah hari ini. Teddy melangkah melewati Sheila dan berdiri tepat didepan Sheila membuat Sheila berada di posisi belakang punggung Teddy yang lebar itu. Sheila menyukai aroma parfum Teddy yang begitu ia kenal sepanjang ia mengenal Teddy. Aromanya membuat Sheila tenang dan nyaman. Teddy kini berdiri berhadapan dengan Roy yang tingginya hampir sama dengan dirinya. Teddy tersenyum tenang.
"Apa yang perlu kita selesaikan sekarang adalah memikirkan bagaimana solusi untuk masalah ini. Akarnya sudah anda dapatkan, lalu bagaimana solusi selanjutnya? Kami para pemeran juga butuh kepastian, apakah hari ini akan ada syuting atau tidak?" Tanya Teddy dengan tenang, tidak mengimbangi emosi Roy yang berapi-api itu. Roy menoleh kearah sutradara yang sedari tadi hanya melihat adegan menegangkan antara mereka tadi. Sutradara itu menegakkan tubuhnya lalu berdehem.
"Tentu saja syuting akan dilanjutkan, hanya saja mungkin akan ada beberapa perubahan naskah disini." Kata sutradara itu dengan cepat. Teddy tersenyum kearah Roy.
"Jadi, masalah sudah terselesaikan sekarang. Apa kita bisa mengambil take sekarang?" Tanya Teddy pada sutradara yang ada didepan meja konsumsi sambil memegang kertas yang digulung membentuk tongkat baseball itu. Sang sutradara mengangguk secara spontan. Teddy tersenyum kearah Roy.
"Kalau begitu kita segera take saja hari ini. Semuanya juga sudah merasa lelah,anda juga tidak akan merugi jika kita bisa menyelesaikan syuting hari ini." Kata Teddy memandang lurus kearah Roy. Roy mendongakkan kepalanya membalas pandangan Teddy. Ia tidak menyukai cara Teddy berbicara apalagi seperti memberi perintah padanya,tapi semua yang dikatakan Teddy memang benar adanya, jika mereka tidak segera syuting hari ini maka semuanya juga akan sia-sia. Keheningan tercipta selama beberapa detik.
"Kalian lanjutkan syuting hari ini." Kata Roy tanpa memandang yang lain dan tetap terpaku pada Teddy. Semua yang berada di tenda langsung bergerak keposisi masing-masing. Sheila menyentuh ujung kemeja belakang Teddy sambil bernafas lega dan menempelkan dahinya di punggung Teddy.
"Terimakasih,Ted." Bisik Sheila dari balik punggung Teddy.
"Kau." Kata Roy menjurus pada Sheila,"Aku belum selesai denganmu." Roy juga melihat kearah bu Siska. "Kau juga."
Sheila yang tadinya merasa lega,lalu berubah menjadi tegang lagi. Badai yang ia kira telah berlalu ternyata masih terjadi. Tangan Sheila yang tadinya mengenggam ujung kemeja Teddy juga langsung melepaskan genggamannya dari kemeja Teddy, terkulai lemas. Roy mengangkat alisnya dan memandang tajam Teddy, " Kau juga. Bukannya katamu kamu ingin segera menyelesaikan syuting hari ini?" Tanya Roy dengan nada dingin dan juga tatapan yang tidak menyenangkan. Teddy mnengangguk sambil tersenyum simpul,lalu melihat kearah Sheila yang tampak tidak berdaya dibelakangnya. Teddy menepuk bahu Sheila mencoba memberi Sheila semangat akan hal yang akan ia hadapi hari ini.
"Maaf aku tidak bisa membantu lagi." Kata Teddy sambil berbsisik pada Sheila, lalu pergi meninggalkan tenda itu beserta Sheila dengan 2 orang yang akan memberikan Sheila masalah hari ini. Sheila hanya bisa menghela nafas panjang dan berat. Ditambah lagi dengan tatapan mata Roy yang begitu tajam dan dingin padanya. Sheila melangkahkan kakinya dengan begitu berat dan lambat. Dosa apa dia dimasalalu hingga hidupnya bisa sesial ini. Bu Siska yang juga memberikan tatapan mematikan dibalik kacamatanya yang berbentuk bundar besar hampir memenuhi wajahnya itu membuat Sheila ingin segera mengakhiri hari ini dengan berenang di air yang menyejukkansambil menikmati hangatnya sinar matahari. Hari ini begitu panas namun juga terasa dingin tidak menyenangkan. Hari ini seharusnya Sheila bersantai dikasurnya dengan bantal kesayangannya dikamar kostnya yang nyaman,bukan berhadapan dengan 2 orang yang terasa akan menguburnya hidup-hidup.
"Sudah tidak perlu aku ulangi lagi kan,apa yang sudah aku sampaikan tadi?" Tanya Roy sambil duduk dikursi lipat dengan menyilangkan kakinya dan melipat tangan didepan dadanya. Roy melihat Bu Siska dan Sheila secara bergantian. Bu Siska mengangguk dengan pasrah juga enggan,sementara Sheila mengangguk sebagai syarat saja agar Roy menyudahi ceramahnya hari ini. Sheila pernah melihat Roy beberapa kali ketika menemani authornya itu melakukan briefing bersama dengan kru film yang lain,tapi baru kali ini Sheila tahu siapa Roy hari ini. Seperti kata orang-orang, Roy orang yang mengerikan dibalik ketampanan dan kesempurnaan dirinya.
"Aku tidak akan memperpanjang kontrak lagi setelah naskah sesi ini berakhir." Kata Roy memandang Bu Siska. Bu Siska terlihat tidak terima akan hal itu.
"Anda tidak bisa berbuat seperti ini padaku. Ini ceritaku, ideku, dan juga karyaku. Anda tidak bisa seenaknya tiba-tinba memutuskan kontrak seprti ini kemudian membiarkan oranglain yang melanjutkan karyaku." Protes bu Siska sambil menekankan telunjuknya di dadanya dengan keras. Roy memandang bu Siska dengan santai.
"Ini keputusanku. Lagipula anda yang melanggar klausal dalam kontrak kerja kita. Bukannya itu sudah menjadi kesepakatan kita sejak awal?" Balas Roy dengan santai tanpa peduli dengan protes dari Bu Siska. Bu Siska memejamkan matanya merasa frustasi dengan kebenaran dari kata-kata Roy.
"Tapi itu semua salahnya,bukan salahku." Bu Siska menunjuk kearah Sheila yang hanya bisa diam sambil menekukkan bibirnya kedalam.
"Dia adalah asistenmu." Roy menunjukkan telunjuknya kearah Sheila lalu beralih kepada Bu Siska lagi, "Itu artinya dia adalah tanggung jawabmu. Dia orangmu, tergantung bagaimana kamu bisa mengaturnya, mendisiplinkannya. Walaupun memang semua adalah kesalahan yang berasal dari kelalaiannya, kamu tetap yang bertanggungjawab disini karena kamu yan menandatangi kontrak itu bukan dia." Lanjut Roy dengan tegas. Sheila tidak tahu Roy sedang membelanya atau menusuknya dari belakang. Rasanya begitu rancu dan sangat tidak nyaman. Sheila tidak menyukai pria ini seketika saat ia harus mendapatkan bantuan yang membuatnya harus tenggelam di akhir ceritanya.
"Tetap saja anda tidak bisa seperti ini. Aku memiliki hak penuh atas karyaku. Aku juga bisa menuntut perusahaan anda jika sampai hal ini terjadi."Kata Bu Siska dengan nada tinggi penuh emosi. Roy mengernyitkan keningnya lalu mengangguk perlahan.
"Tuntut saja. Aku mengalami lebih banyak kerugian daripada kamu. Nanti kita lihat siapa yang akan menang di persidangan jika memang kamu ingin menuntutku." Kata Roy dengan lugas. Bu Siska terlihat terdiam dengan perasaan marah dan takut yang membaur menjadi satu. Sheila hanya bisa memandang mereka berdua dengan membayangkan sketsa kasar skenario cerita pendek dalam otaknya, seakan ia berada di dunia lain saat ini. Imajinasinya mulai merangkai urutan cerita untuk ia ketik sendiri.
"Aku bisa memecatnya jika memang anda tetap melanjutkan kontrak kerja kita." Kata Bu Siska menunjuk Sheila dengan kukunya yang mengkilat karena baru saja manicure. Kata-kata Bu Siska membuat Sheila kembali kepada kenyataan.
"Apa? Anda ingin memecat saya?" Sheila terlihat shock dengan keputusan bu Siska yang tiba-tiba ingin memecatnya.
"Semua kekacauan ini kan memang karena kesalahanmu,lalu kenapa aku tidak bisa memecatmu? Lagipula kinerjamu sekarang juga sudah menurun. Aku juga tidak mau dirugikan jika sampai aku kehilangan kontrakku dengan perusahaan ini." Balas bu Siska dengan tidak memperdulikan reaksi Sheila. Sheila merasa dunianya terjungkir kali ini. Sudah lama ia bekerja dengan bu Siska, bu Siska juga merupakan ladang penghasilannya selama ini. Bertahun-tahun Sheila menghabiskan waktunya hanya untuk menjadi pesuruh bagi bu Siska. Ia rela asalkan tetap bekerja dan digaji rutin setiap bulannya. Namun kata-kata authornya itu membuat Sheila kehilangan kesabarannya.
"Bertahun-tahun aku bekerja untukmu. Menjadi pesuruhmu, melakukan apapun yang kau minta. Bahkan aku harus mengantar jemput anak-anakmu dan membersihkan rumahmu setiap sabtu tanpa uang tambahan. Dan ini yang kamu lakukan padaku?" Tanya Sheila seakan sudah waktunya ia mengeluarkan keluh kesahnya selama ia bekerja dengan bu Siska. Saat Roy hendak memotong pembicaraannya, Sheila mengangkat tangannya kearah wajah Roy, menandakan Roy untuk tidak berkata apapun.
"Kamu bahkan tidak pernah menggaji untuk lemburku. Hari liburku juga harus terbuang sia-sia karena permintaanmu yang selalu aneh-aneh. Selama ini juga aku yang menyelesaikan naskah-naskahmu yang hanya berupa naskah mentah. Aku bekerja tidak mengenal waktu dan ini balasannya?" Lanjut Sheila tanpa mengambil nafas dalam setiap kalimatnya karena begitu emosi.
"Memangnya ada yang akan memberimu pekerjaan sebaik aku? Menggajimu dengan nominal yang bagus sepertiku? Kalau memang kamu sangat tersiksa, bukannya bagus kalau aku memecatmu?" Bu Siska tidak ingin kalah dari Sheila. Sheila tertawa mengejek sambil berkacak pinggang. Ia juga tidak mau dirinya direndahkan lagi kali ini. Ia sudah memendamnya selama beberapa tahun, kini saatnya ia mengeluarkan semuanya.
"Kita akan lihat jika aku tidak lagi menjadi asistenmu. Apakah akan ada yang melirik karyamu lagi?" Kata Sheila dengan begitu percaya diri, "Tidak perlu kamu memecatku. Aku sendiri yang keluar dari pekerjaan memuakkan ini!!!" Lanjut Sheila dengan tegas sambil menatap bu Siska dengan tajam dan yakin akan keputusannya. Dia tidak akan menyesalinya jika memang harus berhenti menjadi pesuruh bu Siska. Roy yang melihat emosi kedua wanita dihadapannya itu lalu menepuk tangannya dengan sangat keras hingga membuat Sheila dan Bu Siska melihat kearahnya.
"Bravo.. Sungguh menyenangkan melihat pertunjukan yang begitu menghibur. Yang satu adalah orang yang tidak bisa berkarya dengan baik dan memanfaatkan oranglain. Yang satunya lagi memiliki banyak hal yang terpendam dan tidak memiliki pendirian dalam hidupnya." Kata Roy sarkastik. Sheila mengernyitkan keningnya dengan jengkel.
"Dan kau juga. Lelaki arogan,sombong,tidak tahu diri. Apa yang kamu tahu soal kehidupan dan juga perjuangan seseorang untuk hidup? Yang kamu tahu hanya soal keuntungan dan kerugian dalam hidupmu saja. Kamu tidak akan perduli dengan oranglain. Kenapa tidak musnah saja orang seperti kamu di dunia ini. Memangnya uangmu akan berguna seperti apa dalam hidupmu? Jangan kamu kira uang bisa membeli segalanya. Aku tidak butuh uangmu. Makan saja uangmu!! " Kata Sheila dengan emosi sambil emosi dan menunjuk kearah Roy. Sheila kembali melihat kearah bu Siska tanpa memperdulikan ekspresi Roy yang terkejut dengan ucapannya dan mulai tersulut emosinya.
ªAku berhenti." Lanjut Sheila dengan percaya diri tinggi lalu meninggalkan tenda itu. Meninggalkan Roy dan bu Siska yang termangu melihat dan mendengarkan dirinya yang begitu emosi hari ini.
"Kalian yang akan menyesal,bukan aku." Batin Sheila sambil meninggalkan tenda itu, ia merasa begitu bebas seakan beban yang selama ini ia bawa hilang begitu saja. Angin di luar tenda membuatnya merasa begitu bahagia. Mulai saat ini ia bisa menikmati hidupnya sesuka hatinya. Tanpa ada lagi orang yang merendahkan dirinya lagi. Saat berada diluar tenda, angin membuat rambut-rambutnya yang mencuat darri kuncirnya itu menari-nari bebas seperti hatinya hari ini. Sheila membentangkan tangannya dan menghirup udara yang terasa sejuk di paru-parunya.
"Hai dunia,aku menyambutmu dengan suka cita kali ini." Kata Sheila pada dirinya sendiri sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan perlahan.
"Minggir! Jangan berdiri ditengah jalan. Memangnya kamu tidak tahu ini lokasi syuting?" Teriak seorang kru yang membawa stand lighting yang melewati Sheila yang menikmati kebebasan yang ia rasakan. Sheila menurunkan tangannya dan mundur satu langkah.
"Oh,, maaf." Kata Sheila dengan spontan sambil sedikit membungkuk. Ketika kru itu lewat sudah jauh darrinya, ia baru tersadar, bukankah seharusnya mulai hari ini tidak ada yang boleh mermehkan dirinya. Dia sekarang adalah orang yang sudah bebas dari tekanan manapun.
ªAh sudahlah. Yang penting hari ini aku sedang bahagia. Welcome my new day." Kata Sheila penuh semangat untuk dirinya sendiri sambil mengepalkan tangannya dengan semangat kearah langit yang cerah dan matahari yang terik menyilaukan matanya, membuatnya memicingkan matanya ketika melihat langsung kearah matahari itu.
"Silau ternyata." Sheila memejamkan matanya merassakan pijar-pijar cahaya ketika mengerjap-ngerjapkan matanya. Sheila mengusap- usap matanya sambil berjalan kearah parkiran sepeda motornya. Hari ini ia akan pulang kekamar kostnya yang nyaman dan juga bantal kesayangan yang akan menyambut ramah dirinya disana.
"Selamat tinggal kalian orang-orang memuakkan. Nikmati saja uang yang kalian bangga-banggakan. Aku akan bisa hidup dan sukses dengan usahaku sendiri." Batin Sheila sambil menatap sinis kembali kearah tenda utama lokasi syuting ketika ia menaiki sepeda motor matic bekas kesayangannya yang baru saja ia lunasi bulan kemarin.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Aku sudah bilang apa tadi. Uang tidak akan membeli segalanya....." Kata Sheila sambil menutup pintu kamar kostnya dengan pelan lalu menempelkan kepalanya di daun pintu itu, "Tapi uang juga bisa buat bayar kost an." Lanjut Sheila sambil membenturkan kepalanya didaun pintu. Sepulang dari lokasi syuting, Sheila langsung pulang ke rumah kostnya berharap bisa langsung beristirahat, namun ibu kostnya sudah menantinya didepan pintu pagar rumah kost dan langsung menagih uang kost Sheila yang sudah menunggak selama 2 bulan. Sheila lupa bulan lalu neneknya mengalami patah tulang ringan karena terjatuh dikamar mandi dan akhirnya ia harus menggunakan uang sewa bulanan kostnya untuk pengobatan neneknya di panti jompo. Sekarang dirinya pengangguran yang dengan percaya dirinya mengundurkan diri dari sumber penghasilannya selama ini.
"Kenapa aku tidak bisa mengerem bibirku ini. Mulutmu harimaumu." Kata Sheila sambil memukul-mukul sendiri bibirnya dengan telapak tangannya selama beberapa kali. Lalu Sheila teringat,ia memiliki tabungan cadangan yang iia kumpulkan selama ini dari menyisihkan gajinya selama ini. Dengan segera Sheila meletakkan tas ranselnya dan langsung mengeluarkan ponselnya. Dengan cepat Sheila mengecek aplikasi perbankan digitalnya. Dan ia merasakan secuil rasa lega, nominal yang tercantum disana masih membuatnya memiliki harapan setidaknya untuk makan mie instan dalam waktu seminggu ini. Sheila menepuk dahinya lalu menyisir rambutnya yang sudah berantakan itu. Ia coba mengingat lagi kemana tabungan sisihannya ia gunakan. Dan ia ingat uang sisihan itu ia gunakan untuk membeli kommponen untuk laptopnya yang sempat rusak 3hari lalu. Dengan frustasi Sheila merebahkan tubuhnya diatas tempat tidurnya yang berupa sekumpulan dan sprei yang menyatu menjadi bukit kain lusuh. Sheila menutup matanya dengan tangan kanannya. Ia harus memikirkan cara untuk mencari pekerjaan baru dan cara bertahan hidup selama satu bulan kedepan. Sheila berpikir begitu keras hingga membuatnya tertidur.
Ketukan pintu kamarnya terdengar begitu keras hingga membangunkan Sheila dari tidurnya yang lelap sesaat tadi. Sheila bangun dengan segera dalam kesadaran yang belum sempurna. Sheila mengerjapkan matanya berulang-ulang sambil bangun dari posisinya dan merangkak kearah pintunya dan membuka kunci pintu kamarnya dengan malas. Pintu itu terbuka dan Teddy sedang membawakan bungkusan makanan untuk Sheila lah yang berada dibalik pintu itu. Teddy terkejut melihat Sheila yang makin terlihat berantakan dengan latarbelakang kamarnya yang lebih berantakan lagi.
"Kamu sedang menulis naskah misteri?" Tanya Teddy yang masih terpaku didepan kamar Sheila sambil menyapukan pandangannya keseluruh kamar kost Sheila. Saat mengetahui jika yang mengetuk pintunya adalah Teddy, Sheila langsung kembali merangkak ke tempat tidurnya. Beberapa detik kemudian Sheila langsung terbangun dengan cepat. Mengingat apa yang dibawa oleh Teddy adalah makanan.
"Kamu bawa makanan." Kata Sheila dengan cepat secepat langkahnya yang menghampiri Teddy dan menyambar bungkusan yang dibawakan oleh Teddy. Dan Sheila segera duduk di meja yang biasa ia gunakan untuk bekerja. Sheila menyingkirkan laptopnya ke tempat tidurnya yang berantakan dan meletakkan bungkusan itu diatas meja. Teddy masuk kedalam kamar kost Sheila sambil mencari tombol lampu kamar itu. Setelah menemukan tombol lampu,Teddy lalu menyalakan lampu kamar Sheila yang sedari tadi tidak menyala. Sinar lampu kamar membuat Sheila memicingkan matanya karena sinar yang tiba-tiba tercipta diantara kegelapan kamarnya sedari tadi.
"Sejak kapan kamu tertidur?" Tanya Teddy sambil duduk disamping Sheila karena tidak ada tempat untuk duduk lagi dikamar kost Sheila yang tersisa diantara bungkus makanan yang berserakan juga kertas-kertas yang tergulung dengan merana dilantai kamar.
"Tadi sepulang dari lokasi syuting." Jawab Sheila sambil mengingat-ingat kembali kapan ia mulai tertidur. Sheila membuka bungkusan makanan yang dibawakan oleh Teddy. Sheila tersenyum senang, Teddy membawakan makanan kesukaannya, ayam goreng dengan sambal bawang dan nasi hangat. Ia belum makan semenjak kemarin malam. Dengan lahap Sheila memasukkan makanannya kedalam mulut hanya dengan menggunakan tangannya. Teddy hanya menggelengkan kepalanya lalu berdiri dari duduknya dan mulai memunguti sampah-sampah yang berserakan dilantai kamar Sheila dan membuangnya didalam tas plastik yang ia bawa tadi sebelum datang ke kamar kost Sheila. Sheila tidak memperhatikan apa yang dilakukan oleh Teddy dibelakangnya, ia hanya sibuk dengan makanannya. Selesai membereskan sampah-sampah yang berserakan, Teddy meletakkan kumpulan sampah itu di dekat kantong sampah di kamar Sheila. Teddy menoleh kearah tempat tidur Sheila,Teddy menggeleng kepalanya lalu mulai melipat selimut dan mulai menata tempat tidur Sheila.
"Lalu apa yang terjadi tadi di tenda lokasi syuting? " Tanya Teddy sambil menata sprei tempat tidur Sheila.
"Tidak perlu dibahas. Aku sedang tidak ingin membahasnya." Balas Sheila sambil menelan makanannya. Sheila merasakan makananya menyangkut ditenggororkannya, Sheila melihat sekitarnya untuk mencari air minum. Teddy dengan segera menghentikan kegiatannya membersihkan tempat tidur dan mengambil air minum yang ada di botol minum dekat televisi yang tidak jauh dari tempat Sheila duduk. Dengan cepat Teddy memberikan botol itu kepada Sheila. Sheila meraih botol yang teddy berikan dengan secepat kilat lalu meminumnya dengan terburu-buru. Setelah makanan yang menyangkut di tenggorokannya sudah turun melalui rintangan yang menghalang, Sheila lalu bernafas lega.
"Makanlah dengan perlahan. Kamu seperti tidak makan berhari-hari saja." Kata Teddy sambil menepuk-nepuk pelan punggung Sheila. Sheila menole kearah Teddy.
"Memang. Aku belum makan sejak kemarin malam. Semua gara-gara revisi naskah dari nenek lampir itu. Aku mengerjakannya sepanjang malam sampai pagi. Sampai aku lupa akan teriakan perutku yang meronta-ronta ingin diberi asupan." Kata Sheila dengan wajah memelas kepada Teddy.
"Kenapa kamu masih bekerja dengannya jika dia terus menyiksamu sepanjang waktu?" Protes Teddy pada Sheila.
"Aku sudah mengundurkan diri dari dia tadi, Ted. " Kata Sheila lalu mulai menyantap makanannya lagi. Teddy duduk disamping Sheila sambil menekuk kakinya yang panjang.
"Baguslah." Kata Teddy merasa lega akan keputusan Sheila. "Lalu sekarang apa rencanamu selanjutnya?"
"Mungkin aku akan mencari pekerjaan paruh waktu sambil membuat website novelku sendiri." Kata Sheila sambil memasukkan makanan lagi kedalam mulutnya.
"Kenapa tidak jadi asistenku saja? Aku kan sudah menawarkan hal ini berkali-kali padamu sejak dulu." Kata Teddy dengan wajah kesal. Sheila berhenti sejenak dari kegiatannya menelan makanannya.
"Kamu sudah tahu alasannya kenapa masih bertanya." Kata Sheila lalu melanjutkan kegiatan makannya. Teddy berdiri dari duduknya dan kembali menyelesaikan menata tempat tidur Sheila lagi.
"Kamu juga bukannya mau menikah denganku, kita toh hanya akan jadi partner kerja saja. Kenapa kamu masih merasa tersinggung dengan omongan orangtuaku?" Kata Teddy sambil sibuk menata sprei tempat tidur Sheila. Sheila mencoba untuk biasa saja akan apa yang dikatakan oleh Teddy. Orangtua Teddy tidak pernah menyukai Sheila sejak dahulu karena latar belakang kehidupan Sheila. Sheila masih bisa mengingat dengan jelas apa yang dikatakan oleh orangtua Teddy ketika ia masih sering bermain bersama Teddy sewaktu sekolah dulu.
"Kita bahas yang lain saja yah. Apa ada referensi soal pekerjaan paruh waktu?" Tanya Sheila pada Teddy mencoba mengalihkan arah pembicaraan mereka. Teddy tahu Sheila tidak ingin membahas masalah ini lagi.
"Nanti biar aku tanyakan pada Tony, biasanya dia yang tahu soal pekerjaan paruh waktu." Jawab Teddy sambil meletakkan bantal kesayangan Sheila di tengah tempat tidur. Sheila menutup bungkus makanannya yang sudah ia habiskan dan meminum air mineral dari botol yang disodorkan Teddy tadi.
"Oke, aku cuci tangan dulu." Kata Sheila lalu keluar dari kamarnya menuju kamar mandi kost yang ada diujung lorong kamarnya. Saat Sheila keluar kamar,Teddy membersihkan bekas makanan yang ditinggalkan oleh Sheila begitu saja dan mulai menyapu kamar kost Sheila. Teddy masih menyapu pandangannya keseluruh kamar kost Sheila. Melihat apalagi yang perlu ia bersihkan lagi. Sedari dulu Teddy suka jika harus membersihkan segala kekacauan yang dibuat oleh Sheila.
"Baru juga satu bulan aku tidak mampiir kemari sudah seperti kandang sapi kamarmu ini, Ciya" Komentar Teddy dalam hati sambil berkacak pinggang melihat seluruh sudut kamar kost Sheila. Sheila datang kembali kekamarnya sambil tergopoh-gopoh. Teddy langsung menghampiri Sheila.
"Ada apa?" Tanya Teddy sambil melihat kearah luar kamar kost Sheila.
"Tadi ketika aku keluar kamar mandi sepertinya ada yang mengawasi dari luar pagar rumah kost. Dekat kamar mandi yang diujung." Kata Sheila dengan wajah panik dan ketakutan. Teddy keluar dari kamar Sheila dan memeriksa tempat yang dikatakan Sheila tadi,ia melihat kearah luar pagar yang terbuat dari bata yang belum selesai dikerjakan dan tidak melihat apapun disana,karena kondisi yang gelap di luar pagar itu. Sumber cahaya hanya berasal dari lorong kamar mandi saja. Teddy kembali kekamar Sheila, Sheila sedang menyelimuti tubuhnya dengan selimutnya diatas tempat tidur. Sheila menengadah melihat Teddy yang masuk kembali kekamarnya.
"Bagaimana?" Tanya Sheila pada Teddy. Teddy menggeleng.
"Tidak ada apa-apa diluar sana." Jawab Teddy lalu melihat pintu kamar kost Sheila, "Apa pintumu hanya menggunakan kunci saja?" Tanya Teddy sambil menarik daun pintu kamar kost Sheila dan melihat hanya handel dan kunci saja yang ada disana. Sheila mengangguk cepat.
"Dari dulu kan memang hanya pakai kunci itu,Ted." Jawab Sheila sambil masih tetap berada diatas tempat tidurnya dengan berbalut selimut diseluruh tubuhnya dengan posisi duduk.
"Aku akan meminta Tony untuk membelikan kunci tambahan untuk pintumu." Kata Teddy lalu membuka pintu kamar kost Sheila lagi. Rumah kost Sheila memang memperbolehkan tamu lain untuk datang kekamar kost namun pintu kamar harus tetap terbuka.
"Apa itu perlu?" Tanya Sheila dengan polos. "Aku sudah berada di kost ini selama 3 tahun, Ted. Dan aku tidak pernah mengalami hal yang aneh-aneh selama ini. Semuanya aman-aman saja. Kamu juga tahu sendiri kan. Hampir tiap hari kamu datang kemari." Lanjut Sheila merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan keamanan rumah kostnya. Teddy terdiam sejenak mulai memikirkan sesuatu.
"Apa akhir-akhir ini kamu kehilangan sesuatu ketika menjemur pakaianmu?" Tanya Teddy sambil bersandar di bingkai pintu kamar Sheila. Sheila mencoba mengingat-ingat kembali apa ia pernah kehilangan sesuatu beberapa hari ini, ingatan Sheila sangat bisa diandalkan jika menyangkut barang-barang pribadinya.
"Oh iya. Ada. Aku beberapa kali kehilangan beberapa pakaian dalamku saat aku menjemurnya diluar seperti biasanya. Tapi itu mungkin juga ulah anak-anak kost yang baru." Jawab Sheila setelah mencoba mengingat barang-barangnya yang hilang beberapa hari ini. Teddy menganggukkan kepalanya sudah menemukan jawaban akan rasa penasaran yang ada dibenaknya sedari tadi.
"Aku akan menghubungi Tony,biar dia yang akan memasang kunci tambahan untuk pintumu ini besok pagi. Akhir-akhir ini banyak sekali kejahatan seksual dengan motif mencuri pakaian dalam awalnya, lalu mereka akan mulai mengincar gadis-gadis yang tinggal sendirian dan juga sering pulang larut malam. Sudah banyak kasus yang terjadi seperti pemerkosaan dan juga percobaan pembunuhan gadis-gadis yang sering tinggal sendirian ataupun pulang malam." Kata Teddy sambil melipat tangannya didepan dada. Kata-kata Teddy membuat pucat wajah Sheila.
"Kamu jangan bercanda ah." Sheila memaksa dirinya untuk tertawa tapi malah terdengar jelaas ketakutan yang ia rasakan. Teddy memandang Sheila tanpa senyuman ataupun wajah bercanda.
"Memangnya kamu tidak pernah melihat berita di televisi?" Tanya Teddy yang membuat Sheila menoleh kearah televisinya yang berdebu.
"Tidak. Mana sempat aku melihat televisi, Ted. Kamu tahu pekerjaanku yang tidak mengijinkan aku untuk bersantai bahkan satu hari. Aku bisa tertidur lelap seharian saja sudah membuatku bahagia dan merasa hidup kembali. " Jawab Sheila dengan polos sambil memandang kearah Teddy.
"Aku serius, Ciya. Berita ini sudah banyak tersebar dimana-mana. Sudah banyak kasus yang terjadi. Apalagi di lingkungan rumah kost ini minim pengamanan dan juga penjagaan satpam." Kata Teddy sambil melihat arah luar kamar kost yang terlihat begitu sepi juga minim penerangan.
"Jadi tadi bukan hantu?" Tanya Sheila dengan ragu-ragu mencoba memastikan ucapan Teddy. Teddy memandang lurus kearah Sheila yang nampak begitu ketakutan dengan wajahnya yang polos. Sheila bukan orang yang bisa menyembunyikan ekspresinya dalam hal apapun, Sheila juga tidak pandai berpura-pura. Teddy bisa tahu jika Sheila saat ini benar-benar merasa merasa ketakutan. Teddy mengambil nafas panjang. Lalu duduk dilantai sambil bersandar di bingkai pintu kamar kost Sheila.
"Besok pagi Tony akan kemari dan memasang slot agar kamarmu aman ketika kamu berada dikamar ketika malam hari atau ketika kamu sedang beristirahat. Sekarang aku akan berjaga disini. Istirahatlah jika kamu lelah,tidak ada yang perlu kamu takutkan disini. " Kata Teddy sambil mengeluarkan pod nya dari dalam saku celananya. Sheila lalu beranjak dari tempat tidurnya sambil tetap membawa selimut yang membungkus tubuhnya.
"Jangan. Nanti orangtuamu akan mencarimu. Mereka akan marah jika sampai tahu kamu tidak pulang dan malah menemaniku disini semalaman. " Sheila mulai merasa dirinya akan membawa masalah bagi Teddy nantinya jika Teddy menjaganya semalaman.
"Aku sudah mengirimkan pesan kalau aku akan ada syuting hingga besok pagi. Kamu tenang saja. " Balas Teddy dengan santai sambil menghisap asap dari pod nya. "Buatkan saja aku kopi instanmu biar aku bisa berjaga dengan nyaman disini."Lanjut Teddy sambil melirik kearah teko elektrik milik Sheila yang berada didekat meja kerja Sheila. Sheila langsung melihat teko elektriknya dan segera mengambil air mineral dari galon air yang ada tidak jauh dari teko itu.
Sheila dan Teddy menghabiskan hampir sepanjang malam dengan berbincang-bincang seputar kenangan ketika mereka masih bersekolah dulu dan juga beberapa teman sekolah mereka yang jahil ataupun yang paling terkenal disekolah mereka sambil menikmati kopi instan yang dibuat oleh Sheila. Sheila tertidur ketika sudah pukul 4 pagi ketika Teddy meninggalkannya untuk pergi kekamar mandi sebentar. Sheila tertidur di sebelah lemari pakaian sambil memeluk kakinya dan tetap berbalutkan selimut. Teddy tersenyum melihat Sheila yang tertidur pulas dengan posisi yang tidak nyaman itu, dengan mudahnya Teddy mengangkat tubuh Sheila keatas tempat tidur. Teddy menarik selimut Sheila dan memosisikannya dengan nyaman diatas tubuh Sheila, membuat Sheila bergerak dan memiringkan tubuhnya kearah kanan sambil menarik selimutnya untuk lebih menempel padanya. Teddy menyentuh wajah Sheila dengan lembut untuk menyingkirkan rambut Sheila yang menutupi wajah Sheila. Lalu Teddy kembali lagi duduk di lantai dan bersandar di bingkai pintu kamar kost Sheila sambil memandang kearah Sheila yang tertidur pulas. Teddy sudah menganggap Sheila sebagai sahabat,adik dan juga orang yang begitu dekat dengannya. Mereka tumbuh besar bersama, namun sejak orangtuanya mengatakan hal yang membuat Sheila merasa tersakiti, Sheila perlahan menjauh darinya. Teddy berusaha keras untuk membuat Sheila tetap berada didekatnya dengan segala cara. Ia selalu ada disaat Sheila membutuhkannya. Dan hal itu menjadi seperti naluri untuknya agar selalu berada disisi Sheila. Terkadang Teddy tidak memahami perasaan apa yang ia miliki untuk Sheila. Dirinyalah yang selama ini bergantung pada Sheila, jika ia tidak melihat Sheila dalam waktu yang lama. Rasanya dirinya kehilangan kendali akan dirinya sendiri. Hari ini ia melihat Sheila sedang mendapatkan masalah dengan authornya dan juga pemilik rumah produksi, Roy. Seketika itu juga Teddy langsung menghampiri Sheila dan langsung berusaha melindunginya.
"Perasaan apa ini, Ciya? Apa kamu juga merasakan hal yang sama?" Tanya Teddy dalam hati sambil memandangi wajah Sheila dari kejauhan. Teddy tetap berada di posisinya sampai langit terlihat mulai terang dengan bias cahaya matahari yang belum nampak. Teddy berdiri dari duduknya, rasanya sudah waktunya ia untuk pulang. Dirinya juga merasa aman untuk meninggalkan Sheila sekarang. Sebelum meninggalkan kamar Sheila, Teddy menghampiri Sheila yang tidur dengan gaya tidak beraturan itu. Teddy menunduk dan mengecup kening Sheila yang masih terlelap. Kemudian Sheila merubah posisinya lagi tanpa terbangun dan menyadari apa yang dilakukan Teddy padanya. Teddy meninggalkan kamar Sheila sambil menutup pintu kamar itu dengan perlahan.
-----------------------------------------------------------------------------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience